: TINJAUAN HUKUM DIVERSI PADA ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PELECEHAN SEKSUAL TERHADAP ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAKSI

dokumen-dokumen yang mirip
: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

: MEDIASI PENAL DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Disusun oleh : Setyawan Hesta Rustendi NPM : FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAKSI

: KAJIAN YURIDIS PUTUSAN NIET ONTVANKELIJKE VERKLAAD HAKIM DALAM PERKARA NO.

Al Adl, Volume VII Nomor 14, Juli-Desember 2015 ISSN UPAYA DIVERSI DALAM PROSES PERADILAN PIDANA ANAK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU

Perbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak

PELAKSANAAN DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI TINGKAT PENYIDIKAN MENURUT UU NO 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan

BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

: FUNGSI AKTA OTENTIK DALAM PERJANJIAN JUAL FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI ANAK SEBAGAI PELAKU PENCABULAN KEPADA ANAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA

PENGATURAN DIVERSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DALAM PERSPEKTIF KEPENTINGAN TERBAIK ANAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

Kata Kunci : PTPAS, Perempuan Korban Kekerasa

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial, untuk. mewujudkannya diperlukan upaya perlindungan terhadap anak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan negara Indonesia yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN A. DESKRIPSI SINGKAT B. KOMPETENSI UMUM C. KOMPETENSI KHUSUS

PIDANA DAN TINDAKAN TERHADAP TINDAK PIDANA NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK. oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang

BAB I PENDAHULUAN. ada juga kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak. Anak yaitu seorang yang belum berumur 18 tahun dan sejak masih dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

KAJIAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENIPUAN YANG DILAKUKAN PEREMPUAN (STUDI DI POLRESTA SURAKARTA) JURNAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan genersi penerus bangsa di masa yang akan datang,

BAB I PENDAHULUAN. melalui media cetak tetapi juga media kominikasi elektronik. oleh masyarakat untuk mencari dan mengetahui informasi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur, materil spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi hak anak (United

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu

KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI) OLEH : PUTU ELVINA Komisioner KPAI

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari segi kualitas dan kuantitas. Kualitas kejahatan pada

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. di era globalisasi saat ini, yang bertujuan untuk membantu terciptanya. manusia secara utuh memperoleh penghidupan yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan dari kekerasan dan diskriminatif. Sebaliknya, mereka bukanlah. manusiawi dari pihak siapapun atau pihak manapun.

TATA CARA PELAKSANAAN DIVERSI PADA TINGKAT PENYIDIKAN DI KEPOLISIAN

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Kurir Narkotika. (Study Putusan No. 14/Pid.Sus Anak/2015/PN. Dps) Siti Zaenab

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB I PENDAHULUAN. maupun anak. Penangannanya melalui kepolisian kejaksaan Pengadilan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemberantasan tindak pidana korupsi di negara Indonesia hingga saat

BAB 1 PENDAHULUAN. berusia tahun, korban berusia 6 12 tahun sebanyak 757 kasus (26 %)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHUULUAN. terjadi tindak pidana perkosaan. Jika mempelajari sejarah, sebenarnya jenis tindak

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya. Kecuali

Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta )

I. PENDAHULUAN. disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan

BAB I PENDAHULUAN. bernegara diatur oleh hukum, termasuk juga didalamnya pengaturan dan

DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

BAB I PENDAHULUAN. Anak Di Indonesia. hlm Setya Wahyudi, 2011, Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. dan perhatian, sehingga setiap anak dapat tumbuh dan berkembang secara

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KURIR NARKOTIKA. A. Sanksi Yang Dapat Dikenakan Kepada Anak Yang Menjadi Kurir

Negeri Gresik Nomor 04/Pen Pid Sus Anak/2014/PN Gsk. sebelum memutuskan suatu perkara.

BAB I PENDAHULUAN. modern. Ini ditandai dengan kemajuan di bidang Ilmu Pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Dari putusan Mahkamah Agung Nomor 2365 K/Pdt/2006 yang penulis analisis dapat

RUU Perlindungan Korban dan Saksi Draft Sentra HAM UI dan ICW, Juni 2001 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

BAB I PENDAHULUAN. berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus. materiil spiritual berdasarkan pancasila dan UUD 1945.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Penerapan Diversi pada Anak yang Terlibat Tindak Pidana Pencurian

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

I. PENDAHULUAN. Anak adalah bagian warga Negara yang harus dilindungi karena mereka

BAB V PENUTUP. putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

OLEH ANAK BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

BAB I PENDAHULUAN. dipenuhi demi perkembangan dan pertumbuhannya. kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Transkripsi:

Judul : TINJAUAN HUKUM DIVERSI PADA ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PELECEHAN SEKSUAL TERHADAP ANAK (Studi Kasus Penetapan no : 01/Pen.Pid.Diversi/2015/PN.Skt ) Disusun oleh : Sartika Nilasari NPM : 12101096 FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAKSI Tujuan Penelitian ini adalah Mengkaji tinjauan hukum penerapan diversi pada anak pelaku tindak pidana pelecehan seksual terhadap anak. Kejahatan terhadap anak-anak, terutama kejahatan seksual, masih terus terjadi di sekitar kita. Yang memprihatinkan, dari beberapa kasus yang terjadi, sebagian besar kejahatan seksual terhadap anak itu justru terjadi di tempat-tempat yang seharusnya menjadi tempat teraman bagi mereka. Pemerintah meningkatkan perlindungan anak melalui berbagai program dan regulasinya, mulai dari program Kota Layak Anak hingga sampai pada Revisi Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014. Lantas bagaimana bila pelaku kekerasan seksual terhadap anak tersebut pelakunya juga anak-anak padahal Undang-undang No. 11 Tahun 2012 memberikan pembedaan perlakuan dan perlindungan terhadap pelaksanaan hak-hak dan kewajiban anak, khususnya anak sebagai tersangka dalam proses peradilan pidana, yaitu meliputi seluruh prosedur acara pidana, mulai dari penyelidikan, penyidikan dan berakhir pada pelaksanaan pidana. Metode penelitian ini menggunakan Jenis penelitian penelitian hukum normatif karena mengkaji Ketetapan No : 01/Pen.Pid.Diversi /2015/PN.Skt terkait dengan pelaksanaan Diversi terhadap asas-asas hukum yang berlaku dan sinkronisasi terhadap hukum yang terkait. Berdasarkan pada hasil kajian pustaka dan analisa yang dilakukan penulis terhadap Penerapan diversi pada anak pelaku tindak pidana pelecehan seksual terhadap anak dalam Studi Kasus Penetapan No : 01/Pen.Pid.Diversi /2015/PN.Skt melalui mekanisme Diversi dengan keputusan berupa tindakan diikut sertakan dalam program pendidikan dan pembinaan di Pondok Pesantren Baitul Musthofa Surakarta, sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan karena memenuhi prasyarat sesuai dengan ketentuan Undang-undang 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Pasal 7 ayat (2) bahwa tindak pidana yang dilakukan diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana, serta ketentuan usia dibawah 12 yang diatur dalam Pasal 21 ayat (1), yaitu bahwa Dalam hal Anak belum berumur 12 (dua belas) tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, Penyidik, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional mengambil 1

keputusan untuk menyerahkannya kembali kepada orang tua/wali; atau mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di instansi pemerintah atau LPKS di instansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial, baik di tingkat pusat maupun daerah, paling lama 6 (enam) bulan. Kata kunci : Kesepakatan Diversi. A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pengetahuan mendorong terjadinya kemudahan informasi dan tehnologi dalam perkembangan globalisasi pada saat ini. Siapapun yang mampu mengakses informasi melalui internet dan media massa baik cetak maupun elektronik, tentu saja akan mendapatkan berbagai informasi tanpa ada pembatas, tak terkecuali anak. Anak dengan mudah mengakses informasi baik itu yang layak maupun yang tidak layak bagi mereka secara mudah. Banyak informasi dan tayangan bagi orang dewasa yang dengan begitu saja muncul diselasela anak sedang browsing melalui internet. Tayangan-tayangan tersebut secara tidak langsung mempengaruhi perilaku anak, sehingga anak menjadi korban dan/atau melakukan tindak kejahatan karena terpengaruh oleh tayangan tersebut. Minimnya pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas serta kurangnya pemahaman religiusitas mendorong banyaknya kejahatan seksual di Indonesia. Kejahatan ini juga didukung penyalahgunaan teknologi informasi, seperti maraknya pornografi di internet. 2

Kejahatan terhadap anak-anak, terutama kejahatan seksual, masih terus terjadi di sekitar kita. Yang memprihatinkan, dari beberapa kasus yang terjadi, sebagian besar kejahatan seksual terhadap anak itu justru terjadi di tempat-tempat yang seharusnya menjadi tempat teraman bagi mereka. Di sisi lain pemerintah meningkatkan perlindungan anak melalui berbagai program dan regulasinya, mulai dari program Kota Layak Anak hingga sampai pada Revisi Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014. Lantas bagaimana bila pelaku kekerasan seksual terhadap anak tersebut pelakunya juga anak-anak padahal Undang-undang No. 11 Tahun 2012 memberikan pembedaan perlakuan dan perlindungan terhadap pelaksanaan hak-hak dan kewajiban anak, khususnya anak sebagai tersangka dalam proses peradilan pidana, yaitu meliputi seluruh prosedur acara pidana, mulai dari penyelidikan, penyidikan dan berakhir pada pelaksanaan pidana. 2. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan pada uraian yang mendasari penelitian ini di atas, maka peneliti merumuskan masalah yang akan dibahas dalam penelitin ini adalah sebagai berikut : 3

Bagaimana penerapan diversi pada anak pelaku tindak pidana pelecehan seksual terhadap anak? (Studi Kasus Penetapan No : 01/Pen.Pid.Diversi/2015/PN.Skt) B. METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Ada dua jenis penelitan hukum yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris (sosiologis) (Mukti Fajar ND, 2010:153) Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa penelitian hukum itu berdasarkan tujuannya terdiri atas pertama, penelitian hukum normatif, yang mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum, penelitian sejarah hukum, dan penelitian perbandingan hukum. Kedua, penelitian hukum sosiologis atau empiris yang mencakup, penelitian terhadap identifikasi hukum (tidak tertulis) dan penelitian terhadap efektifitas hukum (Soerjono Soekanto, 1983:51) Dalam penelitian ini digunakan pendekatan penelitian normatif, karena mencakup asas-asas hukum, taraf sinkronisasi hukum serta perbandingan hukum terhadap Tinjauan Hukum Diversi Pada Anak Pelaku Tindak Pidana Pelecehan Seksual Terhadap Anak (Studi Kasus Penetapan no : 01/Pen.Pid.Diversi/2015/PN.Skt ). 4

2. SIFAT PENELITIAN Penelitian ini bersifat diskriptif analitis, yang mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian. Demikian juga hukum dalam pelaksanaannya di dalam masyarakat yang berkenaan objek penelitian..(zainuddin Ali, 2011:105 106) Oleh karenanya Penelitian ini bersifat diskriptif analitis sebab bertujuan menggambarkan pentingnya Diversi Pada Anak Pelaku Tindak Pidana Pelecehan Seksual Terhadap Anak 3. ALAT PENGUMPULAN DATA Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah studi pustaka. Penelitian ini dilakukan melalui teknik Studi Pustaka, yaitu merupakan cara pengumpulan data dengan cara mempelajari bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tersier dan atau bahan non hukum. Penelusuran bahan-bahan hukum tersebut dapat dilakukan dengan membaca, melihat, mendengar, maupun sekarang banyak dilakukan penelusuran bahan hukum tersebut dengan melalui media internet (Mukti Fajar ND, 2010:160) 5

C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penerapan diversi pada anak pelaku tindak pidana pelecehan seksual terhadap anak dalam Studi Kasus Penetapan No : 01/Pen.Pid.Diversi/2015/PN.Skt Terlapor berdasarkan Laporan Polisi No : LP/B/299/V/2014/ Jateng/Resta Ska Tanggal 11 Mei 2014 dengan tuduhan telah melakukan persetubuhan terhadap anak di bawah umur, sebagaimana dimaksud dalam rumusan pasal 81 ayat (2) Undang -Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang disebutkan dalam Ketetapan No : 01/Pen.Pid.Diversi/2015/PN.Skt adalah berusia 12 tahun. Menurut ketentuan Pasal 1 Butir 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyebutkan bahwa Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Berdasarkan ketentuan tersebut maka terlapor masuk dalam kategori anak. Anak merupakan asset Negara dan merupakan bagian warga negara yang harus di lindungi karena mereka merupakan generasi penerus bangsa dimana dimasa yang akan datang akan melanjutkan kepemimpinan bangsa Indonesia. Setiap anak disamping wajib mendapatkan pendidikan formal seperti sekolah, juga wajib mendapatkan pendidikan moral sehingga meraka dapat tumbuh menjadi sosok yang berguna bagi masyarakat. 6

Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak maka yang terkait dengan anak yang berkonflik dengan hukum diatur secara khusus dengan undang-undang ini, hal tersebut diterapkan sesuai dengan asas lex specialis derogate legi generali yaitu asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus ( lex specialis ) mengesampingkan hukum yang bersifat umum ( lex generali ) dalam hal ini bahwa untuk mengadili anak yang berkonflik dengan hukum menggunakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dengan mengesampingkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana yang bersifat umum. Dalam studi kasus Ketetapan No : 01/Pen.Pid.Diversi/2015/PN.Skt yang menyatakan Kesepakatan Bersama (Diversi) sebagaimana yang tertuang di dalam Berita Acara Kesepakatan Bersama No. SKB/01/I/2015 Resta Ska, tertanggal 21 Januari 2015 tersebut sah menurut hukum, yang artinya bahwa penyelesaian perkara tersebut didahului dengan adanya diversi pada tingkat penyidikan seperti yang telah diatur dalam Pasal 7 ayat (1) yang menyatakan bahwa Pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara Anak di pengadilan negeri wajib di upayakan Diversi. Menurut ketentuan Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Diversi sendiri hanya dapat dilaksanakan apabila ancaman pidana penjara dibawah 7 tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana. Dalam hal ini terlapor GLB berdasarkan ketentuan Pasal 81 ayat (2) Undang -undang Nomor 23 Tahun 7

2002 tentang Perlindungan Anak diancam minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun, dengan mengambil ketentuan minimal yaitu 5 (lima) tahun maka ancaman tersebut kurang dari 7 (tujuh) tahun dan baru sekali dilakukan maka penyelesaian perkara tersebut memenuhi ketentuan dilakukannya Diversi. Berikutnya terkait dengan usia terlapor GLB yang masih berusia 12 tahun berdasarkan ketentuan Pasal 21 menyatakan bahwa Penyidik, Pembimbing Kemasyarakatan dan Pekerja Sosial Profesional mengambil keputusan untuk : 1. Menyerahkan kembali kepada orang tua/wali; atau 2. Mengikutsertakan dalam program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di instansi pemerintah atau LPKS di instansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial, baik di tingkat pusat maupun daerah, paling lama 6 (enam) bulan. Kemudian dalam Pasal 69 ayat (2) disebutkan bahwa Anak yang belum berusia 14 (empat belas) hanya dapat dikenai tindakan. Diversi yang dilakukan dalam penanganan perkara ini tidak mempertemukan antara pihak korban maupun pelaku, mereka ditemui secara terpisah oleh Penyidik, Pembimbing Kemasyarakatan dan Pendamping Anak untuk menggali permasalahan serta harapan-harapan dari masing-masing pihak. Setelah itu Penyidik, Pembimbing Kemasyarakatan dan Pendamping Anak melakukan musyawarah untuk menentukan sanksi yang akan ditetapkan dengan mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi anak dengan persetujuan pihak Pelaku dan pihak Korban. Hasil musyawarah tersebut 8

dimintakan Penetapan Pengadilan dan dinyatakan sah menurut hukum. Dalam hal ini perspektif dan keberpihakan Penyidik, Pembimbing Kemasyarakatan dan Pendamping Anak untuk mewujudkan kepentingan terbaik bagi Anak sangat menentukan sanksi bagi Anak. Dalam ketetapan tersebut Kesepakatan Bersama (Diversi) menyepakati dijatuhi hukuman tindakan yang berupa pelaku diikut sertakan dalam program pendidikan dan pembinaan di Pondok Pesantren Baitul Mustofa Surakarta. Sampai pada kesepakatan tersebut maka sudah sesuai dengan ketentuan Undang-undang 11 Tahun 2012 tentan Sistem Peradilan Pidana Anak terkhusus Pasal 21 ayat (1) dan pasal 69 ayat (2), namun ada hal yang tertinggal yang tidak disebutkan adalah jangka waktu bagi Anak dalam menjalani program pendidikan dan pembinaan tersebut. hal ini sangat rentan dalam pelaksanaan dan pengawasan terhadap kesepakatan tersebut. Kemudian terkait dengan biaya pendidikan dan pembinaan tersebut tidak ditentukan menjadi tanggung jawab siapa. Hal ini apabila dikemudian hari diatur secara jelas dan tegas, sehingga dapat memberatkan keluarga Anak dengan alasan biaya pendidikan dan pembinaan yang dilakukan oleh penyelenggara pendidikan dan pembinaan tersebut. Terkait dengan putusan yang berupa tindakan perlu untuk diatur lebih jelas dan tegas lagi terkait dengan tujuan dan hasil yang diharapkan dari tindakan yang diberikan tersebut, misal : - Diikut sertakan dalam program pendidikan dan pembinaan di Pondok Pesantren Baitul Mustofa Surakarta, apa hasil yang akan dituju oleh 9

Pondok Pesantren tersebut dalam mendidik dan membina Anak Pelaku tersebut, kemudian Program dan Model apa yang diberikan kepada Anak, dan yang terakhir adalah mekanisme Pengawasan yang dilakukan untuk memastikan Program yang dijalankan memberikan pengaruh positif kepada Anak. Hal lain terkait dengan tujuan Sistem Peradilan Pidana Anak untuk mewujudkan Keadilan Restoratif belumlah tampak dalam putusan tindakan ini karena justru tidak mengatur pemulihan hubungan antar pihak melalui sebuah program yang di monitoring terus menerus. - Dikembalikan kepada Orang Tua, secara eksplisit apa yang harus dilakukan oleh orang tua terhadap anak terkait dengan kesepakatan tersebut? hal ini juga tidak diatur dengan jelas dan tegas demikian pula dengan pengawasannya sehingga tujuan untuk memperbaiki dan memulihkan Anak tidak dapat diukur secara jelas. Dalam beberapa kasus yang ada justru Anak kemudian melakukan pengulangan kembali atas tindakannya karena tidak pernah merasa bersalah dan menyadari perbuatan serta menyesal atas akibat yang ditimbulkan dari perbuatannya tersebut. Diversi/upaya pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana dengan maksud memberikan perlindungan bagi Anak dan menjauhkan Anak dari perampasan kebebasan, namun demikian pada pelaksanaan sanksinya kurang mendapat perhatian yang lebih baik sehingga tujuan mencapai keadilan yang memulihkan masih sangat jauh dari harapan. 10

D. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil studi pustaka dari Ketetapan No : 01/Pen.Pid.Diversi/2015/PN.Skt, peraturan perundang-undangan, landasan teori dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya maka penulis dapat menyimpulkan bahwa : Penerapan diversi pada anak pelaku tindak pidana pelecehan seksual terhadap anak dalam Studi Kasus Penetapan No : 01/Pen.Pid.Diversi /2015/PN.Skt melalui mekanisme Diversi dengan keputusan berupa tindakan diikut sertakan dalam program pendidikan dan pembinaan di Pondok Pesantren Baitul Musthofa Surakarta, sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan karena memenuhi prasyarat sesuai dengan ketentuan Undang-undang 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Pasal 7 ayat (2) bahwa tindak pidana yang dilakukan diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana, serta ketentuan usia dibawah 12 yang diatur dalam Pasal 21 ayat (1), yaitu bahwa Dalam hal Anak belum berumur 12 (dua belas) tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, Penyidik, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional mengambil keputusan untuk menyerahkannya kembali kepada orang tua/wali; atau mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di instansi pemerintah atau LPKS di instansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial, baik di tingkat pusat maupun daerah, paling lama 6 (enam) bulan. 11

DAFTAR PUSTAKA BUKU-BUKU Mukti Fajar ND. 2010. Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Soerjono Soekanto. 1983. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press. Zainuddin Ali. 2011. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. 12