No.1553, 2014 BNPB. Pasca Bencana. Rekonstruksi. Rehabilitasi. Pedoman. PERATURAN

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 2015, No.1443 Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah Dalam Rangka Bantuan Pendanaan Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Pascabencana; Mengingat : 1. Un

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta.

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG

No.1087, 2014 BNPB. Badan Penanggulangan Bencana. Daerah. Pembentukan. Pedoman KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA,

PEDOMAN UMUM PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI SEKTOR PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN PASCA BENCANA KOTA MANADO

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAMBI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA KEDIRI

PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 62 TAHUN 2015

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN WALIKOTA TEGAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2012, No.76 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Dana Darurat adalah dana yang berasal dari Anggaran

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 104 TAHUN 2016 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2012 TENTANG DANA DARURAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN KUDUS

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA MEDAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2012 TENTANG DANA DARURAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 32 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan.

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN KABUPATEN TUBAN

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASKA BENCANA

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

BUPATI REMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PRT/M/2013 TENTANG PEDOMAN PENANGGULANGAN DARURAT BENCANA AKIBAT DAYA RUSAK AIR

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 37 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 88 TAHUN 2007

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 44 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA

WALIKOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN WALIKOTA BANJARBARU NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 70 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BNPB. Logistik. Inventarisasi. Pedoman.

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BALIKPAPAN

PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN ORGANISASI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN KENDAL

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

Powered by TCPDF (

PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 77 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PRT/M/2015 TENTANG PENANGGULANGAN DARURAT BENCANA

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BUPATI KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009

PENDANAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN KABUPATEN BOJONEGORO

Transkripsi:

No.1553, 2014 BNPB. Pasca Bencana. Rekonstruksi. Rehabilitasi. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN UMUM PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASCA BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 56 ayat (4) dan Pasal 76 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, diperlukan pedoman umum dalam melaksanakan rehabilitasi dan rekonstruksi; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentangpemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang - Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang

2014, No.1553 2 Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4828); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4829); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing Nonpemerintah dalam Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4830); 6. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana; 7. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 1 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Nasional Penanggulangan Bencana; 8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 46 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA TENTANG PEDOMAN UMUM PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASCA BENCANA.

3 2014, No.1553 BAB 1 KETENTUAN UMUM Pasal1 Dalam Peraturan Kepalaini yang dimaksud dengan : 1. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. 2. Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. 3. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana. 4. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat. 5. Lembaga Nonpemerintah adalah sebuah organisasi yang didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara sukarela yang memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya. 6. Lembaga Internasional adalah organisasi yang berada dalam lingkup struktur organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa atau yang menjalankan tugas mewakili Perserikatan Bangsa-Bangsa atau orga nisasi internasional lainnya. 7. Lembaga Asing Nonpemerintah adalah suatu lembaga internasional yang terorganisasi secara fungsional bebas dari dan tidak mewakili pemerintahan suatu negara atau organisasi internasional yang dibentuk secara terpisah dari suatu negara di mana organisasi itu didirikan.

2014, No.1553 4 8. Peranserta masyarakat adalah proses keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana serta memperhatikan representasi perempuan. 9. Peran serta internasional adalah peran dan dukungan pihak internasional baik berupa dukungan pendanaan, dukungan teknis atau bantuan barang dan jasa untuk kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan prinsip kemandirian, saling melengkapi, dan kepemimpinan pemerintah. 10. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 11. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupatijwalikota atau perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 12. Badan Nasional Penanggulangan Bencana yang selanjutnya disingkat dengan BNPB, adalah lembaga pemerintah non Departemen setingkat Menteri yang dibentuk dalam rangka penyelenggaraan penanggulangan bencana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 13. Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang selanjutnya disingkat BPBD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah yang dibentuk dalam rangka penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah. 14. Koordinasi adalah kegiatan manajemen yang mencakup penyusunan rencana, pelaksanaan kegiatan, dan monitoring evaluasi yang lakukan dalam bentuk pertemuan atau rapat di dalam dan atau luar kantor; konsultasi; permintaan laporan, analisis dan umpan balik baik secara lisan maupun secara tertulis yang mengarah pada upaya penyelesaian persoalan yang dihadapi untuk mencapai tujuan rehabilitasi dan rekonstruksi yang ditetapkan. 15. Kegiatan koordinasi adalah dalam hal mendorong peran serta dan pemahaman masyarakat; koordinasi terhadap kontrol produkjhasil rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi; koordinasi dalam penyediaan supra dan infrastruktur pendukung; koordinasi dalam komunikasi setiap kegiatan; koordinasi dalam pencatatan dan pelaporan; koordinasi dalam penyelidikan jika terjadi penyimpangan; koordinasi dalam penyusunan data dan statistik aktivitas rehabilitasi dan rekonstruksi. 16. Kementerian dan Lembaga adalah kementrian sebagaimana diatur dalam Undang-undang dan lembaga adalah organisasi non Kementerian Negara dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang

5 2014, No.1553 Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya. 17. Pengurangan risiko bencana adalah kerangka konseptual dan rangkaian kegiatan untuk mengurangi potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat. 18. Upaya mengurangi resiko bencana adalah mitigasi yang pengaturannya telah diamanatkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. 19. Membangun menjadi lebih baik adalah sebuah prinsip dalam upaya rehabilitasi dan rekonstruksi dimana pada saat pembangunan kembali baik aspek kerusakan dan kerugian akibat bencana, wajib dilakukan agar menjadi lebih baik serta berpedoman pada usaha/upaya mengurangi risiko atau dampak bencana dimasa yang akan datang. 20. Standar pelayanan minimal adalah standar yang telah diatur dan ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan peraturan perundangan serta ketentuan dari setiap masing-masing kementrian atau lembaga pemerintah RI. 21. Standar Nasional Indonesia adalah satu-satunya standar yang berlaku secara nasional di Indonesia yang telah dirumuskan oleh panitia teknis dan ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN). 22. Perencanaan adalah Proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. 23. Perencanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi adalah penentuan tindakan masa depan yang sejalan dengan perencanaan pembangunan dengan mendasarkan pada pengkajian kebutuhan paska bencana. 24. Integrasi dalam perenca naan pembangunan adalah perencanaan rehabilitasi dan rekonstruksi dapat merubah dan atau melengkapi rencana pembangunan yang sedang beljalan baik dalam masa rencana tahunan atau jangka panjang lima tahunan termasuk pendanaannya. 25. Pengkajian Kebutuhan Pasca Bencana (Post Disaster Needs Assessment /PDNA) adalah suatu rangkaian kegiatan pengkajian dan penilaian akibat, analisis dampak, dan perkiraan kebutuhan, yang menjadi dasar bagi penyusunan rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi. Pengkajian dan penilaian meliputi identifikasi dan penghitungan kerusakan dan kerugian fisik dan non fisik yang menyangkut aspek pembangunan manusia, perumahan atau pemukiman, infrastruktur, ekonomi, sosial dan lintas sektor. Analisis dampak melibatkan tinjauan keterkaitan dan aggregat dari akibat-

2014, No.1553 6 akibat bencana dan implikasi umumnya terhadap aspek-aspek fisik dan lingkungan, perekonomian, psikososial, budaya, politik dan kepemerintahan. Perkiraan kebutuhan adalah penghitungan biaya yang diperlukan untuk menyelenggarakan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi. 26. Pemantauan dan atau monitoring adalah kegiatan mengamati perkembangan pelaksanaan rencana pembangunan, mengidentifikasi, serta mengantisipasi permasalahan yang akan timbul untuk dapat diambil tindakan sedini mungkin. 27. Evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan realisasi masukan (input), keluaran (output), dan hasil (outcome) terhadap rencana dan standar. 28. Keadilan dan kesetaraan gender adalah tindakan atau sikap yang memberi akses, partisipasi, manfaat dan kontrol terhadap perempuan. 29. Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi adalah dokumen perencanaan sebagai hasil penyusunan rencana rehabilitasi dan rekonstruksi yang akan dilakukan dalam periode waktu tertentu yang disusun secara bersama sama antara BNPB/BPBD bersama Kementrian/Lembaga, SKPD serta pemangku kepentingan terkait. BAB II TUJUAN DAN SASARAN Pasal 2 Pedoman umum penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi ini bertujuan untuk: a. Terwujudnya penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi yang merupakan satu kesatuan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana dan terintegrasi dalam perencanaan pembangunan nasional dan atau daerah; b. Terwujudnya penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilakukan dengan tata kelola penyelenggaraan administrasi pemerintahan yang baik dan benar; c. Terwujudnya penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi yang memberikan peluang dan atau kesempatan untuk peran serta masyarakat termasuk lembaga internasional. (1) Sasaran kelembagaan : Pasal 3 a. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB); b. Kementrian/Lembaga Pemerintah;

7 2014, No.1553 c. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD); d. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di propinsi dan kabupaten/kota yangmempunyai fungsi perencanaan dan penyelenggaraan penanggulangan bencana; e. Lembaga Internasional dan Lembaga Asing Non-Pemerintah; f. Lembaga Non Pemerintah; g. Organisasi kemasyarakatan termasuk organisasi adat dan sosial keagamaan; h. Dunia Usaha. (2) Sasaran operasional adalah pemerintah dan masyarakat di daerah bencana mampu melaksanakan rehabilitasi dan rekonstruksi dengan baik dan benar. (3) Sasaran substansial rehabilitasi dan rekonstruksi adalah : a. Aspek kemanusiaan, yang antara lain terdiri dari sosial psikologis, pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan, rekonsiliasi dan resolusi konflik, keamanan dan ketertiban, partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat; b. Aspek perumahan dan permukiman, yang terdiri dari perbaikan lingkungan daerah bencana, pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat dan pembangunan kernbali sarana sosial masyarakat; c. Aspek infrastruktur pembangunan, yang antara lain terdiri dari perbaikan prasarana dan sarana umum, pemulihan fungsi pemerintah, pemulihan fungsi pelayanan publik, pembangunan kembali sarana dan prasarana, penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana, Peningkatan fungsi pelayanan publik dan Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat; d. Aspek ekonomi, yang antara lain terdiri dari pemulihan sosial ekonomi dan budaya, peningkatan kondisi sosial, ekonomi dan budaya, mendorong peningkatan ekonomi lokal seperti pertanian, perdagangan, industri, parawisata dan perban kan; e. Aspek sosial yang antara lain terdiri dari pemulihan konstruksi sosial dan budaya, pemulihan kearifan dan tradisi masyarakat, pemulihan hubungan antar budaya dan keagamaan dan pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat;

2014, No.1553 8 f. Aspek lintas sektor yang antara lain terdiri dari pemulihan aktivitasjkegiatan yang meliputi tata pemerintahan dan lingkungan hidup. BAB III RUANG LINGKUP Pasal 4 (1) Ruang lingkup dalam pedoman ini adalah peran koordinasi dan manajemen penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi. (2) Koordinasi yang dimaksud dalam ayat (1) mencakup koordinasi pada tahap perencanaan, pelaksanaan serta pemantauan dan evaluasi rehabilitasi dan rekonstruksi. (3) Manajemen penyelenggaraan yang dimaksud dalam ayat (1) adalah: a. Input (masukan) berupa pengkajian kebutuhan pasca bencana yang terdiri dari: 1) Pengkajian dan penilaian akibat bencana. 2) Analisis dampak bencana. 3) Perkiraan kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi. b. Proses berupa : 1) Penyusunan rencana aksi dan penentuan prioritas. 2) Pengalokasian sumberdaya. 3) Pelaksanaan. 4) Pemantauan dan evaluasi. 5) Pelaporan. c. Output(hasil) berupa hasil rehabilitasi dan rekonstruksi; d. Outcome (keluaran) berupa manfaat yang dirasakan oleh korban bencana dan atau daerah; e. Impact (dampak) terhadap pencapaian rencana pembangunan daerah dan nasional. BAB IV PRINSIP DASAR, KEBIJAKAN DAN STRATEGI Bagian Kesatu Prinsip Dasar Pasal 5 Prinsip dasar penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana :

9 2014, No.1553 a. Merupakan tanggungjawab Pemerintah Daerah dan Pemerintah; b. Membangun menjadi lebih baik (build back better) yang terpadu dengan konsep pengurangan risiko bencana dalam bentuk pengalokasian dana minimal 10% dari dana rehabilitasi dan rekonstruksi; c. Mendahulukan kepentingan kelompok rentan seperti lansia, perempuan, anak dan penyandang cacat; d. Mengoptimalkan sumberdaya daerah; e. Mengarah pada pencapaian kemandirian masyarakat, keberlanjutan program dan kegiatan serta perwujudan tatakelola pemerintahan yang baik; f. Mengedepankan keadilan dan kesetaraan gender. Bagian kedua Kebijakan Pasal 6 (1) Kebijakan penyelenggaran koordinasi : a. Menggunakan pendekatan tugas pokok dan wewenang kementrian atau lembaga, SKPD dan atau institusi non pemerintah yang terlibat; b. Bagi pemerintah daerah yang tidak atau belum memiliki BPBD maka fungsi koordinasi berada pada Kepala SKPD yang mempunyai tugas pokok dan fungsi serta kewenangan penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku; c. Menggunakan pendekatan kemandirian, saling melengkapi, dan kepemimpinan pemerintah dalam pelaksanaan koordinasi dengan lembaga internasional, lembaga asing non-pemerintah, dan lembaga non pemerintah; d. Mengarah pada pencapaian efektivitas dan efisiensi sumberdaya; e. Menggunakan prinsip integrasi dan sinkronisasi sumberdaya secara komprehensif. (2) Kebijakan penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi : a. Mendorong eksistensi dan efektivitas operasionalisasi lembaga BNPB dan atau BPBD beserta pemangku kepentingan lain serta kelompok masyarakat yang terlibat dalam penanggulangan bencana; b. Mengacu pada dokumen perencanaan nasional dan daerah serta peraturan dan perundangan sistem perencanaan pembangunan nasional;

2014, No.1553 10 c. Mengacu pada standart pelayanan minimal yang ditetapkan pemerintah; d. Mengacu pada rencana tataruang wilayah nasional, provinsi dan kabupatenjkota yang berlaku; e. Menggunakan pendekatan sosial budaya dan adat istiadat serta sumberdaya setempat; f. Menggunakan Standart Nasional Indonesia (SNI); g. Mendorong pemahaman masyarakat akan pengurangan resiko bencana dan menumbuhkan kesiapsiagaan di daerah ancaman bencana. Bagian ketiga Strategi Pasal 7 (1) Strategi koordinasi dilakukan dengan cara : a. Perwujudan peran dan tanggungjawab Kepala BNPB danjatau Kepala BPBD sebagai pelaksana koordinasi umum di tingkat nasional danjatau daerah (provinsi/kab/kota); b. Peran aktif Kementrian/Lembaga di tingkat nasional dan atau Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam mengkoordinasikan hal-hal yang bersifat teknis; c. Peran serta internasional sebagai unsur pelengkap yang digerakkan berdasar permintaan dan kepemimpinan pemerintah. (2) Strategi penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi dilakukan dengan cara: a. Pengkajian kebutuhan pasca bencana secara cermat dan akurat baik meliputi aspek fisik dan aspek pembangunan manusia; b. Penentuan prioritas dan pengalokasian sumberdaya secara maksimal, komprehensif dan partisipatif termasuk memasukkan sumberdaya lokal sebagai salah satu bentuk pemulihan aktivitas sosial kemasyarakatan; c. Penyebarluasan informasi atau sosialisasi rencana pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi secara bertanggungjawab dan membuka kesempatan semua pemangku kepentingan untuk berperan serta.

11 2014, No.1553 BAB V PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI Paragraf 1 Perencanaan Pasal 8 (1) Perencanaan rehabilitasi dan rekonstruksi bertujuan untuk : a. Membangun kesepahaman dan komitmen semua pihak; b. Menyelaraskan seluruh kegiatan perencanaan pascabencana yang disusun oleh pemerintah pusat, dan pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupatenjkota yang terkena bencana; c. Menyesuaikan perencanaan yang dilakukan pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD); d. Memaduserasikan perencanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana dengan perencanaan tahunan pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota yang dituangkan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah Pusat dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah; e. Memberikan gambaran yang jelas kepada pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya sehingga tidak terjadi tumpang tindih kegiatan serta sebagai alat bantu dalam pelaksanaan, pemantauan dan pengendalian atas kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi; f. Mengidentifikasi sistem dan mekanisme mobilisasi pendanaan dari sumber APBN, APBD Provinsi, dan APBD Kabupaten/Kota dan masyarakat secara efisien, efektif, transparan, partisipatif dan akuntabel, sesuai dengan prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance). (2) Perencanaan rehabilitasi dan rekonstruksi menjadi dasar/landasan untuk : a. Terbentuknya saling pengertian antara pemerintah pusat dan daerah serta para pemangku kepentingan lainnya; b. Pendanaan dan prioritas program dan kegiatan yang sesuai dan selaras dengan dokumen perencanaan nasional dan daerah melalui konsultasi dengan pendekatan partisipatif; c. Penggunaan dan pengelolaan sumber dana yang mematuhi prinsip "prudent' (kehati-hatian) dan" accountable' (bertanggungjawab).

2014, No.1553 12 (3) Penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi memerlukan dokumen perencanaan yang selanjutnya disebut sebagai Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi (RENAKSI) untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun. (4) Penyusunan dokumen Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi (RENAKSI) dilaksanakan pada akhir masa tanggap darurat dan masa pemulihan awal dengan memperhatikan : a. Hasil pengkajian kebutuhan pasca bencana; b. Penentuan prioritas; c. Pengalokasian sumberdaya dan waktu pelaksanaan; d. Dokumen rencana kerja pemerintah baik pusat maupun daerah; dan e. Dokumen perencanaan pembangunan terkait lainnya; (5) Penyusunan Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi (RENAKSI) sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) meliputi : a. Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi (RENAKSI) Nasional untuk bencana skala nasional; b. Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi (RENAKSI) Provinsi untuk bencana skala Provinsi; dan c. Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi (RENAKSI) Kabupaten/Kota untuk bencana skala Kabupaten/Kota. (6) Substansi Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi (RENAKSI) disusun dalam kelompok meliputi aspek- aspek seperti yang terdapat pada pasal 3 ayat (3), yaitu meliputi : a. Pembangunan manusia; b. Perumahan dan permukiman; c. Infrastruktur; d. Perekonomian; e. Sosial; f. Lintas sektor. (7) Dokumen Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi (RENAKSI) memuat hal - hal mendasar sebagai berikut : a. Kondisi umum wilayah dan kejadian bencana; b. Gambaran kondisi korban dan pengungsi; jumlah kerusakan dan kerugian akibat bencana serta dampak bencana bagi masyarakat;

13 2014, No.1553 c. Prioritas-prioritas program dan kegiatan serta kebutuhan dana yang diperlukan dan sumberdaya yang telah tersedia; d. Penjelasan mengenai kelembagaan, penatausahaan asset, pengakhiran masa tugas dan kesinambungan rencana aksi paska rehabilitasi dan rekonstruksi; e. Durasi waktu penyelenggaraan; standar pelayanan; tolokukur dan indikator kinerja. (8) Dokumen Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi (RENAKSI) ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala BNPB dan atau Kepala BPBD sesuai pada skala bencananya. (9) Mekanisme penyusunan Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi (RENAKSI) akan diatur lebih lanjut dalam bentuk pedoman operasional yang ditetapkan oleh Kepala BNPB. Paragraf 2 Pendanaan Pasal 9 (1) Sumber pendanaan utama penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi adalah : a. APBD Kabupaten/Kota untuk bencana skala Kabupaten/Kota; b. APBD Provinsi untuk bencana skala Provinsi; c. APBN untuk bencana skala Nasional. (2) Sumber dana lain yang dapat digunakan diantaranya : a. Asuransi; b. Dana dari peran serta internasional melalui kerjasama bilateral maupun multilateral; c. Dana perwalian yang dibentuk untuk keperluan penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pasca bencana; dan d. Dana bantuan masyarakat lain; (3) Pemerintah Kabupaten/Kota dapat meminta bantuan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah (pusat) untuk pendanaan rehabilitasi dan rekonstruksi. (4) Penatausahaan atau tatakelola dana rehabilitasi dan rekonstruksi mengacu pada peraturan perundangan tentang keuangan negara dan atau peraturan lain yang sejenis kecuali dinyatakan 1ain oleh peraturan yang bersifat khusus (lex specialist).

2014, No.1553 14 (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme dan prosedur permintaan bantuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (2) akan diatur lebih lanjut dalam bentuk pedoman operasional yang ditetapkan oleh Kepala BNPB. Paragraf 3 Kelembagaan Pelaksana Pasal 10 (1) Lembaga penanggungjawab pelaksanaan rehabilitasi dan rekontruksi adalah BNPB di tingkat nasional dan atau BPBD di ProvinsifKabfKota di tingkat daerah. (2) Lembaga seperti yang dimaksud dalam ayat (1) adalah lembaga fungsionalfstruktural yang ada di dalam struktur BNPB dan atau BPBD Provinsi/Kab/Kota yang sesuai dengan tugas pokok fungsi dan kewenangannya. (3) Apabila dipandang perlu dapat dibentuk lembaga koordinatif yang bersifat adhoc atau bersifat sementara yang fungsinya membantu BNPB/BPBD dan ditetapkan dengan keputusan Kepala BNPB dan atau Kepala BPBD atas nama Presiden dan atau Gubernur/BupatifWalikota untuk jangka waktu maksimal 3 (tiga) tahun. (4) Pembentukan lembaga seperti yang dimaksud dalam ayat (3) ditentukan oleh: a. Skala bencana dan dampak yang ditimbulkan; b. Kemampuan dan kapasitas aparatur pelaksana di daerah; c. Disetujui oleh Kepala Daerah. Paragraf 4 Pelaksanaan Pasal 11 (1) Pelaksanaan teknis substansial dilakukan oleh perangkat Kementerian/Lembaga dan atau Satuan Kerja Perangkat daerah (SKPD) di Provinsi dan atau Kabupaten/Kota. (2) Semua pelaksanaan teknis dari aspek - aspek rehabilitasi dan rekonstruksi harus mengacu pada standar teknis yang ditetapkan peraturan perundangan. (3) Tenaga pelaksana teknis rehabilitasi dan rekonstruksi diutamakan tenaga professional Kementrian/Lembaga, SKPD Provinsi/Kab/Kota dan atau organisasi/lembaga yang berada di daerah bencana dengan pertimbangan :

15 2014, No.1553 a. Menguasai kondisi sosial budaya masyarakat dan karakteristik; b. Memahami dan menguasai kapasitas sumberdaya lokal. (4) Apabila ketentuan tersebut pada ayat (3) tidak terpenuhi maka BPBD Kab/Kota dan atau Provinsi dapat meminta bantuan dari Kab/Kota lain atau Provinsi dengan status penugasan kepada SKPD Kab/Kota yang diberi mandat penuh untuk pelaksana teknis rencana rehabilitasi dan rekonstruksi. (5) Pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dalam rangka rehabilitasi dan rekonstruksi mengacu kepada peraturan perundangan yang berlaku. (6) Lembaga Internasional, lembaga asing non pemerintah dan atau lembaga non pemerintah yang terlibat dalam rehabilitasi dan rekonstruksi wajib berkoordinasi dengan BNPB dan BPBD bersama Kementrian Lembaga dan SKPD. (7) Semua hasil kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi menjadi asset Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan atau masyarakat dan dilakukan penatausahakan sesuai peraturan yang berlaku. Paragraf 5 Pemantauan dan evaluasi Pasal 12 (1) BNPB dan atau BPBD mengkoordinasikan pelaksanaan pemantauan dan evaluasi. (2) Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi melibatkan kementrian/lembaga dan atau SKPD teknis lainnya. (3) Kepala BNPB/BPBD menyusun laporan evaluasi bersama lembaga perencana berdasarkan hasil kegiatan yang dilakukan oleh pimpinan kementrian/lembaga dan kepala SKPD. (4) Prinsip pemantauan dan evaluasi mengacu pada : a. Dokumen RENAKSI yang telah ditetapkan Kepala BNPB atau Kepala BPBD. b. Tujuan pembangunan daerah dan nasional sebagaimana ditetapkan dalam dokumen perencanaan daerah dan nasional. (5) Ketentuan lebih lanjut dari pemantauan dan evaluasi sebagaimana ditetapkan pada ayat (4) akan diatur lebih lanjut dalam bentuk pedoman operasional yang ditetapkan Kepala BNPB.

2014, No.1553 16 BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 13 (1) Dengan dikeluarkannya peraturan ini maka Peraturan Kepala BNPB Nomor 11 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. (2) Selain yang sudah ditetapkan dalam pedoman umum ini, pemerintah daerah dapat menyusun peraturan daerah atau ketentuan lain yang bersifat teknis operasional dalam penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi. Pasal 14 Peraturan Kepala ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Kepala ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 November 2010 KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA, SYAMSUL MAARIF Diundangkan di Jakarta pada tanggal 14 Oktober 2014 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, AMIR SYAMSUDIN