PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 1959 TENTANG SUMPAH KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA BADAN PENGAWAS KEGIATAN APARATUR NEGARA

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH REPULIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 1959 TENTANG SUMPAH KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA BADAN PENGAWAS KEGIATAN APARATUR NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1959 TENTANG SUMPAH KEPALA DAN WAKIL KEPALA BADAN PUSAT INTELLIGENCE

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1973 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NOMOR 5 TAHUN 1973 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG PENEMPATAN TENAGA ASING *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1959 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENGAWAS KEGIATAN APARATUR NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 2 TAHUN 1985 (2/1985) Tanggal: 7 JANUARI 1985 (JAKARTA)

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 7 TAHUN 1960 (7/1960) Tanggal: 26 SEPTEMBER 1960 (JAKARTA)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1952 TENTANG PENETAPAN "UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PINJAMAN DARURAT" SEBAGAI UNDANG- UNDANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1973 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1959 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG SEMENTARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bentuk: UNDANG-UNDANG. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 5 TAHUN 1973 (5/1973) Tanggal: 16 JULI 1973 (JAKARTA)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU) NOMOR 23 TAHUN 1960 (23/1960) Presiden Republik Indonesia,

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1959 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 1957 TENTANG VETERAN PEJUANG KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1959 TENTANG SUMPAH JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN ANGGOTA ANGKATAN PERANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1957 TENTANG POKOK-POKOK PEMERINTAHAN DAERAH *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PANITIA KERJA LIKWIDASI TANAH-TANAH PARTIKELIR

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG PENEMPATAN TENAGA ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

Undang-Undang Nomor 11 tahun 1992 Tentang Dana Pensiun

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1958 Tentang PENEMPATAN TENAGA KERJA ASING (Lembaran Negara No. 8 Tahun 1958) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1971 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KEARSIPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Tentang: VETERAN PEJUANG KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA *) VETERAN PEJUANG KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA.

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor 13 TAHUN 1960 Tentang BANK DAGANG NEGARA. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1980 TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERADILAN UMUM.

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 48 TAHUN 1960 TENTANG PENGAWASAN PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1954 TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 2 TAHUN 1960 (2/1960) Tanggal: 7 JANUARI 1960 (JAKARTA)

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1960 TENTANG PENGUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 1957 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1978 TENTANG PERUSAHAAN UMUM POS DAN GIRO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1982 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1956 TENTANG PERATURAN-PERATURAN DAN TINDAKAN-TINDAKAN MENGENAI TANAH-TANAH PERKEBUNAN

NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1958 TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH DAERAH (Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 Tanggal 7 September 1959) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1977 TENTANG USAHA PETERNAKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1982 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

PERTURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG REPUBLIK INDONESIA Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 1960 Tanggal 12 Juli 1960

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PENGUASA PERANG TERTINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1960 TENTANG PENGHENTIAN SEMENTARA SEGALA KEGIATAN-KEGIATAN POLITIK

UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1948 TENTANG SUSUNAN DAN KEKUASAAN BADAN-BADAN KEHAKIMAN DAN KEJAKSAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1965 TENTANG PEMBERIAN BANTUAN PENGHIDUPAN ORANG JOMPO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SELAKU PENGUASA PERANG TERTINGGI,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

Transkripsi:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 1959 TENTANG SUMPAH KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA BADAN PENGAWAS KEGIATAN APARATUR NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Bahwa berhubung dengan sifat tugas Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara yang mengandung banyak rahasia negara perlu diadakan peraturan sumpah buat para anggota Badan itu; Mengingat: 1. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 1 tahun 1959 pasal 3 ayat (3); 2. Undang-undang Dasar pasal 5 ayat (2); Mendengar: Musyawarah Kabinet Kerja pada tanggal 28 September 1959; MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SUMPAH ANGGOTA BADAN PENGAWAS KEGIATAN APARATUR NEGARA. Pasal 1 Sumpah atau janji Ketua, Wakil Ketua dan anggota-anggota Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara yang dimaksud dalam Peraturan Presiden No. 1 tahun 1959 pasal 3 ayat (3) berbunyi seperti berikut: "Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya, untuk menjadi anggota Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara, langsung atau tak langsung, dengan nama atau dengan dalih apapun, tiada memberikan atau menjanjikan ataupun akan memberikan sesuatu kepada siapapun juga". "Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tiada sekali-kali menerima atau akan menerima, langsung ataupun tak langsung, dari siapapun juga sesuatu janji atau pemberian". "Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk melakukan pengawasan dan meneliti kegiatan- kegiatan Aparatur Negara, supaya segala kegiatan-kegiatan itu sesuai dengan kebijaksanaan umum Presiden Republik Indonesia/ Panglima Tertinggi". "Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, selama memegang jabatan dalam Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara dan selama lima tahun setelah saya berhenti dari jabatan itu akan memegang rahasia baik dalam 1 / 6

perkataan maupun dalam perbuatan saya, sesuatu yang menurut perintah atau menurut sifatnya, harus saya rahasiakan". "Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya, senantiasa dengan setia akan memelihara Undang-undang Dasar Republik Indonesia dan segala peraturan yang berlaku bagi Republik Indonesia". Pasal 2 (1) Ketua, Wakil Ketua dan anggota Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara tidak boleh memegang jabatan di dalam perusahaan partikulir atau badan partikulir yang langsung atau tidak langsung memberi hasil uang atau benda kepadanya. Larangan ini berlaku juga terhadap isteri Ketua, Wakil Ketua dan anggota Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara. (2) Larangan termaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai satu tahun sesudah Ketua, Wakil Ketua dan anggota Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara meletakkan jabatannya. Dalam hal ini tanggal yang disebutkan dalam surat Keputusan Presiden untuk menghentikan Ketua, Wakil Ketua dan anggota Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara berlaku sebagai tanggal permulaan jangka waktu satu tahun tersebut. (3) Atas larangan termuat dalam ayat (1) dan (2) pasal ini dapat diberi perkecualian oleh Presiden setelah mendengar pendapat Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara. Pasal 3 (1) Selama bekas Ketua, Wakil Ketua atau anggota Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara dikenakan larangan termaksud pasal 2 ayat (2) kepadanya setiap bulan diberikan uang kehormatan dan tunjangantunjangan sepenuhnya seperti yang diterima pada bulan terakhir ia memegang jabatan dalam Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara. Uang kehormatan dan tunjangan ini tidak diberikan kalau Presiden memberikan perkecualian termaksud dalam pasal 2 ayat (3). (2) Apabila bekas Ketua, Wakil Ketua atau anggota Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara meninggal dunia selama waktu yang termaksud dalam pasal 2 ayat (2), maka Presiden atas usul Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara dapat memutuskan memberikan uang kehormatan dan tunjangan termaksud dalam ayat (1) pasal ini seluruhnya atau sebagian kepada jandanya atau ahli waris lainnya yang sah. Pasal 4 (1) Ketua, Wakil Ketua dan anggota Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara yang selama memegang jabatannya dan selama waktu dimaksudkan dalam pasal 2 ayat (2) dengan sengaja membuka rahasia jabatan baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan, dihukum dengan hukuman tutupan selamalamanya tiga tahun atau denda sebanyak-banyaknya tiga puluh ribu rupiah. (2) Ketua, Wakil Ketua dan anggota Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara yang selama waktu dimaksudkan dalam pasal 2 ayat (2) karena kelalaiannya mengakibatkan terbukanya rahasia jabatan, dihukum dengan hukuman tutupan selama-lamanya satu tahun atau denda sebanyak-banyaknya sepuluh ribu rupiah. Pasal 5 Pelanggaran atas larangan termaksud dalam pasal 2 dihukum dengan hukuman tutupan selama-lamanya satu 2 / 6

tahun atau denda sebanyak-banyaknya sepuluh ribu rupiah. Pasal 6 Ketua, Wakil Ketua dan anggota Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara yang selama waktu empat tahun setelah berakhirnya waktu dimaksudkan dalam pasal 2 ayat (2) dengan sengaja membuka rahasia jabatan, baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan, dihukum dengan hukuman tutupan selama-lamanya satu tahun atau denda sebanyak-banyaknya sepuluh ribu rupiah. Pasal 7 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari diundangkannya. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia. Ditetapkan Di Bogor, Pada Tanggal 28 September 1959 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd. SOEKARNO. Diundangkan, Pada Tanggal 29 September 1959 MENTERI MUDA KEHAKIMAN, Ttd. SAHARDJO. LEMBARAN NEGARA TAHUN 1959 NOMOR 116 3 / 6

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 1959 TENTANG SUMPAH KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA BADAN PENGAWAS KEGIATAN APARATUR NEGARA PENJELASAN UMUM Tugas dan wewenang Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara yang dimuat dalam Bab II dan III Peraturan Presiden No. 1 tahun 1959 secara resmi memberi jalan kepada Ketua, Wakil Ketua dan anggota Badan Pengawas Kegiatan Aparatur untuk mengetahui segala keadaan yang terbuka dan yang rahasia didalam setiap aparatur Negara. Untuk keselamatan negara harus dicegah jangan sampai pengetahuan tentang rahasia-rahasia aparatur negara itu diketahui oleh fihak yang tidak wewenang mengetahuinya. Oleh karena itu dianggap perlu diadakan sumpah dan ketentuan-ketentuan lain untuk menghalangi kebocoran rahasia-rahasia itu dari kalangan Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Selain ucapan-ucapan yang biasa dimuat didalam sumpah pejabat negara maka didalam sumpah Ketua, Wakil Ketua dan anggota Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara dipentingkan ucapan untuk memegang rahasia sesuatu yang menurut perintah atau menurut sifatnya harus dirahasiakan. Yang dimaksud dengan kata-kata "menurut perintah atau menurut sifatnya"disini adalah menurut perintah Presiden, menurut pendapat Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara dalam keseluruhannya sendiri dan menurut keterangan yang jelas dari sumber resmi atau semi resmi dari mana keterangan-keterangan itu didapatnya. Ukuran dan alasan untuk merahasiakan sesuatu pada umumnya adalah kemungkinan, bahwa akan menghambat, mempersulit, merugikan atau meniadakan kesempatan untuk dijalankan tindakan Presiden, Pemerintah atau salah suatu aparat Negara, karena diketahuinya keterangan-keterangan oleh fihak yang tidak atau belum wenang mengetahuinya. Pasal 2 Ketentuan-ketentuan didalam pasal 2 ini dimaksudkan pula untuk mencegah kemungkinan digunakannya pengetahuan tentang keterangan-keterangan resmi atau semi resmi yang rahasia untuk kepentingan suatu perusahaan atau badan partikelir. Yang dimaksudkan dengan sifat partikelir ialah semua badan yang tidak dimiliki, sehingga atau seluruhnya, oleh Negara Republik Indonesia atau Daerah-darah otonom didalamnya. Dengan ketentuan dalam pasal ini maka dicegah jangan sampai Ketua, Wakil Ketua atau anggota Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara bekerja actief dalam suatu badan partikelir dari mana ia mendapat penghasilan. Larangan yang dimaksudkan dalam pasal ini hendaknya diartikan sebagai berikut: Ketua, Wakil Ketua dan anggota Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara dilarang mempunyai saham atau memegang jabatan dalam perusahaan atau badan yang bersifat partikelir seluruhnya. Mereka diperbolehkan mempunyai saham (kalau ada) dan memangku jabatan dalam perusahaan atau badan yang bersifat sebagian partikelir dan sebagian resmi serta perusahaan atau badan yang bersifat resmi seluruhnya. Akan tetapi selama memegang jabatan dalam perusahaan atau badan disamping jabatan Badan Pengawas Kegiatan Aparatur 4 / 6

Negara itu, tidak diperbolehkan merangkap hasilnya. Dalam hal ini yang berkepentingan dipersilakan memiliki hasil dari satu jabatan saja. Larangan tersebut diatas diperpanjang sampai satu tahun sesudah Ketua, Wakil Ketua atau anggota Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara meletakkan jabatannya. Meskipun seorang pejabat Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara sudah lepas dari hubungannya resmi dengan badan ini, namun rahasia-rahasia yang diketahui olehnya masih dapat merukan Negara dalam jangka satu tahun setelah ia melepaskan hubungan dengan Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara. Meskipun diketahui bahwa ada banyak rahasia-rahasia resmi yang mempunyai daya lebih dari satu tahun lama, namun jangka satu tahun disini dirasakan sudah cukup lama untuk tidak merugikan kepentingan materieel dan bekas Ketua, Wakil Ketua atau anggota Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara. Tentang kewajiban khusus untuk memegang rahasia selanjutnya, lihatlah pasal 6 yang memperpanjang waktu dengan 4 tahun. Sesudah lampau waktu satu tahun itu tentang kewajiban menyimpan rahasia dinas berlakulan ketentuan umum termuat dalam K.U.H.p. pasal 322, yang berbunyi seperti berikut: (1) Barangsiapa dengan sengaja membuka sesuatu rahasia yang ia wajib menyimpannya oleh karena jabatan atau pekerjaannya baik yang sekarang maupun yang dahulu, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya enam ratus rupiah. (2) Jika kejahatan ini dilakukan terhadap seseorang yang tertentu, maka ini hanya dituntut atas pengaduan orang itu. Larangan ini dilakukan pula terhadap isteri untuk menghindari, jangan sampai maksud larangan ini menjadi tak berguna karena jabatan-jabatan didalam perusahaan-perusahaan dan badan-badan partikelir yang tidak dapat dirangkap dengan jabatan di Badan Pengawas, Kegiatan Aparatur Negara formeel digeserkan kepada isteri atau anak sedang sebenarnya pejabat Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara itu masih tetap melangsungkan hubungannya dengan perusahaan-perusahaan atau badan-badan partikelir itu seperti sediakala. Pasal 3 Karena dikenakan larangan ini maka selama satu tahun itu kepadanya diberikan tiap-tiap bulan uang kehormatan dan tunjangan sepenuhnya seperti yang diterima olehnya dalam bulan terakhir waktu ia masih menjabat Ketua, Wakil Ketua atau anggota Badan Pengawas Kegiatan,Aparatur Negara. Pasal 4 Kata-kata,membuka rahasia" atau "terbuka rahasia" berarti, bahwa hal-hal yang harus dirahasiakan itu diberitahukan kepada atau diketahui oleh pihak lain diluar kalangan Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara yang tidak atau belum wenang mengetahui hal-hal tersebut. Rahasia dapat dibuka dengan kata-kata, yang ditulis atau diucapkan. Lagi pula rahasia dapat dibuka dengan perbuatan-perbuatan; seorang anggota Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara dapat berbuat sedemikian rupa, sehingga orang lain yang memperhatikannya dengan mudah dapat mengambil kesimpulan yang pada hakekatnya sama dengan mengetahui hal yang harus dirahasiakan itu. Misalnya seorang anggota Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara didalam menjalankan tugasnya mengetahui rencana rahasia dari Pemerintah untuk mengubah peraturan-peraturan moneter. Kemudian anggota itu menjalankan perbuatan-perbuatan yang mudah diketahui oleh orang-orang lain untuk menarik keuntungan sebelum perubahan moneter itu berlaku. Karena kedudukannya sebagai Anggota Pengawas Kegiatan Aparatur Negara maka perbuatannya yang demikian itu mudah ditiru orang banyak yang percaya, bahwa dengan meniru itu mereka akan mendapat keuntungan juga: atau setidak-tidaknya tidak akan kerugian. Perbuatan anggota Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara yang demikian itu mungkin dapat menghambat atau mempersulit dilaksanakannya perubahan peraturan-peraturan moneter yang sedang direncanakan itu. Seperti lazim didalam system hukum pidana maka diadakan perbedaan dalam ancaman hukuman bagi 5 / 6

tindakan-tindakan pidana yang disengaja dan yang tidak disengaja. Pasal 5 Didalam dua pasal ini tidak diadakan perbedaan antara tindak pidana yang,disengaja" dan "tidak disengaja" karena diduga dalam hal ini tidak dapat diadakan tindak pidana itu dengan tidak sengaja". Pasal 6 Didalam dua pasal ini tidak diadakan perbedaan antara tindak pidana yang,disengaja" dan "tidak disengaja" karena diduga dalam hal ini tidak dapat diadakan tindak pidana itu dengan tidak sengaja". Termasuk Lembaran Negara No. 116 tahun 1959. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA NOMOR 1878 6 / 6