BAB I BAJA DAN PADUANNYA

dokumen-dokumen yang mirip
Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja

HEAT TREATMENT. Pembentukan struktur martensit terjadi melalui proses pendinginan cepat (quench) dari fasa austenit (struktur FCC Face Centered Cubic)

MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE

MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT

Kategori unsur paduan baja. Tabel periodik unsur PENGARUH UNSUR PADUAN PADA BAJA PADUAN DAN SUPER ALLOY

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69

PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)

BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN

Sistem Besi-Karbon. Sistem Besi-Karbon 19/03/2015. Sistem Besi-Karbon. Nurun Nayiroh, M.Si. DIAGRAM FASA BESI BESI CARBIDA (Fe Fe 3 C)

11. Logam-logam Ferous Diagram fasa besi dan carbon :

07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut :

BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN

TIN107 - Material Teknik #10 - Metal Alloys (2) METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik

Pembahasan Materi #11

Baja adalah sebuah paduan dari besi karbon dan unsur lainnya dimana kadar karbonnya jarang melebihi 2%(menurut euronom)

PRAKTIKUM JOMINY HARDENABILITY TEST

Laporan Praktikum Struktur dan Sifat Material 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN

Proses perlakuan panas diklasifikasikan menjadi 3: 1. Thermal Yaitu proses perlakuan panas yang hanya memanfaatkan kombinasi panas dalam mencapai

Kekuatan tarik komposisi paduan Fe-C eutectoid dapat bervariasi antara MPa tergantung pada proses perlakuan panas yang diterapkan.

Perlakuan panas (Heat Treatment)

PROSES PENGERASAN (HARDENNING)

03/01/1438 KLASIFIKASI DAN KEGUNAAN BAJA KLASIFIKASI BAJA 1) BAJA PEGAS. Baja yang mempunyai kekerasan tinggi sebagai sifat utamanya

BAB VI TRANSFORMASI FASE PADA LOGAM

TIN107 - Material Teknik #9 - Metal Alloys 1 METAL ALLOYS (1) TIN107 Material Teknik

PENINGKATAN KEKAKUAN PEGAS DAUN DENGAN CARA QUENCHING

Audio/Video. Metode Evaluasi dan Penilaian. Web. Soal-Tugas. a. Writing exam.skor: 0-100(PAN)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA PROSES PENGKARBONAN PADAT BAJA MILD STEEL

TUGAS PENGETAHUAN BAHAN HEAT TREATMENT

BESI COR. 4.1 Struktur besi cor

METALURGI FISIK. Heat Treatment. 10/24/2010 Anrinal - ITP 1

BAB IV PEMBAHASAN Data Pengujian Pengujian Kekerasan.

Materi #7 TIN107 Material Teknik 2013 FASA TRANSFORMASI

I. TINJAUAN PUSTAKA. unsur paduan terhadap baja, proses pemanasan baja, tempering, martensit, pembentukan

II TINJAUAN PUSTAKA. menghasilkan sifat-sifat logam yang diinginkan. Perubahan sifat logam akibat

BAB II KERANGKA TEORI

dislokasi pada satu butir terjadi pada bidang yang lebih disukai (τ r max).

PROSES THERMAL LOGAM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODE PENINGKATAN TEGANGAN TARIK DAN KEKERASAN PADA BAJA KARBON RENDAH MELALUI BAJA FASA GANDA

BAB II LANDASAN TEORI

LAPORAN PRESENTASI TENTANG DIAGRAM TTT. Oleh: RICKY RISMAWAN : DADAN SYAEHUDIN :022834

Audio/Video. Metode Evaluasi dan Penilaian. Web. Soal-Tugas. a. Writing exam skor:0-100 (PAN). b. Tugas: Studi kasus penggunaan besi tuang di industri

09: DIAGRAM TTT DAN CCT

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data

II. TINJAUAN PUSTAKA. unsur dasar dan karbon sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan karbon

BAB VI TRANSFORMASI FASE PADA LOGAM

BAB I PENDAHULUAN. Kekuatan tarik adalah sifat mekanik sebagai beban maksimum yang terusmenerus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

yang tinggi, dengan pencelupan sedang dan di bagian tengah baja dapat dicapai kekerasan yang tinggi meskipun laju pendinginan lebih lambat.

PROSES QUENCHING DAN TEMPERING PADA SCMnCr2 UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1. PERLAKUAN PANAS

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR TEMPERING TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADA BAJA AAR-M201 GRADE E

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HARDENABILITY. VURI AYU SETYOWATI, S.T., M.Sc TEKNIK MESIN - ITATS

11-12 : PERLAKUAN PANAS

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007)

MODUL 9 PROSES PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

PRAKTIKUM METALURGI FISIK LAPORAN AKHIR

Pengaruh Perlakuan Panas Austempering pada Besi Tuang Nodular FCD 600 Non Standar

PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI. Purnomo *)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketika itu banyak terjadi fenomena patah getas pada daerah lasan kapal kapal

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO

STUDI MORFOLOGI MIKROSTRUKTUR DAN PENGARUHNYA TERHADAP LAJU KOROSI ANTARA BAJA HSLA 0,029% Nb DAN BAJA KARBON RENDAH SETELAH PEMANASAN ISOTHERMAL

Simposium Nasional RAPI XII FT UMS ISSN

BAB VI L O G A M 6.1. PRODUKSI LOGAM

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan 1

II. KEGIATAN BELAJAR 2 DASAR DASAR PENGECORAN LOGAM. Dasar-dasar pengecoran logam dapat dijelaskan dengan benar

BAB II ALUMINIUM DAN PADUANNYA

BAB II STUDI LITERATUR

14. Magnesium dan Paduannya (Mg and its alloys)

PENGARUH JENIS BAHAN DAN PROSES PENGERASAN TERHADAP KEKERASAN DAN KEAUSAN PISAU TEMPA MANUAL

Gambar 4.1 Penampang luar pipa elbow

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Logam Ferro

UNIVERSITAS MERCU BUANA

BAB 3 LOGAM DAN PADUAN BERBASIS BESI

Alasan pengujian. Jenis Pengujian merusak (destructive test) pada las. Pengujian merusak (DT) pada las 08/01/2012

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahan logam pada jenis besi adalah material yang sering digunakan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANNEALLING. 2. Langkah Kerja Proses Annealing. 2.1 Proses Annealing. Proses annealing adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penguatan yang berdampak terhadap peningkatan sifat mekanik dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Baja adalah logam paduan, logam besi sebagai unsur dasar dengan karbon sebagai

Pengaruh Heat Treatment denganvariasi Media Quenching Oli dan Solar terhadap StrukturMikro dan Nilai Kekerasan Baja Pegas Daun AISI 6135

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISA PENGARUH MANIPULASI PROSES TEMPERING TERHADAP PENINGKATAN SIFAT MEKANIS POROS POMPA AIR AISI 1045

Transkripsi:

BAB I BAJA DAN PADUANNYA SISTEM KESETIMBANGAN Fe-C Diagram fasa Fe-C sangat penting di bidang metalurgi karena sangat bermanfaat di dalam menjelaskan perubahan-perubahan fasa Baja (paduan logam Fe-C). Baja merupakan logam yang banyak dipakai di bidang teknik karena kekuatan tarik yang tinggi dan keuletan yang baik. Paduan ini mempunyai sifat mampu bentuk (formability) yang baik dan sifat-sifat mekaniknya dapat diperbaiki dengan jalan perlakuan panas atau perlakuan mekanik. Untuk memudahkan di dalam memahami paduan Fe-C, terlebih dahulu akan dibahas sifatsifat besi murni (Fe). Besi Murni (Fe) Besi murni bersifat allotropy yaitu mempunyai berbagai bentuk kristal. Titik lebur besi sekitar 1539 C. Sedikit di bawah suhu 1539 C, besi cair mulai membeku dan membentuk fasa padat dengan struktur kristal bcc. Fasa padat ini dinamakan besi-s atau ferit-8 sampai suhu sekitar 1401 C. Pada suhu antara 1401-910 C, struktur kristal besi berubah menjadi fcc yang dinamakan austenit (besi- ). Selanjutnya di bawah 910 C, struktur kristal besi kembali ke bcc dalam bentuk ferit α. Gambar 1.1. Pendinginan pada besi murni Di samping itu sifat magnet besi akan hilang jika dipanaskan pada suhu di atas 768 C. Suhu ini biasanya dinamakan Currie point.

Diagram Fasa Fe-C Baja adalah logam paduan Fe-C dengan kadar C<2% sedangkan untuk paduan dengan C>2% dinamakan besi tuang (cast iron). Sifat-sifat baja sangat dipengaruhi oleh kadar C. Gambar 1.2. Diagram fasa Fe-C Diagram fasa mempunyai 3 titik invarian yaitu titik peritectic (pada suhu 1493 C), titik eutectic (pada suhu 1147 C dan C=4,3%) dan titik eutectoid (pada suhu 723 C dan C=0,8%). Titik-titik invarian ini terdiri dari 3 fasa yang berada dalam kesetimbangan : 1. Reaksi peritectic : L + = 2. Reaksi eutectic : L = + Fe3C 3. Reaksi eutectoid : y = α + Fe3C Jadi fasa-fasa pada diagram Fe-C adalah fasa cair L, ferit-, austenit ( ), ferit-a dan cementite (Fe3C). Berdasarkan kadar C, baja dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu : baja eutectic, hypoeutectoid dan baja hypereutectoid.

Baja Eutectoid Jika baja eutectoid dengan kadar C=0,8 % didinginkan dari suhu misal 800 C sampai suhu kamar, maka akan terjadi serangkaian perubahan fasa (transformasi fasa) seperti pada gambar 1.3 di bawah. Gambar 1.3. Baja eutectoid Saat suhu mencapai 723 C, reaksi eutectoid terjadi menurut persamaan : = α + Fe3C. Stuktur mikro yang terbentuk berupa lapisan a (ferrite) dan cementite (Fe3C). Struktur ini dinamakan perlit (pearlite). Struktur perlit ini disebabkan karena perbedaan konsentrasi C antara fasa (0,8 %C), ferit (0,02 %C) dan cementite (6,7 %C) sehingga terjadi difusi. Atom-atom karbon pada ferit akan bergerak menuju interface/batas antara Fe3C/ sehingga membentuk fasa Fe3C. Baja Hypoeutectoid Baja hypoeutectoid adalah baja dengan kadar C antara 0,02-0,76 %. Jika baja dengan kadar Co = 0,4 %C didinginkan dan suhu 900 C (titik a) pada gambar 1.4 maka akan terjadi perubahan struktur mikro sbb. : Pada suhu 900 C, baja dalam bentuk austenit. Jika suhunya turun sampai titik b, ferit mulai tumbuh pada butir austenit. Ferit ini dinamakan proeutectoid ferrite. Pendinginan selanjutnya pada suhu c menyebabkan bertambahnya jumlah proeutectoid ferrite sampai semua batas butir austenit dipenuhi proeutectoid ferrite. Pada suhu di bawah 723 C (titik d), sisa austenit berubah menjadi perlit menurut reaksi : = α + Fe3C (perlit)

Jadi struktur akhir berupa ferit pada batas butir (proeutectoid ferrite) dan perlit. Gambar 1.4. Baja hypoeutectoid Baja Hypereutectoid Baja hypereutectoid adalah Baja dengan kadar C antara 0,8-2,14 %. Perubahan fasa yang terjadi selama pendinginan dapat dijelaskan sbb. : Gambar 1.5. Baja hypereutectoid

Pada titik a, baja hypereutectoid berada dalam bentuk austenit. Jika suhu turun sampai titik b, cementite (Fe3C) mulai terbentuk sepanjang batas butir austenit. Pada titik b, jumlah cementite bertambah sampai batas butir austenit tertutupi oleh cementite. Di bawah suhu eutectoid, sisa austenit akan berubah menjadi perlit. Hasil akhir berupa cementite yang terbentuk sebelum reaksi eutectoid (dinamakan proeutectoid cementite) dan perlit. TRANSFORMASI ISOTHERMAL BAJA EUTECTOID Jika baja karbon eutectoid ( C = 0,8 %) dipanaskan sampai mencapai fasa austenit kemudian didinginkan secara cepat dalam garam cair (salt bath) pada suhu sedikit di bawah suhu eutectoid dan dipertahankan suhunya tetap (isothermal) dengan waktu penahanan yang berbeda-beda kemudian dicelup (quench) ke dalam air atau brine maka akan didapatkan serangkaian transformasi fasa dari austenit menjadi perlit seperti pada gambar 1.6 di bawah. Gambar 1.6 Eksperimen untuk menentukan perubahan struktur mikro selama proses transformasi isothermal

Jika eksperimen di atas diulang dengan suhu yang berbeda-beda maka akan didapatkan diagram T-T-T (time temperature transformation) atau disebut juga diagram IT (isothermal transformation) seperti pada gambar 1.7 di bawah. Gambar 1.7. Diagram transformasi isothermal untuk baja karbon eutectoid Jika baja eutectoid dicelup dari fasa austenit ke interval suhu berikut maka struktur mikroyang terbentuk adalah : 550-723 C : austenit perlit 250-550 C : austenit bainit Suhu kamar : austenit martensit Transformasi perlit (α+fe3c) Jika baja eutectoid dicelup dari fasa austenit dicelup dari fasa austenit ke suhu antara 723 550 C maka akan terbentuk perlit melalui proses pengintian (nucleation) dan pertumbuhan (growth). Mekanisme transformasi perlit (α+fe3c) seperti terlihat pada gambar 1.8 di bawah. Gambar 1.8. Mekanisme transformasi perlit (α+fe3c)

Pada gambar 1.8 di atas terlihat bahwa mula-mula cementite (Fe3C) tumbuh dalam bentuk lapisan (lamella). Kadar C pada daerah austenit di dekat Fe3C mengalami penurunan karena terjadi perpindahan atom-atom C sehingga menjadi α-fe sedangkan daerah dimana terjadi penumpukan C akan membentuk Fe3C. Laju trasnformasi perlit (α+fe3c) biasanya dinyatakan dengan kurva yang berupa fraksi austenit yang telah berubah menjadi perlit, f sebagai fungsi dari waktu t seperti terlihat pada gambar 1.9. di bawah. Gambar 1.9. Kurva reaksi isothermal baja eutectoid Kurva di atas berbentuk sigmoidal dimana pada tahap awal, transformasi berjalan lambat dan tahap ini merupakan waktu inkubasi (incubation time). Pada tahap kedua, laju transformasi meningkat karena terjadi pengintian dan pertumbuhan perlit sedangkan pada tahap akhir terjadi penurunan laju transformasi karena kecepatan pengintian turun dan perlit yang telah tumbuh saling bertemu satu dengan lainnya. Laju transformasi ini dinyatakan dengan Persamaan Johnson-Mehl sebagia berikut : =1 3 dengan f adalah fraksi austenit yang telah menjadi perlit, N adalah laju pengintian, G laju pertumbuhan dan t adalah waktu transformasi. Secara umum laju transformasi dinyatakan dengan Persamaan Johnson-Mehl-Avrami (JMA) yaitu : f =1- exp( -ktn) dengan k adalah konstanta kecepatan (rate constant) dan n adalah eksponen Avrami. Pada umumnya perlit lebih lunak dari martensit atau bainit tetapi lebih keras dari ferit. Tegangan luluh perlit sangat dipengaruhi oleh jarak antar lamellar S yaitu : σy (MPa) =139 +46,4S-1

TRANSFORMASI AUSTENIT MARTENSIT Sifat-sifat Transformasi Austenit -+ Martensit Jika baja eutectoid (Fe-0,8 %C) didinginkan secara cepat dari fasa austenit hingga laju pendinginan tidak memotong bagian hidung (nose) dari kurva T-T-T maka akan terbentuk struktur martensit pada suhu di bawah 220 C. Martensit adalah larutan padat lewat jenuh C dalam ferit-a dan bersifat metasable. Gambar 1.10. Diagram transformasi isothermal untuk baja eutectoid dengan laju pendinginan cepat yang menghasilkan martensit Sifat-sifat transformasi : 1. Struktur martensit tergantung pada kandungan C dalam baja. Jika kadar C sekitar 0,2 % maka akan terbentuk bilah (lath) sedangkan untuk baja dengan kadar C tinggi akan terbentuk pelat (plate). 2. Transformasi y-+martensit tidak berlangsung secara difusi (diffusionless) karena transformasi berlangsung cepat sehingga atom-atom tidak mempunyai waktu bergerak 3. Selam transformasi berlangsung tidak terjadi perubahan fasa antara fasa induk (austenit) dengan fasa baru (martensit). 4. Struktur kristal yang terbentuk oleh transformasi martensit akan berubah dari struktur body centre cubic (BCC) menjadi body centre tetragonal (BCT) jilca kandungan C meningkat.

5. Transformasi martensit pada baja mulai pada suhu MS dan jika persentase austenit yang berubah menjadi martensit meningkat sampai transformasi berakhir pada suhu Mf 6. Pada baja karbon tinggi, martensit pelat (plate martensite) terbentuk melalui transformasi geser (displacive transformation). Morfologi Martensit Martensit bilah (lath martensite) terbentuk jika kadar C dalam baja sampai 0,6 % sedangkan di atas 1 %C akan terbentuk martensit pelat (plate martensite). Perubahan dari tipe bilah ke pelat terjadi pada interval 0,6 %<C<1,08 %. Gambar 1.11. Morfologi martensit : (a) martensit bilah dan (b) martensit pelat Martensit bilah (tipe I) Martensit bilah terdiri dari kelompok-kelompok bilah yang dipisahkan oleh batas butir bersudut kecil atau besar. Struktur ini mempunyai kerapatan dislokasi (dislocation density) tinggi. Martensit pelat (tipe II) Martensit jenis ini berbentuk pelat seperti jarum dan kadang-kadang dikelilingi oleh austenit sisa (retained austenite). Ukuran pelat bervariasi dan mempunyai struktur kembaran (twin) yang sejajar. Mekanisme Terbentuknya Martensit Transformasi martensit berlangsung tanpa difusi dimana tidak terjadi redistribusi atau pertukaran atom akan tetapi berlangsung melalui pergeseran atom-atom secara

serentak pada jarak tempuk tidak lebih dari jarak antar atom (lattice spacing). Sifatsifat martensit adalah : 1. Derajat tetragonality (sifat tetragonal) meningkat jika %C dalam baja meningkat. 2. Peningkatan kadar C menyebabkan perubahan morfologi martensit disertai perubahan deformasi dari mekanisme slip ke kembaran. Perubahan struktur mikro dari austenit (struktur FCC) menjadi martensit (struktur BCT) dapat dijelaskan dengan gambar 1.12 di bawah. Gambar 1.12. Panjang kisi kristal (lattice parameter) austenit dan martensit sebagai fungsi kadar C Dari grafik di atas terlihat bahwa sifat.tetragonal (c/a») meningkat jika kadar C dalam baja meningkat dan dapat dinyatakan dengan persamaan : c/a =1+ 0,045.%C Besi murni (C=0%) mempunyai harga c/a = 1 atau c = a sehingga martensit tak akan terbentuk pada besi murni. Mekanisme Kembaran (Twinning) Pada Pembentukan Martensit Mekanisme kembaran terjadi jika kadar C dalam baja tinggi. Pada reaksi ini timbul energi regangan elastis yang harus diakomodasi pada batas kembaran-matriks yang koheren supaya tidak terjadi retak pada pelat martensit. Perubahan bentuk yang terjadi selama pembentukan pelat martensit dapat dilihat pada gambar 1.13. di bawah.

Gambar 1.13. Pembentukan martensit melalui mekanisme twinning TRANSFORMASI AUSTENIT BAINIT Jika baja eutectoid didinginkan secara cepat pada fasa austenit ke suhu antara 250550 C dan ditahan pada interval suhu tersebut (isothermal) maka akan terbentuk struktur mikro yang dinamakan bainit sesuai dengan nama penemunya, yaitu Dr. E.C. Bain. Gambar 1.14. Diagram transformasi isothermal untuk baja eutectoid dengan lintasan pendinginan yang menghasilkan bainit Bainit adalah struktur mikro hasil dari reaksi eutectoid non lamellar sedangkan perlit dihasilkan dari reaksi eutectoid lamellar. Bainit merupakan struktur mikro yang merupakan campuran fasa ferit dan cementite (Fe3C). Pada suhu 350-550 C akan terbentuk bainit atas (upper bainit) sedangkan pada 250-350 C akan terbentuk bainit bawah (lower bainit).

Bainit Bawah Karena bainit terbentuk pada suhu yang rendah maka laju difusi rendah pula sehingga karbida besi akan mengendap di dalam pelat ferit. Karbida besi ini membentuk sudut 55 dengan sumbu panjang ferit. Bainit bawah tidak menunjukkan adanya kembaran (twinning) dan mekanisme terbentuknya bainit bawah identik dengan struktur mikro yang dihasilkan oleh martensit yang mengalami proses temper, yaitu ferit lewat jenuh terbentuk melalui mekanisme geser (shear) dan diikuti dengan endapan karbida di dalam ferit. Bainit Atas Bainit atas terbentuk pada suhu antara 350-550 C. Pada baja eutectoid, bainit atas terdiri dari fasa cementite dan ferit tetapi bentuk cementite seperti batang (rod) bukan pelat atau lamellae. Bainit tersusun atas ferit yang berbentuk bilah (lath) sejajar dengan sumbu panjang dan cementite mengendap pada batas butir. Gambar 1.15. Bainit atas

Gambar 1.16. Bainit bawah ANNEALING DAN NORMALIZING PADA BAJA KARBON Kebanyakan logam paduan yang akan dipakai untuk aplikasi teknik harus mempunyai kombinasi kekuatan (strength) dan keuletan (ductility) yang baik. Kekuatan logam dapat dilakukan dengan cara memberi pengerjaan dingin (cold working) yang menghasilkan peningkatan dislokasi sedangkan keultan logam dapat dilakukan dengan proses annealing (pelunakan) Gambar 1.17. Interval suhu untuk annealing pada baja karbon

Annealing menyebabkan struktur logam yang telah mengalami distorsi karena pengerjaan dingin kembali ke bentuk yang lunak dengan sedikit dislokasi. Annealing terbagi menjadi 2 yaitu full annealing (pelunakan penuh) dan process annealing (pelunakan proses). Full Annealing Dilakukan dengan cara memanaskan 25 C di atas Ac3 dan ditahan beberapa lama kemudian didinginkan secara lambat ke suhu kamar. Process Annealing Biasanya untuk baja hypoeutectoid (0,3 %C) dan dilakukan dengan cara memanaskan di bawah suhu kritis (550-650 didinginkan pada kecepatan yang C) ditahan beberapa lama dan diinginkan. Proses ini digunakan untuk pembebasan tegangan sisa (stress relief). Gambar 1.18. Proses recovery-rekristalisasi-pertumbuhan butir Selama proses annealing terjadi perubahan struktur mikro sebagai berikut : Recovery : Pada proses ini, logam yang telah mengalami perlakuan dingin dipanaskan sehingga terjadi perubahan susunan dislokasi menjadi susunan dengan energi rendah. Rekristalisasi : Pada proses ini terbentuk butir baru bebas regangan. Butir ini terbentuk oleh perpindahan batas butir yang mempunyai mobilitas tinggi. Pertumbuhan : Struktur yang telah mengalami rekristalisasi akan berlanjut sampai terbentuk

Normalizing Normalizing adalah proses dimana baja dipanaskan 40 C di atas Ac3 atau Acm pada waktu tertentu kemudian didinginkan di udara. Tujuan normalizing 1. Memperhalus butir atau membuat austenit menjadi homogen saat baja dipanaskan untuk keperluan pengerasan (hardening) atau full anneling. 2. Mengurangi pemisahan (segregation) pada logam cor atau penempaan (forging) sehingga menghasilkan struktur yang homogen. 3. Memperkeras baja. Pengerasan Celup (Quench Hardening) dan Tempering Quench Kekerasan maksimum pada baja karbon dapat dicapai dengan pemanasan sampai fasa austenit kemudian dicelup (quench) pada laju pendinginan di atas nilai kritisnya sehingga terbentuk martensit yang keras, akan tetapi proses quenching dapat menyebabkan terjadinya tegangan sisa karena beda suhu antara bagian luar (permukaan) dan dalam dari benda kerja. Media celup yang dipakai dapat berupa air atau minyak. Tempering Proses tempering dilakukan dengan cara memanaskan baja yang telah dicelup (struktur martensit) di bawah suhu eutectoid sehingga menjadi lunak dan ulet. Proses quenching-tempering seperti pada gambar 1.19. di bawah. Gambar 1.19. Proses quenching-tempering untuk baja karbon

Suhu temper sangat mempengaruhi struktur mikro dan kekerasan baja karbon. Selama proses tempering terjadi reaksi-reaksi berikut : 1. Pemisahan (segregation) atom C 2. Pengendapan karbida 3. Penguraian austenit sisa 4. Recovery dan rekristalisasi Segregasi Karbon Proses tempering pada suhu 25-100 C menyebabkan redistribusi C ke posisi atau tempat dengan energi rendah yaitu ruang antar atom (lattice site) dekat dislokasi. Endapan Karbida (Carbide Precipitation) Pemanasan martensit pada suhu 100-200 C menyebabkan terjadinya endapan carbideatau (Fe2-3C, HCP) sedangkan pada suhu antara 200-300 C menghasilkan Hagg carbide (Fe5C2, monoclin). Pada interval suhu 250-700 C akan terbentuk cementite (Fe3C, orthorhombic). Cementite ini tumbuh pada batas bilah-bilah martensit dan pada batas butir ferit. Pada suhu antara 400-600 C, karbida dalam bentuk bilah bergabung dan membentuk spheroidite. Penguraian Austenit Sisa Austenit sisa hanya terdapat pada baja karbon dengam %C lebih besar dari 0,4 % sehingga banyak terdapat pada baja karbon sedang dan tinggi. Recovery dan Rekristalisasi Recovery terjadi pada suhu 400 C dan selama recovery, dislokasi akan mengalami perubahan susunan dengan energi rendah dan menghasilkan butir halus. Rekristalisasi terjadi pada suhu 600 C dan menghasilkan struktur ferit dengan bentuk poligonal (equiaxed). Suhu temper pada Fe-C tidak banyak mempengaruhi kekerasan jika suhunya 200 C akan tetapi di atas suhu ini kekerasan turun secara gradual.

Gambar 1.20. Diagram kekerasan martensit (0,026-0,39 %C) yang ditemper pada suhu 100-700 C selama 1 jam Pengaruh Ukuran Butir Ukuran butir biasanya dinyatakan menurut ASTM grain size number atau indeks ASTM dan diyatakan dengan persamaan : n = 2 N-1 dengan n jumlah butir tiap ini pada perbesaran 100X. Pada baja karbon rendah dengan struktur mikro ferit, ukuran butir sangat berpengaruh terhadap tegangan luluh dimana semakin kecil ukuran butir kekuatan tarik akan meningkat. Hal ini disebabkan karena butir keel berarti mempunyai batas butir yang banyak dan batas butir ini menghambat gerakan dislokasi. Hubungan antara tegangan luluh dan ukuran butir dinyatakan oleh persamaan HallPetch, yaitu : dengan σ adalah tegangan luluh, tegangan friksi, k konstanta dan d diameter butir.

Pengaruh Ukuran Butir Austenit Jika baja hypoeutectoid dengan ukuran butir kecil didinginkan secara lambat (pendinginan udara) dari fasa austenit maka akan terbentuk proeutectoid ferrite pada batas butir austenit dan terjadi pembuangan C ke pusat butir melalui difusi dan sisa austenit berubah menjadi perlit sampai suhu kamar. Gambar 1.21. (a) Proeutectoid ferrite tumbuh pada butir austenit kecil dan (b) Ferit Widmanstatten dihasilkan dari butir austenit besar Jika butir austenit cukup besar dibanding ukuran proeutectoid ferrite maka pada proeutectoid ferrite akan tumbuh ferit Widmanstatten menuju ke dalam butir sebagai akibat dari kondisi butir austenit yang jenuh dengan C. AUSTEMPERING DAN MARTEMPERING Austempering Austempering adalah proses perlakuan panas isothermal yang menghasilkan struktur mikro berupa bainit. Austempering dilakukan dengan cara memanaskan baja sampai terbentuk austenit kemudian dicelup ke dalam garam cair (salth bath) pada suhu di atas suhu terbentuknya martensit (Ms), ditahan beberapa lama kemudian didinginkan di udara. Gambar 1.22. Proses austemper pada baja karbon eutectoid

Austempering biasanya digunakan sebagai pengganti perlakuan quenching-tempering untuk : 1. meningkatkan keuletan dan ketangguhan 2. menghindari terjadinya retak dan distorsi karena quenching Martempering (Marquenching) Martempering merupakan modifikasi dari perlakuan quenching dan bertujuan untuk mengurangi terjadinya distorsi. Gambar 1.23. (a) Proses martempering dan (b) modifikasinya Perlakuan martempering terdiri dari : (1) pemanasan sampai fasa austenit diikuti dengan (2) pencelupan ke dalam minyak panas atau garam cair sedikit di atas atau di bawah suhu MS dan (3) ditahan pada suhu konstan beberapa lama tetapi belum sampai terjadi reaksi bainit dan akhirnya (4) pendinginan udara pada laju yang sedang untuk mengurangi beda suhu di bagian permukaan dan tengah benda uji. HARDENABILITY Hardenability didefinisikan sebagai (1) kemampuan baja untuk membentuk martensit pada proses pencelupan atau (2) sifat baja yang menentukan kedalaman dan distribusi kekerasan pada proses quenching. Hardenability dipengaruhi oleh faktor berikut : 1. komposisi kimia baja 2. ukuran butir austenit 3. struktur baja sebelum quenching Hardenability dapat diukur dengan metode Grossmann atau Jominy End Quench Test. Metode Grossmann

Pada metode ini, hardenability diukur dengan mencelupkan spesimen berbentuk silinder dengan diameter yang bervariasi ke dalam media quenching setelah pemanasan sampai fasa austenit. Batang silinder dengan 50 % martensit di bagian tengah digunakan acuan sebagai diameter kritis, Do yang disebut juga diameter aktual. Diameter kritis aktual ini tergantung pada laju pendinginan saat pencelupan atau jenis media quenching, misal air atau minyak sehingga Do tidak mempunyai nilai mutlak untuk menyatakan hardenability. Untuk menghilangkan variabel ini maka semua pengukuran hardenability didasarkan pada pencelupan ideal dan diameter yang diperoleh dinamakan diameter kritis ideal (Di). Gambar 1.24. Kekerasan pada penampang lintang batang Baja yang dicelup dengan pada diameter yang berbeda Pada kenyataannya tak ada media quenching ideal sehingga perbandingan antara media quenching ideal dan aktual dinyatakan dengan koefisien H.

Gambar 1.25.Hubungan antara diameter kritis ideal D,, diameter kritis aktual D dan faktor H Tabel 1.1. Faktor H untuk berbagai media celup Metode Jominy End Quench Test Pengukuran hardenability dengan metode Grossmann sangat rumit dan membutuhkan banyak biaya sehingga dipakai cara lain yaitu Jominy End Quench Test seperti pada gambar 1.26 di bawah.

Gambar 1.26. Pengujian hardenability menurut metoda Jominy Pada pengujian ini digunakan spesimen dalam bentuk silinder dengan diameter 1 in dan panjang 4 ini. Setelah proses austenitisasi, sampel dengan cepat ditempatkan pada posisi menggantung diikuti dengan semprotan air pada salah satu ujungnya. Setelah pendinginan selesai, permukaan silinder dibuat datar untuk pengujian kekerasan sebagai fungsi dari jarakyang diukur dari ujung yang diquench. Pengujian hardenability pada berbagai jenis baja seperti terlihat pada gambar 1.27. di bawah Gambar 1.27. Kurva hardenability untuk baja paduan dengan 0,40 %C

Baja 4340 mempunyai hardenability yang baik karena dapat mempertahankan kekerasan pada jarak 2 in sedangkan pada baja 1040 nilai kekerasan turun drastis pada jarak 3/4 in sehingga hardenability-nya tidak baik. Perubahan nilai kekerasan sepanjang jarak dari ujung yang di-quench dapat dinyatakan dengan diagram CCT.

Hardenability dan Perlakuan Panas Hardenability dipengaruhi oleh unsur paduan. Karbon dapat meningkatkan hardenability akan tetapi jika persentasenya tinggi dapat menurunkan ketangguhan sehingga baja sukar dimesin dan kemungkinan terjadinya retak dan distorsi saat perlakuan panas dan pengelasan menjadi tinggi. Peningkatan hardenability yang paling ekonomis yaitu dengan memberikan mangaan (Mn) sebesar 0,6% sampai 1,4 %. Chromium (Cr) dan molybdenum (Mo) juga efektif dalam meningkatkan hardenability. Boron mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap hardenability dimana penambahan B sebesar 0,001 % dapat meningkatkan hardenability baja. Hardenability tinggi tidak selalu diinginkan terutama untuk alat iris atau komponen mesin lainnya yang membutuhkan permukaan yang keras dan tahan aus serta ketangguhan yang baik di bagian dalam (inti). Selain itu pengerasan yang dangkal saat quenching menyebabkan tegangan sisa tarik di bagian inti dan tegangan tekan pada permukaanya sehingga ketahanan lelah menjadi tinggi karena adanya tegangan sisa tekan. Proses pencelupan dari austenit ke suhu kamar kadang-kadang menyebabkan distorsi dan retak (quench cracking). Cacat ini disebabkan oleh terjadinya tegangan sisa saat quenching yang terdiri dari : 1. Tegangan thermal yang timbul karena perbedaan laju pendinginan pada bagian permukaan dan inti 2. Tegangan transformasi sebagai akibat dari perubahan volume saat transformasi dari austenit ke fasa lain. Pengaruh tegangan thermal seperti terlihat pada gambar 1.29.

Gambar 1.29. Timbulnya tegangan thermal selama proses quenching Dari gambar terliat bahwa beda suhu maksimum terjadi saat t1 seperti ditunjukkan oleh kurva A akan tetapi karena adanya deformasi plastis, kurva tegangan-waktu sesungguhnya pada permukaan seperti yang ditunjukkan oleh kurva B yang diimbangi oleh tegangan tekan pada inti dan pada suhu kamar akan menghasilkan tegangan sisa. BAJA KARBON Baja merupakan paduan Fe-C dengan kandungan C kurang dari 2%. Berdasarkan persentase C, baja dibedakan menjadi : 1. Baja karbon rendah (low carbon steels) 2. Baja karbon sedang (medium carbon steels) 3. Baja karbon tinggi (high carbon steels) Baja juga digolongkan berdasarkan unsur paduan yaitu : 1. Plain carbon steels : hanya mengandung unsur C, Mn dan unsur unsur pengotor (impurities) 2. Baja paduan (alloy steels) : mengandung unsur-unsur paduan yang sengaja ditambahkan dalam konsentrasi tertentu

Baja Karbon Rendah Baja ini mempunyai kandungan C antara 0,10 sampai 0,25 % dan kurang sensitif terhadap perlakuan panas sehingga untuk meningkatkan kekuatannya dilakukan pengerjaan dingin (cold work). Struktur mikro baja ini berupa ferit dan perlit sehingga mempunyai keuletan dan ketangguhan yang baik. Selain itu, baja ini mempunyai sifat mampu mesin (machinability) dan sifat mampu las (weldability) yang baik. Berdasarkan kandungan C, baja paduan rendah kekuatan tinggi atau high strength low alloy steel (HSLA) dapat dikelompokkan ke dalam baja karbon rendah. Baja HSLA mengandung tembaga (Cu), vanadium (V), nikel (Ni) dan molybdenum (Mo) dengan konsentrasi tidak lebih dari 10 %. Baja Karbon Sedang Kandungan C pada baja ini sekitar 0,25-0,60 %. Kekuatan baja ini dapat ditingkatkan dengan cara memberi perlakuan panas dengan cara pemanasan sampai fasa austenit, quenching dan tempering. Baja Karbon Tinggi Kandungan C pada baja ini sekitar 0,60-1,4 % sehingga bersifat keras, kekuatan tank tinggi tetapi kurang ulet. Sebelum dipakai, baja ini biasanya diperkeras dan ditemper sehingga menghasilkan baja tahan aus. Baja ini banyak digunakan untuk alat iris. Karena persentase C yang tinggi maka pada baja ini biasanya terbentuk karbida seperti Cr23C6, V4C3 dan WC. BAJA PADUAN Meskipun baja karbon dapat dibuat dengan kekuatan tarik yang bervariasi, tergantung pada kebutuhan, dengan biaya murah akan tetapi sifat-sifat mekanisnya tidak selalu memenuhi persyaratan untuk aplikasi teknik sehingga dikembangkan baja paduan. Unsur-unsur paduan pada baja dapat dikelompokkan menjadi 2 berdasarkan pengaruhnya terhadap diagram kesetimbangan yaitu : 1. Unsur-unsur yang memperluas bidang austenit ( ) pada diagram Fe-C. Unsurunsur ini dinamakan penstabil austenit ( -stabilizer) 2. Unsur-unsur yang mempersempit daerah austenit. Unsur-unsur ini dinamakan penstabil ferit (α-stabilizer). Pengaruh unsur paduan pada diagram Fe-C seperti terlihat pada gambar 1.30. di bawah.

Gambar 1.30. Berbagai jenis diagram fasa baja paduan Kelompok 1: Daerah y terbuka (open y-field) Unsur-unsur pada kelompok ini diantaranya adalah Ni, Mn, Co dan logam mulia (inert) seperti ruthenium (Re), rhodium (Rh), palladium (Pd), osmium (Os), iridium (Ir) dan platina (Pt). Jika konsentrasi unsur-unsur ini tinggi maka akan terbentuk austenit meskipun pada suhu kamar. Kelompok 2: Daerah y melebar (expanded y-field) Unsur-unsur pada kelompok ini terutama adalah C dan N yang menyebabkan perluasan pembentukan senyawa. daerah y akan tetapi dibatasi oleh

Kelompok 3: Daerah y tertutup ( close y-field) Beberapa unsur paduan menghambat terbentuknya austenit sehingga menyebabkan terjadinya penyusutan bidang y pada diagram Fe-C. Termasuk pada kelompok ini adalah silikon (Si), aluminium (Al) dan fosfor (P). Kelompok 4 : Daerah y kontraksi (contracted y-field) Boron merupakan unsur utama pada kelompok ini bersama-sama dengan unsur-unsur pembentuk karbid seperti tantalum (Ta), niobium (Nb) dan zirconium (Zr) Distribusi Unsur-unsur Paduan dalam Baja Distribusi unsur-unsur paduan pada baja tergantung pada komposisi. Unsur-unsur paduan ini akan berinteraksi satu dengan lainnya. Distribusi unsur-unsur paduan pada baja terlihat pada tabel di bawah. Tabel 1.2. Distribusi unsur-unsur paduan pada baja

Pengaruh Unsur Paduan pada Baja Unsur paduan ditambahkan pada baja untuk berbagai tujuan, diantaranya adalah untuk : 1. meningkatkan sifat mekanis baja dengan cara meningkatkan sifat hardenability 2. meningkatkan suhu temper dengan tetap mempertahankan kekuatan dan keuletan 3. meningkatkan sifat mekanis pada suhu rendah dan tinggi 4. meningkatkan ketahanan korosi dan oksidasi pada suhu tinggi 5. meningkatkan sifat-sifat khusus seperti ketahanan aus dan kelelahan Unsur-unsur paduan berpengaruh pada persentase C dan suhu eutectoid. Unsurunsur seperti Ni, Cr, Si, Mn, W, Mo dan Ti cenderung mengurangi C pada baja eutectoid. Suhu transformasi eutectoid dipengaruhi oleh unsur paduan, tergantung pada sifatnya sebagai penstabil austenit atau ferit. Unsur penstabil austenit seperti Mn dan Ni memperluas daerah austenit dan menurunkan suhu eutectoid sedangkan unsur penstabil ferit menaikkan suhu eutectoid seperti W, Mo, Si dan Ti. Unsur-unsur ini reaktif terhadap C sehingga dinamakan unsur pembentuk karbid. Menurut AISI-SAE, baja paduan dapat dikelompokkan dengan menggunakan 4 digit dengan 2 digit pertama menunjukkan unsur paduan utama sedangkan 2 digit terakhir menunjukkan kandungan karbon seperti terlihat pada tabel di bawah. Tabel 1.3. Baja paduan menurut standard AISI-SAE

Baja Mangan Penambahan unsur mangan (Mn) biasanya bertujuan untuk mengurangi kadar oksigen dalam baja cair dan mengikat belerang S dalam bentuk MnS saat proses steel making. Penambahan Mn dapat meningkatkan kekuatan tarik baja dimana penambahan sebesar 1,6-1,9 % dapat menghasilkan baja dengan kekuatan tarik tinggi dan sifat mampu las (weldability) yang baik. Penambahan Mn mengurangi laju difusi sehingga transformasi dari austenit ke ferit-perlit berjalan lambat sehingga diagram T-T-T pada baja mangan bergeser ke kanan seperti terlihat pada gambar 1.31. di bawah. Sebagai akibatnya, hardenability baja mangan lebih tinggi daripada baja karbon. Gambar 1.31. Diagram T-T-T untuk baja AISI 1340 Mangan dapat memperhalus perlit sehingga kekuatan tarik baja Mn meningkat seperti pada gambar 1.32. di bawah. Gambar 1.32. Struktur mikro baja AISI 1340 (0,40 %C dan 1,74 %Mn)

Pengaruh Mn terhadap kekuatan baja dapat dikelompokkan menjadi 3 cara yaitu : 1. pengerasan larutan padat (hardening solid solution) 2. penghalusan butir (grain size refinement) 3. peningkatan jumlah perlit Baja Krom Penambahan chromium (Cr) dapat meningkatkan hardenability, kekuatan tarik dan ketahanan aus. Unsur Cr merupakan penstabil ferit karena struktur kristalnya berupa bcc. Unsur Cr merupakan pembentuk karbid dan karena persentase Cr pada baja paduan kurang dar 2 % maka atom-atom Cr akan mengganti atom Fe dalam Fe3C menjadi karbid dalam bentuk senyawa kompleks (Fe,Cr)3C. Karbid ini menyebabkan baja horn menjadi keras dan keausannya tinggi jika berbentuk partikel halus dan tersebar merata pada matriks ferit. Baja Nikel-Krom-Molybdenum Baja paduan ini mengandung 1,8 %Ni, 0,5-0,8 %Cr dan 0,20 %Mo yang merupakan paduan seri 43xx. Kombinasi Ni dan Cr akan menghasilkan baja dengan batas elastis tinggi, hardenability yang tinggi disertai dengan ketangguhan dan ketahanan lelah yang baik. Selanjutnya penambahan 0,2 %Mo meningkatkan hardenability dan mengurangi resikco penggetasan saat tempering. Diagram CCT untuk baja paduan ini misal paduan 4340 seperti terlihat pada gambar 1.33. di bawah. Gambar 1.33. Diagram CCT untuk baja 4340

Kombinasi Ni-Cr-Mo menghambat transformasi dari austenit ke perlit sehingga transformasi terjadi dalam waktu yang lama. Struktur mikro yang terbentuk pada pendinginan udara dari suhu austenit akan menghasilkan struktur mikro berupa bainit karena adanya keterlambatan transformasi. Perlakuan Thermomekanik pada Baja Paduan Perlakuan thermomekanik merupakan gabungan antara proses perlakuan panas dengan dformasi untuk mendapatkan struktur mikro yang halus, misal pengerolan panas (hot rolling) seperti pada gambar 1.34. di bawah. Gambar 1.34. Proses thermomekanik Proses thermomekanik dilakukan dengan cara memanaskan baja pada suhu antara 1200 1300 C beberapa lama kemudian diikuti dengan pengerolan sehingga menyebabkan : 1. Perubahan struktur pada baja ingot karena terjadinya rekristalisasi 2. Hilangnya segregasi yang terjadi saat pengecoran sehingga baja lebih homogen 3. Pada baja rim, lubang-lebang halus (porosity) menjadi tertutup 4. Inklusi seperti oksida, silika, belerang akan pecah dan memanjang pada arah rol sehingga distribusi inklusi menjadi lebih homogen. Terjadinya penghalusan butir/struktur mikro disebabkan oleh adanya rekristalisasi austenit saat pengerolan panas. Dengan adanya endapan halus (precipitate) maka pertumbuhan butir menjadi terhambat kaena gerakan batas butir austenit ditahan oleh precipitate.

Gambar 1.35. Terhambatnya pertumbuhan butir karena precipitate Jika jari jari precipitate r, fraksi volume precipitate f maka diameter maksimum butir austenit (b) karena pertumbuhan dinyatakan dengan persamaan : = 4 3 Prcipitate yang biasanya digunakan untuk memperhalus butir adalah unsur-unsur pembentuk karbida atau nitrida seperti Nb, Ti dan V. Terbentuknya senyawa karbida atau nitrida terjadi saat baja dalam bentuk austenit dan dapat diprediksi dengan menggunakan hasil kali kelarutan (solubility product), yaitu : Gambar 1.36. Kurva solubility product Gambar di atas adalah contoh batas kelarutan pada senyawa VN dimana : [V]T : konsentrasi total V dalam austenit, dalam % massa [MT : konsentrasi total N dalam austenit, dalam % massa [V]VN : konsentrasi V dalam senyawa VN, dalam % massa

[N]VN : konsentrasi N dalam senyawa VN, dalam % massa Garis stoichiometry adalah garis dimana [V]VN / [N]VN = Av / AN dengan Av dan AN masingmasing adalah massa atom V dan N. Jika pada suhu T : Jika kondisi 2 terjadi maka persentase precipitate yang terjadi dapat dihitung menurut persamaan berikut : Penghalusan butir karena proses thermomekanik akan meningkatkan kekuatan dan ketangguhan baja. Baja HSLA merupakan baja paduan rendah yang diberi perlakuan thermomekanik. BAJA TAHAN KARAT (STAINLESS STEEL) Baja tahan karat adalah baja dengan kandungan Cr sekitar 12 %. Penambahan Cr menyebabkan ketahanan karat meningkat karena Cr membentuk lapisan oksida tipis yang melindungi logam dari korosi. Penambahan Ni pada baja ini meningkatkan ketahanan karat dan memperbaiki keuletan dan sifat mampu bentuk (formability). Kesetimbangan Fe-Cr Diagram fasa kesetimbangan Fe-Cr terlihat seperti pada gambar 1.36. di bawah. Dua hal yang penting dalam diagrani fasa ini adalah untai ( -loop) dan fasa a. Unsur Cr berfungsi sebagai penstabil ferit sehingga memperluas daerah ferit dan menekan daerah austenit. Paduan Fe-Cr dengan %Cr kurang dari 12 atau 13 % akan mengalami transformasi a pada saat pendinginan sebaliknya untuk Cr lebih besar dari 12-13% tidak mengalami transformasi akan tetapi tetap sebagai larutan padat Cr dalam ferit.

Gambar 1.37. Diagram kesetimbangan Fe-Cr Kesetimbangan Fe-Cr bukan merupakan interval larutan padat yang mengalami transformasi sempurna akan tetapi terdapat fasa antara (intermediate) dalam bentuk fasa a di bawah suhu 821 C pada kandungan Cr sebesar 46 %. Fasa a menyebabkan baja tahan karat menjadi getas. Kesetimbangan Fe-Cr-C Karbon merupakan penstabil austenit dan jika ditambahkan ke dalam paduan Fe-Cr akan memperluas daerah austenit. Gambar di bawah memperlihatkan pengaruh peningkatan C dari 0,05-0,4 % terhadap daerah austenit dimana batas maksimum daerah austenit dicapai pada 18 %Cr dengan 0,6 %C. Kadar C lebih dari 0,6 % akan membentuk karbida dalam bentuk :

Gambar 1.38. Diagram kesetimbangan fasa Fe-Cr untuk (a) 0,05 % C, (b) 0,1 %C, (c) 0,2 %C dan (d) 0,4 %C Kesetimbangan Fe-Cr-Ni-C Nikel merupakan penstabil austenit karena struktur kristal Ni berupa fcc. Gambar 1.39. di bawah adalah pengaruh penambahan Ni pada daerah austenit di dalam diagram Fe-18 %CrC dengan 4 dan 8 %Ni. Gambar 1.39. Diagram fasa Fe-Cr-C-Ni

Salah satu cara untuk mengetahui pengaruh unsur-unsur paduan terhadap struktur mikro pada paduan Fe-Cr-Ni adalah dengan diagram Schaefitier seperti pada gambar 1.40. di bawah. Gambar 1.40. Diagram Schaefer Diagram ini berupa sumbu koordinat yang merupakan batas komposisi austenit, ferit dan martensit pada suhu kamar yang dinyatakan dengan ekuivalen Ni dan Cr, yaitu : Berdasarkan komposisi dan struktur mikro di atas, baja tahan karat dapat dibedakan menjadi 4 kelompok yaitu : 1. Baja Tahan Karat Ferit Biasanya mengandung 11-30 %Cr dan %C<0,12%. Baja tahan karat austenit tidak bisa diberi perlakuan panas karena tidak terjadi transformasi -α. 2. Baja Tahan Karat Martensit Baja tahan karat ini mengandung 12-17 %Cr dengan 0,1-1 %C dan dapat diberi perlakuan panas. 3. Baja Tahan Karat Austenit Merupakan paduan Fe-Cr-Ni dengan %Ni sekitar 6-22 %. Baja ini tidak tidak dapat diberi perlakuan panas, ulet dan ketahanan korosinya lebih baik daripada baja ferit.

4. Baja Tahan Karat Pengerasan Endapan Mengandung 30 %Cr dan sejumlah Ni dan Mo. Pengerasan endapan (precipitation hardening) terjadi karena penambahan Cu, Al, Ti dan Nb. Baja ini mempunyai kekuatan tank tinggi. Transformasi fasa baja tahan karat dapat dipelajari dengan melihat diagram terner FeCr-Ni seperti pada gambar 1.41. di bawah. Gambar 1.41. Irisan horisontal diagram terner Fe-Cr-Ni Gambar 1.42. di bawah adalah irisan vertikal dari Fe-Cr-Ni dengan 70 %Fe + 30 %(Cr+Ni) dengan Cr adalah penstabil efrit sedangkan Ni austenit. Gambar 1.42. Irisan vertikal dari sistem Fe-Cr-Ni dengan 70 %Fe + 30 %(Cr+Ni)

Jika komposisi baja tahan karat kaya dengan Cr maka akan terbentuk ferit-8 atau ferit-a sedangkan jika kaya dengan Ni akan terbentuk austenit ( ). Jika komposisi berada pada segitiga eutectic (L+ + ) maka pada pembekuan akan membentuk ferit- + austenit ( ) dengan fasa pertama yang tumbuh adalah atau y tergantung pada persentase Ni dan Cr. Jika komposisi di sebelah kiri segitiga eutectic maka fasa pertama yang terbentuk adalah yang berbentuk dendrit dengan ferit-8 tumbuh sekelilingnya pada akhir pembekuan. Sebaliknya, jika komposisi berada di sebelah kanan segitiga eutectic, maka fasa pertama yang terbentuk adalah ferit- yang merupakan inti dendrit dan kaya dengan Cr. Pada pendinginan selanjutnya, komposisi Cr di luar dendrit turun dan jika suhu pendinginan berada di dalam segitiga eutectic maka austenit akan terbentuk di sekeliling ferit- yang berbentuk dendrit. Pada akhir pedinginan akan terbentuk (ferit- + ) dan pada bagian luar dendrit akan terbentuk austenit dengan kadar Cr rendah. BESI COR (CAST IRON) Besi cor atau besi tuang adalah padua Fe-C dengan kadar C kurang dari 2,14 %. Kebanyakan besi cor kadar C dibuat sekitar 3,0-4,5 % dan ditambah dengan unsurunsur paduan. Dari diagram fasa kesetimbangan Fe-C terlihat bahwa besi tuang mempunyai titik cair lebih rendah daripada baja, yaitu sekitar 1150-11300 C sehingga besi cor mudah dituang. Senyawa Fe3C pada besi cor bersifat metastable sehingga akan mengalami penguraian sbb. : Fe3C α-ferit + C (grafit) Reaksi grafitisasi (graphitization) di atas tergantung pada komposisi dan laju pendinginan. Pembentukan grafit dilakukan dengan cara memberikan silikon (Si) lebih dari 1 % dan laju pendinginan saat solidifikasi dibuat lambat. Besi cor dibedakan menjadi : 1. Besi Cor kelabu (Gray Cat Iron) Komposisi kimia besi cor kelabu adalah kadar C : 2,5-4,0 % dan Si : 1,0-3,0 %. Bentuk grafit memanjang seperti corn flake dikelilingi matriks berupa ferit atau perlit. Retak lebih mudah terjadi pada grafit dibanding matriksnya karena grafit bersifat keras dan getas. Besi cor kelabu dapat meredam getaran sehingga banyak digunakan pada mesin atau struktur yang mengalami getaran.

2. Besi Cor Nodular Besi cor ini mempunyai grafit bulat yang dikelilingi ferit atau perlit. Grafit bentuk bulat ini disebabkan adanya penambahan magnesium (Mg) atau cerium (Ce). Besi cor nodular leb ulet dan kuat dibanding besi cor kelabu sehingga banyak digunakan untuk katup (valve), rumah pompa (casing), roda gigi (gear), poros engkol (crank shaft). 3. Besi Cor Putih (White Cast Iron) dan Maleabel (Malleable) Kadar Si dalam besi cor putih kurang dari 1 % dan karena proses pendinginan selama solidifikasi relatif cepat maka C berada dalam bentuk cementite (Fe3C) sehingga tampak berwarna putih. Besi cor putih biasanya hanya merupakan produk antara karena terlalu keras dan tidak bisa dimesin. Pemanasan besi cor putih pada suhu 800-900 C pada waktu yang lama menyebabkan terurainya Fe3C menjadi grafit yang berbentuk rosette dengan matriks ferit atau perlit. Besi cor dengan struktur mikro ini dinamakan besi cor maleabel dan bersifat ulet dengan kekuatan tinggi.

Gambar 1.43. Struktur mikro : (a) besi cor kelabu, (b) besi cor nodular (c) besi cor putih dan (d) besi cor maleabel