UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1961 TENTANG PENGUMPULAN UANG ATAU BARANG *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

dokumen-dokumen yang mirip
PELAKSANAAN PENGUMPULAN SUMBANGAN (Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 Tanggal 28 Agustus 1980) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGUMPULAN SUMBANGAN OLEH MASYARAKAT

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGUMPULAN SUMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI LAMPUNG dan GUBERNUR LAMPUNG MEMUTUSKAN:

Bentuk: UNDANG-UNDANG. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 4 TAHUN 1961 (4/1961) Tanggal: 25 PEBRUARI 1961 (JAKARTA)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1965 TENTANG PEMBERIAN BANTUAN PENGHIDUPAN ORANG JOMPO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1962 TENTANG WABAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA (BPD) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1963 TENTANG TELEKOMUNIKASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 48 TAHUN 1960 TENTANG PENGAWASAN PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 16 TAHUN 1964 TENTANG BAGI HASIL PERIKANAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 12 TAHUN 1985 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Kesehatan Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa. Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1974 TENTANG P E N G A I R A N DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 7 TAHUN 1960 (7/1960) Tanggal: 26 SEPTEMBER 1960 (JAKARTA)

UU 13/1961, KETENTUAN KETENTUAN POKOK KEPOLISIAN... Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 13 TAHUN 1961 (13/1961)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1961 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KEPOLISIAN NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG (UU) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1960 TENTANG POKOK-POKOK KESEHATAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1974 TENTANG PENGAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 15 TAHUN 1985 (15/1985) Tanggal: 30 DESEMBER 1985 (JAKARTA)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1961 TENTANG PERUBAHAN ATAU PENAMBAHAN NAMA KELUARGA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1962 TENTANG WABAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1964 TENTANG. PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DI PERUSAHAAN SWASTA (Lembaran Negara No. 93 Tahun 1964)

Presiden Republik Indonesia,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1982 TENTANG IRIGASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA (Berita Resmi Kotamadya daerah Tingkat II Yogyakarta)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1961 TENTANG PERGURUAN TINGGI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1964 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DPR-GR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1961 TENTANG WAJIB KERJA SARJANA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1977 TENTANG USAHA PETERNAKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN PENGUASA PERANG TERTINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1960 TENTANG PENGHENTIAN SEMENTARA SEGALA KEGIATAN-KEGIATAN POLITIK

PENGUMPULAN UANG ATAU BARANG (P U B ) DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1951 TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BUPATI BEKASI NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN RUKUN TETANGGA (RT) DAN RUKUN WARGA (RW) DI KABUPATEN BEKASI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1962 TENTANG HYGIENE UNTUK USAHA-USAHA BAGI UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 1960 TENTANG PERTAMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1982 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kampanye EN WALHI 2003

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 1967 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA Nomor: 07 TAHUN Tentang WAJIB LAPOR KETENAGA KERJAAN DI PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1982 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1974 TENTANG PENERTIBAN PERJUDIAN DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHAESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1962 TENTANG HYGIENE UNTUK USAHA-USAHA BAGI UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK (LNRI. No. 38, 1977; TLNRI No. 3107)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK KAMPUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1952 TENTANG PENETAPAN "UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PINJAMAN DARURAT" SEBAGAI UNDANG- UNDANG

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK PEMERINTAHAN DI DAERAH DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 51 TAHUN 1960 TENTANG LARANGAN PEMAKAIAN TANAH TANPA IZIN YANG BERHAK ATAU KUASANYA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1961 TENTANG PENGELUARAN DAN PEMASUKAN TANAMAN DAN BIBIT TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1962 TENTANG BANK PEMBANGUNAN SWASTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

NOMOR : 2 TAHUN 1989 SERI : B =================================================================

NOMOR 11 TAHUN 1974 TENTANG PENGAIRAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT KABUPATEN BERAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BERAU,

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 4 TAHUN 1994 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENGESAHAN AKTA PENDIRIAN DAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KOPERASI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1982 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1964 TENTANG PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DI PERUSAHAAN SWASTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 17 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERIAN IJIN PENYELENGGARAAN REKLAME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1975 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1965 TENTANG PEMBERIAN BANTUAN PENGHIDUPAN ORANG JOMPO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

b. bahwa untuk menjaga kelestarian benda cagar budaya diperlukan langkah pengaturan bagi penguasaan, pemilikan,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1957 TENTANG PERIZINAN PELAYARAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK. Presiden Republik Indonesia,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 9 SERI E

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1974 TENTANG P E N G A I R A N DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 1960 TENTANG PERTAMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang No. 51 Tahun 1960 Tentang : Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Ijin Yang Berhak Atau Kuasanya

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR : 08 TAHUN 2005 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 28 TAHUN 2001 TENTANG LEMBAGA PEMBERDAYAAN PARTISIPASI PEMBANGUNAN MASYARAKAT

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 2 TAHUN 1985 (2/1985) Tanggal: 7 JANUARI 1985 (JAKARTA)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

ORDONANSI UAP 1930 (Stoom Ordonnantie 1930) S , s.d.u. dg. S terakhir s.d.u. dg. S

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 6 TAHUN 2000 T E N T A N G RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGELANG

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1961 TENTANG PENGUMPULAN UANG ATAU BARANG *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pengumpulan uang atau barang dari Masyarakat perlu ditujukan kepada usaha-usaha pembangunan kesejahteraan sosial untuk mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila; b. bahwa berhubung peraturan-peraturan lama tidak sesuai lagi dengan keadaan dewasa ini, maka dianggap perlu mengadakan peraturan baru tentang pengumpulan uang atau barang. Mengingat: a. Pasal 5 ayat (1) dan pasal 20 ayat (1) Undang-undang Dasar; b. Penetapan Presiden Nomor 6 tahun 1959 tentang Pemerintah Daerah disempurnakan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1959 Nomor 129) jo. Undang-undang Nomor 1 tahun 1957 tentang Pokokpokok Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1957 Nomor 6); c. Undang-undang Nomor 10 Prp, tahun 1960 (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1960 Nomor 31). Dengan Persetujuan: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG, MEMUTUSKAN: I. Mencabut: II. "Ordonnantie tot bestrijding van ongewenschte geldinzamelingen en van ongeoorloofde praktijken bij geldinzamenlingen in het algemeen" (Staatsblad 1932 Nomor 469 jo. 559) dan lain-lain peraturan tentang pengumpulan uang atau barang; Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PENGUMPULAN UANG ATAU BARANG Pasal 1 Yang diartikan dengan pengumpulan uang atau barang dalam undang-undang ini ialah setiap usaha mendapatkan uang atau barang untuk pembangunan dalam bidang kesejahteraan sosial, mental/agama/kerokhanian, kejasmanian dan bidang kebudayaan. 1 / 7

Pasal 2 (1) Untuk menyelenggarakan pengumpulan uang atau barang sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 diperlukan izin lebih dahulu dari pejabat yang berwenang. (2) Pengumpulan uang atau barang yang diwajibkan oleh hukum agama, hukum adat dan adat-istiadat, atau yang diselenggarakan dalam, lingkungan terbatas, tidak memerlukan izin tersebut diatas. Pasal 3 Izin untuk menyelenggarakan pengumpulan uang atau barang diberikan kepada perkumpulan atau organisasi kemasyarakatan dengan maksud sebagai mana tersebut dalam pasal 1 yang tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan. Pasal 4 (1) Pejabat yang berwenang memberikan izin pengumpulan uang atau barang ialah: a. Menteri Kesejahteraan Sosial, setelah mendengar pendapat Panitia Pertimbangan yang diangkat olehnya dan terdiri dari sekurang-kurangnya 5 orang anggota, apabila pengumpulan itu diselenggarakan dalam seluruh wilayah negara atau melampui daerah tingkat I atau untuk menyelenggarakan/membantu suatu usaha sosial diluar negeri; b. Gubernur, kepala Daerah tingkat I, setelah mendengar pendapat Panitia Pertimbangan yang diangkat olehnya dan terdiri dari sekurang-kurangnya 5 orang anggota, apabila pengumpulan itu diselenggarakan di dalam seluruh wilayahnya yang melampui suatu daerah tingkat II dalam wilayah daerah tingkat I yang bersangkutan; c. Bupati/Walikota, Kepala Daerah tingkat II, setelah mendengar pendapat Panitia Pertimbangan yang diangkat olehnya dan terdiri dari sekurang-kurangnya 5 orang anggota, apabila pengumpulan itu diselenggarakan dalam wilayah daerah tingkat II yang bersangkutan. (2) Bupati, Kepala Daerah tingkat II dapat menunjuk pejabat setempat untuk melaksanakan wewenang memberi ijin pengumpulan uang atau barang, apabila pengumpulan itu diselenggarakan untuk suatu daerah terpencil dalam batas wilayah pejabat yang bersangkutan yang sukar hubungannya dengan tempat kedudukan Bupati Kepala Daerah tingkat II tersebut. Pasal 5 (1) Surat permohonan untuk mendapat izin menyelenggarakan pengumpulan uang atau barang diajukan tidak bermeterai langsung kepada pejabat pemberi izin. (2) Dalam surat permohonan izin harus diterangkan dengan jelas: a. Maksud dan tujuan pengumpulan uang atau barang; b. Cara menyelenggarakan; c. Siapa yang menyelenggarakan; d. Batas waktu penyelenggaraan; e. Luasnya penyelenggaraan (wilayah, golongan); f. Cara penyalurannya. (3) Surat keputusan pemberian izin memuat syarat-syarat penyelenggaraan dan kewajiban memberi pertanggungan jawab kepada pemberi izin. 2 / 7

Pasal 6 (1) Permohonan izin untuk menyelenggarakan pengumpulan uang atau barang dapat ditolak oleh pemberi izin, setelah mendengar pendapat Panitia Pertimbangan. (2) a. Dalam jangka waktu 14 hari setelah keputusan penolakan itu diterima, pemohon dapat meminta pertimbangan dan putusan terakhir dari Gubernur Kepala Daerah tingkat I, sepanjang penolakan pemberian izin dilakukan oleh Bupati/Walikota, Kepala Daerah tingkat II. b. Dalam waktu 14 hari, pemohon dapat meminta pertimbangan kembali pada Bupati, Kepala Daerah tingkat II, apabila permohonannya ditolak oleh pejabat setempat dalam pasal 4 ayat (2). (3) Keputusan penolakan izin oleh Gubernur Kepala Daerah tingkat I atau Menteri Kesejahteraan Sosial merupakan keputusan terakhir dan tidak dapat dimintakan pertimbangan kembali. Pasal 7 Pengumpulan uang atau barang yang sedang diselenggarakan berdasarkan peraturan-peraturan sebelum berlakunya Undang-undang ini, disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan pasal 2, 4 dan 5 selambat-lambatnya dalam jangka waktu enam bulan. Pasal 8 (1) Dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah), barang siapa: a. menyelenggarakan, menganjurkan atau membantu menyelenggarakan pengumpulan uang atau barang dengan tidak mendapat izin lebih dahulu seperti dimaksud dalam pasal 1 ayat (1); b. tidak memenuhi syarat-syarat dan perintah yang tercantum dalam keputusan pemberian izin; c. tidak mentaati ketentuan-ketentuan dalam pasal 7. (2) Tindak pidana tersebut dalam ayat (1) pasal ini dianggap sebagai pelanggaran. (3) Uang atau barang yang diperoleh karena tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal ini disita dan dipergunakan sedapat mungkin untuk membiayai usaha-usaha kesejahteraan yang sejenis. Pasal 9 Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan Di Jakarta, Pada Tanggal 10 Mei 1961 3 / 7

PEJABAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd. DJUANDA Diundangkan Di Jakarta, Pada Tanggal 10 Mei 1961 PEJABAT SEKRETARIS NEGARA, Ttd. SANTOSO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1961 NOMOR 214 4 / 7

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1961 TENTANG PENGUMPULAN UANG ATAU BARANG I. UMUM Undang-undang ini bermaksud menampung kehendak baik dari masyarakat yang secara gotong-royong ingin menyumbangkan sesuatu dalam kegiatan sosial yang berguna bagi pembangunan masyarakat adil dan makmur, dengan jalan antara lain bersama-sama mengumpulkan uang atau barang. Apalagi pada waktu bangsa Indonesia memasuki periode pembangunan seperti sekarang ini, perlu semua usaha menghimpun dan mengerahkan segala funds and forces bagi pembangunan semesta ini diatur dan diawasi sebaik-baiknya. Walaupun telah ada beberapa peraturan yang berusaha mencegah atau memberantas usaha pengumpulan uang atau barang dengan cara yang bertentangan dengan norma kesusilaan dan ketertiban umum antara lain "Ordonnantie tot berijding van ongewenschte geldinzamelingen en van ongeoorloofde praktijken bij geldinzamelingen in het algemeen Staatsblad 1932 No. 469 jo. 559, tetapi pelaksanaannya ternyata kurang memuaskan, karena tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan dewasa ini serta tidak dijiwai Manipol/Usdek. Sistem pengawasan represip yang termuat dalam ordonnantie tersebut tidak dapat lagi dianggap mencukupi, yaitu ternyata makin bertambah banyaknya pengumpulan uang atau barang yang kurang berguna dan merugikan orang banyak baik diselenggarakan oleh perseorangan maupun oleh beberapa orang bersama-sama, bahkan kadangkadang dengan disertai tindakan yang bersifat paksaan, penipuan atau pemerasan secara halus, sehingga mengganggu dan menimbulkan kegelisahan didalam masyarakat. Tidak jarang juga perizinan diberikan oleh penguasa setempat atas permohonan seseorang sebelum ia menyelenggarakan pengumpulan uang atau barang, akan tetapi izin sebagai pengawasan yang bersifat preventip ini tidak didasarkan pada sesuatu peraturan. Kenyataan-kenyataan tersebut diantaranya menyebabkan pejabatpejabat daerah mengeluarkan beberapa peraturan yang bersifat lokal sekedar untuk mengurangi dan membatasi banyaknya pengumpulan uang atau barang yang menggelisahkan dan mengganggu ketenteraman masyarakat itu. Maka dengan maksud membina kesadaran sosial serta memelihara semangat gotong-royong yang hidup di dalam masyarakat Sosialis Indonesia, peraturan-peraturan yang bersifat lokal atau itu perlu diatur kembali secara keseluruhan dengan mengutamakan segi-segi preventip dan repressip yang diselenggarakan oleh pejabat-pejabat Pusat dan daerah sesuai dengan Penetapan Presiden tahun 1959 Nomor 6. serta tidak mengurangi berlakunya ketentuan-ketentuan hukum agama, hukum adat serta adat kebiasaan yang ada didalam masyarakat. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Maksud pengumpulan uang atau barang dalam Undang-undang ini pada hakekatnya harus ditujukan untuk membangun atau membina dan memajukan suatu usaha yang berguna untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur, terutama dalam bidang kesejahteraan, yaitu keselamatan, ketenteraman dan kemakmuran lahir dan batin dalam tata kehidupan dan penghidupan manusia, baik dalam kehidupan orang seorang maupun dalam kehidupan bersama (Buku ringkasan Pembangunan Semesta, halaman 31). Termasuk dalam ketentuan ini antara lain usaha mendapatkan uang atau barang dengan jalan mengadakan pertunjukan amal, bazar, lelang untuk amal, penjualan barang dengan pembayaran yang melebihi harga sebenarnya atau usaha-usaha lain yang serupa, seperti penjualan kartu undangan, bukubuku dan gambar-gambar atau dengan cara mengirimkan pos wesel dengan maksud mencari derma. 5 / 7

Ayat (1) Ayat (2) Pasal 2 Pemberian izin itu dimaksudkan terutama untuk menjaga dan memelihara keselamatan dan ketentraman rakyat banyak baik secara preventip, maupun repressip dari perbuatan orang-orang yang kurang bertanggung jawab. Ukuran "diwajibkan" oleh Hukum agama didasarkan pada pengertian "wajib" menurut Ahkmaul Chamsah dalam Hukum Islam, atau antara lain "perpuluhan" dalam Hukum Agama Kristen Pengertian lingkungan terbatas mencakup juga lingkungan geografis dan golongan-golongan kemasyarakatan. Untuk tegasnya pengumpulan uang atau barang yang dipandang tidak memerlukan izin lebih dahulu itu, antara lain sebagai contoh: a. zakat/zakat fitrah. b. pengumpulan didalam mesjid, gereja, pura, dan tempat peribadatan lainnya, dikalangan umat gereja untuk usaha diakonal dan usaha gereja lainnya. c. Gotong-royong yang dijalankan dalam keadaan darurat, misalnya pada waktu timbul wabah, kebakaran, taufan, banjir dan bencana alam lainnya, pada waktu terjadinya bencana tersebut. d. lingkungan terbatas dalam sekolah, kantor, rukun kampung/ tetangga, seprahamal, desa untuk bersih desa dan lain sebagainya. e. diantara hadirin dalam suatu pertemuan, dikalangan anggota-anggota suatu badan, perkumpulan dan lain-lain. Pasal 3 Perkumpulan dan organisasi yang terkenal baik itu selain organisasi-organisasi yang didirikan sesuai dengan peraturan yang berlaku, juga perkumpulan sosial/amal yang dibentuk dengan cara- cara yang lazim serta oleh pemberi izin pengurusannya dianggap mempunyai nama baik dan bonafid, misalnya Lembaga Sosial Desa, Panitia-panitia dan sebagainya. Panitia Pertimbangan terdiri dari: Pasal 4 a. pejabat yang berwenang memberi izin sebagai ketua; b. pejabat dinas Sosial setempat sebagai Sekretaris; c. Wakil-wakil Kejaksaan, Kepolisian, dan sosiawan serta sosiawani yang terdiri dari wakil-wakil organisasi berbagai golongan dan aliran sebagai anggota. Dalam batas wewenangnya, pemberi izin dapat pula menunjuk sesuatu badan/organisasi untuk menerima pemberian atau menyelenggarakan pengumpulan uang atau barang sebagai suatu tindakan untuk mengatasi suatu kejadian yang segera perlu ditolong, seperti dalam keadaan darurat yang dimaksud dalam penjelasan pasal 2 ayat 2. Pengumpulan uang atau barang untuk membantu usaha sosial diluar negeri diatur dengan Peraturan perundangan-undangan. Pasal 5 Pemberian sumbangan secara suka rela, tiada dipaksa, merupakan salah satu syarat pemberian izin 6 / 7

pengumpulan uang atau barang yang akan diatur lebih lanjut oleh Menteri Kesejahteraan Sosial dalam peraturan pelaksanaan. Pasal 6 Keputusan Gubernur, Kepala Daerah tingkat I merupakan keputusan terakhir untuk wilayahnya, sehingga permohonan yang ditolak-nya, dipandang tidak perlu lagi dimintakan pertimbangan lebih lanjut dari Menteri Kesejahteraan, Sosial. Pasal 7 Selama keputusan izin atau penolakan terhadap penyelenggaraan pengumpulan uang atau barang yang harus disesuaikan dengan ketentuan Pasal 2, 4 dan 5 belum diterima, pengumpulan yang sedang berjalan itu dapat diteruskan. Bila permohonan penyesuaian itu ditolak, semua hasil pengumpulan disita dan dipergunakan untuk maksud sebagaimana disebut dalam pasal 1. Pasal 8 Bila hasil pengumpulan uang atau barang dipergunakan untuk membantu kegiatan-kegiatan subversip atau merupakan tindakan pidana lain, dituntut berdasarkan ketentuan pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau Perundang-undangan lain. Cukup jelas. Pasal 9 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2273 CATATAN *)Disetujui D.P.R.G.R. dalam rapat pleno terbuka ke-25 pada hari Jum'at tanggal 21 April 1961, P.128/1961 7 / 7