- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Wajib Lapor Tindak KDRT 1

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

Daftar Isi TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Penyusun: Justice for the Poor Project. Desain Cover: Rachman SAGA. Foto: Luthfi Ashari

I. TINJAUAN PUSTAKA. kekerasan itu tidak jauh dari kebiasaan kita. Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 23 Tahun

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN TERHADAP TINDAK KEKERASAN

BUPATI POLEWALI MANDAR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan,

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

Institute for Criminal Justice Reform

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH SUAMI TERHADAP ISTRI. A.Kajian Hukum Mengenai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004

BAB III KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PRESPEKTIF HUKUM POSITIF (UNDANG-UNDANG R.I NOMOR 23 TAHUN 2004)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 23 TAHUN 2004 (23/2004) TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 3

Tindak Pidana KEKERASAN Dalam RUMAH TANGGA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BUPATI PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Tujuan

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENERAPAN SILA KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAP DIDALAM SUATU KONFLIK DALAM RUMAH TANGGA. STMIK AMIKOM Yogyakarta

PEMERINTAH KOTA BATU

BAB I PENDAHULUAN. berpendidikan menengah ke atas dengan penghasilan tinggi sekalipun sering

PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN

QANUN KOTA LANGSA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DI KABUPATEN KENDAL

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga merupakan

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban.

BAB I PENDAHULUAN. dari perkawinan itu adalah boleh atau mubah. Namun dengan melihat

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

JAWA TIMUR MEMUTUSKAN : PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BAB I PENDAHULUAN. yang didukung oleh umat beragama mustahil bisa terbentuk rumah tangga tanpa. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN SIDOARJO PASCA BERLAKUNYA UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN KABUPATEN JEMBER

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 16 Tahun : 2012 Seri : E

Lex Et Societatis Vol. V/No. 9/Nov/2017

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA

Vol 13 No. 2 Oktober 2017 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak pihak merasa prihatin dengan maraknya peristiwa kekerasan

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan. diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

Peran dan Masalah yang Dihadapi Penyidik Polri dalam Proses Perkara Tindakan Kekerasan dalam Rumah Tangga

Transkripsi:

Pendahuluan Kekerasan apapun bentuknya dan dimanapun dilakukan sangatlah ditentang oleh setiap orang, tidak dibenarkan oleh agama apapun dan dilarang oleh hukum Negara. Khusus kekerasan yang terjadi dalam lingkup rumah tangga dalam sejarah perjalanan hukum di Negara kita, pengaturannya sempat menduduki tempat yang istimewa dalam hukum positif Negara kita. Sebelum adanya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, kejahatan yang terjadi dalam rumah tangga pengaturannya oleh KUHP kita bersifat delik aduan, artinya kejahatan tersebut hanya dapat diproses secara hukum manakala ada pengaduan dari pihak yang dirugikan. Di satu sisi pihak korban yang umumnya adalah perempuan/istri dan anak-anak menghadapi suatu dilema ketika mereka mendapatkan suatu kekerasan. Sang istri misalnya, yang bersangkutan sulit sekali melaporkan suaminya sebagai pelaku kekerasan kepada pihak kepolisian, kesulitan tersebut dilatarbelakangi oleh beberapa alasan, seperti: - Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan - Ada anggapan bahwa kalau melaporkan kejadian tersebut kepada pihak luar berarti telah membuka aib keluarga - Pikiran jangka panjang yang beranggapan bahwa jika suami mereka diperiksa dan dihukum penjara, siapa yang akan menanggung kehidupan sang istri dan anak-anaknya. Alasan-alasan dimaksud kiranya menjadi suatu penyebab kenapa kekerasan dalam rumah 1 / 8

tangga kerap kali terjadi dan aparat penegak hukum tidaklah bisa berbuat banyak. Orang lain yang barangkali juga melihat kejadian tersebut tidak memiliki kewenangan untuk melaporkan kepada pihak yang berwajib, apalagi ada anggapan bahwa itu merupakan urusan rumah tangga orang. Kalau kita mambaca rumusan pasal 1 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, disana sangat jelas bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dari rumusan tersebut sudah jelas bahwa tujuan berumah tangga adalah membentuk keluarga yang bahagia, yang ditandai dengan ikatan lahir bathin antara keduanya. Artinya antara dua pasangan ini sebelum memutuskan untuk membuat suatu ikatan semestinya sudah saling tahu dan saling mengerti akan kelemahan masing-masing, sehingga mereka bisa saling mengisi kekurangan masing-masing. Kekerasan itu terjadi umumnya disebabkan karena tidak adanya kecocokan antara kedua belah pihak, hilangnya komitmen untuk membentuk keluarga yang bahagia sehingga yang kuat (umumnya laki-laki) menganggap dirinya lebih berkuasa dan melakukan tindakan-tindakan kekerasan terhadap istri dan anak. Hal ini diperparah karena perundang-undangan kita tidak memberikan peluang kepada pihak yang lemah (umumnya istri dan anak) untuk memperjuangkan hak-haknya. Keadaan tersebut tidaklah sama setelah diundangkannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004, undang-undang ini telah memberikan cahaya yang lebih terang khususnya kepada perempuan dan anak-anak yang acapkali jadi korban kekerasan dalam rumah tangga. Undang-undang ini memberikan jaminan untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga dan melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga. Ada beberapa pertimbangan pemerintah mengundangkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003, diantaranya: - Setiap warga Negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 2 / 8

- Segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga, merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi yang harus dihapus - Korban kekerasan dalam rumah tangga yang kebanyakan adalah perempuan, harus mendapat perlindungan dari Negara dan/atau masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan - Dalam kenyataannya kasus kekerasan dalam rumah tangga banyak terjadi, sedangkan sistem hukum di Indonesia belum menjamin perlindungan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga Hal-hal yang diatur dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2003 1. Larangan kekerasan dalam rumah tangga. Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara: a. Kekerasan fisik, yaitu perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat b. Kekerasan psikis, yaitu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang 3 / 8

c. Kekerasan seksual, meliputi: - Pemaksaan hubunggan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut - Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangga dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu d. Penelantaran rumah tangga Yang dimaksud dengan penelantaran rumah tangga adalah - Perbuatan yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. - Perbuatan yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut. 2. Hak-hak korban Dalam pasal 10 Undang-undang tersebut diatur tentang hak-hak korban, diantaranya: a. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan 4 / 8

b. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis c. Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban d. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturann perundang-undangan, dan e. Pelayanan bimbingan rohani 3. Kewajiban Pemerintah dan Masyarakat Pemerintah bertanggungjawab dalam upaya pencegahan kekerasan dalam rumah tangga. Untuk melaksanakan itu, pemerintah melakukan beberapa upaya baik pada tingkat perumusan kebijakan, menyebarkan informasi, sosialisasi dan advokasi, pendidikan dan pelatihan. Disamping itu, dalam memberikan pelayanan terhadap korban pemerintah melakukan upaya-upaya: penyediaan ruang pelayanan, penyediaan aparat, tenaga kesehatan, pekerja sosial dan pembimbing rohani, pembuatan dan pengembangan sistem dan mekanisme kerja sama program pelayanan, dan memberikan perlindungan bagi pendamping, saksi, keluarga, dan teman korban. Berdasarkan pasal 15 undang-undang tersebut, masyarakat juga diberikan kewenangan untuk melakukan pencegahan kekerasan dalam rumah tangga, dimana setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk: a. Mencegah berlangsungnya tindak pidana b. Memberikan perlindungan kepada korban 5 / 8

c. Memberikan pertolongan darurat dan d. Membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan 4. Perlindungan Korban Pengaturan tentang perlindungan korban kekerasan dalam rumah tangga diatur mulai pasal 16 s/d pasal 38 undang-undang tersebut. a. Pasal 16 (1) menyebutkan bahwa Dalam waktu 1 x 24 jam terhitung sejak mengetahui atau menerima laporan kekerasan dalam rumah tangga, kepolisian wajib segera memberikan perlindungan sementara pada korban b. Pasal 18 menyebutkan bahwa Kepolisian wajib memberikan keterangan kepada korban tentang hak korban untuk mendapat pelayanan dan pendampingan c. Pasal 19 menyebutkan bahwa Kepolisian wajib segera melakukan penyelidikan setelah mengetahui atau menerima laporan tentang terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. d. Pasal 28 menyebutkan bahwa Ketua pengadilan dalam tenggang waktu 7 hari sejak diterimanya permohonan wajib mengeluarkan surat penetapan yang berisi perintah perlindungan bagi korban dan anggota keluarga lain, kecuali ada alasan yang patut 5. Pemulihan Korban Untuk kepentingan pemulihan, korban dapat memperoleh pelayanan dari: 6 / 8

a. Tenaga Kesehatan b. Pekerja Sosial c. Relawan pendamping dan/atau d. Pembimbing rohani 6. Ketentuan Pidana Ketentuan pidana ini mengatur tentang sanksi pidana yang dapat dikenakan kepada mereka yang melakukan kekerasan dalam rumah tangga baik kekerasan fisik, psikis, seksual maupun penelantaran rumah tangga. Disamping sanksi pidana kepada pelaku juga dapat dikenakan sanksi tambahan berupa: a. Pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak tertentu dari pelaku b. Penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan lembaga tertentu. Dalam undang-undang ini yang masih tetap merupakan delik aduan adalah 1. Kekerasan fisik yang dilakukan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari. 7 / 8

2. Kekerasan psikis yang dilakukan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari 3. Kekerasan seksual yang dilakukan suami terhadap istri atau sebaliknya Selain tiga bentuk kekerasan diatas, semua kekerasan yang dilakukan dalam rumah tangga sudah merupakan delik biasa, jadi siapapun yang mendengar, melihat atau merasakan terjadinya tindak pidana dimaksud berkewajiban untuk melaporkan kepada pihak yang berwajib 8 / 8