BUPATI BATANG HARI PROVINSI JAMBI

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH

PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

BUPATI LAMPUNG BARAT PROVINSI LAMPUNG

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KOTA PEKALONGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR : 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO,

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KABUPATEN LAMONGAN

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEKADAU NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SEKADAU

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEJABAT PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2010

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PEJABAT PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PROVINSI LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PASURUAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANDUNG,

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2010

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 25 TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 21 TAHUN 2008 T E N T A N G PEMBINAAN DAN PEDOMAN OPERASIONAL PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM PASER UTARA,

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2013

SALINAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 4 TAHUN 2004 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJALENGKA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 3 Tahun : 2013

PEMERINTAH KABUPATEN BARRU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 20 TAHUN TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LANDAK

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 05 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SELAYAR. dan BUPATI SELAYAR

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2010 S A L I N A N

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 8 TAHUN 2014

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN JEMBRANA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM LINGKUNGAN KABUPATEN LAMPUNG BARAT

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL KABUPATEN CILACAP

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 16 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2000 NOMOR PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 27 TAHUN 2000 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 5 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

SALINAN. jdih.bulelengkab.go.id

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

PEMERINTAH KOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2014

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 17 TAHUN 1999 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU Nomor : 15 Tahun 2000 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA PEKANBARU

QANUN KABUPATEN ACEH TENGAH NOMOR 12 TAHUN 2008 PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH (PPNSD) DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA MOJOKERTO

PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA PAREPARE

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI

PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURAKARTA,

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BONTANG

2017, No ); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republ

PERATURAN DAERAH KOTA BAU-BAU NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL LINGKUP DALAM LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BAU-BAU

BUPATI LUWU TIMUR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II BEKASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 6 TAHUN 2005 SERI E NOMOR 3

LEMBARAN DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 23 TAHUN 2002 SERI E NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 04 TAHUN 2002

Transkripsi:

SALINAN BUPATI BATANG HARI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR : 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG HARI, Menimbang : a. bahwa dalam melakukan penegakan hukum keberadaan dan peranan Penyidik Pegawai Negeri Sipil perlu ditingkatkan kinerjanya sehingga mampu menyelesaikan tugas dalam melakukan penyidikan atas pelanggaran peraturan perundang-undangan yang mengandung sanksi pidana; b. bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Batang Hari Nomor 11 Tahun 1986 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil sudah tidak relevan lagi dengan kondisi saat ini, sehingga perlu diganti; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1965 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten dalam lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 25) sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1965 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Sarolangun Bangko dan Daerah Tingkat II Tangjung Jabung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2755); 3. Undang-Undang...

-2-3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 4. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002, Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168); 5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapakali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258) sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5145); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010, Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5094); 8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kode Etik Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah; 9. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.HH.01.AH.09.01 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Pengangkatan, Pemberhentian, Mutasi dan Pengambilan Sumpah atau Janji Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil, dan Bentuk, Ukuran, Warna, Format, serta Penerbitan Kartu Tanda Pengenal Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil; 10. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pedoman Operasional Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah Dalam Penegakan Peraturan Daerah. Dengan...

-3- Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BATANG HARI dan BUPATI BATANG HARI MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Batang Hari. 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 3. Bupati adalah Bupati Batang Hari. 4. Penyidik Pegawai Negeri Sipil, yang selanjutnya disingkat PPNS adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Batang Hari yang diberi wewenang khusus oleh Undang- Undang untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran Undang- Undang dan Peraturan Daerah yang mengandung sanksi pidana yang menjadi kewenangannya. 5. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangka. 6. Satuan Polisi Pamong Praja adalah Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Batang Hari. BAB II KEDUDUKAN, TUGAS DAN WEWENANG Pasal 2 PPNS berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Kepala SKPD masing-masing. Pasal 3 (1) PPNS mempunyai tugas melakukan penyidikan atas pelanggaran Undang-Undang dan/atau Peraturan Daerah sesuai dengan dasar pengangkatannya. (2)PPNS...

-4- (2) PPNS dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada dibawah koordinasi dan pengawasan Penyidik Kepolisian Republik Indonesia dan/atau sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pasal 4 (1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 PPNS mempunyai wewenang : a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang mengenai adanya tindak pidana atas pelanggaran Undang-Undang dan/atau Peraturan Daerah; b. melakukan tindakan pertama dan pemeriksaan ditempat kejadian; c. menyuruh berhenti seseorang dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. melakukan penyitaan benda atau surat; e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang; f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; h. mengadakan penghentian penyidikan setelah penyidik mendapat petunjuk bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya; i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (2) PPNS tidak berwenang untuk melakukan penangkapan atau penahanan kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang. BAB III HAK DAN KEWAJIBAN Pasal 5 (1) PPNS dalam melakukan tugas penyidikan berhak mendapat uang insentif dan operasional penyidikan. (2) Pemberian dan besaran nominal insentif dan operasional penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 6...

-5- Pasal 6 Untuk mendapatkan insentif PPNS harus memenuhi persyaratan : a. Menjalankan tugas sebagai PPNS aktif selama paling kurang 1 (satu) tahun berturut-turut; b. Tidak melakukan pelanggaran peraturan Perundang-undangan dan kode etik; c. Tidak dikenai hukuman disiplin; dan d. Memenuhi kewajiban sebagai PPNS. PPNS mempunyai kewajiban : Pasal 7 a. melakukan penyidikan, menerima laporan dan pengaduan mengenai terjadinya pelanggaran atas Undang-Undang dan/atau Peraturan Daerah; b. menyerahkan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui Penyidik Polri dalam wilayah hukum yang sama dan/ atau sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan. c. membuat berita acara setiap tindakan dalam hal : 1. pemeriksaan tersangka; 2. memasuki rumah dan atau tempat tertutup lainnya; 3. penyitaan barang; 4. pemeriksaan saksi; dan 5. pemeriksaan tempat kejadian; d. membuat laporan hasil pelaksanaan tugas kepada Pimpinan Unit Kerja masing-masing dengan tembusan kepada Bupati. BAB IV PENGANGKATAN, MUTASI DAN PEMBERHENTIAN Bagian Kesatu Pengangkatan Pasal 8 (1) Bupati mengusulkan pengangkatan PPNS kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Menteri Dalam Negeri sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. (2) Usul pengangkatan PPNS memuat : a. nomor, tahun dan nama Undang-Undang yang menjadi dasar hukum pemberian kewenangan sebagai PPNS; b. wilayah kerja PPNS yang diusulkan sesuai dengan wilayah kerja PNS yang bersangkutan bertugas; c. foto kopi Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan dibidang penyidikan PPNS yang dilegalisir; d.surat...

-6- d. surat pertimbangan dari Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Jaksa Agung Republik Indonesia atau bukti asli tanda terima penyampaian permohonan pertimbangan kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Jaksa Agung Republik Indonesia; dan e. pas photo terbaru berwarna dengan latar belakang merah ukuran 2 x 3cm sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 4 x 6cm sebanyak 1 (satu) lembar. Pasal 9 Untuk dapat diusulkan menjadi PPNS, PNS Daerah harus memenuhi persyaratan : a. Masa Kerja sebagai Pegawai Negeri Sipil paling singkat 2 (dua) tahun; b. Pangkat serendah-rendahnya Penata Muda, (III/a); c. Pendidikan serendah-rendahnya Sarjana Hukum atau Sarjana Lain yang disetarakan; d. Ditugaskan dibidang teknis operasional Penegakan Hukum; e. Telah lulus pendidikan khusus PPNS ; f. Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan dalam 2 (dua) tahun terakhir dengan nilai rata-rata baik; dan g. Sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter. Bagian Kedua Mutasi Pasal 10 (1) Mutasi PPNS diusulkan oleh Bupati. (2) Mutasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan pada Menteri Dalam Negeri dan tembusannya kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal keputusan tentang perubahan struktur organisasi atau mutasi ditetapkan. Bagian Ketiga Pemberhentian Pasal 11 PPNS dapat diberhentikan, karena : a. berhenti sebagai Pegawai Negeri Sipil b. atas permintaan sendiri secara tertulis; c. mendapat hukuman disiplin kepegawaian tingkat berat; d. tidak lagi memenuhi syarat sebagai PPNS; atau e. meninggal dunia. Pasal 12...

-7- Pasal 12 (1) Pemberhentian PPNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 diusulkan Bupati kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Menteri Dalam Negeri. (2) Usulan pemberhentian PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai dengan alasan-alasan dan bukti pendukungnya. (3) Usulan pemberhentian PPNS harus dilampiri : a. foto kopi keputusan tentang pengangkatan PPNS; b. foto kopi keputusan tentang kenaikan pangkat PNS terakhir yang dilegalisir; dan c. asli kartu tanda pengenal PPNS. BAB V PELANTIKAN DAN SUMPAH /JANJI Pasal 13 (1) PPNS dilantik oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia atau pejabat yang ditunjuk. (2) Sebelum dilantik, PPNS harus mengucapkan sumpah/janji menurut agamanya dihadapan Pejabat yang ditunjuk. BAB VI KARTU TANDA PENGENAL Pasal 14 (1) Pegawai Negeri Sipil yang telah diangkat sebagai PPNS harus diberikan Kartu Tanda Pengenal. (2) Kartu Tanda Pengenal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama 5 (lima) tahun, terhitung sejak tanggal diterbitkan. (3) Kartu tanda pengenal PPNS merupakan keabsahan wewenang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Pasal 15 (1) Kartu Tanda Pengenal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) yang akan habis masa berlakunya dapat diusulkan perpanjangan. (2) Perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diajukan paling lama dalam waktu 2 (dua) bulan sebelum berakhir masa berlaku oleh Bupati kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam hal ini Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum sebagai Pejabat yang ditunjuk. (3)Perpanjangan...

-8- (3) Perpanjangan masa berlaku kartu tanda pengenal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam hal ini Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum. Pasal 16 Dalam hal kartu tanda pengenal PPNS hilang, maka pengurusan diajukan oleh Bupati kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia atau kepada Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum sebagai pejabat yang ditunjuk. Pasal 17 (1) Usulan perpanjangan kartu tanda pengenal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) dilengkapi dengan: a. foto copy kartu tanda pengenal yang telah habis masa berlakunya; b. foto copy surat keputusan pengangkatan sebagai PPNS; c. foto copy surat kenaikan pangkat terakhir yang dilegalisir; d. foto copy Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan untuk 1 (satu) tahun terakhir yang dilegalisir; dan e. pas foto ukuran 2x3 cm berwarna dasar merah sebanyak 2 (dua) lembar. (2) Pengurusan kartu tanda pengenal PPNS yang hilang harus dilengkapi dengan: a. foto copy surat keputusan pengangkatan sebagai PPNS; b. surat laporan kehilangan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia; c. foto copy surat keputusan pengangkatan terakhir dalam jabatan atau pangkat PNS yang dilegalisir; d. foto copy Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan untuk 1 (satu) tahun terakhir yang dilegalisir; dan e. pas foto ukuran 2x3 cm berwarna dasar merah sebanyak 2 (dua) lembar. (3) Kelengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) masing - masing dalam rangkap 2 (dua). BAB VII...

-9- BAB VII PELAKSANAAN OPERASIONAL Pasal 18 (1) Pelaksanaan operasional oleh PPNS dikoordinasikan oleh Satuan Polisi Pamong Praja. (2) PPNS dalam melaksanakan tugasnya wajib bersikap dan berperilaku sesuai dengan kode etik. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati. BAB VIII KODE ETIK PPNS Pasal 19 Kode Etik PPNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) meliputi : a. mengutamakan kepentingan Negara, Bangsa dan Masyarakat daripada kepentingan pribadi dan golongan; b. menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia; c. mendahulukan kewajiban dari pada hak; d. memperlakukan semua orang sama dimuka hukum; e. bersikap jujur dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas; f. menyatakan yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah; g. tidak mempublikasikan nama terang tersangka dan saksi saksi; h. tidak mempublikasikan tata cara, taktik dan teknik penyidikan; i. mengamankan dan memelihara barang bukti yang berada dalam penguasaannya karena terkait dengan penyelesaian perkara; j. menjunjung tinggi hukum, norma yang hidup dan berlaku di masyarakat, norma agama, norma kesopanan, norma kesusilaan dan HAM; k. senantiasa memegang teguh rahasia jabatan atau menurut perintah kedinasan harus dirahasiakan; l. menghormati dan bekerjasama dengan sesama pejabat terkait dalam sistem peradilan pidana; dan m. dengan sikap ikhlas dan ramah menjawab pertanyaan tentang perkembangan penanganan perkara yang ditanganinya kepada semua pihak yang terkait dengan perkara pidana yang dimaksud, sehingga diperoleh kejelasan tentang penyelesaian. BAB IX...

-10- BAB IX PENEGAKAN KODE ETIK PPNS Pasal 20 (1) Penegakan kode etik PPNS dibentuk Tim Kehormatan Kode Etik yang bersifat Ad Hoc. (2) Tim Kehormatan Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah 3 (tiga) atau 5 (lima) orang terdiri atas : a. 1 (satu) seorang Ketua merangkap anggota; b. 1 (satu) orang Sekretaris merangkap anggota; dan c. 1 (satu) orang atau 3 (tiga) orang anggota. (3) Keanggotaan Tim Kode Etik PPNS terdiri atas 3 (tiga) unsur yaitu : a. unsur dari dinas PPNS yang bersangkutan; b. unsur dari Inspektorat Kabupaten ; c. unsur dari Bagian Hukum Sekretariat Daerah; d. unsur dari Badan Kepegawaian Daerah; dan e. unsur dari SatPol Pamong Praja. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pembentukan Tim Kehormatan Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Pasal 21 Tim Kehormatan Kode Etik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) mempunyai tugas dan wewenang : a. memantau pelaksanaan tugas PPNS; b. memeriksa pelanggaran PPNS; c. menetapkan ada tidaknya pelanggaran kode etik PPNS; dan d. memberikan rekomendasi kepada Bupati. Pasal 22 (1) Tim Kehormatan Kode Etik dibentuk paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak diterima laporan, pengaduan dan/atau informasi dugaan terjadinya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh PPNS. (2) Tim Kehormatan Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir masa tugasnya setelah menyampaikan rekomendasi hasil pemeriksaan. (3)PPNS...

-11- (3) PPNS yang dalam melaksanakan tugasnya melanggar Kode Etik dikenakan sanksi sesuai dengan Peraturan Perundang - undangan setelah mempertimbangkan rekomendasi Tim Kehormatan Kode Etik. BAB X PENGADUAN Pasal 23 (1) Pengaduan atas pelanggaran atau penyimpangan yang dilakukan oleh PPNS terhadap kode etik disampaikan kepada Inspektorat Kabupaten Batang Hari dan Kepala Satpol PP selaku Tim Pembina PPNS. (2) Pengaduan yang disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara tertulis dengan melampirkan data dan alat bukti yang dapat dipertanggungjawabkan. (3) Pengadu harus mencantumkan identitas yang jelas dan lengkap. BAB XI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 24 (1) Pembinaan dan pengawasan PPNS meliputi: a. pembinaan umum; b. pembinaan teknis; dan c. pembinaan operasional. (2) Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan operasional PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Tim Pembina PPNS. (3) Tim Pembina PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diketuai oleh Kepala Satuan Polisi Pamong Praja. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pembinaan dan pengawasan PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati. BAB XII PAKAIAN DAN ATRIBUT Pasal 25 (1) Dalam melaksanakan tugas operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4 PPNS memakai pakaian dan atribut PPNS. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pakaian dan atribut PPNS diatur dengan Peraturan Bupati. BAB XIII...

-12- BAB XIII PEMBIAYAAN Pasal 26 Biaya pelaksanaan tugas penyidikan dan pembinaan PPNS dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan/atau sumber lain yang sah berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. BAB XIV SANKSI Pasal 27 Pejabat PPNS yang melanggar wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Perundangundangan yang berlaku dan dilaksanakan setelah mempertimbangkan rekomendasi Tim Kehormatan Kode Etik. BAB XV KETENTUAN PENUTUP Pasal 28 Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Batang Hari Nomor 11 Tahun 1986 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil, (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Batang Hari Nomor : 1 Tahun 1986 seri D Nomor 1) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 29...

-13- Pasal 29 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Batang Hari. Ditetapkan di Muara Bulian Pada Tanggal 1 April - 2016 BUPATI BATANG HARI, Cap ttd SYAHIRSAH SY Diundangkan di Muara Bulian pada tanggal 1 April - 2016 Plt.SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BATANG HARI Cap ttd BAKHTIAR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BATANG HARI TAHUN 2016 NOMOR : 5 NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG HARI, PROVINSI JAMBI : ( 5 ), ( 5 ) /2016; salinan sesuai dengan aslinya Kepala Bagian Hukum Cap ttd MULA P. RAMBE S.Sos., MH Pembina TK I (IV/b) NIP. 196909291994031005

-14- PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR : 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL I. UMUM Dengan adanya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, membawa konsekuensi PPNS untuk lebih diberdayakan dalam melakukan penegakan hukum. Dengan meleburnya kantor wilayah-kantor wilayah, maka lingkup tugas Pemerintah Daerah dalam kerangka penegakan hukum yang dilakukan oleh PPNS tidak lagi hanya terbatas pada penegakan Peraturan Daerah tetapi meluas pada penegakan Undang-Undang. Berdasarkan situasi tersebut sangat dimungkinkan jika Pemerintah Daerah dapat mengusulkan Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah untuk diangkat menjadi PPNS pengawal Undang- Undang sektoral diluar kewenangan Pemerintah Pusat. Apalagi dengan adanya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, membawa konsekuensi PPNS untuk lebih diberdayakan dalam melakukan penegakan hukum. Peningkatan efektifitas penegakan Undang-Undang atau Peraturan Daerah oleh PPNS juga akan diatasi dengan kesatuan komando dalam pelaksanaan operasional dimana semua pelaksanaan operasional penegakan Undang-Undang atau Peraturan Daerah harus terencana dan terkoordinir melalui Satuan Polisi Pamong Praja, sehingga PPNS yang tersebar di instansi teknis tidak melakukan operasional sendirisendiri. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1. Pasal 2. Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5...

-15- Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Pasal 22 Pasal 23...

-16- Pasal 23 ayat (1) - yang dimaksud dengan pembinaan umum adalah pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi yang berkaitan dengan pemberdayaan PPNS Daerah; - yang dimaksud dengan pembinaan teknis adalah pembinaan yang dilakukan oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, dan Jaksa Agung beserta jajarannya di daerah sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. - yang dimaksud dengan pembinaan operasional adalah petunjuk teknis Operasional PPNS Daerah di Lingkungan Pemerintah kabupaten Batang Hari; Pasal 24 Pasal 25 Pasal 26 Pasal 27 Pasal 28 Pasal 29