PENDANAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI DAERAH

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2012 TENTANG DANA DARURAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2012 TENTANG DANA DARURAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 104 TAHUN 2016 TENTANG

2012, No.76 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Dana Darurat adalah dana yang berasal dari Anggaran

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA KEDIRI

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA CIMAHI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 62 TAHUN 2015

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

2 2015, No.1443 Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah Dalam Rangka Bantuan Pendanaan Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Pascabencana; Mengingat : 1. Un

No.1087, 2014 BNPB. Badan Penanggulangan Bencana. Daerah. Pembentukan. Pedoman KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAMBI

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

PERATURAN WALIKOTA TEGAL

PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN KABUPATEN BOJONEGORO

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENGGUNAAN BERAS REGULER DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

BUPATI REMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta.

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN DAERAH PROVINSIRIAU NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 17 TAHUN2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA ALAM

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 70 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

MEMUTUSKAN ; Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PROSEDUR PENGGUNAAN DANA SIAP PAKAI UNTUK TANGGAP DARURAT BENCANA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 44 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor

PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

Powered by TCPDF (

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 2 TAHUN : 2010 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG

1. Sub Bagian Perencanaan dan Evaluasi; 2. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian; dan 3. Sub Bagian Keuangan. c. Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan, terdir

KEPALA BADAN KEPALA PELAKSANA JABATAN FUNGSIONAL SUB BAGIAN PROGRAM SUB BAGIAN KEUANGAN BIDANG KEDARURATAN DAN LOGISTIK

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presid

BUPATI KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA MEDAN

PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN KABUPATEN TUBAN

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

WALIKOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN WALIKOTA BANJARBARU NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PENUKAL ABAB LEMATANG ILIR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PRT/M/2013 TENTANG PEDOMAN PENANGGULANGAN DARURAT BENCANA AKIBAT DAYA RUSAK AIR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

Tahap Tanggap Darurat dan Pascabencana

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT

No. 1411, 2014 BNPB. Logistik. Peralatan. Penanggulangan Bencana. Manajemen. Pedoman.

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PRT/M/2015 TENTANG PENANGGULANGAN DARURAT BENCANA

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 32 TAHUN 2012 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

2015, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamba

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BALIKPAPAN

Profil dan Data Base BPBD Sleman

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 37 TAHUN 2011 TENTANG

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2083, 2014 BNPB. Bantuan Logistik. Penanggulangan Bencana. Pemanfaatan

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG TARUNA SIAGA BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PENANGANAN KEDARURATAN BENCANA AKIBAT LIMBAH B3. Oleh : Yus Rizal (BNPB)

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG

Transkripsi:

terjadi. 2 Setiap bencana yang timbul perlu dilakukan penanggulangan guna meminimalisir PENDANAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI DAERAH kendarinews.com I. PENDAHULUAN adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. 1 Suatu peristiwa dianggap bencana bila peristiwa itu (1) menimbulkan kerusakan (2) menimbulkan gangguan pada kehidupan, penghidupan, dan fungsi masyarakat (3) mengakibatkan korban dan kerusakaan yang melampaui kemampuan masyarakat setempat untuk mengatasinya dengan sumber daya mereka. Risiko atau dampak bencana timbul karena ada dua kondisi. Pertama, daya rusak suatu peristiwa, kedua, kerentanan masyarakat. Bila terjadi peristiwa yang merusak, tapi masyarakat bisa mengatasi sendiri dampak dari peristiwa tersebut, maka bencana tidak kerusakan, kerugian dan korban jiwa. Penanggulangan bencana adalah bagian integral dari pembangunan nasional dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana dimaksud dalam alinea ke-iv Pembukaan. Dalam implementasinya, penanggulangan bencana tersebut menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah bersama-sama masyarakat luas. Bentuk tanggung-jawab antara lain memenuhi kebutuhan masyarakat yang diakibatkan oleh bencana yang merupakan salah satu wujud perlindungan negara kepada warga negara. 3 1 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan 2 5 Tahun BNPB, Tumbuh, Utuh, Tangguh, BNPB, 2013, hal 11 3 Panduan Perencanaan Kontijensi Menghadapi (edisi Kedua), BNPB, 2011, hal 1 1

Pemerintah dituntut untuk selalu siap dan tanggap dalam penanggulangan bencana. Kecepatan dan ketepatan dalam pemberian bantuan dalam bentuk logistik obat-obatan, makanan dan tempat tinggal sementara sangat dibutuhkan oleh para korban bencana. Penanggulangan bencana bukan hanya tanggung jawab pemerintah pusat, melainkan juga pemerintah daerah tempat terjadinya bencana. Sinergi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam pendanaan, pengadaan barang dan distribusi bantuan sangat membantu beban penderitaan para korban serta menjamin kebutuhan sandang, pangan, kesehatan dan tempat sementara untuk para korban terpenuhi dan merata sampai dengan proses pemulihan ke kondisi seperti semula. Dengan ditetapkannya Undang Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan, maka penyelenggaraan penanggulangan bencana diharapkan akan semakin baik, karena Pemerintah dan Pemerintah daerah menjadi penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Penanggulangan bencana dilakukan secara terarah mulai prabencana, saat tanggap darurat, dan pascabencana. Penanggulangan bencana yang baik harus didukung oleh penganggaran, pencairan dan penggunaan dana secara baik, transparan dan akuntabel, baik yang berasal dari anggaran pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun masyarakat. 4 Dalam kondisi tanggap darurat, dana yang digunakan adalah dana siap pakai yang dianggarkan di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Beberapa permasalahan yang timbul terkait dana siap pakai yang dianggarkan di APBD adalah mengenai pertanggungjawaban yang melewati akhir tahun berjalan. Persoalan lainnya adalah apabila dana siap pakai yang dimiliki daerah tidak mencukupi untuk membiayai tanggap darurat bencana, sehingga penggunaan anggaran diluar dana siap pakai perlu segera dicairkan. Disamping permasalahan pendanaan, penetapan status keadaan bencana di daerah yang menjadi kewenangan kepala daerah juga harus menjadi perhatian pihak eksekutif, agar penetapan status darurat bencana dapat terukur secara proporsional dan rasional, karena penetapan status bencana dan besarannya menjadi penting karena berimplikasi pada pengerahan sumber daya yang ada. II. PERMASALAHAN 1. Bagaimana mekanisme, jenis pendanaan dan pertanggungjawaban dana dalam penanggulangan bencana di daerah? 4 Laporan Kajian Perumusan Rekomendasi Bagi Penyusunan Peraturan Pelaksanaan UU 24 /2007 Tentang Penanggulangan, BAPPENAS-UGM_UNDP, 2007, hal. 20 2

2. Siapakah yang berwenang dalam menentukan kondisi tanggap darurat di daerah dan bagaimana tolok ukur dalam menentukan suatu keadaan tanggap darurat bencana? III. PEMBAHASAN 1. Mekanisme, Jenis Pendanaan dan Pertanggungjawaban Dana Penanggulangan di Daerah Mekanisme pendanaan baik dari pemerintah maupun pemerintah daerah dalam penanggulangan bencana harus disesuaikan dengan penyelenggaraan penanggulangan bencana, yaitu meliputi tahap prabencana, tanggap darurat dan pascabencana. Pada tahap prabencana, pemerintah menggunakan dana kontinjensi yang dianggarkan dalam APBN dan dana lain melalui anggaran APBN atau APBD. Pada saat tanggap darurat pemerintah dan pemerintah daerah menggunakan dana siap pakai. Dana siap pakai disediakan dalam APBN yang ditempatkan dalam anggaran Badan Nasional Penanggulangan (BNPB), dan pemerintah daerah juga dapat menyediakan dana siap pakai dalam APBD yang ditempatkan dalam anggaran Badan Penanggulangan Daerah (BPBD). Sedangkan untuk tahap pascabencana, Pemerintah menyediakan dana bantuan sosial berpola hibah dan dana darurat. Kedua dana tersebut bersumber dari APBN yang diperuntukkan untuk kegiatan rekonstruksi dan rehabilitasi pascabencana. a. Tahap Prabencana Pendanaan penanggulangan bencana pada tahap prabencana dilaksanakan dengan anggaran normal yang bersumber dari APBN atau APBD dan dana kontinjensi yang bersumber dari APBN. Pendanaan tahap prabencana dibagi menjadi dua situasi, yaitu situasi tidak terjadi bencana dan situasi terdapat potensi terjadinya bencana. Untuk kegiatan-kegiatan pada tahap prabencana baik pada situasi tidak terjadi bencana maupun situasi terdapat potensi terjadi bencana (kecuali untuk kegiatan kesiapsiagaan), seluruhnya menggunakan dana yang dianggarkan melalui anggaran normal APBN atau APBD, yang dialokasikan pada anggaran BNPB atau BPBD. Sedangkan penggunaan dana kontinjensi hanya digunakan untuk kegiatan kesiapsiagaan dalam hal terdapat potensi terjadinya bencana. Dana Kontinjensi adalah dana yang telah dicadangkan untuk untuk menghadapi kemungkinan terjadinya bencana tertentu 5, yaitu dalam bentuk kegiatan kesiapsiagaan. Kegiatan kesiapsiagaan sendiri merupakan serangkaian kegiatan yang 5 Pasal 1 angka 4 Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 Tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan 3

dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna 6, misalnya evakuasi penduduk, pemenuhan kebutuhan dasar berupa penampungan sementara, pemberian bantuan pangan dan non-pangan, layanan kesehatan dan lain-lain, yang dilaksanakan dalam keadaan terdapat potensi terjadinya bencana. Tahap ini dikategorikan tahap prabencana karena kejadian bencana belum benar-benar terjadi. Mekanisme perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban penggunaan dana pada tahap prabencana tersebut sepenuhnya mengikuti sistem akuntansi, pemeriksaan dan pertanggungjawaban seperti yang diatur dalam peraturan-peraturan tentang keuangan negara. Untuk dana yang bersumber dari APBD harus tetap mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah beserta peraturan perubahannya. b. Tahap Tanggap Darurat Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana. 7 Pada tahap tanggap darurat, sumber pendanaannya dapat berasal dari tiga sumber: pertama adalah dana penanggulangan bencana yang telah dialokasikan dalam APBN atau APBD untuk masing-masing instansi, kedua adalah dana siap pakai dalam APBN yang telah dialokasi dalam anggaran BNPB dan ketiga adalah dana siap pakai dalam APBD yang telah dialokasikan dalam anggaran BPBD. Pemerintah daerah memiliki tanggung jawab untuk mengalokasikan dana penanggulangan bencana dalam APBD secara memadai. Dana penanggulangan bencana pada tahap tanggap darurat tersebut digunakan untuk : a. pelaksanaan pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumber daya; b. kegiatan penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana; c. pemberian bantuan pemenuhan kebutuhan dasar korban bencana; 6 Pasal 1 angka 4 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan 7 Pasal 1 angka 8 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan 4

d. pelaksanaan perlindungan terhadap kelompok rentan; dan e. kegiatan pemulihan darurat prasarana dan sarana. 8 Dana Siap Pakai adalah dana yang selalu tersedia dan dicadangkan oleh pemerintah untuk digunakan pada status keadaan darurat bencana, yang dimulai dari status siaga darurat, tanggap darurat dan transisi darurat ke pemulihan. Pemberian dana siap pakai oleh pemerintah kepada pemerintah daerah didasarkan pada ketetapan keadaan darurat bencana (yang terdiri dari status siaga darurat, tanggap darurat, dan transisi darurat ke pemulihan), yang disertai dengan usulan daerah perihal permohonan dukungan bantuan, atau laporan Tim Reaksi Cepat BNPB, atau hasil rapat koordinasi, atau inisiatif BNPB. 9 Dana siap pakai digunakan oleh lembaga yang mempunyai tugas pokok dan fungsi penanggulangan bencana (BNPB, BPBD Propinsi/Kota/Kabupaten dan instansi /lembaga/organisasi terkait). Terhadap penggunaan dana siap pakai diberikan perlakuan khusus, mengenai pengadaan barang bisa dilakukan dengan pembelian/pengadaan langsung. Perlakukan khusus ini juga berarti, meskipun bukti pertanggungjawaban tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku namun bukti pertanggungjawaban tersebut diperlakukan sebagai dokumen pertanggungjawaban keuangan yang sah. Penggunaan dana siap pakai baik yang berasal dari APBN maupun dari APBD hanya terbatas pada pengadaan barang dan atau jasa untuk : a. pencarian dan penyelamatan korban bencana; b. pertolongan darurat; c. evakuasi korban bencana; d. kebutuhan air bersih dan sanitasi; e. pangan; f. sandang; g. pelayanan kesehatan; dan h. penampungan serta tempat hunian sementara. 10 Untuk dana siap pakai yang bersumber dari APBN prosedur penyalurannya dimulai dengan penyampaian usulan bantuan dana oleh pemerintah daerah kepada Kepala BNPB dengan menyertakan laporan kejadian hasil/informasi Tentang kondisi ancaman bencana dari lembaga terkait, jumlah korban/prakiraan jumlah pengungsi, 8 Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 Tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan 9 PeraturanKepala BNPB Nomor 6A Tahun 2011 Tentang Pedoman Dana Siap Pakai 10 Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 Tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan 5

kerusakan, kerugian dan bantuan yang diperlukan. Setelah menerima usulan dari daerah/intansi/lembaga terkait, laporan tim reaksi cepat, dan hasil rapat koordinasi atau inisiatif BNPB, maka jumlah besaran bantuan (uang tunai, Barang dan jasa) ditetapkan. Setelah jumlah bantuan ditetapkan, bantuan yang berasal dari dana siap pakai diserahkan langsung kepada daerah yang terancam bencana dan terkena bencana. Pihak yang berwenang mengelola bantuan dari dana siap pakai di daerah adalah Kepala BPBD provinsi/kabupaten/kota. Pemerintah provinsi/kota/kabupaten yang menerima bantuan dana siap pakai wajib mempertanggungjawabkan penggunaan dana siap pakai. Pertanggung jawaban keuangan maupun kinerja dilaporkan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah status keadaan darurat bencana berakhir11. Sedangkan untuk dana siap pakai yang tidak digunakan sampai dengan akhir masa status keadaan darurat bencana, harus disetorkan kembali ke kas negara bersamaan dengan penyampaian pertanggungajawaban dana siap pakai. c. Tahap Pascabencana Tahap Pascabencana dibagi menjadi dua kegiatan, yaitu kegiatan rehabilitasi dan kegiatan rekonstruksi. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana12. Sedangkan rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana13. Rehabilitasi meliputi kegiatan perbaikan fisik dan pemulihan fungsi nonfisik. Kegiatan rehabilitasi dilaksanakan di wilayah yang terkena bencana maupun wilayah lain yang dimungkinkan untuk dijadikan wilayah sasaran kegiatan rehabilitasi. 11 Pasal 34 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 Tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan 12 Pasal 1 angka 10 Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 Tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan 13 Pasal 1 angka 11 Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 Tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan 6

Kegiatan rehabilitasi dilakukan oleh BNPB jika status bencana adalah tingkat nasional atau atas inisiatif sendiri BNPB dan atau BPBD untuk status bencana daerah. Kegiatan rehabilitasi juga dimungkinkan untuk melibatkan banyak pemangku kepentingan dan masyarakat. 14 Kegiatan rekonstruksi meliputi kegiatan rekonstruksi fisik dan rekonstruksi nonfisik. Rekontruksi fisik adalah tindakan untuk memulihkan kondisi fisik melalui pembangunan kembali secara permanen prasarana dan sarana permukiman, pemerintahan dan pelayanan masyarakat (kesehatan, pendidikan dan lain-lain), prasarana dan sarana ekonomi (jaringan perhubungan, air bersih, sanitasi dan drainase, irigasi, listrik dan telekomunikasi dan lain-lain), prasarana dan sarana sosial (ibadah, budaya dan lain-lain.) yang rusak akibat bencana, agar kembali ke kondisi semula atau bahkan lebih baik dari kondisi sebelum bencana. Rekonstruksi nonfisik adalah tindakan untuk memperbaiki atau memulihkan kegiatan pelayanan publik dan kegiatan sosial, ekonomi serta kehidupan masyarakat, antara lain sektor kesehatan, pendidikan, perekonomian, pelayanan kantor pemerintahan, peribadatan dan kondisi mental/sosial masyarakat yang terganggu oleh bencana, kembali ke kondisi pelayanan dan kegiatan semula atau bahkan lebih baik dari kondisi sebelumnya.15 Kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi dapat dibiayai dengan dana penanggulangan bencana yang bersumber dari APBD dalam alokasi anggaran masing-masing instansi. Apabila dana Penanggulangan bencana dari APBD tidak mencukupi, maka pemerintah daerah dapat mengajukan pembiayaan pascabencana kepada pemerintah dengan menggunakan dana bantuan sosial berpola hibah yang bersumber dari APBN. Dana tersebut adalah dana yang disediakan pemerintah kepada pemerintah daerah sebagai bantuan penanganan pascabencana. Dana bantuan sosial berpola hibah adalah dana yang disediakan pemerintah kepada pemerintah daerah sebagai bantuan penanganan pascabencana. Dalam hal ini berasal dari bagian anggaran 999.08 (belanja lain-lain), yang pelaksanaan dan pengelolaannya melalui mekanisme yang berlaku dalam pengelolaan APBN. Dana bantuan sosial berpola hibah tidak termasuk dalam dana transfer, karena itu tidak 14 Lampiran Peraturan Kepala BNPB Nomor 11 Tahun 2008 Pedoman Rehabilitas dan Rekontruksi Pasca, hal. 10 15 Lampiran Peraturan Kepala BNPB Nomor 11 Tahun 2008 Pedoman Rehabilitas dan Rekontruksi Pasca, hal. 53 & 57 7

dimasukan dalam APBD. Jumlah dana yang telah diterima cukup dilaporkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) dalam pertanggungjawaban APBD.16 Mekanisme pengajuan dan penggunaan dana bantuan sosial berpola hibah secara lebih jelas diatur dalam Peraturan Kepala BNPB Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pedoman Rehabilitasi dan Rekontruksi Pasca dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.05/2013 tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Penanggulangan. Penerima dana bantuan sosial berpola hibah wajb mempertanggungajawabkan pengelolaannya sesuai tata cara dan mekanisme pengelolaan APBN dengan beberapa penyesuaian. Dana bantuan sosial berpola hibah yang belum digunakan pada masa akhir periode, harus disetorkan kembali ke kas negara. Apabila setelah penyetoran kembali dana tersebut ke kas negara ada pekerjaan yang belum dibayar, maka pekerjaan tersebut wajib dibiayai dari dana APBD atau sumber lain yang sah. Untuk kegiatan pada tahap pascabencana, di samping dana bantuan sosial berpola hibah yang diberikan kepada pemerintah daerah,pemerintah juga menyiapkan Dana Darurat yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dialokasikan kepada daerah yang mengalami bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa. Dana Darurat diberikan dalam kerangka hubungan keuangan antara pemerintah dan pemerintahan daerah dan dikelola dengan mekanisme APBD. Syarat utama pemberian dana darurat kepada daerah adalah adanya bencana nasional atau peristiwa luar biasa yang tidak dapat ditanggulangi dengan pendanaan dari APBD. Penggolongan bencana nasional atau peristiwa luar biasa serta batas waktu rehabilitasi dan rekonstruksinya harus ditetapkan oleh presiden sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.17 Pemberian dana darurat diakui pemerintah sebagai belanja transfer kepada daerah, danoleh daerah dilaksanakan melakui mekanisme APBD sebagai pendapatan daerah pada bagian lain-lain pendapatan. Penggunaan dana darurat adalah untuk mendanai kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pada tahap pascabencana yang menjadi kewenangan daerah, dan tidak boleh tumpang tindih dengan kegiatan yang telah dibiayai oleh APBN. 16 Perka BNPB Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Juknis Permintaan Dana Bantuan Sosial Berpola Hibah, hal. 3 dan 8 17 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2012 Tentang Dana Darurat 8

Pemerintah daerah wajib melakukan penatausahaan atas penerimaan dan penggunaaan dana darurat. Apabila pada akhir tahun anggaran berjalan terdapat sisa dana darurat pada kas daerah, maka dana darurat tersebut masih dapat digunakan sepanjang untuk: a. kegiatan yang di dalamnya terdapat pekerjaan yang telah ada ikatan perjanjian kontrak pada tahun anggaran berkenaan; dan b. keterlambatan penyelesaian pekerjaan diakibatkan oleh force majeure. 18 Disamping hal tersebut, pemerintah daerah juga wajib menyusun dan menyampaikan laporan realisasi penggunaan dana darurat kepada Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara paling lambat tanggal 28 Februari tahun anggaran berikutnya. Jika sampai akhir bulan Februari tahun anggaran berikutnya masih juga terdapat sisa anggaran Dana Darurat pada kas daerah, maka sisa anggaran tersebut diperhitungkan sebagai tambahan kecukupan APBD pada tahun anggaran berikutnya. 19 2. Penetapan Status Tanggap Darurat Pada tahap tanggap darurat, pemerintah atau pemerintah daerah segera menentukan status keadaan darurat bencana yang ditetapkan berdasarkan tingkatan/skala bencana. Sesuai dengan bunyi ketentuan pada Pasal 51 ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan, untuk bencana dalam skala nasional penetapan status keadaan darurat ditetapkan oleh presiden, untuk skala wilayah provinsi ditetapkan oleh Gubernur dan untuk Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Bupati/Walikota. Status Keadaan Darurat adalah suatu keadaan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk jangka waktu tertentu atas dasar rekomendasi lembaga yang diberi tugas untuk menanggulangi bencana (dalam hal ini BNPB atau BPBD) yang dimulai sejak status Siaga Darurat, Tanggap Darurat, dan Transisi Darurat ke Pemulihan. Penetapan status bencana dan tingkat bencana memuat indikator yang meliputi jumlah korban, kerugian harta benda, kerusakan prasarana dan sarana, cakupan luas wilayah yang terkena bencana dan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan. Pasal 7 ayat (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan mengamanatkan pengaturan lebih lanjut mengenai penetapan status dan tingkat bencana 18 Pasal 26 ayat (4) dan (5) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.07/2013 Tentang Tata Cara Pengelolaan Dana Darurat 19 Pasal 26 ayat (6) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.07/2013 Tentang Tata Cara Pengelolaan Dana Darurat 9

dalam peraturan presiden. Akan tetapi sampai saat ini, peraturan dimaksud belum disusun dan diterbitkan, sehingga ada kekhawatiran apabila tidak ada ukuran yang jelas (misal, kejadian biasa tetapi ditetapkan sebagai bencana), aparat bisa secara sewenang-wenang menggunakan anggaran yang sebenarnya tidak boleh dikeluarkan. Sebaliknya, apabila ada bencana tetapi tidak dinyatakan sebagai sebuah bencana, maka penggunaan anggaran dana siap pakai tidak bisa dikeluarkan, dan mengakibatkan meningkatnya jumlah korban maupun kerugian harta benda lainnya. 20 IV. PENUTUP Pengaturan masalah penanggulangan bencana secara pokok diatur dalam Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan, beserta peraturan pelaksanaannya, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan dan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan, Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 Tentang BNPB serta peraturan pelaksanaan lainnya. Penggunaan dana penanggulangan bencana dibedakan berdasarkan tahapan penanggulangan bencana, yaitu prabencana, tanggap darurat, dan pascabencana. Untuk tahap prabencana pembiayaan dilakukan dengan dana yang disediakan melalui anggaran normal dari APBD dan dana kontinjensi yang disediakan melalui APBN. Sedangkan pada masa tanggap darurat bencana pembiayaannya didanai dengan dana penanggulangan bencana yang telah dialokasikan dalam APBN atau APBD untuk masing-masing instansi dan Dana Siap Pakai (on call) yang ada pada APBN dan atau APBD. Untuk tahap pascabencana, pembiayaan dapat menggunakan dana yang telah dialokasikan dalam APBD, Dana bantuan sosial berpola hibah yang diberikan pemerintah kepada daerah serta dana darurat untuk bencana yang berskala nasional/peristiwa luar biasa yang diberikan dalam kerangka hubungan pusat-daerah Sistem pertanggungjawaban masing-masing pembiayaaan atas kegiatan penanggulangan bencana pada akhir tahun sama halnya dengan kegiatan lainnya, yaitu sudah harus dipertanggungajawabkan pada tahun anggaran berjalan. Dikecualikan dari hal tersebut adalah pertanggungawaban dana siap pakai atas kondisi tanggap darurat dan dana darurat untuk rehabilitasi dan rekonstruksi pada tahap pascabencana. Dana siap pakai baik yang berasal dari APBN maupun dari APBD dapat dipertanggungjawabkan paling lama 3 (tiga) 20 Laporan Kajian Perumusan Rekomendasi Bagi Penyusunan Peraturan Pelaksanaan UU 24 /2007 Tentang Penaggulangan, BAPPENAS-UGM_UNDP, 2007, hal. 10 10

bulan setelah tahap tanggap darurat berakhir dan beralih ke tahap pascabencana. Sedangkan untuk dana darurat dapat dipertanggungjawabkan selambat-lambatnya pada akhir bulan Februari tahun anggaran berikutnya. Kewenangan untuk menetapkan status/kondisi tanggap darurat bencana didasarkan pada tingkatan/skala bencana. Untuk bencana skala nasional penetapan status bencana ditetapkan oleh Presiden, untuk skala provinsi ditetapkan oleh gubernur dan untuk skala kabupaten/kota ditetapkan oleh bupati/walikota. Dalam menetapkan status tanggap darurat bencana harus diperhatikan beberapa indikator yang ditentukan dalam Undang-Undang Penanggulangan. Akan tetapi, pengaturan lebih lanjut mengenai penetapan status dan tingkat bencana tersebut sampai dengan saat ini belum disusun dan diterbitkan sebagaimana diamanatkan pasal 7 ayat (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan. 11

Daftar Pustaka Buku dan Jurnal: Syamsul Maarif Dkk, 5 Tahun BNPB, Tumbuh, Utuh, Tangguh, BNPB, 2013, Laporan Kajian Perumusan Rekomendasi Bagi Penyusunan Peraturan Pelaksanaan UU No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan bencana, Bappenas, 2008 Sugeng Triutomo, Dkk, Panduan Perencanaan Kontinjensi Menghadapi (edisi kedua), BNPB, 2011 Syamsul Maarif, Pikiran dan Gagasan Dr. Syamsul Maarif Penanggulangan di Indonesia, BNPB, 2012 Prabowo Heri Eko, Akuntabilitas Pengelolaan Dana, 2011, prabowoherieko.wordpress.com/2011/07/20/makalah-akuntabilitas-pengelolaandana-bencana/ Djuni Pristyanto, Pembentukan BPBD Berdasar Permendagri 46/2008 Dan Perka BNPB 3/2008, diunduh dari http://www.mpbi.org/ Wahyudi Kumorotomo, Analisis Anggaran Untuk, 2013, diunduh dari Peraturan Perundang-undangan: Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 Tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2012 Tentang Dana Darurat Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Badan Nasional Penanggulangan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.05/2013 Tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Penanggulangan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.07/2013 Tentang Pengelolaan Dana Darurat Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Pedoman Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Nomor 6A Tahun 2011 Tentang Pedoman dan Penggunaan Dana Siap Pakai pada Status Keadaan Darurat 12

Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Nomor 14 Tahun 2011Tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Pengajuan dan Pengelolaan Dana Bantuan Sosial Berpola Hibah Kegiatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Tahun 2011 13