BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMANFAATAN DANA JAMINAN PERSALINAN PADA PUSKESMAS DI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2012

suplemen Informasi Jampersal

BUPATI KARANGASEM PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG PENGGUNAAN DANA JAMINAN PERSALINAN DI KABUPATEN KARANGASEM

PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA PROBOLINGGO

TENTANG. dan Jaminan

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 14 TAHUN 2013

BUPATI SAMBAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS,

BUPATI BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 90 TAHUN 2012

WALIKOTA PROBOLINGGO

BUPATI MALUKU TENGGARA PERATURAN BUPATI MALUKU TENGGARA NOMOR 7.K TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. masih cukup tinggi dengan negara ASEAN lainnya. Menurut data Survei

BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 505 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BUPATI NGAWI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 60 TAHUN 2017 TENTANG

LAMPIRAN. Kebijakan Jampersal di Kota Yogyakarta? b. Bagaimana pelaksanaan Jampersal di Kota Yogyakarta tahun 2013?

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

WALIKOTA BLITAR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG JAMINAN PERSALINAN (JAMPERSAL) DINAS KESEHATAN DAERAH KOTA BLITAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. kandungan, saat kelahiran dan masa balita (dibawah usia lima tahun).

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 9 TAHUN 2017 TENTANG

TENTANG BUPATI SERANG,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan (Kementerian kesehatan RI, 2011). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam peningkatan sumber daya manusia (SDM). Dalam Undang-Undang Nomor

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan sasaran Milenium Development Goals (MDGs) telah menunjukkan menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup (BAPPENAS, 2010).

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 9 TAHUN 2012

panduan praktis Pelayanan Kebidanan & Neonatal

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 24

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG

6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan sasaran Milenium Development Goals (MDGs) telah menunjukkan menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup (BAPPENAS, 2010).

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa:

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

(GSI), safe motherhood, program Jaminan Persalinan (Jampersal) hingga program

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 69 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN PROGRAM JAMINAN PERSALINAN DI PONDOK BERSALIN DESA DAN PONDOK KESEHATAN DESA

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan salah satu program

BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 8 TAHUN 2012

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBERIAN BANTUAN PERSALINAN DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. indikator keberhasilan program pembangunan.kesehatan berimplikasi pada

PEMBIAYAAN PELAYANAN KELUARGA BERENCANA DALAM PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

KAJIAN IMPLEMENTASI PROGRAM JAMINAN PERSALINAN DI PUSKESMAS PERTIWI DAN PUSKESMAS JUMPANDANG BARU KOTA MAKASSAR TAHUN 2012

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBAGIAN JASA PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tenaga profesi kesehatan lainnya diselenggarakan. Rumah Sakit menjadi

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan tantangan yang lebih sulit dicapai dibandingkan dengan target Millenium

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

: Sekretaris Daerah Kota Medan

WALIKOTA TANGERANG SELATAN. Menimbang : a. bahwa pembangunan di bidang kesehatan pada. dasarnya ditujukan untuk peningkatan

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang terjadi di dunia saat ini adalah menyangkut kemiskinan,

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya seperti Thailand hanya 44 per

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG

PETUNJUK TEKNIS JAMINAN PERSALINAN BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA

BUPATI SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 25 TAHUN 2011 TENTANG

KESEHATAN DINAS KESEHATAN Halaman 7

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

JEJARING BIDAN DENGAN BPJS. Oleh: Niken Choirul H

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

Kata kunci : Kebijakan Kesehatan, Jampersal, Angka Kematian Ibu (AKI)

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Implementasi Kebijakan Publik. a. Konsep Implementasi:

- 1 - PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2562/MENKES/PER/XII/2011 TENTANG PETUNJUK TEKNIS JAMINAN PERSALINAN

PROGRAM JAMKESMAS. a. Masyarakat miskin dan tidak mampu yang telah ditetapkan dengan keputusan

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E LIPERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 34 TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. yaitu menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, mencapai pendidikan dasar untuk

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. (GSI), safe motherhood, program Jaminan Persalinan (Jampersal) hingga program

BAB I PENDAHULUAN. sampai saat ini masih cukup tinggi. Menurut Riset Kesehatan Dasar

NOMOR 31 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PROGRAM PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN

BERITA DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 42 TAHUN 2016 WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih merupakan masalah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Powered by TCPDF (

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BUPATI MAGELANG PERATURAN BUPATI MAGELANG NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG

Chriswardani S. Anneke Suparwati & L.Ratna Kartikawulan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. eklampsia, sepsis, dan komplikasi keguguran. Sebagian besar penyebab

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG

PETUNJUK TEKNIS ADMINISTRASI KLAIM DAN VERIFIKASI PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT 2008 PADA PEMBERI PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT LANJUTAN

Transkripsi:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Tempat Penelitian a. Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta beralamat di Kompleks Balaikota Jalan Kenari No. 56, Yogyakarta, Telp. (0274) 555241, Kode Pos: 55165. Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta memiliki motto anda berpartisipasi, kami memfasilitasi untuk hidup sehat. Sedangkan tugas pokok dan fungsinya adalah sebagai berikut memasyarakatkan budaya perilaku hidup bersih dan sehat serta surveilans di masyarakat, meningkatkan kemandirian masyarakat dalam pembiayaan kesehatan, meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan di puskesmas, dan meningkatkan partisipasi aktif masyarakat melalui community deal. Visi Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta yaitu menjadi fasilitator, motivator, regulator dan pemberi pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau. Sedangkan misi Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta adalah meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kesehatan menuju masyarakat sehat dan mandiri, meningkatnya pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau, meningkatnya Sistem Informasi Kesehatan Berbasis Data yang Akurat, meningkatnya Jejaring Kerja antara Masyarakat, Pemerintah dan Swasta, 35

36 meningkatnya Fungsi Regulasi Kesehatan dan Sumber Daya Kesehatan, dan meningkatnya Ketersediaan Farmasi dan Alat Kesehatan. Struktur organisasi Dinas Kesehatan adalah sebagai berikut: Sumber: kesehatan.jogjakota.go.id Bagan 1. Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta b. Unit Pelaksana Teknis Penyelenggara Jaminan Kesehatan Daerah (UPT PJKD) Berdasarkan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 46 Tahun 2012 tentang Pembentukan, Susunan, Kedudukan, Fungsi dan Rincian Tugas Unit Pelaksana Teknis Penyelenggara Jaminan Kesehatan Daerah dan Pusat Kesehatan Masyarakat, pembentukan UPT PJKD bertujuan untuk menunjang operasional Dinas Kesehatan dalam bidang pelayanan jaminan kesehatan masyarakat dan pegawai daerah.

37 1) Kedudukan, Fungsi dan Rincian Tugas a) Kedudukan Unit Pelaksana Teknis Penyelenggara Jaminan Kesehatan Daerah (UPT PJKD) adalah UPT untuk menunjang operasional Dinas Kesehatan dalam bidang pelayanan jaminan kesehatan masyarakat dan pegawai daerah. UPT PJKD dipimpin oleh seorang kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. b) Fungsi UPT PJKD mempunyai fungsi pelaksanaan kegiatan operasional penyelenggaraan jaminan kesehatan masyarakat dan pegawai daerah. c) Rincian Tugas Untuk melaksanakan fungsinya, UPT PJKD mempunyai rincian tugas: (1) Mengumpulkan, mengolah data dan informasi, menginventarisasi permasalahan serta melaksanakan pemecahan permasalahan yang berkaitan dengan pelayanan jaminan kesehatan masyarakat dan pegawai daerah. (2) Merencanakan, melaksanakan, mengendalikan, mengevaluasi, dan melaporkan kegiatan penyelenggara jaminan kesehatan masyarakat dan pegawai daerah.

38 (3) Menyiapkan bahan kebijakan, bimbingan, dan pembinaan serta petunjuk teknis sesuai bidang tugasnya. (4) Melaksanakan pelayanan jaminan kesehatan masyarakat dan pegawai daerah. (5) Melaksanakan penerbitan kartu peserta jaminan kesehatan masyarakat dan pegawai daerah. (6) Menyusun pedoman pemanfaatan dan mekanisme penyelenggaraan jaminan kesehatan masyarakat dan pegawai daerah. (7) Menyiapkan bahan kerjasama dengan Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) atau sarana pelayanan kesehatan lain. (8) Melaksanakan ketatausahaan dan urusan rumah tangga UPT. (9) Melaksanakan analisis dan pengembangan kinerja UPT. (10) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas. 2) Struktur Organisasi Susunan organisasasi UPT PJKD Kota Yogyakarta terdiri dari: (1) Kepala UPT: Drg. Umi Nur Chariyati, M. Ph. (2) Sub Bagian Tata Usaha: Kustini, S. SiT. (3) Verifikator: Sri Nuryanti, S. SiT.

39 2. Deskripsi Data a. Gambaran Umum tentang Kebijakan Jaminan Persalinan (Jampersal) Kebijakan Jaminan Persalinan (Jampersal) mulai dilaksanakan di Indonesia pada 1 Januari 2012 yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 2562/MENKES/PER/ XII/2011 tentang Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan. Jaminan persalinan adalah jaminan pembiayaan pelayanan persalinan, pelayanan nifas termasuk pelayanan KB pasca persalinan dan pelayanan bayi baru lahir. Tujuan Jampersal secara umum adalah meningkatkan akses terhadap pelayanan kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir dan KB pasca persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten dan berwenang di fasilitas kesehatan dalam rangka menurunkan AKI dan AKB. Sesuai dengan tujuan Jampersal, maka sasaran Maka, sasaran yang dijamin adalah ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas (sampai 42 hari pasca melahirkan), dan bayi baru lahir (sampai dengan usia 28 hari). 1) Kebijakan Operasional a) Pengelolaan Jaminan Persalinan dilakukan pada setiap jenjang pemerintahan (pusat, provinsi, dan kabupaten/kota) yang merupakan bagian intregal dari Jamkesmas dan dikelola mengikuti tata kelola Jamkesmas.

40 b) Jaminan Persalinan adalah perluasan kepesertaan dari Jamkesmas dan tidak hanya mencakup masyarakat miskin saja. Manfaat yang diterima oleh penerima manfaat Jaminan Persalinan terbatas pada pelayanan kehamilan, persalinan, nifas, bayi lahir dan KB pasca persalinan. c) Penerima manfaat Jaminan Persalinan mencakup selurauh sasaran yang belum memiliki Jaminan Persalinan. d) Penerima manfaat Jaminan Persalinan didorong unutk mengikuti program KB pasca persalinan (dengan membuat surat pernyataan). e) Penerima manfaat Jaminan Persalinan dapat memanfaatkan pelayanan di seluruh fasilitas kesehatan tingkat pertama pemerintah (puskesmas dan jaringannya) dan swasta serta fasilitas kesehatan tingkat lanjutan (rumah sakit) pemerintah dan swasta (berdasarkan rujukan) di rawat inap kelas III. f) Fasilitas kesehatan tingkat pertama swasta seperti bidan praktik mandiri, klinik bersalin, dokter praktik yang berkeinginan ikut serta dalam program ini harus mempunyai perjanjian kerjasama (PKS) dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota selaku Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK atas nama Pemerintah Daerah setempat yang mengeluarkan ijin praktiknya. Sedangkan untuk fasilitas kesehatan tingkat lanjutan baik pemerintah maupun swasta harus mempunyai

41 perjanjian kerjasama (PKS) dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota selaku Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Kabupaten/ Kota yang diketahui oleh Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Provinsi. g) Pelaksanaan pelayanan Jaminan Persalinan mengacu pada standar pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). h) Pembayaran atas pelayanan jaminan persalinan dilakukan dengan cara klaim. i) Pada daerah lintas batas, fasilitas kesehatan yang melayani sasaran Jaminan Persalianan dari luar wilayahnya, tetap melakukan klaim kepada Tim Pengelola/ Dinas Kesehatan setempat dan bukan pada daerah asal sasaran Jaminan Persalinan tersebut. j) Bidan Desa dalam wilayah kerja Puskesmas yang melayani Jaminan Persalinan diluar jam kerja Puskesmas yang berlaku di wilayahnya, dapat menjadi Bidan Praktik Mandiri sepanjang yang bersangkutan memiliki Surat Ijin Praktik dan mempunyai Perjanjian Kerjasama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota selaku Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK atas nama Pemerintah Daerah. k) Pelayanan Jaminan Persalinan diselenggarakan dengan pelayanan terstruktur berjenjang berdasarkan rujukan dan

42 prinsip porbabilitas dengan demikian Jaminan Persalinan tidak mengenal batas wilayah. l) Untuk menjamin kesinambungan dan pemerataan pelayanan, Tim Pengelola Jamkesmas Pusat dapat melakukan realokasi dana antar kabupaten/ kota, dengan mempertimbangkan penyerapan dan kebutuhan daerah serta disesuaikan dengan ketersediaan dana yang ada secara nasional. 2) Ruang Lingkup Jampersal Ruang lingkup Jaminan Persalinan terdiri dari pelayanan tingkat pertama, pelayanan tingkat lanjutan, dan pelayanan persiapan rujukan. Pelayanan persalinan tingkat pertama adalah pelayanan yang diberikan oleh dokter atau bidan yang berkompeten dan berwenan memberikan pelayanan yang meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas dan pelayanan KB pasca persalinan, serta pelayanan kesehatan bayi baru lahir, termasuk pelayanan persiapan rujukan pada saat terjadinya komplikasi (kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir serta KB pasca persalinan) tingkat pertama. Jenis pelayanan Jaminan Persalinan di tingkat pertama meliputi: a) Pelayanan Ante-Natal Care (ANC) sesuai standar pelayanan KIA dengan frekuensi 4 kali. b) Deteksi dini faktor risiko, komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir.

43 c) Pertolongan persalinan normal. d) Pertolongan persalinan dengan komplikasi dan atau penyulit pervaginam yang merupakan kompetensi Puskesmas Pelayanan Obsterik Neonatal Emergensi Dasar (PONED). e) Pelayanan nifas (PNC) bagi ibu dan bayi baru lahir sesuai standar pelayanan KIA dengan frekuensi 4 kali. f) Pelayanan KB pasca persalinan serta komplikasinya. g) Pelayanan rujukan terencana sesuai indikasi medis untuk ibu dan janin/ bayinya. h) Penatalaksanaan rujukan kasus ibu dan bayi baru lahir dengan komplikasi dilakukan sesuai standar pelayanan KIA. Pelayanan persalinan tingkat lanjutan adalah pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan spesialistik untuk pelayanan kebidanan dan bayi baru lahir kepada ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi baru lahir dengan risiko tinggi dan atau dengan komplikasi yang tidak dapat ditangani pada fasilitas kesehatan tingkat pertama yang dilaksanakan berdasarkan rujukan atas indikasi medis. Pada kondisi ketergawatdaruratan kebidanan dan neonatal tidak diperlukan surat rujukan. Pelayanan tingkat lanjutan menyediakan pelayanan terencana atas indikasi ibu dan janin/ bayinya. Jenis pelayanan persalinan di tingkat lanjutan meliputi: a) Pemerikasaan kehamilan (ANC) dengan risiko tinggi (risti).

44 b) Pertolongan persalinan dengan risti dan penyulit yang tidak mampu dilakukan di pelayanan tingkat pertama. c) Penanganan komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir dalam kaitan akibat persalinan. d) Pemeriksaan paska persalinan (PNC) dengan risiko tinggi (risti). e) Penatalaksanaan KB paska salin dengan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) atau kontrasepsi mantap (Kontrap) serta penanganan komplikasi. Sedangkan pelayanan persiapan rujukan adalah pelayanan pada suatu keadaan dimana terjadi kondisi yang tidak dapat ditatalaksana secara paripurna di fasilitas kesehatan tingkat pertama sehingga perlu dilakukan rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat lanjut dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: kasus tidak dapat ditatalaksana paripurna di fasilitas kesehatan karena keterbatasan SDM dan keterbatasan peralatan dan obat-obatan, dengan merujuk dipastikan pasien akan mendapat pelayanan paripurna yang lebih baik dan aman di fasilitas kesehatan rujukan, dan pasien dalam keadaan aman selama proses rujukan. 3) Pendanaan Jampersal Dana Jaminan Persalinan bersumber dari APBN Kementerian Kesehatan yang dialokasikan pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Sekretariat Ditjen Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan. Alokasi dana Jamkesmas pelayanan

45 kesehatan dasar di Kabupaten/ Kota diperoleh atas perhitungan jumlah masyarakat miskin dna tidak mampu sebagai sasaran Jamkesmas. Sedangkan alokasi dana Jaminan Persalinan di Kabupaten/ Kota diperhitungkan berdasarkan estimasi proyeksi jumlah bumil peserta Jamkesmas dan sasaran bumil penerima manfaat Jaminan Persalinan yang belum memiliki jaminan persalinan di daerah tersebut dikaliakn total besaran biaya paket pelayanan persalinan tingkat pertama. Alokasi dana Jaminan Persalinan di PPK tingkat lanjutan/ rujukan diperhitungkan berdasarkan perkiraan jumlah bumil peserta Jamkesmas dan sasaran bumil penerima mafaat Jaminan Persalinan yang belum memiliki Jaminan Persalinan dengan risiko tinggi/ dengan komplikasi yang perlu mendapatkan penanganan di PPK lanjut/ rujukan di daerah tersebut dikalikan rata-rata besaran biaya paket pelayanan persalinan risiko tinggi/ dengan komplikasi menurut INA CBGs. b. Proses Implementasi Kebijakan Jampersal di Kota Yogyakarta Tahun 2013 Pemerintah Pusat maupun daerah di Indonesia telah membuat dan melaksanakan berbagai macam kebijakan khususnya tentang pemasalahan kesehatan. Salah satu kebijakan yang berkaitan dengan kesehatan adalah Kebijakan Jampersal. Kebijakan Jampersal

46 merupakan kebijakan yang khusus ditujukan untuk ibu hamil dan bayi yang baru lahir. Implementasi Kebijakan Jampersal dilakukan oleh pemerintah telah melewati beberapa tahap terlebih dahulu. Tahap-tahap tersebut adalah tahap persiapan, tahap sosialisasi, tahap pelaksanaan, dan tahap pengawasan. Implementasi Kebijakan Jampersal di Kota Yogyakarta juga melewati tahap-tahap tersebut. Latar belakang Kebijakan Jampersal adalah untuk mengurangi angka kematian ibu dan bayi sesuai dengan tujuan dalam MDGs. Hal itu dikarenakan meningkatnya angka kematian ibu dan bayi saat melahirkan. Pada tahap persiapan ini, pemerintah daerah hanya menunggu petunjuk teknis yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Hal itu dikarenakan Kebijakan Jampersal merupakan kebijakan dari pemerintah pusat yang kemudian diimplementasikan oleh daerah sehingga pemerintah daerah (Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta) hanya sebagai regulator. Hal tersebut seperti yang disampaikan oleh Ibu Yanti, verifikator UPT PJKD Kota Yogyakarta dalam wawancara tanggal 16 Juni 2014 yang mengatakan: Kebijakan Jampersal merupakan kebijakan dari pemerintah pusat, jadi semua persiapan dilakukan oleh pemerintah pusat. Pemerintah daerah cuma sebagai pelaksana, juknis dan dana dari regulasi pemerintah pusat. Dinas kesehatan Kota Yogyakarta sebagai regulator saja.

47 Pihak/ lembaga yang terlibat dalam persiapan implementasi Kebijakan Jampersal di Kota Yogyakarta yaitu Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta melalui UPT PJKD Kota Yogyakarta, rumah sakit baik pemerintah maupun swasta, Puskemas dan bidan praktik di Kota Yogyakarta yang telah bekerja sama. Di Kota Yogyakarta, ada 12 rumah sakit yang bekerja sama yaitu RSUD Kota Yogyakarta, RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta, RS Bethesda Yogyakarta, RS Bethesda Lempuyangwangi, RS Panti Rapih Yogyakarta, RS Khusus Respira (BP4) Yogyakarta, RS Ludira Husadatama Yogyakarta, RSI Hidayatullah Yogyakarta, RS KB Soedirman Yogyakarta, RS Happyland Yogyakarta, RS DKT Soetarto Yogyakarta, RSK Permartabunda Yogyakarta, RS PKU Muhammadiyah Kotagede, dan RS Empat Lima Yogyakarta. Kebijakan Jampersal juga berkerja sama dengan 18 Puskesmas yang tersebar di wilayah Kota Yogyakarta yaitu Danurejan I, Danurejan II, Gedongtengen, Gondokusuman I, Gondokusuman II, Gondomanan, Kotagede I, Kotagede II, Kraton, Mantrijeron, Ngampilan, Pakualaman, Umbulharjo I, Umbulharjo II, Wirobrajan, Jetis, Tegalrejo, dan Mergangsan. Serta ada 12 bidan dan rumah bersalin yaitu BPS Pipin, BPS Mudjidah, BPS Sarmini, BPS Dian, BPS, Endang, BPS Realino, BPS Pury Adisty, BPS Tri Ratih, BPS Sang Timur, RB Sarbini Dewi, dan RB Rumah Zakat.

48 Dalam persiapan implementasi Kebijakan Jampersal ini Dinas Kesehatan tidak lepas tangan begitu saja dan menunggu juknis dari pemerintah pusat. Hal itu dikarenakan keterlambatan distribusi buku petunjuk teknis (juknis) Jaminan Persalinan. Distribusi buku tersebut seharusnya sampai ke Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta sebelum 1 Januari 2012, namun buku juknis tersebut baru sampai ke Dinas Kesehatan pertengahan Januari. Masalah keterlabambatan juknis tersebut diatasi dengan membuat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Nomor 34A Tahun 2012 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Jaminan Persalinan di Kota Yogyakarta. Keputusan Kepala Dinas tersebut ditetapkan pada tanggal 4 Januari 2012. Hal tersebut disampaikan oleh Ibu Yanti, verifikator UPT PJKD, dalam wawancara tanggal 16 Juni 2014 yang mengatakan: Petunjuk teknis Jampersal termasuk terlambat sampai ke Kota Yogyakarta. Jadi pihak Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta membuat Juknis Sementara yang tertuang dalam Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Nomor 34A Tahun 2012 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Jaminan Persalinan di Kota Yogyakarta. Jadi Juknis pusat dengan Juknis yang dibuat Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta sedikit berbeda. Perbedaan itu terletak pada klaim anggaran. Keputusan tersebut juga bertujuan untuk menyesuaikan pelaksanaan Kebijakan Jampersal dengan sosial dan ekonomi di Kota Yogyakarta.

49 Berikut tabel perbedaan Tarif Jaminan Persalinan: Tabel 2. Tarif Pelayanan Jampersal pada Pelayanan Tingkat Pertama dari Pemerintah Pusat No Jenis Pelayanan Frekuensi Tarif Rp. Jumlah Rp. 1. Pemeriksaan 4 kali 20.000 80.000 Kehamilan (ANC) 2. Persalinan Normal 1 kali 500.000 500.000 3. Pelayanan Ibu Nifas 4 kali 20.000 80.000 dan Bayi Baru Lahir 4. Pelayanan Pra Rujukan pada Komplikasi Kebidanan dan Neonatal 1 kali 100.000 100.000 5. a. Pelayanan Penanganan Pendarahan Pasca Keguguran, Persalinan per Vaginam dengan tindakan Emergensi Dasar. 1 kali 650.000 650.000 b. Pelayanan Rawat Inap untuk Bayi Baru Lahir Sakit c. Pelayanan Tindakan Pasca Persalinan (Misal: Manual Plasenta) 6. KB Pasca Persalinan: a. Jasa pemasangan alat kontrasepsi (KB): 1) IUD dan Implant 2) Suntik b. Penanganan Komplikasi KB pasca persalinan 1 kali Sesuai tarif rawat inap puskes-mas perawat-an yang berlaku 1 kali 150.000 150.000 1 kali 7. Transport Rujukan Setiap kali (PP) 60.000 10.000 Sesuai tarif rawat inap puskes-mas perawat-an yang berlaku 60.000 10.000 1 kali 100.000 100.000 Besaran biaya transport sesuai dengan Standar Biaya Umum (SBU) APBN, standar biaya transportasi yang berlaku di daerah Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 2562/ MENKES/ PER/ XII/2011 Tanggal, 27 Desember 2011.

50 Tabel 3. Tarif Pelayanan Jampersal pada Pelayanan Tingkat Pertama dari Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta No Jenis Pelayanan Frekuensi Tarif Rp. Jumlah Rp. 1. Pemeriksaan Kehamilan 4 kali 20.000 80.000 2. Persalinan Normal 1 kali 500.000 500.000 3. Pelayanan Ibu Nifas dan Bayi 4 kali 20.000 80.000 Baru Lahir 4. Pelayanan Pra Rujukan pada 1 kali 100.000 100.000 Komplikasi Kebidanan dan Neonatal 5. Pelayanan Penanganan 1 kali 650.000 650.000 Pendarahan Pasca Keguguran, Persalinan per Vaginam dengan tindakan Emergensi Dasar 6. Pelayanan Tindakan Pasca 1 kali 150.000 150.000 Persalinan (Misal: Manual Plasenta) 7. Pelayanan Rawat Inap untuk Komplikasi selama Kehamilan, Persalinan dan Nifas serta Bayi Baru Lahir 8. Pelayanan Rawat Inap untuk Bayi Baru Lahir Sakit 9. Pelayanan Darah Khusus Bagi Penduduk yang Mempunyai KTP dan C1 Kota Yogyakarta 1 kali Sesuai tarif rawat inap puskesmas perawatan yang berlaku 1 kali Sesuai tarif rawat inap puskesmas perawatan yang berlaku 1 kantong Sesuai tarif rawat inap puskesmas perawatan yang berlaku Sesuai tarif rawat inap puskesmas perawatan yang berlaku Keterangan Dana APBN 250.000 250.000 Dana APBD Kota Yogyakarta (program Life Saving) Sumber: Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Nomor 34A Tahun 2012.

51 Pada tabel di atas bisa dilihat bahwa tarif yang dikenakan hampir sama. Perbedaan hanya terletak pada biaya transportasi dan pelayanan darah bagi penduduk yang punya KTP dan C1 Kota Yogyakarta. Pelayanan darah bagi penduduk juga diambil dari dana APBD Kota Yogyakarta, dan hal tersebut tidak tertuang dalam juknis dari pusat. Proses sosialisasi Kebijakan Jampersal yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta melalui UPT PJKD tidak terlalu sulit. Hal ini dikarenakan sudah ada Kebijakan Jamkesmas yang telah dilaksanakan sebelum Kebijakan Jampersal ada. Sosialisasi dilakukan oleh UPT PJKD dengan melakukan koordinasi dengan puskesmas yang telah bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Hal itu dijelaskan oleh Ibu Yanti pada wawancara tanggal 16 Juni 2014 yang mengatakan: Sosialisasi Kebijakan Jampersal tidak terlalu sulit. Soalnya Jampersal merupakan bagian dari Jamkesmas. Sosialisasi Program Jampersal tidak ada anggaran khusus. Proses sosialisasi di rumah sakit, puskesmas dan bidan dilakukan dengan memberikan petunjuk teknis (juknis) Jampersal yang telah ada. Juknis tersebut sudah mencakup semua hal-hal mengenai Kebijakan Jampersal, sehingga pihak-pihak terkait bisa melakukan pelayanan sesuai juknis. Ibu Jumirah, dalam wawancara tanggal 25 Juni 2014 mengatakan : Tidak ada sosialisasi khusus dari Dinkes Kota Yogya. Adanya juknis yang dibagikan ke puskesmas dan puskesmas memberikan pelayanan seperti ada yang di juknis tersebut.

52 Hal itu juga dibenarkan Ibu Dian, bidan, pada wawancara tanggal 26 Juni 2014 yang mengatakan: Sosialisasi Program Jampersal ke saya, saya diberikan juknis Jampersal dari UPT PJKD dan diberikan surat perjanjian kerjasama dengan Dinas Kesehatan melayani pasien Jampersal. Berbeda dengan rumah sakit dan puskesmas, sosialisasi ke bidan disertai surat penawaran kerjasama. Hal itu disampaikan Ibu Yanti pada tanggal 16 Juni 2014 yang mengatakan: Untuk rumah sakit dan puskesmas sudah otomatis, apalagi yang sebelumnya sudah kerjasama untuk Jamkesmas. Tapi untuk bidan, diberikan juga surat penawaran kerjasama. Ada beberapa yang menolak, tapi kebanyakan mau bekerjasama. Surat penawaran ini dikirim melalui pos ke bidan-bidan yang ada di wilayah Kota Jogja. Dan bidan tinggal membalas mau apa tidak untuk kerjasama. Jadi menurut pernyataan di atas, Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta ataupun UPT PJKD tidak bisa memaksakan bahwa semua bidan yang ada di wilayah Kota Yogyakarta harus bekerjasama dalam melakukan pelayanan Jampersal. Kerjasama hanya dilakukan apabila bidan bersedia untuk memberikan pelayanan Jampersal. Sosialisasi tidak hanya dilakukan ke rumah sakit, puskesmas, dan bidan saja, namun dilakukan kepada masyarakat juga.. Ibu Yanti dalam wawancara tanggal 16 Juni 2014 mengungkapkan: Sasaran sosialisasi Jampersal di kelurahan berjumlah 45 kelurahan di wilayah Kota Yogyakarta. Sosialisasi di kelurahan-

53 kelurahan tersebut melibatkan pengurus kelurahan RT/RW setempat. Mekanisme ya dengan mengumpulkan pengurus kelurahan tersebut dan diberikan sosialisasi. Namun ada sedikit kendala dalam sosialisasi ke kelurahankelurahan. Ibu Yanti pada wawancara tanggal 16 Juni 2014 mengatakan: Untuk sosialisasi ke kelurahan, mengapa dikumpulkan pengurusnya terus diberikan sosialisasi karena kita (UPT PJKD) kekurangan tenaga. Jadi lebih gampangnya dengan cara tersebut dan informasi tentang Jampersal bisa merata ke seluruh warga, mengingat juga ada 45 kelurahan. Akan tetapi berbeda dengan pendapat dari Ibu Suriyati, 32 tahun, warga Kelurahan Gowongan, pengguna layanan Jampersal, pada wawancara tanggal 20 Juni 2014 di rumahnya mengatakan: Kayaknya untuk sosialisasinya belum merata mas. Saya saja tahu dari mulut ke mulut, dan tahu dari banner yang ada di Puskesmas Jetis. Kalau dari perangkat kelurahan cuma sekedar memberitahu kalau ada Program Jampersal, tapi banyak juga yang belum tau apa itu Jampersal. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2562/ Menkes/ Per/ XII/ 2011 tentang Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan Kebijakan Jampersal berlaku pada tanggal 1 Januari 2012. Kebijakan Jampersal ini serentak dilaksanakan di Indonesia. Hal yang sama dikemukakan oleh Ibu Yanti, pada wawancara tanggal 16 Juni 2014 yang mengatakan: Implementasi Jampersal dilaksanakan mulai tanggal 1 Januari 2012 mas. Implementasi itu berlaku serentak di seluruh wilayah Indonesia.

54 Ibu Jumirah, pada wawancara pada tanggal 25 Juni 2014 membenarkan dengan mengatakan: Pelaksanaan Jampersal disini dan puskesmas lain sama yaitu mulai tanggal 1 Januari 2012. Sebelumnya juga sudah ada kabar dari dinas kesehatan bahwa akan ada Kebijakan Jampersal. Pelayanan Jampersal pada tahun 2012 dan 2013 sama, namun ada perbedaan pada klaim biaya. Pelaksanaan Jampersal tahun 2013 menggunakan dasar Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Nomor 212 Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jaminan Persalinan di Kota Yogyakarta. Hal itu disampaikan Ibu Yanti dalam wawancara tanggal 16 Juni 2014 yang mengatakan: Pelaksanaan Jampersal di Kota Yogyakarta menggunakan petunjuk teknis yang dibuat Kepala Dinas Kesehatan Kota. Untuk tahun 2012 itu menggunakan Keputusan Kepala Dinas Nomor 34a, sedangkan untuk tahun 2013 menggunakan Keputusan Kepala Dinas Nomor 212. Pelaksanaan Jampersal tahun 2012 dan 2013 untuk syarat dan prosedur pelayanannya sama. Perbedaan petunjuk teknis tahun 2012 dengan tahun 2013 adalah klaim biaya pelayanannya saja. Ibu Yanti dalam wawancara pada tanggal 16 Juni 2014 mengatakan: Sebenernya pelaksanaan Jampersal tahun 2012 dengan 2013 sama petunjuk teknis dan prosedurnya. Yang beda adalah klaim biayanya saja. Tahun 2013 itu semua klaim biaya naik 5ribu. Jadi yang tadinya 20.000 jadi 25.000 untuk pelayanan K1.

55 Implementasi Jampersal pada awalnya belum banyak mengundang masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan tersebut. Hal itu dikarenakan pada awal Jampersal diimplementasikan, sudah ada Program Jamkesmas yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat. Ibu Yanti pada wawancara tanggal 16 Juni 2014 mengatakan: Pada awal pelaksanaan Program Jampersal masih belum banyak yang memakainya. Tapi pada Tahun 2013, ibu hamil yang menggunakan pelayanan sudah cukup banyak. Bisa mas lihat di laporannya pada Tahun 2013. Hal serupa juga disampaikan Ibu Jumirah pada wawancara tanggal 25 Juni yang mengatakan: Pada Tahun 2013, karena Jampersal sudah setahun berjalan. Jadi masyarakat sudah tahu program ini, sehingga ibu hamil sudah banyak yang memakai pelayanan Jampersal khususnya di Puskesmas Jetis ini. Implementasi Kebijakan Jampersal bersifat nasional. Jadi pelayanan tidak hanya dilakukan kepada penduduk Kota Yogyakarta, tetapi warga luar kota yang tinggal di Kota Yogyakarta. Hal itu disampaikan Ibu Yanti dalam wawancara tanggal 16 Juni 2014 yang mengatakan: Seluruh warga yang tinggal di Kota Yogyakarta baik lokal maupun dari luar kota, berhak menerima Jampersal. Mengingat program Jampersal bersifat nasional, jadi seluruh warga khususnya bumil berhak mendapat pelayanan Jampersal di manapun berada. Berikut data pengguna layanan Jampersal selama Tahun 2013:

56 Tabel 4. Jumlah Pelayanan Jampersal Persalinan di Puskesmas dan Bidan di Kota Yogyakarta tahun 2013 No. Bulan Jumlah ibu hamil yang melakukan persalinan Dalam Kota Luar Kota 1 Januari 790 153 2 Februari 599 235 3 Maret 534 184 4 April 417 155 5 Mei 559 156 6 Juni 466 129 7 Juli 510 217 8 Agustus 427 147 9 September 451 115 10 Oktober 421 171 11 November 390 158 12 Desember 438 189 Jumlah 6002 2009 Sumber: Data Laporan Puskesmas 2013 Keterangan: tabel di atas diambil dari laporan 18 puskesmas dan 13 bidan praktik mandiri yang mengirim laporan ke UPT PJKD setiap bulan. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah ibu hamil yang melakukan persalinan cukup banyak. Respone dari warga yang berasal dari luar kota pun cukup bagus, itu dibuktikan dengan banyaknya jumlah penerima Jampersal dari luar kota yang sepertiga dari jumlah penerima Jampersal asli warga Kota Yogyakarta. Pelaksanaan pelayanan Jampersal sepenuhnya diserahkan UPT PJKD Kota Yogyakarta ke pihak yang telah bekerjasama. Pelayanan yang dilakuakan berdasarkan juknis yang ada. Hal itu berkaitan dengan

57 kesetaraan pelayanan terhadap seluruh penerima Jampersal. Alur pelayanan juga dilaksanakan sesuai dengan juknis yang telah ada. Berikut alur pelayanan Jampersal: PASIEN PUSKESMAS DAN JARINGANNYA UPT PJKD untuk: 1. Verifikasi Adm. 2. Klaim Biaya Membawa identitas: 1. Fotokopi KTP/ C1. 2. Fotokopi lembar identitas dan pelayanan pada buku KIA. 3. Buku KIA/ Kartu Ibu. Untuk Buku KIA: Puskesmas menuliskan Jampersal Untuk peserta Jamkesmas: Fotokopi Kartu Jamkesmas 1. Petugas mencatat pelayanan pada lembar fotokopi Buku KIA. 2. Petugas mencatat pelayanan pada Buku KIA. 3. Fotokopi lembar Buku KIA dan identitas ditinggal di Puskesmas. 4. Buku KIA diberikan pasien Jika tidak mempunyai identitas dan Buku KIA: pasien menandatangani lembar yang disediakan Puskesmas sebagai bukti pelayanan yang sah. Syarat: 1. Identitas pasien/ bukti pelayanan sah yang ditandatangani pasien dan petugas. 2. Rekapitulasi laporan. Jika tidak ada Buku KIA, dicatat diregistrasi yang sah/ Buku KIA diberikan pada saat memberikan pelayanan. *Untuk rawat inap: 1. Ditambah fotokopi keterangan persalinan dan pelayanan yang diberikan. 2. Partograf 3. Tembusan surat rujukan. Sumber: Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan Bagan 2. Alur Pelayanan Jampersal

58 Namun pada 1 Januari Tahun 2014 Kebijakan Jampersal dihapuskan oleh pemerintah pusat, sehubungan dengan adanya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). BPJS sendiri berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Kebijakan Jampersal sebenarnya tidak dihentikan begitu saja, tapi secara tidak langsung pelayanan Jampersal dialihkan ke BPJS. Di Kota Yogyakarta juga sudah tidak ada Jampersal, akan tetapi pelayanan untuk ibu yang melahirkan masih ada. Namun, pelayanan tersebut hanya untuk warga yang memiliki KTP Kota Yogyakarta. Ibu Yanti dalam wawancara tanggal 16 Juni 2014 menyampaikan: Pada 1 Januari 2014 Kebijakan Jampersal memang sudah dihentikan, dan dialihkan ke BPJS. Tapi kalau di Kota Jogja pelayanan seperti Jampersal masih dilaksanakan, tapi hanya untuk yang punya KTP Jogja. Soalnya kalau luar kota kita juga tidak berani menjamin dan akan sulit proses klaim biayanya. Hal senada juga disampaikan oleh Ibu Umi dalam wawancar tanggal 16 Juni 2014 yang menyampaikan: Kebijakan Jampersal per tanggal 1 Januari 2014 sudah tidak berlaku lagi. Jampersal digantikan BPJS oleh pemerintah. Tapi, dinas kesehatan Kota Jogja masih memberikan bantuan dana bagi ibu hamil yang melakukan persalinan di Puskesmas. Dana untuk klaim biaya persalinan tadi diambil dari APBD Kota Jogja. Setiap kebijakan publik yang dikeluarkan pemerintah selalu ada pengawasan dalam pelaksanaannya. Implementasi Kebijakan Jampersal juga sama, pelaksanaan Jampersal selalu ada pengawasan dan evaluasi. Pengawasan untuk Kebijakan Jampersal dilakukan setiap bulan. Ibu Umi dalam wawancara tanggal 16 Juni 2014 mengatakan: Pengawasan

59 dalam setiap kebijakan pasti ada. Untuk Jampersal, pengawasan juga ada. Jadi ada 3 lembaga yang mengawasi yaitu inspektorat, BPKP, BPK, dan Dirjen. Pengawasan terhadap pelayanan Jampersal yang dilakukan dengan menerima laporan dari bidan dan puskesmas setiap bulannya. Setelah menerima laporan pihak UPT PJKD juga akan melakukan evaluasi. Jadi setiap bulan pihak Puskemas harus memberikan laporan berupa data banyaknya pengguna layanan Jampersal. Hal tersebut juga ditegaskan oleh Ibu Jumirah dalam wawancara tgl 25 Juni yang mengatakan: Setiap bulan dari Puskesmas memberikan laporan pelayanan Jampersal. Laporan tersebut berisi banyaknya pasien penerima Jampersal dan klaim biaya yang diajukan ke Dinas Kesehatan Kota Jogja. c. Hambatan/ Kendala dalam Implementasi Kebijakan Jampersal di Kota Yogyakarta Tahun 2013 Sebuah implementasi kebijakan pasti memiliki hambatan/ kendala pada segala tahapnya, baik dari tahap persiapan sampai pengawasannya. Implementasi Jampersal yang berlaku per 1 Januari 2012 pun mengalami berbagai macam hambatan dalam setiap prosesnya. Ibu Yanti dari UPT PJKD mengungkapkan hambatan yang dimiliki UPT PJKD adalah keterlambatan juknis dari kementrian kesehatan Republik Indonesia dan kekurangan sumber daya manusia di UPT tersebut. Hal itu mempengaruhi sosialisasi Jampersal yang kurang kepada

60 masyarakat. Hal itu dijelaskan dalam wawancara tanggal 16 Juni 2014 mengatakan: Hambatan Jampersal ya, sosialisasi ke masyarakat dengan waktu yang singkat dan harus merata sulit dilakukan. Soalnya UPT PJKD Kota Yogyakarta sendiri SDMnya sedikit. Belum lagi juknis dari pusat kurang jelas dan terlambat sampai ke sini. Keterlambatan juknis tentang Jampersal juga dirasakan sebagai hambatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama. Hal itu disampaikan oleh Ibu Jumirah, dalam wawancara tanggal 25 Juni 2014 yang mengatakan: Juknis dari dinkes itungannya terlambat mas. Jadi semua terasa mendadak, dari puskemas pun hanya memberikan pelayanan sesuai juknis. Walaupun masih kadang kurang benar-benar tau bagaimana detailnya mas. Dengan kata lain, keterlambatan distribusi juknis tersebut mengakibatkan tidak meratanya sosialisasi Kebijakan Jampersal ke masyarakat. Sosialisasi yang tidak merata tersebut mengakibatkan masyarakat kurang paham tentang Jampersal dan syarat-syarat mendapatkan pelayanan Jampersal. Hal tersebut disampaikan oleh Ibu Suriyati selaku warga Kota Yogyakarta yang menerima pelayanan Jampersal, beliau mengatakan: Sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah kurang mas. Warga di kelurahan saya itu ada yang belum tahu kalau ada Jampersal. Yaa.. Walaupun tidak terlalu banyak mas, berarti itu menandakan sosialisasi kurang merata. Iya kan mas?.

61 Pelaksanaan Jampersal juga terkendala dari masyarakat khususnya beberapa ibu hamil yang mau mendapatkan pelayanan Jampersal tetapi kurang tahu bagaimana mekanismenya. Ibu hamil yang ke bidan atau ke puskesmas kadang meminta untuk langsung dirujuk ke rumah sakit. Hal itu disampaikan Ibu Jumirah dalam wawancara tanggal 25 Juni 2014 yang mengatakan: Ada beberapa warga yang ngotot untuk melahirkan sesar saja gitu dan mendapat bantuan Jampersal. Padahal pelayanan Jampersal itu berlaku untuk pelayanan di tingkat pertama yaitu puskesmas dan bidan praktik mandiri (BPM) dengan syarat harus persalinan normal. Pasien akan dirujuk ke rumah sakit apabila diperlukan atau dalam kondisi yang memang membutuhkan penanganan khusus di rumah sakit. Hal yang sama dikemukakan oleh Ibu Dian dalam wawancara pada tanggal 26 Juni 2014 yang mengatakan: Kadang ada komplain dari warga yang minta langsung dirujuk ke rumah sakit mas. Padahal diperaturannya kan untuk merujuk ke rumah sakit pasien harus benar-benar dalam kondisi khusus kayak pendarahan yang berlebihan. Ya, saya sendiri cuma bisa menjelaskan sesuai dengan peraturan bahwa penerima Jampersal diusahakan untuk kelahiran normal di bidan atau puskesmas. Adanya keadaan seperti di atas tersebut merupakan imbas dari tidak meratanya sosialisasi Jampersal sehingga masyarakat kurang begitu paham bagaimana mekanisme pelayanan Jampersal. Ibu Yanti dalam wawancara tanggal 16 Juni 2014 menyampaikan di Kanto UPT PJKD Kota Yogyakarta: Walaupun sudah dilaksanakan selama 1 tahun, pelaksanaan Jampersal di Kota Yogyakarta masih menemui masalah. Masalah yang sering muncul adalah masalah klaim biaya. Ya tau sendiri mas, memang kalau masalah dana itu memang agak

62 riskan. Apalagi dana yang dikeluarkan banyak dan melibatkan banyak pihak. Ibu Jumirah dalam wawancara pada tanggal 25 Juni 2014 menguatkan pernyataan dari Ibu Yanti, beliau mengatakan: Masalah dana memang menjadi salah satu hambatan yang sangat riskan apabila tidak segera diselesaikan. Apalagi pelaksanaan Jampersal pada tahun 2013 berbarengan dengan semakin mahalnya biaya kebutuhan seharihari. Kendala klaim dana pelayanan Jampersal juga dikeluhkan oleh puskesmas dan bidan praktik mandiri (BPM). Ibu Dian dalam wawancara pada tanggal 26 Juni 2014 mengatakan: Pada proses pengajuan berkas klaim masih kesulitan karena setelah mengajukan berkas klaim, tidak jarang saya harus mondar-mandir untuk melengkapi berkasnya. Tidak hanya sampai disitu saja hambatan masalah pendanaan pelayanan Jampersal. Keterlambatan pencairan klaim biaya pelayanan Jampersal juga menjadi salah satu kendala yang menghambat pelaksanaan Jampersal. Ibu Yanti dalam wawancara tanggal 16 Juni 2014 mengatakan: Masalah pada pelaksanaan Jampersal salah satunya pencairan dana klaim yang terlambat. Bahkan sampai bualn Juni 2014 biaya klaim masih belum dibayarkan untuk biaya 3 bulan terakhir di tahun 2013. Klaim biaya yang terlambat itu berasal dari klaim yang dilakukan bidan dan puskesmas. Tapi untuk bidan, klaim biaya sudah dibayar oleh Dinkes Kota dengan meminjam dana dari APBD.

63 Tabel 5. Kekurangan Pembayaran Biaya Klaim Jampersal Tahun 2013 No Puskesmas Oktober November Desember Jumlah 1 Danurejan I 60.000 Tidak klaim 220.000 280.000 2 Danurejan II 80.000 260.000 280.000 620.000 3 Gondokusuman I 720.000 680.000 620.000 2.020.000 4 Gondokusuman II 220.000 240.000 180.000 640.000 5 Gondomanan 300.000 200.000 200.000 700.000 6 Kotagede I 940.000 1.020.000 1.080.000 3.040.000 7 Kotagede II 620.000 700.000 240.000 1.560.000 8 Umbulharjo I 1.080.000 1.060.000 1.500.000 3.640.000 9 Umbulharjo II 340.000 700.000 600.000 1.640.000 10 Pakualaman 640.000 780.000 480.000 1.900.000 11 Ngampilan 500.000 380.000 680.000 1.560.000 12 Kraton 300.000 480.000 660.000 1.440.000 13 Gedongtengen 440.000 560.000 240.000 1.240.000 14 Mantrijeron 1.580.000 1.220.000 1.680.000 4.480.000 15 Wirobrajan 760.000 600.000 640.000 2.000.000 16 Jetis Sudah dibayar 13.391.000 13.523.000 26.914.000 17 Tegalrejo Sudah dibayar 15.111.500 15.468.000 30.579.500 18 Megangsan 12.026.000 22.124.000 29.116.000 63.266.000 Jumlah 20.606.000 59.506.500 67.407.000 147.519.500 Sumber: Laporan UPT PJKD Kota Yogyakarta Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah semua klaim biaya pelayanan Jampersal yang terlambat, totalnya ada Rp. 147.519.500,- untuk bulan Oktober, November, dan Desember tahun 2013. Sampai bulan Juni 2014, jumlah tersebut belum dibayarkan ke Puskesmas. Dinas kesehatan dan Puskesmas hanya bisa menunggu dana itu turun dari pemerintah pusat. Ibu Umi pada tanggal 16 Juni 2014 menyampaikan: Total klaim biaya yang terlambat turun cukup banyak. Tapi UPT PJKD dan dinas kesehatan Cuma bisa menunggu dana itu turun, soalnya kita pun sudah melakukan laporan sesuai dengan prosedur yang ada.

64 B. Pembahasan Kesejahteraan sosial berhubungan dengan kualitas hidup dan kesehatan masyarakat dan terpenuhinya akses terhadap kecukupan hidup, jaminan dalam hidup khususnya jaminan kesehatan dan pendapatan yang layak. Pemerintah melalui kebijakan publiknya bertanggung jawab dalam menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat. Kebijakan publik yang sudah diimplementasikan dapat dinilai berhasil apabila tujuan dari kebijakan tersebut sudah tercapai dan tertuju pada titik sasaran yang sesuai dengan tujuan awalnya. Implementasi Jampersal bisa berjalan dengan cukup baik karena faktor-faktor keberhasilan implementasi saling berkaitan satu sama lain. Selain karena hal tersebut, karakteristik kelompok sasaran juga mempengaruhi lama tidaknya implementasi bisa diterapkan. 1. Pelaksanaan Kebijakan Jampersal di Kota Yogyakarta tahun 2013 Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan dalam menganalisis implementasi Kebijakan Jampersal di Kota Yogyakarta Tahun 2013 adalah teori Merilee S. Grindle yang menyebutkan bahwa keberhasilan implementasi kebijakan ditentukan oleh derajat implemenbility dari kebijakan tersebut. Derajat tersebut ditentukan dua variabel yaitu, isi kebijakan dan konteks implementasi. Variabel tersebut mencakup: sejauhmana kepentingan kelompok sasaran atau target group termuat dalam isi kebijakan, jenis manfaat yang diterima oleh target group, sejauhmana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan, apakah

65 letak sebuah program sudah tepat, apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci, dan apakah sebuah program didukung oleh sumberdaya yang memadai. Variabel tersebut akan dijelaskan sebagai berikut: a. Isi kebijakan Pada variabel ini, kebijakan publik dilihat dari bagaimana isi dan implementasinya dari kebijakan tersebut. Dalam penelitian ini kebijakan publik yang menjadi fokus adalah Kebijakan Jampersal. Implementasi Kebijakan Jampersal ditetapkan pada tanggal 1 Januari 2012. Kebijakan Jampersal dilatarbelakangi meningkatnya jumlah ibu hamil yang melahirkan. Pelayanan Jampersal di masyarakat berdasar pada petunjuk teknis yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 2562/MENKES/PER/XII/2011 tanggal 27 Desember 2011 tentang Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan. Namun Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta juga mengeluarkan petunjuk teknis untuk menyesuaikan keadaan di Kota Yogyakarta. Petunjuk teknis tersebuat tertuang pada Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Nomor 34a Tahun 2012 dan Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta tentang Petunjuk Pelaksanaan Jaminan Persalinan di Kota Yogyakarta. Tujuan dari adanya Kebijakan Jampersal ini menurut peraturan yang telah ditetapkan di atas adalah meningkatkan akses terhadap

66 pelayanan kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir dan KB pasca persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten dan berwenang di fasilitas kesehatan dalam rangka menurunkan AKI dan AKB. Dalam pelaksanaan Jampersal di Kota Yogyakarta, pelayanan Jampersal dilakukan oleh 18 puskesmas, 13 bidan praktik mandiri (BPM) dan 12 rumah sakit yang ada di wilayah Kota Yogyakarta dan telah setuju untuk bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Dilihat dari pembahasan di atas, hal tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan Jampersal di Kota Yogyakarta sudah dilakukan oleh tenaga kesehatan yang berkompeten. Dengan adanya kerjasama antara Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta dengan tenaga kesehatan yang ada di wilayahnya juga meningkatkan akses terhadap pelayanan kehamilan, persalinan, bayi baru lahir, dan KB. Tercatat pelayanan Jampersal di Kota Yogyakarta mencapai 8011 kelahiran, angka tersebut merupakan angka yang lebih besar dibandingkan pada Tahun 2012 yaitu 4.611 kelahiran. Sedangkan sasaran Jamperal menurut petunjuk teknis tentang Jampersal yaitu ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas (sampai 42 hari pasca melahirkan), dan bayi baru lahir (sampai usia 28 hari). Pelayanan Jampersal juga tidak dikhususkan untuk masyarakat kurang mampu, namun masyarakat yang mampu juga berhak mendapat fasilitas Jampersal. Sasaran Jampersal yang dimuat dalam

67 petunjuk teknis tersebut bertujuan untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Di Kota Yogyakarta, sasaran Jampersal juga sama yaitu ibu hamil, ibu nifas, dan bayi baru lahir. Sasaran yang ingin dicapai di Kota Yogyakarta pada tahun 2013 adalah mencakup seluruh ibu hamil dan bayi baru lahir di Kota Yogyakarta. Namun pada pelaksanaannya, masih ada ibu hamil yang melahirkan di rumah tanpa ada petugas kesehatan. Ada pula ibu hamil yang melahirkan di rumah sakit tanpa menggunakan Jampersal karena sudah mampu untuk membayar biaya persalinan dan tidak mau hanya melakukan persalinan di bidan atau puskesmas. Hal itu berkaitan dengan pelayanan untuk penerima Jampersal yang diharuskan melakukan persalinan di bidan atau puskesmas untuk persalinan normal. Dengan kata lain sasaran pelayanan Jampersal di Kota Yogyakarta belum merata. Manfaat adanya Jampersal adalah tingkat pelayanan kesehatan untuk masyarakat yang lebih baik dan meningkatnya tingkat kesehatan masyarakat. Dalam hal ini manfaat yang dapat dirasakan warga Kota Yogyakarta adalah terlayaninya persalinan bagi ibu hamil oleh petugas kesehatan yang berkompeten serta ibu hamil dan bayi baru lahir tidak perlu mengeluarkan biaya untuk persalinan karena biaya tersebut sudah dijamin oleh pemerintah.

68 Dalam implementasi Kebijakan Jampersal di kota Yogyakarta ini pihak-pihak yang terlibat adalah Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, UPT PJKD Kota Yogyakarta, rumah sakit, puskesmas, dan bidan praktik mandiri (BPM) yang berada di wilayah Kota Yogyakarta, serta masyarakat yang tinggal di wilayah Kota Yogyakarta sebagai penerima Jampersal. Dalam petunjuk teknis tentang Jampersal yang telah dikeluarkan Kepala Dinas Kesehatan sebagai penanggung jawab tim pengelola Jamkesmas dan sekretariat Jamkesmas (Jampersal) ditunjuk oleh Kepala Dinas Kesehatan kabupaten/ kota yang bersangkutan. Di Kota Yogyakarta tim pengelola Jamkesmas sudah dibentuk dan sesuai dengan apa yang termuat dalam petunjuk teknis. Hal itu ditunjukkan dengan dibentuknya UPT PJKD sebagai sekretariat pengelola Jamkesmas/ Jampersal yang bertugas menyelenggarakan Jamkesmas dan Jampersal di Kota Yogyakarta. Jadi Tim Pengelola Jamkesmas/ Jampersal di Kota Yogyakarta terdiri dari: Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta sebagai penanggung jawab Tim Pengelola dan UPT PJKD Kota Yogyakarta sebagai Sekretariat Pengelola Jamkesmas yang beranggotakan Ibu Umi sebagai Kepala UPT PJKD, Ibu Kustini sebagai Sub Bagian Tata Usaha, dan Ibu Yanti sebagai verifikator UPT PJKD Kota Yogyakarta.

69 Sedangkan bidan praktik mandiri (BPM), puskesmas, dan rumah sakit yang ada di Kota Yogyakarta adalah sebagai pelaksana Jampersal. BPM dan puskesmas adalah sebagai penyedia layanan Jampersal tingkat pertama/ dasar dan rumah sakit sebagai penyedia layanan tingkat lanjutan. Jenis pelayanan yang diberikan kepada ibu hamil dan bayi baru lahir meliputi: 1) Pelayananan ANC/ pemeriksaan kehamilan sesuai standar pelayanan KIA dengan frekuensi 4 kali. 2) Deteksi dini faktor risiko komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir. 3) Pertolongan persalinan normal. 4) Pertolongan persalinan dengan risiko tinggi/ risti. 5) Pertolongan persalinan dengan komplikasi dan atau penyulit pervaginam yang merupakan kompetensi Puskesmas PONED. 6) Pelayanan nifas (PNC) bagi ibu dan bayi baru lahir sesuai standar pelayanan KIA dengan frekuensi 4 kali. 7) Pelayanan KB paska persalinan serta komplikasinya. 8) Pelayanan rujukan terencana sesuai indikasi medis untuk ibu dan janin/ bayinya. Pelayanan yang diberikan tersebut pada pelaksanaannya memang memberikan dampak positif bagi kesehatan ibu dan bayi. 13 bidan praktik mandiri, 18 puskesmas, dan 12 rumah sakit yang ada di

70 wilayah Kota Yogyakarta telah melakukan sesuai dengan peraturan yang ada. Hanya saja kendala malah terjadi pada penerima Jampersal yaitu masyarakat. Banyak masyarakat yang kurang paham dengan peraturan yang telah ditetapkan yaitu penerima Jampersal harus diusahakan persalinan normal dulu di pelayanan kesehatan tingkat pertama yaitu bidan dan atau puskesmas. Baru setelah diketahui ada indikasi risiko tinggi dalam persalinan maka akan dirujuk ke pelayanan kesehatan tingkat lanjutan yaitu rumah sakit. Derajat perubahan yang diinginkan dalam isi Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 2562/ MENKES/ PER/ XII/ 2011 adalah meningkatnya kualitas kesehatan ibu hamil dan bayi dalam persalinan dan pasca persalinan serta menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Untuk pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dan bayi baru lahir di Kota Yogyakarta sudah baik, hal itu ditunjukkan banyaknya pelayanan Jampersal yang cukup tinggi yaitu mencapai 8011 pelayanan baik bagi warga asli Kota Yogyakarta maupun pendatang. Namun untuk angka kematian ibu dan bayi sudah mngalami penurunan tapi masih belum signifikan daripada tahun 2012. Hal itu dapat dilihat dari AKI dan AKB dari tahun 2011 sampai 2013 berikut pada tahun 2011 AKI sebanyak 43 (per 100 ribu kelahiran hidup) dan AKB 340 (per 100 ribu kelahiran hidup), pada tahun 2012 AKI 56 (per 100 ribu kelahiran hidup) dan 419 (per 100 ribu kelahiran hidup), sedangkan

71 pada tahun 2013 AKI sebanyak 40 (per 100 ribu kelahiran hidup) dan AKB 400 (per 100 ribu kelahiran hidup). b. Konteks Implementasi Variabel konteks implementasi ini berkaitan dengan bagaimana situasi dan kondisi pihak-pihak terkait dan masyarakat sebagai penerima Jampersal. Kebijakan Jampersal adalah kebijakan dari pemerintah pusat yang berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia. Implementasi Kebijakan Jampersal ini banyak melibatkan pihakpihak baik dari pemerintah maupun swasta. Stakeholder yang terlibat dalam implementasi Kebijakan Jampersal di Kota Yogyakarta yaitu Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, UPT PJKD Kota Yogyakarta, rumah sakit, puskesmas, dan bidan praktik mandiri (BPM). Stakeholder tersebut memiliki fungsi regulasi dan pelaksana Jampersal di Kota Yogyakarta. UPT PJKD Kota Yogyakarta disini sebagai unit yang ditunjuk Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta untuk mengurus tentang jaminan kesehatan yang ada di Kota Yogyakarta termasuk jaminan persalinan. Dari segi kesiapan dari Dinas Kesehatan dan UPT PJKD Kota Yogyakarta pada implementasi Jampersal tahun 2013 di Kota Yogyakarta sudah siap. Hal itu dikarenakan Jampersal sudah dilaksanakan selama 1 tahun yaitu selama tahun 2012. Pelaksanaan Jampersal juga sudah ada petunjuk teknis yang jelas.

72 Puskesmas dan BPM yang bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta adalah sebagai pelaksana pelayanan Jampersal. Di Kota Yogyakarta puskesmas dan BPM yang bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta sudah kooperatif melaksanakan fungsinya. Hal ini bisa terlihat dari banyaknya penerima Jampersal yang telah dilaporkan ke Dinas kesehatan Kota Yogyakarta pada tahun 2013. Dari uraian di atas, terlihat bahwa stakeholder yang terlibat dalam pelaksanaan Jampersal di Kota Yogyakarta sudah siap dalam hal penyediaan tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan. Namun dalam hal pendanaan, pemerintah pusat belum menunjukkan adanya kesiapan. Hal itu ditunjukkan dengan adanya keterlambatan pencairan dana klaim dari puskesmas-puskesmas yang telah melayani Jampersal di Kota Yogyakarta. Daya tanggap dari masyarakat yang tinggal di Kota Yogyakarta sangat positif dengan adanya Jampersal ini. Hal ini berbanding lurus dengan banyaknya pelayanan Jampersal kepada masyarakat baik penduduk Kota Yogyakarta maupun warga luar kota yang tinggal di Kota Yogyakarta. Namun untuk kepatuhan masyarakat penerima Jampersal, masih ditemui ketidakpatuhan penerima Jampesal terhadap peraturan yang telah ditetapkan. Kasus yang biasa muncul adalah penerima Jampersal yang meminta surat rujukan ke rumah sakit dengan keadaan ibu yang akan melakukan persalinan bisa dengan cara persalinan normal. Padahal dalam peraturan yang telah

73 dibuat, surat rujukan hanya diberikan untuk penerima layanan Jampersal yang memiliki indikasi komplikasi dan risiko tinggi untuk melakukan persalinan normal. 2. Hambatan dan Upaya Mengatasinya dalam Pelaksanaan Kebijakan Jampersal di Kota Yogyakarta tahun 2013 Hambatan yang terjadi pada pelaksanaan Jampersal ini, yaitu: keterlambatan distribusi petunjuk teknis dari pemerintah pusat, sosialisasi yang kurang merata, sulitnya sistem klaim biaya persalinan yang menggunakan layanan Jampersal dan keterlambatan pencairan dana klaim kepada puskesmas-puskesmas yang melayani Jampersal di Kota Yogyakarta tahun 2013. a. Sosialisasi yang kurang merata Terlambatnya distribusi petunjuk teknis berimbas pada terlambatnya sosialisasi Jampersal ke BPM, puskesmas, rumah sakit, dan ke masyarakat. Faktor lain yang menjadi penghambat sosialisasi yang merata adalah terlalu singkatnya waktu dan sedikitnya SDM di UPT PJKD Kota Yogyakarta sehingga sosialisasi tidak bisa dilakukan secara merata. Upaya Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta dan UPT PJKD Kota Yogyakarta untuk mengatasi kendala tersebut adalah dengan melakukan pertemuan dengan seluruh perwakilan dari semua kelurahan di wilayah Kota Yogyakarta. Setelah itu wakil dari kelurahan tersebut mensosialisasikan ke warga masing-masing.