dan dipertahankan agar tidak berpaling pada bank lain.

dokumen-dokumen yang mirip
JURNAL INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DALAM MELAKSANAKAN MEDIASI

BAB I PENDAHULUAN. rakyat banyak membutuhkan dana yang besar. 1 Salah satu sumber dananya yaitu

BAB III PENUTUP. Berdasarkan uraian dalam bab-bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan. dan saran sebagai berikut : A.

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.07/2017

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/5/PBI/2006 TENTANG MEDIASI PERBANKAN GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dana dari masyarakat dan menyalurkannya secara efektif dan efisien pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional merupakan upaya mewujudkan masyarakat

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1/POJK.07/2014 TENTANG LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI SEKTOR JASA KEUANGAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesejahteraan umum merupakan salah satu dari tujuan Negara Indonesia

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 1 /PBI/2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 8/5/PBI/2006 TENTANG MEDIASI PERBANKAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional merupakan upaya untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang sampai saat ini masih terus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan pesatnya kemajuan ekonomi dan bisnis di Indonesia,

(Staf Pengajar FISE Universitas Negeri Yogyakarta)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI SEKTOR JASA KEUANGAN

A. Latar Belakang Masalah

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB I PENDAHULUAN. OJK berdasarkan Pasal 1 Angka 1 Undang Undang Otoritas Jasa

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan bernegara bagi bangsa Indonesia terdapat dalam Pembukaan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, yang telah memiliki beberapa Undang-undang yang mengatur tentang

BAB I PENDAHULUAN. pemecahan permasalahan dalam pengambilan setiap keputusan. Hukum. akan mendapatkan sanksi dari eksternal power.

PERLINDUNGAN dan PEMBERDAYAAN NASABAH BANK DALAM ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA 1

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/7/PBI/2005 TENTANG PENYELESAIAN PENGADUAN NASABAH GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Penggunaan Klausula Baku pada Perjanjian Kredit

BAB I PENDAHULUAN. dari aktivitas yang dilakukan. Tetapi beberapa di antara resiko, bahaya, dan

CETAK BIRU EDUKASI MASYARAKAT DI BIDANG PERBANKAN

S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK DAN NASABAH BANK DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

Mediasi Perbankan Dalam Penyelesaian Sengketa Perbankan Secara Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya.

BAB I PENDAHULUAN. menerus berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH DI SEKTOR LEMBAGA KEUANGAN PERBANKAN

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, tujuan Negara Kesatuan

MEDIASI PERBANKAN SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA BANK DAN NASABAH MELALUI OTORITAS JASA KEUANGAN

Yth. Direksi/Pengurus Pelaku Usaha Jasa Keuangan, baik yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional maupun secara syariah,

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

3 Lihat UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa. Keuangan (Bab VI). 4 Lihat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen adalah seorang Anggota Dewan Komisioner yang membidangi edukasi dan perlindun

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 2 / 6 /PBI/2000 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN BANK GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dinegara Indonesia. Semakin meningkat dan bervariasinya kebutuhan masyarakat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. konstitusinya, yaitu pada Pasal 33 Undang-Undang Dasar Republik. terdapat di dalam Pasal 33 ayat (1) yang mengatur sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus senantiasa memperhatikan keserasian, keselarasan, dan

BANK INDONESIA SEBAGAI MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA BANK DENGAN NASABAH MELALUI MEDIASI PERBANKAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. yang menjadi sarana dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah yaitu kebijakan

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Kelembagaan. Persyaratan dan Tata Cara Pemeriksaan Bank

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi suatu negara. Fungsi bank adalah menjadi intermediasi

Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut sebagai UUPK). 2 Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan da

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan

JURNAL HUKUM. Diajukan oleh : Bertha Riorita Sardina Siagian NPM : Program Kekhususan : Hukum Ekonomi dan Bisnis FAKULTAS HUKUM

- 4 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN DALAM RANGKA MENINGKATKAN INKLUSI KEUANGAN DI SEKTOR JASA KEUANGAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /POJK.03/2015 TENTANG PRODUK DAN AKTIVITAS BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

FAQ ATAS PERATURAN OJK TENTANG LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA (LAPS) DI SEKTOR JASA KEUANGAN

TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN DALAM RANGKA MENINGKATKAN LITERASI KEUANGAN DI SEKTOR JASA KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. suatu persetujuan yang menimbulkan perikatan di antara pihak-pihak yang

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.07/2016

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

Sosialisasi UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. SAMARINDA, 2 juli 2015

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.05/2017 TENTANG PENYELENGGARAAN LAYANAN PINJAM MEMINJAM UANG BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

2016, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa K

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

BAB I PENDAHULUAN. diakses pada tanggal 11 Agustus 2009 pukul WIB.

IMPLIKASI PENERAPAN KETENTUAN OTORITAS JASA KEUANGAN MENGENAI LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

-2- Modal dan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu menyempurnakan peraturan

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 22 /POJK.01/2015 TENTANG PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI SEKTOR JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 57 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA BANK UMUM YANG MELAKUKAN LAYANAN NASABAH PRIMA

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha

Assalamualaikum Wr. Wb. Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. dan berdasarkan asas kehati-hatian, mampu meredam hingga sekecil-kecilnya

PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya barang dan jasa yang melintasi batas-batas wilayah suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. perorangan saja, akan tetapi juga bisa terdapat pada instansi-instansi swasta dan

BAB I PENDAHULUAN. sengketa dengan orang lain. Tetapi di dalam hubungan bisnis atau suatu perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan Asuransi, Perusahaan Keuangan, Pasar Modal, Holding. bank adalah lembaga perbankan itu sendiri.

Mengenal OJK & Lembaga Keuangan Mikro

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi Indonesia pada saat ini. Undang-Undang perbankan mulai disahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini rasanya cukup relevan untuk membicarakan masalah polisi

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak bermunculan bermacam-macam bank umum di

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) menerangkan bahwa Perjanjian jual beli merupakan suatu perjanjian yang

Rencana Aksi. Perlindungan Konsumen di Sektor Jasa Keuangan. Departemen Perlindungan Konsumen OJK Jakarta, 18 September 2017

BAB I PENDAHULUAN. melindungi segenap Bangsa Indonesia, berdasarkan Pancasila dan Undangundang

Usulan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Pasal/ Ayat BAB I KETENTUAN UMUM. Cukup jelas.

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I. Perkembangan ekonomi Indonesia melalui perusahaan asuransi adalah

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /POJK.03/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

BAB I A. Latar Belakang Perkembangan dunia ini ditandai dengan arus globalisasi disegala bidang, khususnya industri perbankan dan jasa keuangan yang membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan perekonomian Indonesia. Persaingan menjadi semakin ketat setelah bank-bank saling memperbutkan nasabah pada pasar yang sama. Ada pulak bank-bank asing yang ingin bersaing dalam hal memperbutkan nasabah. Bank asing tersebut mempunyai kelebihan dalam hal pilihan produk yang inovasi serta mempunyai jaringan yang luas dan global. Para pengelola perbankan berusaha untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada para nasabahnya. Berbagai cara dilakukan oleh para pengelola perbankan dalam melayani dan memberikan kemudahan bagi para nasabahnya seperti pelayanan personal, sms banking, internet banking, mobile banking dan sebagainya. Dalam perbankan dapat menimbukan suatu kebingungan bagi nasabah akibat meningkatnya aneka ragam produk perbankan. Teknologi internet membawa banyak perubahan berkaitan perbankan dalam melayani pelanggan dalam hal ini nasabah. Pelanggan atau nasabah penting bagi dunia perbankan karena berguna bagi kehidupan suatu bank. Nasabah haruslah dijaga dan dipertahankan agar tidak berpaling pada bank lain. Kedudukan nasabah sebagai konsumen bank dapat dikatakan lemah. Hal friksi tersebut disebabkan oleh : 1

2 1. Informasi yang kurang memadai mengenai karakteristik produk dan jasa yang ditawarkan oleh bank, 2. Pemahaman nasabah terhadap aktivitas dan produk atau jasa yang ditawarkan bank. 3. Ketimpangan hubungan antara nasabah dengan bank, khususnya bagi nasabah peminjam dana. Tidak ada nya saluran yang memadai untuk memfasilitasi penyelesaian awal friksi yang terjadi antara nasabah dan bank.kedudukan nasabah yang lemah juga nyata dengan asymmetric information dalam sistem perbankan. Asymmetric information ini tidak memberikan akses kepada nasabah deposan untuk mengetahui kemana dana mereka diinvestasikan oleh bank. 1 Memperhatikan hal tersebut maka saat itu telah di bentuk lembaga mediasi perbankaan oleh Bank Indonesia, untuk mencari jalan keluar sengketa antara nasabah dengan Bank melalui jalur mediasi. Proses mediasi perbankan merupakan kelanjutan dari pengaduan nasabah apabila nasabah merasa tidak puas atas penanganan dan penyelesaian yang diberikan bank. Dalam pelaksanaan kegiatan usaha perbankan seringkali hakhak nasabah tidak dapat terlaksana dengan baik sehingga menimbulkan friksi antara nasabah dengan bank yang ditunjukkan dengan munculnya pengaduan nasabah. Apabila pengaduan nasabah tidak diselesaikan dengan baik oleh bank, maka 1 Wendi Razif soetikno, 2007, Peran BI dalam mengoptimalisasikan Kedudukan Komisaris Independen sebagai Mediator Perbankan.

3 berpotensi menjadi perselisihan atau sengketa antara nasabah dengan bank cenderung berlarut-larut. Hal ini antara lain ditunjukkan dengan cukup banyaknya keluhan-keluhan nasabah di berbagai media. Munculnya keluhankeluhan yang tersebar pada publik melalui berbagai media tersebut dapat menurunkan reputasi bank di mata masyarakat dan berpotensi menurunkan kepercayaan masyarakat pada lembaga perbankan. 2 Konsep awal pembentukan lembaga Mediasi perbankan dimulai dengan disusunnya Arsitektur Perbankan Indonesia (API) 3 yang dibuat pada bulan januari tahun 2004 sebagai landasan tatanan industri perbankan. 4 Keenam pilar API mengatur mengenai perwujudan mekanisme pemberdayaan nasabah dan perlindungan jasa perbankan. Ada empat aspek yang terdapat pada pilat API, yaitu ; Mekanisme pengaduan nasabah, pembentukan lembaga mediasi independen, transparasi informasi produk, dan edukasi nasabah. Mengenai keempat aspek tersebut dituangkan kedalam empat program API, yaitu : 5 1. Penyusunan standar mekanisme pengaduan nasabah Bank 2. Pembentukan lembaga mediasi Independen 3. Penyusunan standard transparasi informasi produk 4. Peningkatan edukasi Nasabah oleh Bank Dalam mewujudkan pembentukan lembaga mediasi perbankan yang independen, Bank indonesia mengeluarkan kebijakan melalui Peraturan Bank 2 http:/www.hukumonline.com/diakses pada 10 februari 2014 3 Hadad Muliana, Perlindungan dan Pemberdayaan Nasabah dalam Arsitektur Perbankan Indonesia, Jurnal (2007) hal 2. 4 Krisna Wijaya, Joko Retnadi, Konsilidasi Perbankan Nasional :Dari Rekapitulasi Munuji Arsitektur Perbankan Indonesia, (Jakarta : Masyarakat Profesional Madani, 2005, hal 191 5 Muliana D Hadad, Perlindungan dan Pemberdayaan Nasabah dalam Arsitektur Perbankan Indonesia, Jurnal (2007) hal 3.

4 Indonesia (PBI) No.8/5/PBI/2006, sebagaimana telah diubah dengan PBI No.10/1/PBI/2008. Di keluarkannya Peraturan Bank tersebut merupakan lanjutan dari dikeluarkannya PBI No.7/7/PBI/2005 mengenai Penyelesain Pengaduan Nasabah. Penyelesaian Pengaduan Nasabah yang tidak dilaksanakan dengan efektif dan tidak terselesaikan dengan cepat akan merusak reputasi Bank dimata Nasabah, serta akan mengurangi kepercayaan Nasabah terhadap Bank yang terkait. Mediasi disarankan dalam penyelesaian masalah antara Nasabah dan Bank karena diharapkan dalam penyelesaian sengketa perbankan khususnya bagi nasabah skala kecil yang menjadi prioritas dalam peraturan Bank Indonesia tersebut. Ketentuan mengenai kelembagaan mediasi perbankan dalam pasal 3 Peraturan Bank Indonesia No.8/5/PBI/2006 Tahun 2006 tentang mediasi Perbankan ( PBI No.8/5/PBI/2006 ) dinyatakan : 6 1. Mediasi di bidang perbankan dilakukan oleh lembaga mediasi Perbankan Independen yang dibentuk asosiasi Perbankan 2. Pembentukan lembaga Mediasi Independen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan selambat-lambatnya 31 desember 2007 3. Dalam pelaksanaan tugasnya, lembaga mediasi Perbankan independen melakukan koordinasi dengan Bank Indonesia 4. Sepanjang lembaga Mediasi Perbankan Independen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dibentuk, fungsi mediasi perbankan dilaksanakan oleh Bank Indonesia Pasal 3 ayat (1) dan (2) PBI No.8/5/PBI/2006 menjadi landasan Hukum bagi asosiasi perbankan untuk membentuk lembaga Mediasi Perbankan Independen. Selambatnya pada tanggal 31 Desember 2007, namun nyatanya 6 Peraturan Bank Indonesia No.8/5/PBI/2006

5 sampai januari 2008, lembaga mediasi Perbankan Independen tersebut belum berhasil dibentuk oleh asosiasi Perbankan. Maka, sesuai dengan PBI No.8/5/PBI/2006 Pasal 3 ayat (4), selama lembaga mediasi Perbankan independen belum terbentuk fungsi mediasi perbankan dilaksanakan oleh Bank Indoenesia. Kemudian, pada tahun 2008 Bank Indonesia menerbitkan Peraturan Bank Indonesia No. 10/1/PBI/2008 Tahun 2008 tentang perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No.8/5/PBI/2006 Tentang Mediasi Perbankan (No. 10/1/PBI/2008) yang menghapus ketentuan pasal 3 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia No.8/5/PBI/2006. Sehingga pada saat ini tidak ada lagi ketentuan mengenai batas waktu pembentukan lembaga mediasi perbankan independen yang akan dibentuk asosiasi perbankan. Praktis saat ini mediasi perbankan masih dijalankan oleh Bank Indonesia (berdasarkan Pasal 3 ayat (4) PBI 8/5/PBI/2006). Sedangkan Proses beracara pada mediasi perbankan sendiri masih mengacu pada Peraturan Bank Indonesia No.8/5/PBI/2006 sebagaimana telah diubah oleh PBI No. 10/1/PBI/2008. Selain itu Bank Indonesia juga sudah menerbitkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/14/DPNP Tahun 2006 Tentang Mediasi Perbankan sebagai ketentuan pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia No.8/5/PBI/2006. Dengan dibentuknya mediasi perbankan mendapat tanggapan positif dengan adanya Undang undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

6 Konsumen. 7 Dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia juga telah sesuai dengan Undang-undang No.30 Tahun 1999 tentang arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, dimana upaya penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui negosiasi,konsiliasi, mediasi, dan Arbitrasi. Dengan demikian pembentukan mediasi perbankan diharapkan akan memberi nilai positif baik Bank dengan Nasabah. Melalui mediasi ini terciptanya keseimbangan antara posisi Nasabah dan posisi Bank. Sebelum dibentuknya lembaga mediasi perbankan, prakteknya penyelesian sengketa melalui jalur non-litigasi belum banyak digunakan. Hal ini terlihat dari perjanjian yang dibuat oleh Bank dan Nasabah tidak mencantumkan klausul seperti arbitrase, mediasi, dan sebagainya seperti yang dikemukakan pada Undang-Undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa. Pada perencanaanya, Pelaksaanaan mediasi perbankan seharusnya dilaksanakan oleh lembaga mediasi Perbankan Independen yang dibentuk oleh asosiasi-asosiasi perbankan di Indonesia. Namun pada kenyataannya, lembaga mediasi independen yang seharusnya selesai dibentuk pada 31 Desember 2007, tak kunjung terwujud. Dengan demikian pelaksanaan mediasi perbankan masih dijalankan oleh Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan (DIMP) yang masih satu unit kerja didalam Bank Indonesia untuk sementara waktu. Wewenang pengawasan serta pengaturan lembaga perbankan yang sebelumnya di kuasai oleh Bank Indonesia telah beralih kepada Otoritas Jasa 7 Ibid, hal 2

7 Keuangan (OJK) pada awal 2013 lalu, dengan di keluarkannya Undang- Undang no 21 Tahum 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Pengambil wewenang tersebut sesuai dengan UU-nya yang sudah disahkan oleh DPR-RI. Untuk kesehatan perbankan dan sebagainya sudah bukan wewenang BI lagi. Dengan adanya Otoritas Jasa Keuangan merupakan lembaga pengawasankeuangan perbankan dan non perbankan yang beroperasi di Indonesia. Otoritas Jasa Keuangan merupakan sebuah lembaga Independen, yang baru dirancang untuk melakukan pengawasan ketat bagi lembagalembaga tersebut. Adapun tujuan utama pendirian Otoritas Jasa Keuangan adalah meningkatakan dan memelihara kepercayaan publik di bidang jasa keuangan. Menegakkan peraturan perundang-undangan di bidang jasa keuangan. Meningkatkan pemahaman publik mengenai bidang jasa keuangan serta melindungi kepentingan konsumen jasa keauangan. Satu hal yang juga diharapkan dari terbentuknya OJK adalah persoalan perlindungan konsumen. Aktivitas dalam lembaga keuangan ini tentu disadari memberikan perlindingan bagi masyarakat sebagai nasabah atau konsumen. Di Indonesia, kehadiran OJK dianggap sebagai otoritas yang dapat menanggulangi kegelisahan masyarakat atas tindakan penyelewengan lembaga keuangan (yang umumnya tidak berizin) yang selama ini terjadi. Belum lama ini OJK telah menerbitkan Peraturan OJK No. 01/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen sektor Jasa Keuangan. Pencapaian tujuan Peraturan OJK No. 01/POJK.07/2013 ini untuk melindungi kepentingan konsumen industri jasa keuangan setidak-tidaknya dapat tercapai melalui 3 aspek yang disebut OJK

8 terdiri dari peningkatan transparasi(berupa pengungkapan manfaat, resiko serta biaya atas produk dan/atau layanan Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK)), melakukan penilaian kesesuai prosedur yang lebih sederhana dan memudahkan konsumen untuk menyampaikan pengaduan dan penyelesaian sengketa atas produk atau layanan PUJK. Pembentukan Otoritas jasa keuangan, maka pertanggal 1 januari 2014 maka setidaknya 8 satuan kerja Bank Indonesia yang menangani pengawasan Bank sudah dipindahkan ke Otoritas Jasa Keuangan dimana satuan kerja yang dipindahkan salah satunya adalah Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan. Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.1/POJK.07/2014 terkait Pasal 10 yang berisi tentang : 1. Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa dibentuk oleh Lembaga Jasa Keuangan yang dikoordinasikan oleh asosiasi masing-masing sektor jasa keuangan. 2. Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa bagi sektor perbankan, pembiayaan, penjaminan, dan pegadaian wajib dibentuk paling lambat tanggal 31 Desember 2015. Namun pihak lain juga beranggapan tetap menginginkan lembaga mediasi perbankan yang independen dengan alasan administratif, prosedur, serta independensi dimana peralihan yang sebelumnya di pengaturan dan pengawasan dilaksanakan oleh Bank Indonesia setelah itu beralih ke Otoritas Jasa Kuangan sebagai pelaksana dari dunia perbankan sehingga kemungkinan keberpihakan kepada bank dalam melaksanakan proses mediasi sengketa perbankan bisa saja tetap terjadi. Terkait dengan kekurang yang masih terdapat dalam mediasi perbankan tersebut,maka penulis akan memfokuskan mengenai

9 Lembaga Mediasi Perbankan yang Independensi yang dilaksanakan oleh Otoritas Jasa Keuangan, serta dengan adanya pro dan kontra mengenai pembentukan lembaga pelaksana mediasi perbankan, maka ada baiknya hal tersebut dikaji lebih dalam sebelum mengambil langkah perihal pembentukan lembaga mediasi perbankan independenterutama yang tercantum dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Jasa Keuangan No.1/POJK.07/2014 terkait Pasal 10, adanya kesenjangan antara aturan yang terkait dengan kenyataan yang ada dalam pelaksanaan mediasi yang dilaksanakan selama ini oleh Otoritas Jasa Keuangan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan Latar belakang Masalah diatas, maka dapat dirumuskan persmasalahan sebagai berikut : Bagaimana OJK mewujudkan Independensi dalam menyelesaikan sengketa terkait mengenai permasalahan perbankan melalui jalur Mediasi? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan Masalah tersebut, tujuan penelitian penulis untuk mengetahui Independensi OJK dalam penyelesaian sengketa terkait masalah Perbankan melalui jalur mediasi dan megetahui Upaya-Upaya dalam pelaksanaan mediasi terhadap masalah perbankan. D. Manfaat Penelitan

10 Penelitian ini memiliki dua manfaat, sebagai berikut : 1. Manfaat Obyektif Manfaat Obyketif dari penelitian ini adalah bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya, terkait mengenai Otoritas Jasa Keuangan selaku Lembaga baru dan juga perkembangan hukum pada umumnya dan bidang ekonomi bisnis secara khusus di Perbankan, terutama dalam penyelesaian masalah melalui mediasi. 2. Manfaat Subyektif a. Agar mengetahui langkah langkah dalam menyelesaikan masalah anatara Nasabah dan Pihak Bank yang di lakukan secara Independen. b. Sebagai salah satu kajian yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja dari Otoritas Jasa Keuangan c. Bagi penulis, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan dan penelitian ini juga sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum di Universitas Atma Jaya Yogyakarta. E. Keaslian Penelitian Penelitian Hukum dengan judul Independensi OJK dalam penyelesaian sengketa Melalui Proses Mediasi merupakan hasil karya asli dari penulis.

11 Bertujuan untuk mengetahui upaya apa saja yang dapat dilakukan oleh nasabah bank dalam melindungi hak-hak nasabah. Dalam penelitian ini sudah ada yang pernah meneliti dengan variable atau konsep yang sama yaitu mengenai perlindungan nasabah seperti sebaga berikut : 1. Veronica Yulia Kusumawardani (03 05 08443) pada tahun 2002 dari fakultas Universitas Atma Jaya Yogyakarta, dengan Judul Penyelesaian sengketa Antara Bank dengan Nasabah Debitur dalam penyalahgunaan Kartu Kredit pada PT. Bank Permata,tbk Yogyakarta. Tujuan penelitian adalah memperoleh bahan hukum mengenai upaya peneyelesaian sengketa penyalagunaan kartu kredit, serta mengetahui masalah yang timbul berkaitan dengan kartu kredit. Adapun hasil dari penelitian tersebut adalah sebagai berikut ; a. Perlu adanya peraturan hukum yang mengatur khusus tentang penyalahgunaan kartu kredit, sehingga dapat diperoleh jalan keluar yang pasti untuk menyelesaikan sengketa terhadap penyalahgunaan kartu kredit b. Nasabah pemilik kartu kredit perlu mengetahui fungsi atau kegunaan kartu kredit yang sebenarnya serta dapat mengukur kemampuan dalam menentukan limit transaksi agar tidak terjadi wanprestasi. Selain itu para pemilik kartu dengan kartu kredit, khususnya data mengenai kartu kredi tersebut

12 c. Pihak bank sebaiknya memberikan informasi yang jelas mengenai resiko yang dapat terjadi pada nasabah pemilik kartu kredit dan jenis-jenis penyalahgunaan kartu kredit sehingga para pemilik kartu kredi dapat mengantisipasi terjadinya penyalahgunaan kartu kredit miliknya. F. Batasan Konsep Terkait dengan penulisan hukum ini,maka berikut ini disampaikan batasan-batasan konsep atau pengertian-pengertian istilah yang berhubungan dengan obyek yang diteliti. Berikut batasan-batasan konsep dalam penelitian ini : 1. Independensi adalah suatu keadaan atau posisi dimana tidak terikat dengan pihak manapun. Artinya keberadaannya adalah mandiri. tidak mengusung kepentingan pihak tertentu atau organisasi tertentu. 8 2. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 9 3. Mediasi adalah upaya penyelesaian konflik dengan melibatkan pihak ketiga yang netral, yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan 8 http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, diakses pada tangga 1 Maret 2014, pada pukul 14.16.WIB 9 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.

13 yang membantu pihak-pihak yang bersengketa mencapai penyelesaian (solusi) yang diterima oleh kedua belah pihak. 10 G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian dalam penulisan hukum ini merupakan penelitian hukum normatif, yaitu mengacu kepada norma hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan yang ada berkaitan dengan penyelesaian sengketa antara Bank dengan nasabah. Dalam penelitian ini memerlukan bahan hukum sekunder sebagai bahan utama dan bahan hukum primer sebagai bahan pendukung. Pengumpulan bahan hukum primer dilakukan melalui wawancara dengan nara sumber yang terkait dengan permasalahan penyelesaian sengketa. Penelitian tersebut merupakan penelitian yang bersifat statute approach, yaitu dengan cara menggunakan pendekatan undang-undang berdasarkan jenis dan hirarki peraturan perundangundangan yang ada, serta studi kasus/ case study yang memfokuskan penelitian pada permasalahan hukum yang terjadi pada suatu institusi atau kelembagaan saja, dalam hal ini mengenai Otoritas Jasa Keuangan yang telah mengambil alih sebagian dari kinerja Bank Indonesia dalam memediasi masalah anatara Nasabah dan Bank. 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa.

14 2. Sumber Bahan Hukum Penulisan ini menggunakan hukum normatif sehingga memerlukan bahan hukum sekunder (bahan hukum)sebagai bahan utama yang terdiri dari : 1. Bahan Hukum Primer : Dalam hal ini berupa Peraturan Perundang-undangan yang meliputi : 1. Undang-Undang No. 10/Tahun 1988, tentang Perubahan atas UU Ri No. 7/Tahun 1922 tentang Perbankan, Lembaran Negara tahun 1968 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2865. 2. Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesian Sengketa. 3. Undang-Undang No. 3/ tahun 2004, tentang perubahan atas UU RI No. 23/ Tahun 1999, tentang Bank Indonesia, Lembaran Negara RI Tahun 1999 nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3843. 4. Undang-Undang No.21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. 5. PBI No.6 /10/PBI/2004, Tentang Sistem Penilaian Tingkatan Kesehatan Bank. 6. PBI No.8/5/PBI/2006, Tentang Mediasi Perbankan. 7. PBI No.10/1/PBI/2008, Tentang Perubahan atas PBI No.8/5/PBI/2006, tentang Mediasi Perbankan.

15 8. PBI No.10/10/PBI/2008, tentang Perubahan Atas PBI No.7/7/PBI/2005, tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah. 9. POJK No.1/POJK.07/2013, tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan (Lembaran Negara Tahun 2013 nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5431). 10. POJK No.1/POJK.07/2014, tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Di sektor Jasa Keuangan. 11. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/14/DPNP Tahun 2006 Tentang Mediasi perbankan sebagai ketentuan pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia No.8/5/PBI/2006. 2. Bahan Hukum Sekunder : Bahan hukum sekunder diperoleh dari buku-buku, internet (website), karya ilmiah, dan artikel-artikel yang memberikan penjelasan terkaitan dengan Peran Otoritas Jasa Keuangan dalam melakukan Mediasi di Indonesia. 3. Pengumpulan Bahan Hukum Bahan hukum dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan metode-metode sebagai berikut : Studi Kepustakaan

16 Studi kepustakaan dilakukan untuk mempelajari bahan hukum primer yang berupa peraturan perundang-undangan, bahan hukum sekunder yang berupa buku-buku literatur, artikel hasil penelitian, dan bentuk karya ilmiah lainnya yang berkaitan dengan Independensi Otoritas Jasa Keuangan dalam melakukan Proses Mediasi. 4. Metode Analisi Bahan Hukum Analisis bahan hukum sekunderdilakukan sebagai berikut : 1. Bahan Hukum Primer Analisis bahan hukum primer dilakukan dengan cara mendeskripsikan hukum positif yang terdapat dalam bahan hukum primer dalam hubungannya dengan Independensi Otoritas Jasa Keuangan dalam melakukan Mediasi : 2. Sistematis Hukum Positif Secara Horizontal Secara horizontal terdapat sinkronisasi antara Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 tentang 30 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesian SengketaDalam mewujudkan pembentukan lembaga mediasi perbankan yang independen, Bank indonesia mengeluarkan kebijakan melalui peraturan Bank Indonesia PBI No.8/5/PBI/2006, sebagaimana telah diubah dengan PBI No.10/1/PBI/2008. Di keluarkannya Peraturan Bank tersebut

17 merupakan lanjutan dari dikeluarkannya PBI No.7/7/PBI/2005 mengenai Penyelesain Pengaduan Nasabah. Penyelesaian Pengaduan Nasabah yang tidak dilaksanakan dengan efektif dan tidak terselesaikan dengan cepat akan merusak reputasi Bank dimata Nasabah, serta akan mengurangi kepercayaan Nasabah terhadapa Bank yang terkait. Mediasi disarankan dalam penyelesaian masalah antara Nasabah dan Bank karena diharapkan dalam penyelesaian sengketa perbankan khususnya bagi nasabah skala kecil yang menjadi prioritas dalam peraturan Bank Indonesia tersebut. Ketentu mengenai kelembagaan mediasi perbankan dalam pasal 3 Peraturan Bank Indonesia No.8/5/PBI/2006 Tahun 2006 tentang mediasi Perbankan ( PBI No.8/5/PBI/2006 ) dinyatakan : 1.Mediasi di bidang perbankan dilakukan oleh lembaga mediasi Perbankan Independen yang dibentuk asosiasi Perbankan. 2.Pembentukan lembaga Mediasi Independen sebagaimana dimaksud.pada ayat (1) dilaksanakan selambat-lambatnya 31 desember 2007. 3.Dalam pelaksanaan tugasnya, lembaga mediasi Perbankan independen melakukan koordinasi dengan Bank Indonesia 4.Sepanjang lembaga Mediasi Perbankan Independen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dibentuk, fungsi mediasi perbankan dilaksanakan oleh Bank Indonesia Pasal 3 ayat (1) dan (2) PBI No.8/5/PBI/2006 menjadi landasan Hukum bagi asosiasi perbankan untuk membentuk lembaga Mediasi Perbankan Independen Selambatnya pada tanggal 31 Desember 2007,

18 namun nyatanya sampai januari 2008, lembaga mediasi Perbankan Independen tersebut belum berhasil dibentuk oleh asosiasi Perbankan. Maka, sesuai dengan pengaturan Pasal 3 ayat (4), selama lembaga mediasi Perbankan independen belum terbentuk fungsi mediasi perbankan dilaksanakan oleh Bank Indoenesia. Kemudian, pada tahun 2008 Bank Indonesia menerbitkan Peraturan Bank Indonesia No. 10/1/PBI/2008 Tahun 2008 tentang perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No.8/5/PBI/2006 Tentang mediasi perbankan (No. 10/1/PBI/2008) yang menghapus ketentuan pasal 3 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia No.8/5/PBI/2006. Sehingga pada saat ini tidak ada lagi ketentuan mengenai batas waktu pembentukan lembaga mediasi perbankan independen yang akan dibentuk asosiasi perbankan. Praktis saaat ini mediasi perbankan masih dijalankan oleh Bank Indonesia (berdasarkan Pasal 3 ayat (4) PBI 8/5/PBI/2006). Tetapi karna sebagian kewenangan sudah di turunkan ke Otoritas Jasa keuangan maka Mediasi pun telah di laksanakan Oleh Otoritas Jasa Keuangan, dengan Independensinya Otoritas Jasa Keuangan juga mengeluarkan peraturan No.1/POJK.07/2014, tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Di sektor Jasa Keuangan. 1. Bahan hukum sekunder Pengolahan dan analisis bahan hukum yang digunakan dalam penarikan kesimpulan penelitian hukum dilakukan dengan

19 pendekatan Perundang-Undangan dan asas hukum. Asas Peraturan Perundang-Undangan yang digunakan dalam proses berfikir dengan menggunakan asas lex specialis derogate legi generali, yang artinya Peraturan Perundang-Undangan yang khusus mengenyampingkan Peraturan Perundang-Undangan yang umum. Pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang berkaitan dengan problematik hukum yang diteliti dalam penulisan skripsi ini. Pendekatan undang-undang membuka kesempatan bagi peneliti untuk memepelajari dan meneliti adakah kesesuaian antara undang-undang. Hasil telahaah tersebut merupakan suatu argumen untuk memecahkan problematika yang hadapi. Problematika dissinkronisasi karena sebagian kewenangan sudah di turunkan ke Otoritas Jasa keuangan maka Mediasi pun telah di laksanakan Oleh Otoritas Jasa Keuangan, dengan Independensinya Otoritas Jasa Keuangan juga mengeluarkan peraturan No.1/POJK.07/2014, tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Di sektor Jasa Keuangan. 2. Bahan Hukum Tersier Berupa kamus-kamus tentang Bahasa Hukum, Bahasa Indonesia, dan kamus mengenai Perbankan yang digunakan untuk melengkapi analisis bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

20 3. Nara Sumber Nara Sumber adalah subyek yang memberikan jawaban atas pertanyaan peneliti dalam wawancara yang berkaitan langsung dengan permasalahan hukum yang diteliti, dalam hal ini antara pihak bank dengan nasabah debitur. Sesuai dengan judul dan permasalahn diteliti, maka nara sumber dalam obyek penelitian adalah : a. Pihak yang berwenang dengan Instansi Otoritas Jasa Keuangan. b. Dosen pengajar mata kuliah Alternatif dispute resolution. H. SISTEMATIKA PENULISAN HUKUM/SKRIPSI BAB I : PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang latar belakanga masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, batasan konsep, dan metode penelitian. Yang meliputi jenis penelitian, sumber data, metode pengumpulan data, lokasi penelitian, nara sumber, dan metode analisis. BAB II : PEMBAHASAN Bab ini menguraikan mengenai Tinjauan Umum mengenai Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga yang independen dalam melaksanakan Mediasi. BAB III : PENUTUP

21 Bab ini berisikan mengenai kesimpulan yang merupakan pertanyaan singakt atas temuan penelitian yang merupakan jawaban atas permasalahan yang diangkat.