PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1951 TENTANG PENGELUARAN SURAT PERBENDAHARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1958 TENTANG PENGELUARAN UANG KERTAS PERBENDAHARAAN TAHUN 1958 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1955 TENTANG PENGELUARAN SURAT PERBENDAHARAAN TAHUN 1955 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1959 TENTANG PENGELUARAN KERTAS PERBENDAHARAAN UNTUK TAHUN 1959 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1953 TENTANG PENGELUARAN SURAT PERBENDAHARAAN UNTUK TAHUN 1953 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1959 TENTANG PENGELUARAN KERTAS PERBENDAHARAAN UNTUK TAHUN 1959 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1954 TENTANG PENGELUARAN SURAT PERBENDAHARAAN TAHUN 1954 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

b.bahwa peraturan+peraturan yang termaktub dalam undang+undang darurat tersebut perlu ditetapkan sebagai undang+undang;

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1950 TENTANG TAMBAHAN PERSEDIAAN UANG UNTUK BANK NEGARA INDONESIA

MATA UANG. INDISCE MUNTWET PENGHENTIAN. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

Presiden Republik Indonesia, Mengingat: Pasal 97 ayat 1 jo. Pasal 89 dan Pasal 109 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia;

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06 TAHUN 1964 TENTANG

PEMUNGUTAN PAJAK VERPONDING ATAS TAHUN 1951 (Undang-Undang Darurat Nomor 14 Tahun 1951 Tanggal 10 September 1951) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1955 TENTANG PENGAWASAN TERHADAP URUSAN KREDIT. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1954 TENTANG PEMBAYARAN KEMBALI PINJAMAN NASIONAL 1946 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1964 TENTANG PENGELUARAN PINJAMAN OBLIGASI PEMBANGUNAN TAHUNAN 1964 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1959 TENTANG PENGELUARAN PINJAMAN OBLIGASI BERHADIAN TAHUN 1959 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (PERPU) NOMOR 26 TAHUN 1959 (26/1959) TENTANG PINJAMAN KONSOLIDASI TAHUN 1959

Mengingat: Pasal 97, pasal 89 dan pasal 111 ayat 2 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia. Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UANG LOGAM LARANGAN MENGUMPULKAN PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1962 TENTANG BANK PEMBANGUNAN SWASTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1946 TENTANG PINJAMAN NASIONAL 1946 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 77/KMK.017/1995 TENTANG PENDANAAN DAN SOLVABILITAS DANA PENSIUN PEMBERI KERJA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1973 TENTANG JAMINAN SIMPANAN UANG PADA BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 1960 TENTANG KREDIT DAN LIKWIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1962 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK BANK PEMBANGUNAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU) NOMOR 21 TAHUN 1960 (21/1960)

: pasal 113 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia; Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat; MEMUTUSKAN:

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Mengingat pula pasal 119 ayat (3) Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia;

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1951 TENTANG PERATURAN MENGENAI BANK RAKYAT INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 510/KMK.06/2002 TENTANG PENDANAAN DAN SOLVABILITAS DANA PENSIUN PEMBERI KERJA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1962 TENTANG PENGGUNAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENGGUNAAN DANA-DANA INVESTASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1951 TENTANG PERATURAN TENTANG BANK RAKYAT INDONESIA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1957 TENTANG PEMBERIAN GANJARAN, SUBSIDI DAN SUMBANGAN KEPADA DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 12 TAHUN 2010

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 48 TAHUN 1960 TENTANG PENGAWASAN PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1985 TENTANG BEA METERAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 1954 TENTANG PEMBERIAN TUNJANGAN ISTIMEWA KEPADA KELUARGA PEGAWAI YANG TEWAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 05 TAHUN 1963 TENTANG SURAT HUTANG LANDREFORM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1951 TENTANG PEMBERIAN TUNJANGAN LUAR-BIASA KEPADA PARA PEGAWAI BANGSA ASING.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 2 TAHUN 2010 T E N T A N G

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1951 TENTANG MENAIKKAN JUMLAH MAKSIMUM PORTO DAN BEA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 49 TAHUN 1960 TENTANG PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1994 TENTANG TAMBAHAN DAN PERUBAHAN ATAS ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1993/94

UNDANG-UNDANG (UU) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 36 TAHUN 1953 (36/1953) 18 DESEMBER 1953 (JAKARTA) Sumber: LN 1953/86; TLN NO.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1984 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 1983/1984 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UU 25/1964, PERUBAHAN DAN TAMBAHAN ORDONANSI ATURAN BEA METERAI 1921

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1951 TENTANG MENGUBAH PERATURAN PEMERINTAH NO. 16 TAHUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1963 TENTANG SURAT HUTANG LANDREFORM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BANK ASING Peraturan Pemerintah Nomor: 3 Tahun 1968 Tanggal: 16 Pebruari 1968 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 13 TAHUN 1985 TENTANG BEA METERAI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG DANA CADANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1950 TENTANG PERATURAN PENGLAKSANAAN PEMERINTAH R.I.S. NR 16, TAHUN 1950

Indeks: ANGKATAN PERANG. IKATAN DINAS SUKARELA (MILITER SUKARELA). ANGGOTA.

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.07/2006 TENTANG TATACARA PENERBITAN, PERTANGGUNGJAWABAN, DAN PUBLIKASI INFORMASI OBLIGASI DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1964 TENTANG BANK TABUNGAN NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1964 TENTANG PENGELUARAN PINJAMAN OBLIGASI KONFRONTASI TAHUN 1964 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1952 TENTANG SUSUNAN DAN PIMPINAN KEMENTERIAN-KEMENTERIAN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1952 TENTANG DAFTAR SUSUNAN PANGKAT DAN KENAIKAN PANGKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PP 44/1948, MENGADAKAN BALAI PENDIDIKAN AHLI HUKUM

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 24 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 1959 TENTANG SUMPAH KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA BADAN PENGAWAS KEGIATAN APARATUR NEGARA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1957 TENTANG PEMASUKAN ANGGARAN BELANJA NEGARA *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1953 TENTANG PENILAIAN PERSEDIAAN UANG EMAS DAN BAHAN UANG EMAS PADA DE JAVASCHE BANK

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 510/KMK.06/2002 TENTANG PENDANAAN DAN SOLVABILITAS DANA PENSIUN PEMBERI KERJA

Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1956 TENTANG URUSAN PEMBELIAN MINYAK KAYU PUTIH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

HUKUMAN JABATAN Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1952 Tanggal 20 Februari 1952 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG DANA CADANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN-PERATURAN DAN TINDAKAN-TINDAKAN MENGENAI TANAH-TANAH PERKEBUNAN KONSESI Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 1956 tanggal 31 Desember 1956

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1963 TENTANG PINJAMAN OBLIGASI OLEH BANK/PERUSAHAAN/BADAN PEMERINTAH MAUPUN SWASTA.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1951 TENTANG PENGELUARAN SURAT PERBENDAHARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa perlu untuk mengadakan peraturan tentang pengeluaran surat perbendaharaan untuk tahun 1951. Mengingat: Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 1950 tanggal 28 Maret 1950 (Lembaran-Negara No. 26). Mengingat pula: Ordonansi surat perbendaharaan 1928 (Lembaran-Negara 1928 No. 21) dan ordonansi alat- alat Pembayaran Luar Negeri 1940 (Lembaran Negara No. 205). MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGELUARAN SURAT PERBENDAHARAAN Pasal I Selama tahun 1951 dapat dikeluarkan surat perbendaharaan dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal yang berikut. Paragraf I Pasal 1 1. Tergantung pada kebutuhan, segala sesuatu berhubung dengan keadaan hutang Negara pada De Javasche Bank, dapat dikeluarkan di atas jumlah tersebut dalam pasal 3 bilyet-bilyet perbendaharaan sebagai jaminan untuk persekot-persekot (voorschotten) yang diberikan kepada Negara berdasarkan pasal 13 Undang-undang De Javasche Bank 1922. 2. Dengan cara yang sama seperti dalam ayat 1 termaksud, bilyet-bilyet perbendaharaan dan promespromes perbendaharaan dapat dikeluarkan sebagai jaminan untuk persekot-persekot yang diberikan pada Negara q.q. kepada Dana Alat-alat Pembayaran Luar Negeri atas dasar pasal 18 dari ordonansi Alat-alat Pembayaran Luar Negeri 1940 (Lembaran Negara 1940 No. 205). 1 / 7

Pasal 2 1. Menteri Keuangan diberi kuasa untuk, tiap-tiap kali dengan syarat-syarat yang ditetapkannya tersendiri, mengeluarkan bilyet-bilyet perbendaharaan dan promes-promes perbendaharaan, surat-surat perbendaharaan mana dapat dipakai sebagai jaminan oleh Negara terhadap kredit-kredit yang akan dibuka di De Javasche Bank untuk kepentingan fihak ketiga. 2. Pengeluaran surat perbendaharaan seperti termaksud dalam ayat yang lalu hanya dapat dilakukan dalam hal-hal dimana jaminan oleh Negara untuk kepentingan pihak ketiga yang bersangkutan telah disetujui dalam anggaran belanja umum atau anggaran tambahan. Paragraf II Pasal 3 Selain surat perbendaharaan, yang dikeluarkan berdasarkan pasal-pasal 1 dan 2 dari Peraturan Pemerintah ini tidak boleh beredar bersamaan surat- surat perbendaharaan yang jumlahnya lebih dari seribu juta rupiah. Pasal 4 Bilyet-bilyet perbendaharaan dan promes-promes perbendaharaan bagi-bagi dalam lembaran-lembaran dari R 1.000.-, R 5.000.-, R 10.000.-, R 25.000.-, R 50.000.-, R 100.000.-, R 500.000.-, R 1.000.000.-, R 5.000.000.-, R 10.000.000.-. Jika ternyata perlu dapat juga dikeluarkan bilyet-bilyet perbendaharaan dan promes-promes perbendaharaan dalam lembaran-lembaran lebih tinggi. Pasal 5 1. Bilyet-bilyet perbendaharaan akan mempunyai jangka paling lambat lima tahun. 2. Promes-promes perbendaharaan akan mempunyai jangka sekurang-kurangnya satu bulan dan paling lama sebelas bulan. Pasal 6 1. Pengeluaran bilyet-bilyet perbendaharaan akan dilakukan dengan bunga paling tinggi 41/2 % setahun. 2. Pengeluaran promes-promes perbendaharaan akan dilakukan dengan koers paling rendah 981/2 % untuk promes dari sembilan bulan dan dengan koers-koers yang seimbang dengan itu untuk promes yang berjangka pendek. Pasal 7 Pengeluaran surat perbendaharaan akan dilakukan dengan jalan penempatan di bawah tangan. Paragraf III Pasal 8 Menteri Keuangan diberi kuasa pada pengeluaran surat perbendaharaan di bawah tangan untuk, jika dianggap perlu, mengadakan syarat dan dengan dimasukkan clausule yang bersangkutan dalam keterangan bersama yang akan dibuat menurut ayat 4, pasal 4, ordonansi surat perbendaharaan 1928 (Lembaran Negara No. 21) menetapkan bahwa surat perbendaharaan tidak dapat dijual atau digadaikan pada De Javasche Bank dan mengenai surat perbendaharaan ini, jika dianggap perlu, dalam keterangan tersebut mencantumkan syarat- 2 / 7

syarat: 1. bahwa surat perbendaharaan yang dikeluarkan tidak dapat dilunasi sebelum jatuh harinya; 2. bahwa surat perbendaharaan yang telah dikeluarkan untuk jumlah nominalnya dapat dipakai dinegeri ini sebagai penyetoran buat pendaftaran untuk pinjaman-pinjaman umum yang memberatkan Indonesia. Pasal 9 Menteri Keuangan diberi kuasa untuk, dengan mengindahkan peraturan-peraturan yang diberikan tentang itu, mengambil tindakan seperlunya dalam mengatur selanjutnya pengeluaran surat perbendaharaan termaksud dalam Peraturan Pemerintah ini dan jalannya usaha yang bersangkutan dengan pengeluaran itu, demikian pula untuk menanda tangani atas nama Pemerintah Republik Indonesia akte-akte yang akan dibuat berhubung dengan pengeluaran itu. Pasal II Peraturan Pemerintah tanggal 28 Maret 1950 No. 8 (Lembaran Negara 1950 No. 26), yang mengatur pengeluaran surat perbendaharaan selama tahun 1950 ditambah dan diubah sebagai berikut: a. pasal 1 ditambah dengan ayat baru b 1; yang berbunyi: "bl. Jika ternyata perlu dapat pula bilyet-bilyet perbendaharaan dan promes-promes perbendaharaan dikeluarkan dalam lembaran-lembaran lebih tinggi dari yang termaksud dalam ayat yang lalu"; b. dalam pasal 2 perkataan "sejumlah" diganti dengan "dari". Pasal III Dengan mengubah dimana perlu, pasal 1, ayat e, Peraturan Pemerintah tanggal 28 Maret 1950 No. 8, menentukan bahwa bilyet-bilyet perbendaharaan, terhitung dari tanggal 1 Nopember 1950 dapat dikeluarkan dengan bunga setinggi-tingginya 41/2 % setahun. Pasal IV Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan Di Jakarta, Pada Tanggal 3 Pebruari 1951 WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd. MOHAMMAD HATTA MENTERI KEUANGAN, 3 / 7

Ttd. SJAFRUDDIN PRAWIRANEGARA Diundangkan Di Jakarta, Pada Tanggal 6 Pebruari 1951 MENTERI KEHAKIMAN, Ttd. WONGSONEGORO 4 / 7

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1951 TENTANG PENGELUARAN SURAT PERBENDAHARAAN UMUM Peraturan Pemerintah ini dalam beberapa hal agak menyimpang dari pada peraturan yang berlaku buat tahun 1950. Untuk mencapai suatu pengalihan atas seluruhnya, maka susunan dan urutan pasal- pasal telah diubah demikian rupa, sehingga didalam suatu paragrap tersendiri dapat dimasukkan hal-hal yang mengenai peraturanperaturan umum tentang besarnya lembaran- lembaran (coupures) surat perbendaharaan, mengenai jangka berlakunya, dan mengenai bunganya. Disamping itu, atas permintaan Dewan Pengawas Keuangan, kemungkinan pengeluaran lembaran-lembaran yang lebih besar telah disebutkan dengan kata-kata yang lebih tegas, sedang selain dari itu telah dimuat juga beberapa peraturan baru yang penjelasannya akan diberikan pasal demi pasal di bawah ini. Pasal 1 Hal yang baru dalam pasal ini ialah, bahwa pengeluaran surat perbendaharaan sebagai jaminan atas uangmuka-uang-muka yang diberikan oleh Bank-peredaran kepada Pemerintah, telah dipisahkan dari uang-mukauang-muka yang diberikan oleh Bank-peredaran guna membelanjai Fonds Alat-alat Pembayaran Luar Negeri. Hal ini terlihat diayat kedua "mengatur pengeluaran surat perbendaharaan sebagai jaminan, berdasarkan pasal 18 Dieviezen verordening 1940 (Staatsblad 205), atas uang-muka-uang-muka berupa rekening- courant yang diberikan kepada Pemerintah q.q. Fonds Alat-alat Pembayaran Luar Negeri guna membelanjai pembelian alatalat pembayaran luar negeri". Uang-muka-uang-muka itu dahulu dipandang sebagai bagian dari pada uangmuka-uang-muka Kas kepada Pemerintah, dan karenanya termasuk juga uang-muka-uang-muka, terhadap mana harus diberikan jaminan menurut pasal 13 Javasche Bankwet 1922. Oleh karena uang muka-uang muka, untuk membelanjai Fonds Alat-alat pembayaran luar negeri pada azasnya mempunyai corak yang berlainan dengan uang-muka-uang-muka kepada pemerintah, untuk membelanjai kekurangan-kekurangan dalam hal anggaran belanja pemerintah, maka pembayaran uang-muka-uang-muka yang disebut di luar tadi dipisahkan dari rekening pembendaharaan umum, dan kemudian pembelian alat-alat pembayaran luar negeri untuk seterusnya semata-mata dibayar oleh Bank untuk diperhitungkan lebih lanjut dengan Fonds Alat-alat pembayaran luar negeri. Pemberian uang muka guna pembelian alat- alat pembayaran luar negeri (bukan untuk sertipikat-sertipikatnya) sebetulnya juga harus dijalankan dengan jaminan Pemerintah karena Bank tidak boleh memberikan kredit dengan tiada jaminan. Pasal 2 Maksud pasal ini adalah guna memberikan kemungkinan agar supaya dapat dicapai suatu peraturan dengan cara yang termudah, menurut peraturan mana, berdasarkan kepentingan nasional dapat diberikan surat perbendaharaan kepada partikelir-partikelir bonafide, masing-masing dengan diadakan syarat-syarat tersendiri, yang dapat dipergunakan sebagai jaminan guna mendapatkan kredit pada Javasche Bank untuk keperluan memperkuat c.q. menambah modal-kerja. Demikian ini berarti bahwa pengawasan tekhnis atas kredit tadi semestinya masih tetap berada pada suatu bank sentral, akan tetapi dengan jalan demikian hubungan antara sipengambil kredit dan langganannya tetap terpelihara baik, yang dalam keadaan-keadaan dewasa ini demikian ini dapat dianggap sudah selayaknya. 5 / 7

Dalam tahun 1950 beberapa bank telah mengajukan permintaan kepada Pemerintah guna mendapatkan bantuan uang. Kecuali dengan Bank Negara Indonesia kepada Bank mana telah diberikan surat perbendaharaan, dengan memakai syarat-syarat yang tertentu, berdasarkan kekuasaan khusus dari Pemerintah untuk itu (harap periksa Peraturan-peraturan Pemerintah tanggal 18 Juli dan 10 Agustus 1950 No.13 dan 19, Lembaran Negara No. 42 dan 55) lebih baik tidak diadakan hubungan langsung antara Pemerintah dan sipeminta kredit, akan tetapi supaya sipeminta tersebut berhubungan dengan bank-bank dengan diberikan kesanggupan dalam beberapa hal yang tertentu untuk mendapatkan bantuan dari Pemerintah berupa jaminan, jika hal tersebut tidak ada dengan cukup. Oleh karena jaminan-jaminan semacam ini mungkin melahirkan lebih banyak kewajiban-kewajiban yang memberatkan Anggaran Belanja Negara, dan dengan demikian menurut Undang-undang Perbendaharaan kemungkinan pengeluaran tersebut seharusnya telah ikut terhitung terlebih dahulu dalam anggaran, maka selanjutnya ayat ke-dua pasal ini mengajukan sebagai syarat, bahwa baru dapat dikeluarkan surat perbendaharaan semacam ini, jika jaminan tersebut telah ikut termuat dalam Anggaran Belanja Negara. Oleh karena itu Undang-undang anggaran Belanja masih tetap menjadi dasar daripada kredit c.q. jaminan yang akan diberikan dan pembentuk Undang-undang masih juga tetap memegang hak untuk mengutarakan pendapatnya mengenai suatu politik-kredit yang tertentu. Pasal 3 Jumlah surat perbendaharaan yang akan diedarkan dalam tahun 1951 tidak dapat ditentukan dengan pasti. Pada awal 1950 telah diucapkan pendugaan, bahwa pengeluaran akan lebih berkurang daripada tahun-tahun yang telah lalu. Lagi pula tindakan-tindakan penyehatan uang telah mempengaruhi jalannya peredaran dengan sangat, sedang kebutuhan akan uang yang bertambah banyak mengakibatkan penebusan surat-surat perbendaharaan, pada hal lebih tepat jika jangka surat perbendaharaan itu diperpanjang. Dapatlah sekiranya ikhtisar sebagai termaktub dibawah ini membenarkan uraian tersebut di atas ini: dalam jutaan rupiah Keadaan pada 1-1-1950 R. 529.- m/m. Dikeluarkan s/d Nopember 1950 R. 208.- m/m. Jumlah = R. 737.- m/m. Ditebus s/d Nopember 1950 R. 549.- Dibukukan ke rekening Pinjaman menurut keputusan Penyehatan uang R. 48.- Jumlah = R. 597.- m/m. Sisa yang masih beredar pada akhir Nopember 1950 = R. 140.- m/m. Minat umum dan bank-bank besar untuk memperbungakan kekayaan-kekayaannya yang liquide dalam surat perbendaharaan dapat dikatakan masih tetap tidak sebegitu besar adanya. Sebagian besar hal ini disebutkan karena kecilnya bunga terutama pada surat-surat yang "berjangka panjang" (bilyet-bilyet perbendaharaan dengan jangka 3 dan 5 tahun), untuk mana menurut peraturan 1950 yang asli diberikan bunga sebanyak 3% setiap tahun. Juga atas nasehat Javasche Bank maka mulai 1 Nopember 1950 bunga surat-surat yang berjangka 5 tahun dinaikkan hingga 4 1/2% (periksalah jo pasal 6), oleh karena mana setidak-tidaknya bankbank dan badan-badan penanam modal lebih tertarik akan surat perbendaharaan yang berjangka panjang. Berapa jumlahnya pendaftaran-pendaftaran baru, belum lagi dapat dipastikan. Untuk jangka-jangka yang pendek dari 9 bulan hingga 3 tahun juga ditetapkan kenaikan prosenan yang seimbang. Diusulkan supaya jumlah surat-surat perbendaharaan, seperti dalam tahun-tahun yang lalu, ditetapkan sebanyak satu milliard rupiah. 6 / 7

Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Pasal II Pasal-pasal ini bermaksud hendak mengadakan perobahan-perobahan dalam Peraturan Pemerintah tanggal 28 Maret 1950 No. 8, berhubung dengan kenyataan, bahwa pengeluaran dalam 1950 dalam beberapa hal harus dilakukan dengan agak menyimpang daripada peraturan yang telah ditetapkan (misalnya perobahan dasar bunga mulai tanggal 1 Nopember 1950, sebagai telah dijelaskan diatas tadi). Pasal III Pasal-pasal ini bermaksud hendak mengadakan perobahan-perobahan dalam Peraturan Pemerintah tanggal 28 Maret 1950 No. 8, berhubung dengan kenyataan, bahwa pengeluaran dalam 1950 dalam beberapa hal harus dilakukan dengan agak menyimpang daripada peraturan yang telah ditetapkan (misalnya perobahan dasar bunga mulai tanggal 1 Nopember 1950, sebagai telah dijelaskan diatas tadi). 7 / 7