BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di mana pers berada. 1. kemasyarakatan yang berfungsi sebagai media kontrol sosial, pembentukan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Oleh SIGIT PRIAMBODO E1A Disusun untuk meraih gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik tingkat kemajuan dan taraf berpikirnya dapat dicermati.

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM PIDANA YANG ADA KAITANNYA DENGAN MEDIA MASSA. I. Pembocoran Rahasia Negara. Pasal 112. II. Pembocoran Rahasia Hankam Negara

TINDAK PIDANA PENGHINAAN DAN PENCEMARAN NAMA BAIK

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

I. PENDAHULUAN. tidak sesuai dengan perundang-undangan. Sebagai suatu kenyataan sosial,

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan jaman mengakibatkan semakin banyaknya kebutuhan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

BAB I PENDAHULUAN. oleh berbagai pihak. Penyebabnya beragam, mulai dari menulis di mailing list

PUTUSAN MK DAN PELUANG PENGUJIAN KEMBALI TERHADAP PASAL PENCEMARAN NAMA BAIK. Oleh: Muchamad Ali Safa at

Tulis Surat Pembaca Didenda Rp 1 Miliar

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum Pasal 24 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

PUTUSAN No. 962 K/Pid/2002 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

JURNAL SKRIPSI PENGGUNAAN HAK JAWAB DAN HAK KOREKSI DALAM PENYELESAIAN DELIK PERS BERDASARKAN UU NOMOR 40 TAHUN 1999

TINJAUAN PUSTAKA. Kebebasan berekspresi telah diatur dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap pemeriksaan penyidikan dan atau penuntutan. 1

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi yang ditandai dengan munculnya internet yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Abstrak. Kata kunci: Peninjauan Kembali, Kehkilafan /Kekeliranan Nyata, Penipuan. Abstract. Keywords:

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada warga. organ pemerintah yang melaksanakan tugas dan kewenangannya agar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kepada Yth: Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi RI Melalui Ketua Mahkamah Konstitusi RI Di Tempat. Dengan hormat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIV/2016 Frasa mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya dalam UU ITE

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

PEMILIK KIOS-APARTEMEN MANGGA DUA)

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

RUU Perlindungan Korban dan Saksi Draft Sentra HAM UI dan ICW, Juni 2001 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

Berdasarkan keterangan saya sebagai saksi ahli di bidang Hukum Telematika dalam sidang Mahkamah Konstitusi tanggal 19 Maret 2009, perihal Pengujian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN HAKIM BANDING BATAL DEMI HUKUM KASUS SEORANG PENGACARA

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Era modernisasi saat ini, kejahatan sering melanda disekitar lingkungan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 20/PUU-XIV/2016 Perekaman Pembicaraan Yang Dilakukan Secara Tidak Sah

Wajib Lapor Tindak KDRT 1

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (traficking) terutama terhadap perempuan merupakan pengingkaran terhadap

Perpajakan 2 Pengadilan Pajak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

I. PENDAHULUAN. dengan aturan hukum yang berlaku, dengan demikian sudah seharusnya penegakan keadilan

APA ITU CACAT HUKUM FORMIL?

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 84/PUU-IX/2011 Tentang Ketentuan Pidana Bagi Akuntan Publik

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang

Lex Crimen Vol. V/No. 1/Jan/2016. Pangemanan, SH, MH; M.G. Nainggolan, SH, MH, DEA. 2. Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM,

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB II TINJAUAN UMUM PENGATURAN, PERTANGGUNG JAWABAN PERS, PENCEMARAN NAMA BAIK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 126/PUU-XIII/2015 Yurisprudensi Mahkamah Agung Mengenai Bilyet Giro Kosong

HAKIKAT DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA RINGAN 1 Oleh: Alvian Solar 2

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

Masih Dicari Hukum Yang Pro Kemerdekaan Berpendapat Friday, 21 October :50 - Last Updated Tuesday, 04 September :19

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Perkara Nomor 3/PUU-V/2007

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pers, baik cetak maupun elektronik merupakan instrumen dalam tatanan hidup bermasyarakat yang sangat vital bagi peningkatan kualitas kehidupan warganya. Pers juga merupakan refleksi jati diri masyarakat di samping fungsinya sebagai media informasi dan komunikasi, karena apa yang dituangkan di dalam sajian pers hakekatnya adalah denyut kehidupan masyarakat di mana pers berada. 1 Pers merupakan institusi sosial kemasyarakatan yang berfungsi sebagai media kontrol sosial, pembentukan opini dan media edukasi yang eksistensinya dijamin berdasarkan konstitusi. 2 Sebagai sarana modern, maka melalui pers, kebebasan menyatakan pikiran, opini, dan ekspresi masyarakat dapat tersalurkan secara jujur dan transparan. Hanya melalui pers yang bebas, negara/pemerintah dapat mendengar dan menangkap aspirasi dan suara masyarakat. 3 Kebebasan berpendapat adalah kebebasan dasar manusia yang secara yuridis diakui oleh UUD. Terkait dengan kebebasan berpendapat, khususnya kemerdekaan pers terdapat regulasi lain setingkat undang-undang, yaitu Undang-undang No. 9 Tahun 1998 tentang Kebebasan Menyampaikan 1 Samsul Wahidin, 2006, Hukum Pers, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm.1. 2 Ibid., hlm.3. 3 M. Halim et.al, 2009, Menggugat Pasal-Pasal Pencemaran Nama Baik, Jakarta: LBH Pers, hlm. 2.

2 Pendapat di Muka Umum, dan Undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal 1 Undang-undang No. 9 Tahun 1998 menentukan bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggungjawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 4 Membicarakan kemerdekaan berekspresi, otomatis akan terkait dengan hak asasi manusia. Sebab, salah satu hak paling asasi yang dimiliki manusia adalah kemerdekaan berekspresi. Muhammad Hasyim Kemali mendefinisikan kemerdekaan sebagai kemampuan individual untuk mengatakan atau melakukan, atau menghindari untuk melakukannya, tanpa melanggar hak-hak orang lain atau batasan yang digariskan oleh hukum. 5 Kemerdekaan berekspresi merupakan hak asasi manusia yang dijamin oleh PBB dan instrumen-instrumen regional hak asasi manusia serta peraturan perundang-undangan nasional di banyak negara di seluruh dunia namun kadang kala kemerdekaan berekspresi terutama berekspresi di media massa sangat memungkinkan terjerat hukum pidana. Salah satunya berkenaan dengan pencemaran nama baik. Aturan mengenai kejahatan pencemaran nama baik secara tertulis itu sendiri telah diatur dalam Pasal 310 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pencemaran tertulis, yang menentukan: 6 4 Ibid., hlm. 21. 5 Ibid,. hlm. 15. 6 Moeljatno, 2005, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta: Bumi Aksara

3 Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau dipertempelkan di muka umum, maka yang bersalah, karena pencemaran tertulis, diancam pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah. Berdasarkan pasal ini dapat dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan mencemarkan nama baik yaitu menyerang kehormatan dan nama baik seseorang, dan kemudian orang yang diserang biasanya merasa malu sehingga merasa kehormatan dan nama baiknya rusak. Berdasarkan Pasal 310 KUHP itu pula dapat dilihat bahwa cara atau media yang digunakan bersifat nyata, yaitu berupa tulisan atau gambar yang diperlihatkan kepada umum. Menjadi menarik adalah kebebasan berkumpul, berpendapat, dan menyampaikan pendapat sesungguhnya juga terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945. Pada UUD tersebut, semua warga negara dijamin haknya untuk mengekspresikan pendapatnya itu, bahkan dengan media apapun, seperti dalam Pasal 28F UUD 1945 yang menentukan : Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Pencemaran nama baik dalam hukum pidana di Indonesia termasuk dalam bentuk delik kejahatan (rechtsdelicten) dan bukan delik pelanggaran (wetdelicten). Banyak orang yang sudah terjerat dalam pasal pencemaran nama baik ini. Seperti yang dialami Fifi Tanang. Tulisannya di Surat Pembaca media massa cetak Investor Daily edisi 2 dan 3 Desember 2006

4 membuat berang PT Duta Pertiwi selaku pengembang Apartemen Mangga Dua Court, sehingga pihak PT Duta Pertiwi melaporkan Fifi Tanang ke polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik. Perkara ini berawal dari kekecewaan terdakwa yang merupakan pemilik kios di ITC Mangga Dua terhadap PT Duta Pertiwi yang merupakan pengelola ITC Mangga Dua. Kekecewaan tersebut terjadi karena terdakwa yang telah membeli kios tersebut dari PT Duta Pertiwi sejak tahun 1999 ternyata bangunan ITC Mangga Dua beralaskan Hak Guna Bangunan (HGB) di atas Hak Pengolahan Lahan (HPL) milik Pemda, sehingga terdakwa dan seluruh pemilik kios ITC Mangga Dua harus mengeluarkan biaya tambahan untuk memperpanjang HGB bangunan tersebut. Mengetahui bahwa ternyata alas hak ITC Mangga Dua merupakan HGB di atas HPL Pemda DKI, sementara dalam sertifikat hanya tertulis HGB. Terdakwa melaporkan pihak PT Duta Pertiwi atas penipuan dan pemalsuan surat ke Polda Metro Jaya. Setelah dilakukan penyidikan, singkat cerita pihak Polda Metro Jaya menghentikan penyidikan tersebut karena dianggap bukan tindak pidana. Kecewa atas hasil penyidikan tersebut, terdakwa kemudian menuliskan Opini di harian Investor Daily dengan judul Hati-Hati Modus Operandi Penipuan PT Duta Pertiwi. Tulisan tersebut pada intinya seolaholah mengatakan bahwa PT Duta Pertiwi telah melakukan penipuan perihal status tanah di ITC Mangga Dua.

5 Atas tulisan tersebut pihak PT Duta Pertiwi kemudian melaporkan terdakwa ke kepolisian atas tuduhan penghinaan. Di tingkat pertama PN Jakarta Selatan memutus terdakwa bersalah melakukan penistaan tertulis Pasal 311 ayat (1) KUHP dan menjatuhkan hukuman percobaan selama 6 bulan dengan masa percobaan 1 tahun. Di tingkat Banding, Pengadilan Tinggi DKI memperkuat putusan PN Jakarta Selatan tersebut. Pada tingkat kasasi putusan Judex Facti tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Agung. Dalam pertimbangannya Mahkamah Agung menyatakan bahwa oleh karena yang menjadi objek pencemaran/penistaan adalah badan hukum, yaitu PT Duta Pertiwi maka mengingat delik tersebut merupakan delik aduan absolut maka yang seharusnya mengajukan pengaduan adalah Direktur Utama PT tersebut yaitu Muchtar Widjaja, sementara dalam kasus ini yang mengajukan adalah kuasa hukum PT Duta Pertiwi yaitu Dormauli Limbong, SH, MH. Kuasa Hukum PT Duta Pertiwi melaporkan pengaduan berdasar pada surat kuasa khusus untuk mendampingi dari Muchtar Widjaja, bukan surat kuasa untuk melapor pengaduan. Atas dasar pertimbangan tersebut maka Mahkamah Agung menyatakan bahwa pengaduan yang dilakukan oleh Kuasa Hukum PT Duta Pertiwi dianggap tidak pernah ada, oleh karenanya terdakwa dinyatakan dilepaskan dari tuntutan hukum. Pentingnya mengenai delik aduan ini sehingga pembuat undangundang memberikan bab tersendiri dalam KUHP, yaitu Bab VII KUHP Pasal 72 KUHP sampai Pasal 75 KUHP tentang mengajukan dan menarik kembali

6 pengaduan dalam hal kejahatan-kejahatan yang hanya dituntut atas Pengaduan, Pasal 72 KUHP menentukan sebagai berikut: 1. Selama orang yang terkena kejahatan yang hanya dituntut atas pengaduan, belum enam belas tahun dan juga belum cukup umur atau orang yang berada di bawah pengampuan karena suatu sebab lainnya keborosan, maka yang berhak mengadu adalah wakilnya yang sah dalam perkara perdata. 2. Jika itu tidak ada, atau harus diadukan sendiri, maka penuntutan dilakukan atas pengaduan wali pengawas atau pengampu pengawas, atau majelis yang menjadi pengampu pengawas: juga mungkin atas pengaduan istrinya, atau seorang keluarga sedarah dalam garis lurus atau jika itu tidak ada, atas pengaduan seorang keluarga sedarah dalam garis menyimpang sampai derajat ketiga. Kasus ini sendiri pada dasarnya masuk dalam ranah hukum pers sehingga Undang-Undang tentang Pers tidak boleh dikesampingkan begitu saja. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis sangat tertarik dan bermaksud untuk mengkaji lebih dalam mengenai persoalan-persoalan yang terkait dengan tindak pidana pencemaran nama baik terhadap badan hukum melalui media massa sebagai delik aduan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 183 K/PID/2010. B. Perumusan Masalah Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana penerapan unsur-unsur tindak pidana pencemaran nama baik terhadap badan hukum melalui media massa dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 1857/Pid.B/2008/PN.Jkt.Sel dan Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No.234/Pid/2009/PT.DKI?

7 2. Apa akibat hukumnya apabila tindak pidana pencemaran nama baik melalui media massa tidak diadukan sendiri oleh korban menurut Putusan Mahkamah Agung Nomor 183 K/PID/2010? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui unsur-unsur tindak pidana pencemaran nama baik terhadap badan hukum melalui media massa dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 1857/Pid.B/2008/PN.Jkt.Sel dan Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No.234/Pid/2009/PT.DKI. 2. Untuk mengetahui akibat hukum apabila tindak pidana pencemaran nama baik melalui media massa tidak diadukan sendiri oleh korban menurut Putusan Mahkamah Agung Nomor 183 K/PID/2010. D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu hukum terutama ilmu hukum pidana mengenai tindak pidana pencemaran nama baik terhadap badan hukum. 2. Kegunaan Praktis Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai nilai kemanfaatan bagi praktisi hukum dan masyarakat pada umumnya, serta dapat memberikan sumbangsih kepada khazanah ilmu pengetahuan dalam hukum pidana khususnya tentang delik aduan dalam tindak pidana pencemaran nama baik terhadap badan hukum melalui media massa.