BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2012 di Apotek RSU

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRATIF PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI TAHUN 2008 SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RESEP DAN KELENGKAPAN RESEP DR. APRILITA RINA YANTI EFF., M.BIOMED PRODI FARMASI-FIKES

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

STUDI KELENGKAPAN RESEP OBAT PADA PASIEN ANAK DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN SUKOHARJO BULAN OKTOBER-DESEMBER TAHUN 2008 SKRIPSI

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Rumah sakit

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI 4 APOTEK KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK LEGALITAS DAN KELENGKAPAN RESEP DI 5 APOTEK KABUPATEN KLATEN TAHUN 2007 SKRIPSI

DINAS KESEHATAN PUSKESMAS WONOMERTO Jalan Bantaran 853 Patalan Kecamatan Wonomerto, Telp. (0335) PROBOLINGGO 67253

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan dan pengobatan penyakit (Depkes RI, 2009). yang tidak rasional bisa disebabkan beberapa kriteria sebagai berikut :

STUDI KELENGKAPAN RESEP OBAT UNTUK PASIEN ANAK DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN KARTASURA BULAN OKTOBER - DESEMBER 2008 SKRIPSI

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI PUSKESMAS TEGALSARI UPTD PUSKESMAS TEGALSARI Jl. KH syafa at No. 09 Telp (0333) Tegalsari

KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS BEJEN NOMOR : TENTANG PERESEPAN, PEMESANAN, DAN PENGELOLAAN OBAT KEPALA PUSKESMAS BEJEN,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KEPUTUSAN KEPALA UPTD PUSKESMAS RAWAT INAP WATUMALANG NOMOR :.../.../.../2013 TENTANG PERESEPAN, PEMESANAN DAN PENGELOLAAN OBAT

BAB VI PENUTUP. korelasi sebesar 72,2%, variabel Pelayanan informasi obat yang. mendapat skor bobot korelasi sebesar 74,1%.

Sri Hariati Dongge,S.Farm,Apt,MPH Dinas Kesehatan Kab. Konawe Sulawesi Tenggara

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG DINAS KESEHATAN UPT PUSKESMAS CIBALIUNG JL. Raya Cimanggu- Cibaliung Km. 10 Desa Sukajadi Kab. Pandeglang Pos, 42285

TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI

karena selain komoditas perdagangan, obat juga memiliki fungsi sosial. Obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan karena penanganan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/068/I/2010 TENTANG

TINJAUAN ASPEK LEGALITAS DAN KELENGKAPAN RESEP DI LIMA APOTEK KOTA SURAKARTA SKRIPSI

EVALUASI KELENGKAPAN ADMINISTRATIF RESEP DARI DOKTER SPESIALIS ANAK PADA TIGA APOTEK DI KOTA MANADO Marina Mamarimbing, Fatimawali, Widdhi Bodhi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sejalan dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi akan

KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NO

SURAT KEPUTUSAN TENTANG KEBIJAKAN PENULISAN RESEP DIREKTUR RS BAPTIS BATU MENIMBANG

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 25 Maret 2012 di Apotek RSUD Toto

Lampiran 1.Penilaian yang dirasakan dan harapan pada variabel-variabel yang mempengaruhi tingkat kepuasan pasien

Resep. Penggunaan obat berlabel dan tidak berlabel Aspek legal. Pengertian Unsur resep Macam-macam resep obat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di

Lampiran 1 Hasil lembar ceklist Puskesmas Helvetia, Medan-Deli dan Belawan Bagian II Nama puskesmas Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. No Peresepan Resep % Tidak Sesuai 4,68 % - 4,68 / 100 X 100% = 4,68 %

PEDOMAN PELAYANAN TENTANG PENYIAPAN DAN PENYALURAN OBAT DAN PRODUK STERIL DI RUMAH SAKIT ISLAM NAMIRA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Izin Apotek Pasal 1 ayat (a): Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tujuan bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam

EVALUASI KELENGKAPAN FARMASETIK RESEP UMUM POLI ANAK RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN PERIODE JANUARI - MARET TAHUN

INTISARI. Rahminati ¹; Noor Aisyah, S.Farm., Apt ²; Galih Kurnianto, S.Farm., Apt³

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian medication error (kesalahan pengobatan) merupakan indikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Badan hukum yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI ANALISA KELENGKAPAN PENULISAN RESEP DARI ASPEK KELENGKAPAN RESEP DI APOTEK KOTA PONTIANAK TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Nasional (UU No.40 Tahun 2004 tentang SJSN) yang menjamin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

Kata Kunci : Medication Error, skrining resep, persentase ketidaklengkapan administrasi resep

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pelaksanaan Farmasi Klinik di Rumah Sakit. Penelitian ini dilakukan di beberapa rumah sakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan Tonggak sejarah. asisten apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian RSUD Bangka Selatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam hal ini memerlukan suatu variabel yang dapat digunakan untuk

Menurut PP 51 pasal 1 ayat 4 tahun 2009 tentang Pelayanan Kefarmasian yaitu suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang

BAB IV PEMBAHASAN. sakit yang berbeda. Hasil karakteristik dapat dilihat pada tabel. Tabel 2. Nama Rumah Sakit dan Tingkatan Rumah Sakit

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai apoteker (Presiden, RI., 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

PENERAPAN PELAYANAN FARMASI SATU PINTU DI RUMAH SAKIT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SURAT KEPUTUSAN TENTANG KEBIJAKAN PENULISAN RESEP DIREKTUR RS HARAPAN BUNDA MENIMBANG

SOP PELAYANAN FARMASI PUSKESMAS SINE PERENCANAAN OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SOP Pelayanan Farmasi Tentang Perencanaan dan Pemesanan Obat-obat High Alert

FITRIA MEGAWATI*, PUGUH SANTOSO* *Akademi Farmasi Saraswati Denpasar, Jalan Kamboja no. 11A, Denpasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode zaman penjajahan sampai perang kemerdekaaan tonggak sejarah. apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

Lampiran 2. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan. Universitas Sumatera Utara

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

PROSEDUR DAN TATA LAKSANA PELAYANAN KESEHATAN BAGI PESERTA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. bermutu serta pemerataan pelayanan kesehatan yang mencakup tenaga, sarana dan

Lampiran 1. Struktur Organisasi RSUD Dr. Pirngadi. Universitas Sumatera Utara

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek

BAGAN ORGANISASI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT

BAB VI HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented)

BAB II LANDASAN TEORI

HEALTH & BEAUTY. Oleh Aftiyani. Guardian, The One You Trust

BAB I PENDAHULUAN. tingkat kesehatan yang memadai di kalangan masyarakat. Kesehatan harus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2012 di Apotek RSU Monompia Kotamobagu. Apotek RSU Monompia merupakan satu-satunya Apotek yang ada di RSU Monompia karena RSU Monompia belum memiliki Instalasi Farmasi. Apotek ini menyediakan perbekalan farmasi dan alat kesehatan yang dikelola oleh seorang Apoteker sebagai Kepala Apotek RSU Monompia. Seperti yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya bahwa yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah kelengkapan resep pasien rawat inap di Apotek RSU Monompia. Kelengkapan resep yang dimaksud adalah resep harus mencantumkan: nama, SIP, dan alamat dokter; tanda tangan atau paraf dokter penulis resep; nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien; nama obat, potensi, dosis, jumlah obat yang diminta, cara pemakaian; informasi lainnya. Untuk menganalisis resep-resep tersebut digunakan parameter berupa pedoman penulisan resep yaitu Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027 tahun 2004. Penelitian dilakukan dengan memeriksa satu per satu resep pasien rawat inap pada bulan Maret 2012. Pemeriksaan yang dimaksud adalah nama, SIP, dan alamat dokter; tanda tangan atau paraf dokter penulis resep; nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien; nama obat, potensi, dosis, jumlah obat yang diminta dan cara pemakaian. Penelitian ini hanya sebatas menganalisis kelengkapan resep. Untuk selanjutnya diharapkan dapat dianalisis tentang

kerasionalan resep-resep obat tersebut dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ketidaklengkapan resep tersebut. Setelah melakukan penelitian dan pengambilan data, maka diperoleh hasil analisis kelengkapan resep pasien rawat inap pada bulan Maret 2012 di Apotek Rumah Sakit Umum Monompia. Jumlah total resep pasien rawat inap selama bulan Maret 2012 yang ditebus Apotek RSU Monompia adalah 817 lembar resep, dimana 621 lembar resep tidak tercantum alamat pasien, 485 lembar resep tidak tercantum umur, 14 lembar resep tidak tercantum tanggal penulisan resep, dan 1 lembar tidak tercantum identitas pasien. Dengan menghitung persentase dari data tersebut maka hasil persentase kelengkapan resep pasien rawat inap bulan Maret tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1 : Hasil Persentase Analisis Kelengkapan Resep Rawat Inap di Apotek Rumah Sakit Umum Monompia Kotamobagu bulan Maret 2012 Pengelompokkan Jumlah Resep Persentase No Kelengkapan Resep Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada 1 Nama Dokter 817-100 % - 2 SIP Dokter 6 811 0,73 % 99,27 % 3 Alamat Dokter - 817-100 % 4 Paraf Dokter - 817-100 % 5 Nama Pasien 816 1 99,88 % 0.12 % 7 Alamat Pasien 205 612 25,09 % 74,90 % 8 Umur Pasien 332 485 40,63 % 59.36 % 9 Tanggal Resep 803 14 98,29 % 1,71 % 10 Jenis Kelamin 801 16 98,04 % 1,96 % 11 Berat Badan - 817-100 % 12 Obat 817-100 % - 13 Dosis 817-100 % - 14 Jumlah obat 817-100 % - 15 Aturan Pakai 817-100 % -

4.2 Pembahasan Resep adalah suatu permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dan dokter hewan kepada apoteker untuk membuatkan obat dalam bentuk sediaan tertentu dan menyerahkan kepada penderita. Permenkes No. 26/Menkes/Per/I/I/1984 menyebutkan resep harus ditulis dengan jelas dan lengkap. Selanjutnya dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027 tahun 2004 menyebutkan bahwa resep harus mencantumkan: nama, SIP, dan alamat dokter; tanda tangan atau paraf dokter penulis resep; nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien; nama obat, potensi, dosis, jumlah obat yang diminta, cara pemakaian; informasi lainnya. Dalam penelitian ini, semua resep tercantum nama dokter penulis resep yaitu 817 lembar resep, 811 lembar resep tidak tercantum SIP dokter dan 817 resep tidak tercantum alamat dokter. Nama dokter, SIP, alamat, telepon, paraf atau tanda tangan dokter serta tanggal penulisan resep sangat penting dalam penulisan resep agar ketika Apoteker Pengelola Apotek melakukan skrining resep kemudian terjadi kesalahan mengenai kesesuaian farmasetik yang meliputi bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian, dokter penulis resep tersebut bisa dapat langsung dihubungi untuk melalukan pemeriksaan kembali. Format inscriptio suatu resep dari rumah sakit sedikit berbeda dengan resep pada praktik pribadi. Resep di RSU Monompia tidak tercantum Surat Izin Praktek (SIP), hal ini dikarenakan dokter-dokter yang bekerja atau melakukan praktek di rumah sakit tersebut bernaung di bawah izin operasional rumah sakit

dimana menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 147/MENKES/PER/I/2010 izin operasional rumah sakit adalah izin yang diberikan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan setelah memenuhi persyaratan dan standar. Jadi berbeda dengan resep dokter yang membuka praktik sendiri di luar rumah sakit dimana resep dokter yang membuka praktik sendiri harus mencantumkan Surat Izin Praktek (SIP) agar dapat memberikan perlindungan kepada pasien dan memberikan kepastian hukum serta jaminan kepada masyarakat bahwa dokter tersebut benar-benar layak dan telah memenuhi syarat untuk menjalankan praktik seperti yang telah ditetapkan oleh Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004. Paraf atau tanda tangan dokter juga berperan penting dalam resep agar dapat menjamin keaslian resep tersebut, namun dalam penelitian ini, peneliti tidak menemukan resep yang memililiki paraf. Dalam penelitian ini, peneliti juga menemukan 14 lembar resep atau sekitar 1,71 % resep yang tidak mencantumkan tanggal pembuatan resep. Dalam resep, tanggal pembuatan resep tersebut sangat penting agar dapat disimpan menurut urutan tanggal pembuatan resep dan resep yang telah disimpan melebihi 3 tahun dapat dimusnahkan. Selain itu juga agar diketahui tanggal pembuatan resep agar pihak apotek dapat memeriksa keaslian resep apakah resep tersebut benar-benar asli atau tidak karena ada kemungkinan pemalsuan resep. Misalnya obat-obat golongan narkotika seperti Morfin. Obat ini ketika diresepkan oleh dokter, berarti obat tersebut diperlukan pada saat itu juga. Jadi dengan adanya tanggal pembuatan resep, ketika terjadi selisih tanggal antara tanggal pembuatan

resep dan tanggal penebusan resep, pihak apotek bisa melakukan penolakan dengan tidak melayani resep tersebut atau menghubungi kembali dokter penulis resep tersebut karena ada kemungkinan pemalsuan resep. Dalam penelitian ini, peneliti juga menemukan 612 lembar resep atau sekitar 74,90 % resep yang tidak mencantumkan alamat pasien. Alamat pasien dalam penulisan resep cukup penting, hal ini perlu untuk pelacakan jika terjadi kesalahan dalam pelayanan resep. Alamat merupakan hal sederhana dan seringkali terabaikan tetapi sesungguhnya mempunyai peran sangat penting dalam pencegahan terjadinya kesalahan penggunaan obat. Alamat juga dapat menjadi suatu pembeda ketika ada nama pasien yang sama. Selain alamat pasien, umur dan berat badan pasien sangatlah penting dan harus dicantumkan dalam penulisan resep. Peneliti menenemukan 485 lembar resep atau sekitar 59,36 % resep tidak mencantumkan umur pasien dan 817 lembar resep atau 100 % resep tidak mencantumkan berat badan pasien. Sebagai contoh, untuk berat badan pasien pediatri merupakan data penting sebagai dasar perhitungan dosis obat. Jika informasi berat badan tidak ada dalam resep maka perhitungan dosis obat sulit ditentukan dan juga tidak dapat dijamin ketepatannya. Perhitungan dosis dapat pula didasarkan pada umur pasien lalu dikonversikan ke dalam berat badan, namun pada kenyataannya berat badan tiap anak berlainan meskipun umurnya sama. Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya resep tanpa kekuatan obat. Kekuatan obat diperlukan dalam penentuan dosis. Mengingat adanya obat yang sama tetapi dikemas dengan kekuatan berbeda, misalnya Amoxan 500 mg dan

Amoxan 250 mg, maka kekuatan obat perlu ditulis dalam peresepan. Tetapi biasanya ada kesepakatan tidak tertulis dalam pelayanan obat tersebut bahwa jika kekuatan obat tidak tertulis maka diberikan obat dengan kekuatan kecil. Penulisan jumlah obat dalam resep mutlak diperlukan untuk menentukan lama terapi pasien. Jika jumlah obat tidak dituliskan dalam resep, maka berapa banyak obat yang harus diberikan kepada pasien tidak dapat ditentukan, akiabatnya resep tidak dapat dilayani. Dan untuk dapat melayaninya diperlukan konfirmasi lagi ke dokter, padahal untuk konfirmasi bukan merupakan hal yang mudah dilakukan karena mengingat tingkat kesibukan kedua belah pihak, yaitu dokter dan farmasis. Situasi ini dapat menghambat pelayanan dan disamping itu juga akan dapat memberikan peluang untuk penyalahgunaan misalnya pada resep psikitropika. Pasien bisa saja menulis sendiri jumlah obatnya sesuai keinginannya. Pada resep, cara pakai obat harus dituliskan dengan lengkap dan jelas agar tidak memicu terjadinya administration error. Misalnya obat harus diminum 1 jam sebelum makan, atau 2 jam sesudah makan, harus dikunyah dulu atau harus dihisap seperti permen dan sebagainya. Dengan informasi tersebut diharapkan pasien akan dapat menggunakan obat dengan benar. Dalam penelitian ini, peneliti hanya melihat cara pakai atau aturan pakai obat seperti obat diminum 3 kali 1 sehari dan obat diminum sebelum makan atau setelah makan, peneliti mendapatkan hasil 817 lembar memiliki aturan pakai tersebut. Aturan pakai atau cara pakai obat tergantung pada sediaan obat dan jenis obat atau indikasi obat tersebut. Misalnya obat kolesterol seperti Simvastin, obat ini diminum pada malam hari. Obat Kaptopril, obat ini diminum pada saat lambung kosong (1

sampai 2 jam sebelum makan atau sesudah makan) agar memaksimalkan absorbsi. Namun dalam resep biasanya tidak terdapat aturan spesifik seperti itu. Aturan atau cara pakai obat seperti itu sudah menjadi tugas bagi petugas apotek. Sudah seharusnya petugas apotek mengetahui aturan pakai obat-obat tersebut tanpa harus dokter menuliskan aturan pakai tersebut. Hasil wawancara dengan salah satu dokter penulis resep diketahui penyebab tidak lengkapnya penulisan resep di RSU Monompia adalah tingginya tingkat kesibukan dokter sehubungan dengan banyaknya pasien yang harus dilayani setiap harinya atau setiap kali melakukan visite. Selain itu format blanko resep yang tersedia di RSU Monompia tidak lengkap. Akibatnya pengisian data pasien pada blanko resep menjadi tidak lengkap. Dalam wawancara tersebut terungkap bahwa bagi dokter tidak ada masalah untuk memenuhi persyaratan kelengkapan resep yang diperlukan, selama formatnya dapat menunjang keperluan dan tidak mengganggu pelayanan.