PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENDIDIKAN NONFORMAL

dokumen-dokumen yang mirip
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH 1 Oleh Roesminingsih 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

ALTERNATIF PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENDIDIKAN NONFORMAL DAN FORMAL (PAUD Dan TK di Dinas Dkspora Kota Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Strategi Pengelolaan dan Pengembangan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) 1

KONSEP DASAR PENDIDIKAN NONFORMAL

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan pembangunan bangsa. Melihat kondisi masyarakat Indonesia

P. S., 2016 PEMANFAATAN HASIL BELAJAR PADA PELATIHAN KETERAMPILAN MEKANIK OTOMOTIF

Latar Belakang Diselenggarakannya Pendidikan Kecakapan Hidup (Lifeskills) 1/5

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Muhammad Iqbal Radhibillah, 2013

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL

BAB I PENDAHULUAN. mencetak peserta didik yang mempunyai intelektual yang tinggi, mempunyai. sesuai dengan norma agama dan norma masyarakat.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pendidikan nasional berfungsi mengembangkan. kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.

BAB I PENDAHULUAN. Manajemen adalah pengelolaan usaha, kepengurusan, ketatalaksanaan,

PENDIDIKAN KESETARAAN FITTA UMMAYA SANTI, S. PD., M. PD

PLS Masa DEPAN dan Tantangannya. Strategi Pengembangan. Menyiapkan kurikulum yang menyatu dengan perubahan-perubahan

WALIKOTA TASIKMALAYA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah dan berkesinambungan.

KTSP DAN IMPLEMENTASINYA

- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2013 TENTANG PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL

- 1 - WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN NON FORMAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Imas Suryatini, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakangMasalah

PERATURAN MENTERI PEMUDA DAN OLAHRAGA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 0059 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN KEPEMIMPINAN PEMUDA

Strategi Kebijakan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan Tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kegiatan penting dalam pembangunan.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kajian Pendidikan Non-formal pada sisi masyarakat sebagai sasaran

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat berlangsung melalui lembaga pendidikan informal, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

SEBUAH PROSES PEMBERDAYAAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penyandang buta aksara, agar memiliki kemampuan membaca, menulis, berhitung

KEBIJAKAN PROGRAM PEMBERANTASAN BUTA AKSARA

BAB I PENDAHULUAN. Upaya pemerintah untuk menghadapi tantangan era globalisasi adalah dengan

2015 PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN KUALITAS PENDIDIK TERHADAP MUTU PENDIDIKAN

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 39

BAB V KESIMPULAN IMPLIKASI REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. dengan proses pendidikan yang bermutu (Input) maka pengetahuan (output) akan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tentang pendidikan wajib belajar 9 tahun. Mengingat pentingnya pengembangan

KOMITMEN MASYARAKAT INTERNASIONAL TERHADAP PENDIDIKAN KEAKSARAAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Long life education adalah motto yang digunakan oleh orang yang

I. PENDAHULUAN. mengkaji berbagai aspek kehidupan masyarakat secara terpadu, karena memang

BAB V KEMISKINAN DAN PENDIDIKAN

2015 MENINGKATKAN MINAT BACA MASYARAKAT MELALUI PROGRAM PERPUSERU DALAM PENGELOLAAN TAMAN BACAAN MASYARAKAT BERBASIS INFORMATION TECHNOLOGY

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ketenagakerjaan yang pelik dan komplek di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Raden Aufa Mulqi, 2016

FILOSOFI KULIAH KERJA NYATA Oleh Prof. Dr. Deden Mulyana, SE., MSi.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lusi Anzarsari, 2013

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH PEMERINTAH DAERAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. persaingan yang ketat di bidang bisnis jasa pendidikan. Lembaga non formal

MENJADI KONSELOR PROFESIONAL : SUATU PENGHARAPAN Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dan bangsa Indonesia sedang memasuki abad ke-21, era

DASAR & FUNGSI. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

PENGENDALIAN MUTU PROGRAM PENDIDIKAN NONFORMAL DAN INFORMAL 1

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG STANDAR KUALIFIKASI AKADEMIK DAN KOMPETENSI KONSELOR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI,

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

LOGO. Manajemen Kelembagaan dan Pembiayaan Pelatihan

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG

Teknik-teknik Pemetaan Swadaya (PS) Kajian Pendidikan

2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L

BAB I PENDAHULUAN. Ilham Taufik Effendi, 2015 PENGARUH MINAT BELAJAR, LINGKUNGAN BELAJAR, DAN MOTIVASI BERPRESTASI TERHADAP HASIL BELAJAR

PENDIDIKAN NONFORMAL (PNF) BAGI PENGEMBANGAN SOSIAL PENDAHULUAN

MODEL PROSES PEMBERDAYAAN PEMUDA KARANG TARUNA

PEMERINTAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

Eco-populism: Pengembangan Ekowisata Berbasis Pemberdayaan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Era globalisasi ini masih banyak masyarakat Indonesia yang tingkat

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1991 TENTANG PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. berkurang apalagi tuntas, hal ini dikarenakan perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya pendidikan tersebut, lebih lanjut diuraikan dalam Undang- Undang Pendidikan Nomor 20 tahun 2003, Pasal 5 yang berbunyi:

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

Transkripsi:

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENDIDIKAN NONFORMAL Disampaikan dalam Lokakarya Pemberdayaan Masyarakat dalam Pendidikan Luar Sekolah tanggal 22 November 2008, di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bantul Oleh: Hiryanto, M.Si Dosen Jurusan PLS FIP UNY BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KABUPATEN BANTUL DIY TAHUN 2008

Pendahuluan Makalah singkat ini berusaha mengangkat topik tentang Pemberdayaan masyarakat dalam Pendidikan Luar Sekolah yang didalamnya berisi upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat agar mampu memecahkan permasalahan yang dialaminya atau yang dikenal dengan masyarakat madani, yaitu suatu masyarakat yang percaya atas kemampuan para anggotanya untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik serta masyarakat yang menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam hidup bermasyarakat dimana kondisi pemberdayaan akan terwujud apabila anggota masyarakat memperoleh kesempatan agar semakin berdaya. Dalam mencapai kondisi tersebut dibutuhkan adanya dari pihak luar dalam hal ini petugas pendidikan nonformal untuk membantu melihat potensi atau kemampuan yang dimiliki masyarakat sehingga mereka dapat memberdayakan dirinya. Pemberdayaan Masyarakat Istilah pemberdayaan masyarakat atau empowerment merupakan istilah yang diangkat dari hasil penelitian seorang sarjana pendidikan nonformal Suzanne Kindervatter dalam bukunya Nonformal as An Empowering process, memiliki makna agar orang-orang yang diberdayakan itu mempunyai daya atau mempunyai kemampuan untuk hidup layak sama dengan temannya sesama manusia. Pendidikan sebagai upaya mencerdaskan bangsa berarti memberdayakan setiap warga negara agar mampu berbuat seimbang baik dalam pikiran, perkataan dan perbuatan, antara hak dan kewajiban, menjadi warga negara yang bersikap dan berbuat demokratis terhadap sesama manusia menuju masyarakat yang memahami akan hak, kewenangan dan tanggungjawab mereka dalam semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Chambers (dalam Kartasasmita, 1996: 142) menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial yakni bersifat people-centered, participatory, empowering and sustainable. Pengertian lain yang disampaikan oleh Tjokrowinoto (dalam Kusnadi, 2006: 219) konsep ini lebih luas dari hanya sekedar memenuhi kebutuhan dasar (basic need) akan tetapi juga menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih lanjut (safety need). Sumodingrat (1996: 185) menyatakan memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkat kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain pemberdayaan masyarakat bermaksud untuk mengembangkan kemampuan masyarakat agar

secara berdiri sendiri memiliki ketrampilan untuk mengatasi masalah-masalah mereka sendiri. Proses pemberdayaan masyarakat berarti kemampuan seseorang untuk memahami dan mengendalikan keadaan sosial, ekonomi dan kemampuan politiknya yang sangat diperlukan dalam upaya memperbaiki keduduknnya dimasyarakat, dengan kata lain proses pemberdayaan adalah setiap usaha pendidikan yang bertujuan untuk membangkitkan kesadaran/pengertian dan kepekaan pada warga masyarakat terhadap perkembangan sosial, ekonomi, dan/atau politik sehingga pada akhirnya warga masyarakat memiliki kemampuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kedudukannya dalam masyarakat, atau menjadi masayarakat yang berdaya.. Masyarakat yang berdaya adalah masyarakat yang hidup dalam suatu masyarakat madani (civil society), yakni suatu masyarakat yang percaya atas kemampuan para anggotanya untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik serta masyarakat yang menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam hidup bermasyarakat dimana kondisi pemberdayaan akan terwujud apabila anggota masyarakat memperoleh kesempatan agar semakin berdaya (Tila ar, 1997: 231). Berdasarkan uraian singkat diatas dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan sangat identik dengan pendidikan dan merupakan hakekat pendidikan itu sendiri, karena apa yang disebut dengan pendidikan termasuk pendidikan luar sekolah atau pendidikan nonformal adalah usaha memberdayakan manusia, memampukan manusia, mengembangkan talentatalenta yang ada pada diri manusia agar dengan kemampuan/potensi yang dimilikinya dapat dikembangkan melalui pendidikan/pembelajaran. Proses pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan nonformal, sesungguhnya merupakan sebuah upaya yang memungkinkan masyarakat dengan segala keberadaanya dapat memberdayakan dirinya. Dengan pusat aktivitas harusnya berada di tangan masyarakat itu sendiri dengan bertitik tolak dari masyarakat, dilaksanakan oleh masyarakat dan manfaatnya untuk masyarakat atau dengan istilah lain pendidikan berbasis pada masyarakat.. Dalam kaitannya dengan hal ini, menurut Yunus (2004: 3) ada lima prinsip dasar yang patut diperhatikan: (1) keperdulian terhadap masalah, kebutuhan dan potensi/sumberdaya masyarakat; (2) kepercayaan timbal balik dari pelayan program dan dari masyarakat pemilik program; (3) fasilitasi (pemerintah) dalam membantu kemudahan masyarakat dalam berbagai proses kegiatan; (4) adanya partisipatif, yaitu upaya melibatkan semua komponen lembaga atau individu terutama warga masyarakat dalam proses kegiatan dan (5) mengayomi peranan masyarakat dan hasil yang dicapai.

Agar proses pembelajaran yang dilakukan melalui Pendidikan Luar Sekolah, dapat terjadi proses pemberdayaan harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) Need oriented, yaitu pendekatan yang berorientasi dan didasarkan pada kebutuhan warga masyarakat; 2) Endegenious, yaitu pendekatan yang berorientasi dan mengutamakan kesesuaian nilai-nilai keaslian lokal, dengan cara menggali dan menggunakan potensi yang dimiliki warga belajar 3) Self reliant, yaitu pendekatan yang membangun rasa percaya diri atau sikap mandiri pada setiap warga masyarakat 4) Ecologically sound, ialah pendekatan yang berorientasi, memperhatikan dan mempertimbangkan aspek perubahan lingkungan dan, 5) Based on structural transformation, yaitu pendekatan yang dilakukan berdasarkan pada perubahan struktur sistem, baik yang menyangkut hubungan sosial, kegiatan ekonomi, penyebaran keuangan, sistem manajemen maupun partisipasi masyarakat setempat. Pendekatan Pemberdayaan masyarakat Ada beberapa pendekatan yang perlu dipergunakan dalam pendidikan non formal yang menekankan pada proses pemberdayaan antara lain yang dikemukakan oleh Kindervatter dalam Kusnadi (2007: 222) terdiri atas: 1) Community organization, yaitu karakteristik yang mengarah pada tujuan untuk mengaktifkan masyarakat dalam usaha meningkatkan dan mengubah keadaan sosial ekonomi mereka. Hal yang perlu diperhatikan antara lain (a). Peranan partisipan ikut terlibat dalam kepengurusan atau tugas kelompok; (b) peranan tutor hanya sebagai perantara, pembimbing dan motivator serta fasilitator; (c) metode dan proses mengutamakan metode pemecahan masalah, mengorganisasi masyarakat sebagai kekuatan dasar 2) Participatory approaches, yaitu pendekatan yang menekankan pada keterlibatan setiap anggota dalam seluruh kegiatan, perlunya melibatkan para pemimpin, tokoh masyarakat serta tenaga-tenaga ahli setempat 3) Education for justice, yaitu pendekatan yang menekankan pada terciptanya situasi yang memungkinkan warga masyarakat tumbuh dan berkembang analisisnya serta memiliki motivasi untuk ikut berperan serta.

Sedangkan menurut Sudjana (2000), agar pendidikan nonformal dapat memberdayakan masyarakat maka harus didasarkan pada lima strategi dasar yaitu: 1) pendekatan kemanusiaan (humanistic approach), masyaraka dipandang sebagai subjek pembangunan dan masyarakat diakui memiliki potensi untuk berkembang sedemikian rupa ditumbuhkan agar mampu membangun dirinya, 2) pendekatan partisipatif (participatory approach), mengandung arti bahwa masyarakat, lembaga-lembaga terkait dan atau komunitas dilibatkan dalam pengelolaan dan pelaksanaan pemberdayaan masyarakat, 3) pendekatan kolaboratif (collaborative approach), dalam melaksanakan pemberdayaan masyarakat perlu adanya kerjasama dengan pihak lain (terintegrasi) dan terkoordinasi dan sinergi, 4) pendekatan berkelanjutan (continuing approach), yaitu pemberdayaan masyarakat harus dilakukan secara berkesinambungan dan untuk itulah pembinaan kader yang berasal dari masyarakat menjadi hal yang paling pokok, dan 5) pendekatan budaya (cultural approach), penghargaan budaya dan kebisaan, adat istiadat yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat dalam pemberdayaan masyarakat adalah hal yang perlu diperhatikan. Berdasarkan lima pendekatan diatas, jika dipahami betul oleh para agent pembaharu (social change), termasuk didalamnya tenaga kependidikan pendidikan Nonformal, akan memberikan kemudahan dalam menganalisis, mengembangkan dan melaksanakan programprogram-program pendidikan nonformal atau pendidikan luar sekolah yang sesuai serta dibutuhkan warga masyarakat. Artinya program pendidikan yang dilaksanakan menyentuh dan mengangkat warga belajar/masyarakat menjadi lebih baik dalam kehidupannya yang ditandai dengan meningkatnya pendapatan (ekonomi), kesadaran akan lingkungan sosialnya atau warga belajar/masyarakat yang mengerti dan memahami bagaimana membangun dirinya (memberdayakan dirinya). Pengertian Pendidikan Nonformal Agar Masyarakat memiliki kemampuan mengembangkan potensinya dalam rangka pemberdayaan masyarakat maka peran pendidikan nonformal sangat strategis. Pendidikan Luar sekolah, atau pendidikan nonformal adalah setiap kegiatan yang terorganisasi dan sistematis di luar sistem persekolahan yang mapam, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu didalam mencapai tujuan belajarnya (Coombs, dalam Sudjana, 2000: 23). Program pendidikan Nonformal sebagaimana tercantum dalam pasal 26 ayat 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional terdiri dari

pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia diri, pendidikan kepemudaaan, pendidikan pemberdayaan perempuan pendidikan keaksaraan, pendidikan ketrampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Dari program-program pendidikan nonformal dalam pelaksanaannya masih menghadapi kendala antara lain: a. Pendidikan anak usia dini belum mendapat perhatian yang proporsional dibandingkan dengan pendidikan lainnya, seperti halnya pendidikan dasar; b. Masih rendahnya pengetahuan dan kesadaran oarngtua/masyarakat terhadap pentingya PAUD; c. Belum optimalnya sosialiasi PAUD keseluruh lapisan masyarakat d. Masih lemahnya peran serta masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan kejar Paket A, B dan C. e. Program Pendidikan kesetaraan masih dipandang sebelah mata, bila dibandingkan dengan pendidikan formal, masih ada instansi yang belum tahu bahwa penghargaan terhadap ijazah Paket A,B dan C sama dengan ijazah pendidikan formal. f. Lambatnya penanganan pemberantasan buta aksara karena kendala data yang tidak valid serta usia warga belajar; g. Adanya warga masyarakat yang sudah melek huruf kembali buta aksara karena kemampuannya tidak pernah dipergunakan; h. Masih adanya desa tertinggal di bidang pendidikan (masih ada yang buta aksara, putus sekolah, tidak memiliki ketrampilan/keahlian); i. Masih adanya bias jender disetiap jenjang/jenis pendidikan, pekerjaan dan kesempatan serta; j. Tidak tepat sasaran dana (jumlah, penyaluran, pemanfaatan) dan waktu pelaksanaan dari bantuan/block grant yang diberikan pemerintah. Untuk mengatasi persoalan di atas maka dibutuhkan model pengembangan pendidikan luar sekolah yang mencoba mengintegrasikan dari berbagai program yang direncanakan oleh pemerintah tidak berjalan sendiri-sendiri, yang berakibat hasilnya tidak optimal, Pengintegrasian dapat dilakukan antara program pemberantasn buta aksara dengan program life skill, atau semua program yang ditawarkan pemerintah harus diintegrasikan dengan program kecakapan hidup sebagaimana terlihat dalam bagan berikut sehingga akan menghasilkan output yang diharapkan yaitu sumberdaya manusia yang berakhal mulia,

cerdas, trampil dan mandiri dan ini merupakan tantangan bagi petugas pendidikan nonformal termasuk penilik PLS untuk memikirkan bagaimana sebaiknya. KONSEP DASAR PENGEMBANGAN PROGRAM PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH LIFE SKILLS (KECAKAPAN HIDUP) PENGHAPUSAN BUTA AKSARA (keaksaraan) - PADU - WAJAR DIKDAS 9 TH. (kesetaraan) Paket A & Paket B Orang dewasa PEND.BERKELANJUTAN - pre-service training, vocational training, kursus, magang,kbu - Paket C KESETARAAN GENDER (pendidikan adil gender) PROSES PENDIDIKAN SEPANJANG HAYAT SDM berakhlak mulia, cerdas, terampil, mandiri 13 Peran Penilik PNF dalam Pemberdayaan Masyarakat Penilik PLS sebagai salah satu tenaga pendidik dan kependidikan PNF merupakan jabatan fungsional pada tenaga kependidikan pendidikan nonformal, sebagaimana telah ditetapkan dalam Keputusan MENPAN Nomor 15/KEP/M.PAN/3/2002 tentang Jabatan Fungsional Penilik dan Angka Kreditnya maka penilik berubah menjadi jabatan fungsional, mempunyai peran yang sangat strategis dalam memberdayakan masyarakat, karena tugasnya yang langsung berhubungan dengan masyarakat, namun karena cakupan wilayah kerjanya yang sangat luas, sementara hanya berkerja sendirian tentunya hasilnya belum optimal, bahkan di masyarakat sering ada ungkapan yang tidak enak didengar bahwa penilik PLS tidak memiliki kantor yang tetap sehingga jika ada warga masyarakat yang membutuhkan kesulitan mencarinya Oleh karena itu agar penilik PLS dapat menjalankan tugas perlu ada pembagian tugas yang jelas, sebagaimana di amanatkan dalam Keputusan Menpan tersebut yang berdampak pada tugas yang harus dilakukan, lebih-lebih ditegaskan dalam PP nomor 19 tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 40 ayat 2, tentang standar kompetensi Penilik untuk menjadi seorang penilik harus memiliki kriteria minimal adalah:

1. berstatus sebagai pamong belajar/pamong atau jabatan sejenis di lingkungan pendidikan luar sekolah dan pemuda sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun, atau pernah menjadi pengawas satuan pendidikan formal; 2. memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku 3. memiliki sertifikat pendidikan fungsional sebagai penilik; 4. lulus seleksi sebagai penilik Atas dasar kriteria tersebut ada akan membawa konsekuensi bagi pemerintah dalam pengangkatan penilik Pendidikan Luar sekolah, tidak bisa langsung dari CPNS kemudian ditempatkan sebagai Penilik PLS karena tugas yang diembangnya cukup berat Agar para penilik PLS dapat menjalankan tugasnya secara optimal sebagai tenaga fungsional dimana kenadapun kompetensi yang perlu dimiliki tenaga pendidik pendidikan nonformal, agar bisa menganalisis, mengembangkan dan melaksanakan program program pendidikan non formal yang sesuai serta dibutuhkan warga masyarakat/masyarakat, agar selanjutnya bisa memberdayakan dirinya maupun masyarakat seorang tenaga kependidikan pendidikan nonformal (penilik PLS) menurut Mustafa Kamil ( 2007: 16-19) antara lain: 1. kompeten dalam mengarahkan program kegiatan pembelajaran yang berpusat pada warga belajar Ada beberapa cara untuk meningkatkan kreativitas warga belajar dalam program pendidikan nonformal antara lain: a. Menghadapkan warga belajar dengan berbagai permasalahan yang dialami dalam kehidupan sehari-hari, b. Mendorong warga belajar untuk selalu meneliti dan selalu ingin tahun apa-apa yang dianggap baru oleh mereka; c. Mendorong dan memberi peluang warga belajar untuk selalu terjadi dialog, diskusi dalam kelompoknya dalam penyusunan suatu program pembelajaran; d. Tenaga pendidik bersama-sama warga belajar diupayakan memeriksa kembali apa yang telah dikerjakan. 2. Kompeten dalam membangun kesesuaian isi program dengan sifat-sifat individualitas warga belajar 3. Kompeten dalam memahami faktor keturunan (bakat dll) serta mengadaptasikannya dengan isi program 4. Kompeten dalam mengadaptasi isi program dengan faktor lingkungan 5. Kompeten dalam mengadaptasi isi program dengan potensi warga belajar

6. Kompeten dalam mengembangkan isi program yang sesuai dengan perkembangan kehidupan warga belajar 7. Kompeten dalam mengadaptasi makna belajar dengan perkembangan program Berdasarkan beberapa kemampuan yang perlu dimiliki oleh para penilik PLS selain kemampuan individual berupa pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh selama mengikuti pendidikan maupun dalam melaksanakan jabatan, yang tidak kalah pentingnya adalah kemampuan melakukan kerjasama yang sinergis dengan stakeholder pendidikan luar sekolah, seperti tutor, pengelola PKBM, perangkat desa, tokoh-tokoh masyarakat sehingga permasalahan-permasalahan pendidikan khususnya pendidikan nonformal Penutup Demikian makalah singkat yang dapat disampaikan sebagai bahan perenungan kita semua dalam lokakarya ini, dengan harapan akan menimbulkan kesadaran kita untuk dapat membantu masyarakat yang karena keterbatasannya baik secara ekonomi, kesempatan, geografis maupun lainnya dapat membangun dirinya sendiri sehingga mampu menjadi masyarakat madani, sebagaimana yang dicita-citakan Daftar Pustaka Ihat Hatimah, dkk. 2007. Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka Kusnadi, dkk (2005). Pendidikan Keaksaraan. Filosofi, Strategi, Implementasi. Jakarta: Direktorat Pendidikan Masyarakat. Mustofa Kamil. (2007). Kompetensi Tenaga Pendidik Pendidikan Nonformal dalam Membangun Kemandirian Warga Belajar, dalam Jurnal Ilmiah Visi Vol 2, No 2-2007. Peter Jarvis (2004) Adult Education & Lifelong Learning. Theory and Practice 3rd Edition. London: RoutledgeFalmer Sudjana, D, 2000. Pendidikan Luar Sekolah, Wawasan, Sejarah Perkembangan, Falsafah, Teori Pendukung, Asas. Bandung: Falah Production. Tilaar H.A.R. (2000) Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta Yunus, Firdaus (2004). Pendidikan Berbasis Realitas Sosial-Paulo Freire & YB Mangun Wijaya, Yogyakarta: Logung Pustaka