Kajian Statuta Universitas Indonesia Aspek Ketenagakerjaan Oleh: Arinta Dea Dini Singgi dan Daya Cipta S 1 1 SuperStaf Divisi Kajian Kebijakan BK MWA UI UM 2013 Pada tanggal 14 Oktober 2013 telah disahkan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2013 tentang Statuta Universitas Indonesia (UI). Statuta UI mengatur operasionalisasi UI, sebagai Perguruan Tinggi Badan Hukum (PTN-BH), termasuk di dalamnya peraturan tentang kepegawaian atau ketenagakerjaan. Tulisan ini tidak dimaksudkan sebagai kajian legal-formal yang mengupas tentang pasal ketenagakerjaan di Statuta UI. Tetapi lebih kepada evaluasi pengelolaan ketenagakerjaan di UI pasca Badan Hukum Milik Negara (BHMN), dengan beberapa permasalahan utama: dualisme sistem kepegawaian UI, kesejahteraan dari tenaga kerja alih daya dan implikasi terhadap seluruh aspek ketenagakerjaan di UI pasca berlakunya Statuta UI. Ketidakjelasan Status Pegawai Universitas Indonesia Ketidakjelasan status pegawai UI bermula ketika Peraturan Pemerintah 152 Tahun 2000 tentang Penetapan Universitas Indonesia Sebagai Badan Hukum Milik Negara (BHMN) mengamanatkan pegawai universitas yang berstatus PNS beralih status menjadi pegawai universitas atau pegawai BHMN. Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa pengalihan status dilakukan selambat-lambatnya 10 tahun. Mengubah sistem kepegawaian dari Pegawai Negeri Sipil menjadi Pegawai BHMN membuat UI harus mengubah acauan ketentuan peraturan kepegawaian yang melingkupinya dari Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok- Pokok Kepegawaian menjadi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan layaknya Badan Usaha Milik Negara, lembaga non-publik atau instansi swasta lainnya. Kemudian pada tahun 2009, disahkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP), yang kemudian dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi sebelum sempat dilaksanakan secara operasional oleh Universitas Indonesia sebagai institusi pendidikan yang turut diatur dalam UU BHP.
Pencabutan UU BHP sempat menimbulkan sengketa penafsiran hukum di Universitas Indonesia karena pemerintah tidak mencabut PP Nomor 152 Tahun 2000 dan kemudian mengesahkan PP Nomor 66 Tahun 2010 yang mengubah bentuk UI menjadi Perguruan Tinggi milik Pemerintah dengan pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (BLU). Berbeda dengan PP 152/2000 yang mengamanatkan seluruh pegawai ditetapkan menjadi pegawai UI, PP 66/2010 berkata sebaliknya bahwa pegawai BHMN harus dialihkan lagi menjadi PNS. Tetapi, tidak terdapat aturan turunan yang jelas (sama dengan yang sebelumnya) bagaimana mekanisme pengalihan status tersebut, apa yang dijadikan standar dan ukurannya. Pada tahun 2012, disahkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang kemudian disusul PP 68 tahun 2013 tentang Statuta Universitas Indonesia. Dalam pasal 42 ayat (2) Statuta UI menentukan 3 jenis status pegawai yaitu PNS, Pegawai Tetap, dan Pegawai Tidak Tetap. Pekerja Outsourcing di Universitas Indonesia Di UI sendiri tidak terdapat data yang terpusat mengenai jumlah tenaga kerja outsourcing dan perusahan penyedianya. Hal ini dikarenakan setiap fakultas, maupun Asrama diberi kewenangan untuk mengatur sumber dayanya sendiri. Sektor-sektor pekerjaan yang menggunakan jasa oursourcing adalah keamanan (satpam), kebersihan (cleaning service, perawat taman) dan pekerjaan lainnya seperti petugas sepeda. Penulis mendapatkan beberapa gambaran mengenai kondisi pekerja outsourcing di UI dengan mewawancarai pekerja outsourcing itu sendiri. Terdapat beberapa pelanggaran atas UU ketenagakerjaan yang dilakukan oleh perusahaan penyedia jasa dimana tempat mereka bekerja. Hal ini tentu merugikan mereka. Sebagai pekerja outsourcing yang bertugas sebagai cleaning service, mereka mendapatkan upah Rp. 625.000 sampai Rp. 1.200.000 per bulan. 1 Kondisi ini tentu berada di bawah UMK Depok yang sebesar Rp. 1.424.797 2 Padahal dalam pasal 90 ayat 1 UU No. 13/2009 dengan jelas menyatakan, Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud dalam pasal 89. Dengan ini jelas bahwa 1 Berdasarkan wawancara dengan pekerja outsourcing di UI pada tanggal 11 Desember 2012. 2 UMR Depok 2012, lihat UMR/UMK Indonesia, diunduh dari www.hrcentro.com/umr/jawa_barat/kota_depok/all, diakses pada 24 Desember 2012 pukul 00.58 WIB.
perusahaan penyedia jasa yang mempekerjakan mereka melanggar peraturan yang berlaku. Hal tersebut merupakan pelanggaran hak pekerja yang pertama. Pelanggaran kedua, para pekerja outsourcing di UI dipekerjakan selama 9-11 jam sehari. Bahkan, jam bekerja mereka pun bisa bertambah apabila ada acara di luar jam perkuliahan di kampus. Hal ini jelas melanggar pasal 77 UU No. 13/2003 tentang jam kerja, dimana pekerja hanya diperbolehkan bekerja selama 7-8 jam sehari. Tambahan jam bekerja dan hari kerja dari ketentuan yang telah diatur tersebut tidak dianggap sebagai lembur. Konsekuensinya mereka tidak mendapatkan upah lembur dari perusahaannya. Dari dua poin yang telah diuraikan di atas, dapat ditemukan permasalahan adakah pengaturan tertentu yang mengatur tentang hak-hak pekerja outsourcing di UI? Penulis sudah sedikit menyinggung di atas, bahwa fakultas diberi keleluasaan tersendiri untuk mengatur sumber daya manusianya. Tidak ada ketentuan terpusat yang diberlakukan oleh UI, pengaturan hanya bersifat teknis saja dari fakultas. 3 Masalah gaji, jam kerja, dan peraturan lainnya yang memproteksi hak-hak pekerja outsourcing menjadi wewenang perusahaan tender sepenuhnya. Fakta yang terjadi di lapangan seharusnya dapat dijadikan evaluasi bagi UI agar dapat memberikan hak-hak untuk pekerjanya, termasuk para pekerja outsourcing. Di Statuta UI yang terakhir, dapat dilihat di pasal Pasal 47 bahwa dalam hal UI menggunakan alih daya harus mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan dan mewajibkan perusahaan alih daya untuk penyelesaian pekerjaan, dengan syarat perusahaan tadi memenuhi ketentuan pedoman perilaku sesuai dengan etika UI. Artinya, untuk kedepan seharusnya UI tidak lagi dapat mengabaikan pelanggaran hak-hak pekerja yang dilakukan perusahaan tender untuk pekerja outsourcing di UI. 3 Berdasarkan wawancara dengan Irwansyah, Dosen Politik UI pada tanggal 5 November 2013
1.1 Tabel perbandingan sistem kepegawaian Universitas Indonesia (sumber: olahan sendiri) Situasi dan Implikasi Sistem Kepegawaian UI Penulis mempunyai hipótesis bahwa ketidakjelasan status pegawai UI disebabkan oleh tidak adanya sistem yang jelas dalam mengatur SDM Universitas. Ketidakjelasan sistem ini bila ditelusur kebelakang adalah sebuah konsekuensi dari liberalisasi pendidikan, spesifiknya pendidikan tinggi. Dari pendidikan tinggi perusahaan-perusahaan besar memperoleh tenaga kerja murah dalam jumlah besar tapi berkualitas. Yang dimaksud berkualitas ini adalah lulusan,perguruan tinggi. Kemudian, proyek pertamanya adalah meliberalkan pengelolaan pendidikan tinggi, untuk aspek kepegawaian prinsip liberal itu terejawantahkan dalam Labour Market Flexibility (LMF) atau pasar tenaga kerja fleksibel. 4 Dalam kasus Indonesia, munculnya pasar tenaga kerja fleksibel adalah sebuah kondisi yang disyaratkan IMF (International Moneter Fund), World Bank, dan ILO (International Labour Organization) untuk mendapatkan bantuan ekonomi dalam krisis moneter pada tahun 1997. Hal ini dilakukan untuk mendukung adanya perbaikan iklim investasi yang diinginkan IMF melalui 4 Berdasarkan Wawancara dengan Bijiyanto, Sekjen PP UI di Kantin Takoru FISIP UI pada tanggal 7 November 2013
Letter of Intent ke-21 dalam butir 37 dan 42. 5 Garis besar dari skema ini adalah menjadikan pemerintah berperan minim atas persoalan hubungan kerja antara buruh dan pengusaha agar iklim investasi tumbuh tanpa hambatan. Pasar tenaga kerja diharapkan tumbuh dan kembang melalui mekanisme pasar yang ada, yaitu melalui mekanisme permintaan dan penawaran. Dalam kebijakan perburuhan fleksibel ada dua langkah kebijakan: 1) perubahan ketenagakerjaan yang diintegrasikan ke satu paket kebijakan dengan rencana pertumbuhan investasi, seperti perpajakan, perijinan investasi, dan lain-lain; 2) mengintegrasikan perubahan kebijakan ketenagakerjaan dengan konteks pemecahan masalah kemiskinan dan pengangguran Sayangnya, dalam kasus Indonesia kebijakan perburuhan fleksibel banyak membawa cacat-cacat, tidak seperti halnya di negara maju. Kebijakan fleksibel menciptakan lapangan kerja yang bisa dipindah-pindah, dan di Indonesia sayangnya belum ada jaringan pengaman sosial yang baik. Perusahaan semakin mudah dalam merekrut tenaga kerja, posisi tawar buruh begitu rendah. Selain itu kebijakan perburuhan yang fleksibel juga menekan serikat buruh, karena dianggap serikat buruh hanya pengganggu kelancaran produksi. Pada konteks UI kasus pegawai, dengan menerapkan logika perusahaan, Labour Market Flexibility (LMF) akan dijadikan acuan yang berimplikasi pihak pengelola SDM akan mudah melakukan hiring and firing. Untuk kasus outsourcing kesejahteraan buruh bergantung sepenuhnya pada pihak tender, tanpa ada pengawasan tertentu dari UI dikarenakan memang tidak ada peraturan yang jelas mengenai hal tersebut. Saat ini, Statuta Universitas Indonesia menentukan tiga jenis status kepegawaian yaitu PNS, Pegawai Tetap atau pegawai universitas, dan Pegawai Tidak Tetap. Perbedaannya adalah PNS tunduk dibawah UU Kepegawaian, sedangkan Pegawai Tetap dan Pegawai Tidak Tetap tunduk pada UU tenaga kerja dan peraturan universitas. Masing-masing peraturan tersebut akan mengatur sistem rekrutmen, jenjang karier, serta hak dan kewajiban pegawai secara berbeda. Multisistem kepegawaian seperti ini rawan akan diskriminasi. UI sebagai PTN-BH tentu akan mengarahkan seluruh tenaga kependidikan berstatus Pegawai Tetap secara bertahap. Pada akhirnya status PNS akan secara perlahan dihilangkan. 5 Indrasari Tjandraningsih, dkk, Diskriminatif dan Eksploitatif: Praktek Kerja Kontrak dan Outsourcing Buruh di Sektor Industri Metal di Indonesia, (Jakarta: Akatiga-FSPMI-FES,2010) hal. 15
Ketika Statuta masih dalam tahap perancangan, Paguyuban Pekerja UI (PPUI) memberikan solusi atas permasalahan mengenai kepegawaian dengan membuat Perjanjian Kerja Bersama (PKB). PKB ini akan mengakomodir multisistem kepegawaian dengan menentukan secara jelas hak dan kewajiban pegawai. PPUI juga menyiasati ini dengan menggunakan sistem PNS sebagai default rule tapi dengan tetap memungkinkan adanya pegawai non PNS. PKB kemudian dimasukkan dalam rancangan Statuta tapi kemudian pasal mengenai hal tersebut tidak dicantumkan. Pun, pada pengaturan lainnya mengenai serikat pekerja, hak pekerja, dan perselisihan pekerja akhirnya tidak dicantumkan pada Statuta yang akhirnya disahkan. Dalam kurun waktu sepuluh tahun UI belum berhasil untuk menerapkan secara konsisten peraturan mengenai kepegawaian universitas. Implikasi dari situasi ini sebut saja sekitar 5000 pegawai tidak tetap hanya 500 orang saja yang diangkat sebagai pegawai UI, sedangkan sisanya tanpa status. Akibatnya muncul diskriminasi antara PNS dan bukan PNS misalnya mengenai asuransi, pensiun, dan masa kerja. Bahkan banyak pegawai yang sudah puluhan tahun bekerja di UI tapi tidak pernah diangkat bahkan sampai masa pensiunnya dengan diberi tunjangan pensiun yang tidak seberapa. Misalnya saja jika seseorang mulai bekerja di UI 1999 tapi baru diangkat tahun 2008, maka hasil kerjanya adalah nol. Pengabdian, penelitian, hasil publikasi selama 9 tahun dianggap tidak ada. Secara bertahap UI memang harus mengarahkan untuk mengalihkan statusnya menjadi pegawai tetap, tetapi kenyataannya menjadi PNS adalah sebuah privelese tertentu dibanding dengan pegawai universitas (dengan istilah pegawai tetap, non tetap dan sebagainya). Sehingga banyak elite UI sendiri juga enggan melepas status PNS. Sekali lagi dikarenakan UI tidak menerbitkan aturan yang secara spesifik mengatur tentang hak dan kewajiban pegawai universitas.
Daftar Acuan Indrasari Tjandraningsih, dkk. 2010. Diskriminatif dan Eksploitatif: Praktek Kerja Kontrak dan Outsourcing Buruh di Sektor Industri Metal di Indonesia, dalam Jurnal Akatiga. Jakarta: Akatiga-FSPMI-FES. UMR Depok 2012, lihat UMR/UMK Indonesia, diunduh dari www.hrcentro.com/umr/jawa_barat/kota_depok/all, diakses pada 24 Desember 2012 pukul 00.58 WIB. Wawancara dengan pekerja outsourcing di UI pada tanggal 11 Desember 2012 di Gedung H FISIP UI. Wawancara dengan Irwansyah, Dosen FISIP UI pada tanggal 5 November 2013 melalui surel. Wawancara dengan Andri Gunawan Wibisana, Ketua PP UI pada tanggal 7 November 2013 melalui surel. Wawancara dengan Bijiyanto, Sekjen PP UI / Dosen FISIP UI pada tanggal 7 November 2013 di Kantin Takoru FISIP UI.