BAB I PENDAHULUAN. atau keluarganya sebagai imbal jasa sebuah pelayanan (KPK, 2006: 1).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. implementasi sudah berjalan namun belum sesuai dengan harapan. Karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu topik yang menarik untuk dibahas, karena

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Sely Lamtiur, 2014 Model kantin kejujuran bagi pengembangan karakter jujur siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan investasi sumber daya manusia jangka

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan dan sikap-sikap yang diharapkan dapat membuat seseorang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia dalam suatu negara. Kemajuan sumber daya manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakaniklim budaya sekolah yang penuh makna. Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. kewibawaan guru di mata peserta didik, pola hidup konsumtif, dan sebagainya

I. PENDAHULUAN. satu usaha pembangunan watak bangsa. Pendidikan ialah suatu usaha dari setiap diri

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. sikap, perilaku, intelektual serta karakter manusia. Menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya sangatlah tidak mungkin tanpa melalui proses pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. (aspek keterampilan motorik). Hal ini sejalan dengan UU No.20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk membentuk karakter peserta

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Dosen PJMK : H. Muhammad Adib. Essay Bebas (Pentingnya Pendidikan Anti Korupsi Sejak Dini)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Karakter merupakan hal sangat esensial dalam berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan matematika dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian, E) Manfaat Penelitian, F) Penegasan Istilah.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana mengubah kepribadian dan pengembangan diri. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Bab 2 pasal 3 UU Sisdiknas berisi pernyataan sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN. berkala agar tetap relevan dengan perkembangan jaman. pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya. Pendidikan dapat dimaknai sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu wadah yang didalamnya terdapat suatu

Oleh: RIAN PUTERI SAYEKTI WIBOWO A

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peningkatan mutu pendidikan terus dilakukan dalam mewujudkan sumber

BAHAN AJAR CHARACTER BUILDING BERBASIS NILAI-NILAI PANCASILA

I. PENDAHULUAN. yang mana didalamnya terdapat pembelajaran tentang tingkah laku, norma

I. PENDAHULUAN. Pendidikan karakter merupakan suatu upaya penanaman nilai-nilai karakter

: Pendidikan Kewarganegaraan (PKN)

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. patriotisme, dan ciri khas yang menarik (karakter) dari individu dan masyarakat bangsa

Karakter di Sekolah, (Jogjakarta: DIVA Press, 2013), hlm Jamal Ma ruf Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan pada dasarnya memiliki tujuan untuk mengubah perilaku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. negara. Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha membina kepribadian dan kemajuan manusia

BAB I PENDAHULUAN. pribadi dalam menciptakan budaya sekolah yang penuh makna. Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan dapat diartikan secara umum sebagai usaha proses

2 Wewenang, Pelanggaran dan Tindak Pidana Korupsi Lingkup Kementerian Kehutanan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan dapat meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari kehidupan suatu bangsa. Pendidikan menjadi sarana dalam rangka

DASAR & FUNGSI. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 22 TAHUN 2006 TANGGAL 23 MEI 2006 STANDAR ISI BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan biasanya berawal saat seorang bayi itu dilahirkan dan berlangsung seumur hidup. Menurut M.J.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana digariskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik. RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas).

PERAN MAHASISWA DALAM GERAKAN ANTI KORUPSI DENGAN TATANAN PENDIDIKAN ANTI KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dunia saat ini dilanda era informasi dan globalisasi, dimana pengaruh dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dapat dikatakan sebagai sebuah kebutuhan bagi setiap orang,

BAB I PENDAHULUAN. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku mulia. Begitulah kutipan filsuf Yunani, Plato, SM (dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara juga. meningkatkan kualitas pendidikan.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENINGKATAN KEMAMPUAN BACA TULIS AL-QUR AN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. didik dapat mempertahankan hidupnya kearah yang lebih baik. Nasional pada Pasal 1 disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan karakter merupakan salah satu upaya kebijakan dari pemerintah

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan karakter dalam menanamkan nilai-nilai kebangsaan. Di samping

BAB I PENDAHULUAN. dengan memudarnya sikap saling menghormati, tanggung jawab,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR KOMPETENSI LULUSAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana yang tertuang dalam Undang Undang Nomor 20 tahun negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 26 TAHUN 2010 TENTANG PENGARUSUTAMAAN HIV DAN AIDS MELALUI PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.63/Menhut-II/2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan hal yang marak menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Problem kemerosotan moral akhir-akhir ini menjangkit pada sebagian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan secara umum bertujuan untuk membentuk generasi

BAB I PENDAHULUAN. yang tertulis dalam Pembukaan UUD Negara Indonesia Tahun 1945 dalam Alinea

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dan melakukan tindak lanjut hasil pembelajaran. Guru adalah pemeran utama

BAB V PEMBAHASAN DAN TEORI HASIL PENELITIAN. 1. Indikator dan tujuan rencana pelaksanaan pembelajaran berbasis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter siswa. Pendidikan agama merupakan sarana transformasi pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat memperoleh ilmu pengetahuan serta keterampilan yang berguna untuk masa

BAB I PENDAHULUAN. adalah generasi penerus yang menentukan nasib bangsa di masa depan.

BAB I PENDAHULUAN. akan berusaha untuk mengaktualisasi pengetahuannya tersebut di dalam. latihan, bagi pemerannya dimasa yang akan datang.

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian prasyarat Guna mencapai derajat Sarjana S- 1. Pendidikan Kewarganegaraan ROSY HANDAYANI A.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut sebenarnya dapat menjadi modal yang kuat apabila diolah dengan

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sangat berpengaruh pada kehidupan manusia. Berbagai penemuan

BAB I PENDAHULUAN. konsep pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan keragaman yang ada di masyarakat,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan sumber daya manusia yang dapat diandalkan. Pembangunan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan dapat diartikan secara umum sebagai usaha proses pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembelajaran di sekolah baik formal maupun informal. Hal itu dapat dilihat dari

PENGARUH IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER TERHADAP ASPEK AFEKTIF SISWA. Pipin Erlina, Umi Chotimah

BAB I PENDAHULUAN. peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk

BAB I PENDAHULUAN. cinta kasih, dan penghargaan terhadap masing-masing anggotanya. Dengan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi bukan hal yang baru bagi bangsa Indonesia. Tanpa disadari, korupsi muncul dari kebiasaan yang dianggap lumrah dan wajar oleh masyarakat umum. Seperti memberi hadiah kepada pejabat/pegawai negeri atau keluarganya sebagai imbal jasa sebuah pelayanan (KPK, 2006: 1). Terbukti dengan semakin banyaknya kasus-kasus korupsi yang telah terungkap, dari tahun ke tahun pasti ditemukan kasus korupsi. Misalnya dalam tahun 2012 diberitakan bahwasanya aparat Polri telah menyidik 577 kasus dugaan korupsi sepanjang tahun 2012. Dari 577 kasus itu, sebanyak 329 kasus sudah dinyatakan lengkap dan dilimpahkan ke kejaksaan (P21). Potensi kerugian negara dalam kasus-kasus korupsi tahun 2012 itu mencapai Rp 1,67 triliun. Keuangan negara yang dapat diselamatkan sebesar Rp 190,4 miliar. Tentu saja bukan hal yang sedikit bila ada ratusan kasus korupsi yang telah ditemukan dalam tahun ini (Feri Santoso. (2012). Polri Sidik 577 Kasus Korupsi. Diakses dari http://nasional.kompas.com/read/2012/10/15/14571831/2012.polri.sidik.5 77.Kasus.Korupsi. pada tanggal 21 Oktober 2012, Jam 19.00 WIB.) Dari data yang telah diperoleh dari Indonesia Corruption Watch (ICW), sepanjang periode 1 Januari hingga 31 Juli 2012 sebanyak 579 orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi oleh para penegak hukum seperti KPK, Kepolisian RI dan Kejaksaan. Kasus yang 1

2 ditangani tiga penegak hukum tersebut sepanjang enam bulan pertama tahun 2012 mencapai 285 kasus dengan potensi kerugian negara yang ditimbulkan akibat korupsi sebesar Rp.1,22 triliun. Dalam jumpa pers pada tanggal 4 Oktober 2012, Agus Sunaryanto salah satu anggota tim Divisi Investigasi dikantornya mengungkapkan bahwa pada enam bulan awal tahun 2012 kasus korupsi tertinggi di sektor infrastruktur sebanyak 87 kasus. Menyusul setelah korupsi di infrastruktur, ada juga kasus korupsi di sektor anggaran daerah sebanyak 50 kasus, sektor pendidikan sebanyak 29 kasus dan sektor sosial kemasyarakatan atau keagamaan sebanyak 21 kasus. Disusul dengan kasus korupsi di pertanian sebanyak 12 kasus, perdagangan perindustrian sebanyak 10 kasus, bea cukai, pertambangan dan pertanahan sebanyak 9 kasus dan terakhir kesehatan 7 kasus. Perbandingan penindakan kasus korupsi pada semester I tahun 2011, penegak hukum menyidik 436 kasus korupsi dengan tersangka berjumlah 1053 orang. Jumlah kerugian negara dalam penyidikan mencapai Rp 2,1 triliun. Sementara itu data ICW semester I tahun 2010, penegak hukum menyidik 176 kasus korupsi dengan tersangka 441 orang. Sementara itu, jumlah kerugian capai Rp 2,1 triliun (Anonim. (2012). Lahan dan Jumlah Korupsi Semester 1 di Indonesia Versi ICW. Diakses dari http://justisianews.com/lahan-dan-jumlah-korupsi-semester-1-diindonesia-versi-icw/ pada tanggal 21 Oktober 2012, 19.30 WIB.).

3 Korupsi ternyata dilakukan oleh orang yang berpendidikan tinggi. Rasanya sungguh tidak pantas, seseorang yang berpendidikan melakukan hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan. Korupsi tidak boleh dilakukan karena akan menimbulkan kerugian bagi pihak lain, dan hanya memberikan keuntungan kepada pihak yang korupsi atau biasa disebut dengan koruptor. Faktanya korupsi dilakukan oleh orang yang mempunyai kekuasaan. Misalnya dalam pemerintahan, mereka menyalahgunakan kekuasaan hanya untuk kepentingan pribadi. Bisa dilihat dari kasus korupsi wisma atlet yang menjerat Angelina Sondakh, yang merupakan anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Sebagai wakil rakyat seharusnya mengemban baik-baik tugas dan amanah yang telah dipercayakan oleh rakyat. Namun pada kenyataannya mereka mementingkan keinginan mereka sendiri, melupakan tanggung jawab mereka sebagai wakil rakyat. Dengan maraknya korupsi yang ada di Indonesia, maka dibentuklah KPK. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah lembaga yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Selain itu KPK juga merupakan lembaga yang independen dan bebas dari pengaruh dalam melaksanakan tugasnya, seperti yang tercantum pada Pasal 3 Undang- Undang Republik Indonesia No. 30 Tahun 2002. Mereka para koruptor bisa dikatakan pemberani, karena tidak takut dengan sanksi yang akan mereka dapatkan. Sanksi dibuat agar

4 memberikan efek jera dan tidak akan mengulangi korupsi lagi. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2001 telah di jelaskan mengenai sanksi-sanksi dalam berbagai macam tindak korupsi. Pada kenyataannya masih saja banyak di temukan kasus korupsi, seakan-akan mereka tidak takut dengan hukuman atau sanksi yang akan mereka dapat setelah terbukti sebagai koruptor nantinya. Hukuman dan sanksi yang telah dirumuskan untuk para pelaku korupsi rasanya hanya dianggap sebagai angin lalu saja. Karena hal tersebut muncul gagasan mengenai hukuman mati bagi koruptor untuk memberikan efek jera, namun gagasan tersebut menimbulkan pro dan kontra. Kondisi negara yang menderita kerugian akibat kasus korupsi sangat memprihatinkan. Ketika upaya pemberantasan korupsi dengan membebankan sanksi yang berat kepada koruptor belum juga mampu membuat korupsi lenyap, maka upaya pencegahan pun mulai dipertimbangkan. Karena mencegah lebih baik dari pada mengobati. Selain itu bila hanya menekankan pada hukuman yang di berikan pada koruptor tidak akan ada habisnya. Kasus korupsi akan selalu muncul, dari generasi ke generasi. Korupsi sangat berkaitan dengan kesadaran, kesadaran akan hukum tiap-tiap orang tentu saja berbeda. Tetapi bila dilihat dari banyaknya kasus korupsi yang ada, bisa disimpulkan bahwa kesadaran hukum warga indonesia cukup rendah. Perlu adanya penanaman kesadaran serta nilai-nilai positif lain sejak dini, agar generasi muda nantinya akan

5 mampu membawa bangsa Indonesia menjadi lebih baik. Pada kenyataannya korupsi tidak hanya dilakukan oleh pejabat namun juga oleh para siswa di sekolah. Tindak koruptif yang sering dilakukan oleh siswa di sekolah yaitu mencontek dan datang terlambat ke sekolah. Mencontek dan terlambat adalah salah satu bentuk kecurangan yang biasa dilakukan oleh para pelajar. Apabila semenjak sekolah sudah biasa melakukan kecurangan-kecurangan seperti mencontek, tidak menutup kemungkinan ketika dewasa nanti menjadi koruptor bisa dikatakan kebiasaan seperti mencontek dan datang terlambat adalah awal dari korupsi. Pendidikan antikorupsi merupakan salah satu cara yang mampu untuk memberikan informasi bagi peserta didik mengenai korupsi. Menurut Agus Wibowo (2012: 49) Strategi internalisasi Pendidikan antikorupsi di sekolah disisipkan dan di integrasikan pada mata pelajaran yang ada antara lain Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), Matematika, Bimbingan Karir, Bahasa dan sebagainya. Dengan adanya pendidikan antikoruspi diharapkan kelak ketika giliran mereka menjalankan pemerintahan negara Indonesia tidak ada lagi korupsi, seperti yang telah diputuskan Direktorat Jendral Pendidikan Dasar. Direktorat Jendral Pendidikan Dasar tahun 2011 telah mengeluarkan model integrasi pendidikan antikorupsi pada mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan. Pada dasarnya Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah No.

6 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, mewajibkan Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional untuk menetapkan berbagai peraturan tentang standar penyelenggaraan pendidikan di seluruh wilayah Negara Indonesia. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 41 Tahun 2007 tentang standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah, merupakan salah satu standar nasional pendidikan. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah nama salah satu mata pelajaran sebagai muatan wajib dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah (Pasal 37 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia tentang Sistem Pendidikan Nasional). Selanjutnya dalam Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi ditegaskan bahwa PKn termasuk cakupan kelompok mata pelajaran Kewarganegaraan dan Kepribadian, dimaksudkan untuk peningkatan kesadaran dan wawasan peserta didik akan status, hak, dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia. Selain itu perlu pula ditanamkan kesadaran wawasan kebangsaan, jiwa patriotisme dan bela negara, penghargaan terhadap hak asasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, kesetaraan gender, demokrasi, tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak, dan sikap serta perilaku antikorupsi, kolusi, dan nepotisme.

7 Dalam Lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (Direktorat Jendral Pendidikan Dasar, 2011: 2), telah disebutkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran, wawasan dan sikap serta perilaku antikorupsi, kolusi, dan nepotisme. Karena korupsi menjadi masalah yang tidak kunjung selesai namun semakin marak dan menimbulkan akibat yang sangat merugikan untuk Indonesia. Oleh karena itu Pendidikan Kewarganegaraan harus memberikan kontribusi dalam upaya pemberantasan korupsi yaitu dengan memberikan penekanan dan wadah yang lebih luas bagi terselenggaranya pendidikan antikorupsi dalam perencanaan dan penyusunan perangkat pembelajaran maupun dalam proses pembelajarannya. Dengan penekanan dan wadah yang lebih luas tersebut diharapkan peserta didik sejak dini sudah dapat memahami bahaya korupsi dan selanjutnya terbangun sikap antikorupsi dan perilaku untuk tidak melakukan korupsi. Dalam model pengintegrasian pendidikan antikorupsi yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dijelaskan bahwasannya sebagai bentuk perhatian pemerintah terhadap korupsi adalah dengan menetapkan kebijakan tentang pemberantasan korupsi yang dituangkan dalam Instruksi Presiden (Inpres) No 5/2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Pada bagian Diktum ke-11 (Instruksi Khusus) poin ke 7 menugaskan kepada Menteri Pendidian Nasional untuk menyelenggarakan pendidikan yang berisikan

8 substansi penanaman semangat dan perilaku antikorupsi pada setiap jenjang pendidikan baik formal dan nonformal. Berdasarkan latar belakang tersebut, Kementerian Pendidikan Nasional melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar menyusun Model Pengintegrasian Pendidikan Antikorupsi melalui kegiatan pembinaan Pendidikan Kewarganegaraan untuk satuan pendidikan tingkat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiah (SMP/MTs). Korupsi dalam konteks pendidikan adalah tindakan untuk mengendalikan atau mengurangi korupsi, merupakan keseluruhan upaya untuk mendorong generasi-generasi mendatang mengembangkan sikap menolak secara tegas setiap bentuk tindak korupsi. Pendidikan Antikorupsi sangat penting dilakukan melalui jalur pendidikan, dengan harapan agar generasi muda secara sadar bertanggung jawab dan mampu membangun nilai-nilai antikorupsi (Kemendiknas, 2011 : 1-3). Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3 menyatakan secara eksplisit bahwa: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dengan demikian seperti yang dijelaskan dalam Model integrasi Pendidikan Antikorupsi Pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan

9 Dasar, pembinaan pendidikan antikorupsi pada jalur pendidikan di seluruh satuan pendidikan (sekolah) merupakan wahana untuk mendukung dan mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional tersebut. Pembinaan pendidikan antikorupsi harus dilaksanakan secara berkesinambungan, yaitu moral knowing, kemudian moral feeling selanjutnya tahap moral action. Sebagai sarana pendidikan antikorupsi dalam tahap moral action maka, dibutuhkan kantin kejujuran yang akan menjadi laboratoriumnya. Kantin Kejujuran merupakan laboratorium perilaku yang dapat merefleksikan perilaku/tabiat peserta didik yang ada di suatu sekolah. Jika kantin tidak bertahan lama karena bangkrut, maka hampir dipastikan peserta didik di sekolah itu tidak berperilaku jujur. Sebaliknya, kantin akan semakin maju ketika peserta didik memegang tinggi asas kejujuran dalam kesehariannya. Oleh karena itu, kantin kejujuran perlu diterapkan di satuan pendidikan sebagai upaya preventif bagi generasi muda agar tidak permissive to corruption. Sebab prevention is better than cure, pencegahan lebih baik dari pada mengobati (Kemendiknas, 2011 : 15-16). Tujuan didirikannya kantin kejujuran ini memang tidak main-main. Tujuan utama dari kantin kejujuran yakni melatih kejujuran para siswa serta mencegah tindakan koruptif mulai dari lingkungan sekolah. Diharapkan bahwa perilaku terpuji ini bisa terbawa dan tertular hingga di lingkungan luar sekolah, dan di masa-masa berikutnya selepas ke luar dari sekolah dan hidup bermasyarakat pada umumnya.

10 Pada media massa Harian Jogja yang terbit pada hari Senin 19 Desember 2011, dinyatakan bahwa banyak kantin kejujuran yang mati. Telah diberitakan untuk daerah Kulonprogo, kantin kejujuran yang dimiliki SMP N 1 Pengasih hanya bertahan dua tahun dari didirikannya pada tahun 2008. Di kota Jogja, juga tidak jauh berbeda beberapa kantin kejujuran perlahan mati. Menurut Edy Heri Suasana sebagai Kepala Dinas Pendidikan Kota Jogja, kantin kejujuran memang belum ada di semua sekolah, kondisi kantin kejujuran di Kota Jogja juga mati karena mengalami kerugian. Melihat kondisi tersebut bisa dikatakan bahwa dalam perkembangannya, kantin kejujuran belum berjalan sesuai dengan harapan. Karena masalah tersebut sehingga peneliti ingin meneliti lebih lanjut mengenai implementasi pendidikan antikorupsi di SMP se- Kabupaten Sleman. Kabupaten Sleman adalah salah satu kabupaten yang terletak di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), di Kabupaten Sleman ada 15 sekolah yang telah mengikuti diseminasi pengintegrasian pendidikan antikorupsi yang diselenggarakan pada tahun 2011. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, terdapat masalah-masalah yang berkaitan dengan penelitian ini. Masalah-masalah tersebut diidentifikasi sebagai berikut: 1. Maraknya tindak korupsi sehingga menjadikan Indonesia sebagai Negara yang tingkat tindak korupsinya cukup tinggi.

11 2. Kurangnnya nilai-nilai anti korupsi yang tertanam dalam pribadi koruptor sehingga melakukan tindak pidana korupsi. 3. Hukum yang berlaku untuk memberikan sanksi terhadap tindak pidana korupsi belum mampu untuk memberantas korupsi dan menjadikan Indonesia sebagai negara yang bersih dari korupsi. 4. Siswa sering melakukan kecurangan yang merupakan salah satu bentuk tindakan koruptif yaitu mencontek dan datang terlambat. 5. Pendidikan Kewarganegaraan menjadi salah satu mata pelajaran yang diintegrasikan dengan pendidikan antikorupsi. 6. Kantin kejujuran sebagai laboratorium pendidikan antikorupsi di SMP banyak yang mengalami kerugian hingga menyebabkan kebangkrutan. C. Pembatasan Masalah Mengingat luasnya masalah yang teridentifikasi di atas, peneliti membatasi masalah pada: 1. Pendidikan Kewarganegaraan menjadi salah satu mata pelajaran yang diintegrasikan dengan pendidikan antikorupsi. 2. Kantin kejujuran sebagai laboratorium pendidikan antikorupsi di SMP banyak yang mengalami kerugian hingga menyebabkan kebangkrutan.

12 D. Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana implementasi pendidikan antikorupsi dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada SMP di Kabupaten Sleman? 2. Apa kendala yang dihadapi dalam implementasi pendidikan antikorupsi dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada SMP di Kabupaten Sleman? 3. Bagaimana implementasi pendidikan antikorupsi melalui kantin kejujuran pada SMP di Kabupaten Sleman? 4. Apa kendala yang dihadapi dalam implementasi pendidikan antikorupsi melalui kantin kejujuran pada SMP di Kabupaten Sleman? E. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui: 1. Implementasi pendidikan antikorupsi melalui pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada SMP di Kabupaten Sleman. 2. Kendala yang dihadapi dalam implementasi pendidikan antikorupsi melalui pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada SMP di Kabupaten Sleman.

13 3. Implementasi pendidikan antikorupsi melalui pembelajaran kantin kejujuran pada SMP di Kabupaten Sleman. 4. Kendala yang dihadapi dalam implementasi pendidikan antikorupsi melalui kantin kejujuran pada SMP di Kabupaten Sleman. F. Manfaat Penelitian manfaat yaitu: Harapan penulis dengan adanya penelitian ini akan memberikan 1. Manfaat Teoretis a. Memberikan serta menambah pengetahuan atau informasi mengenai pendidikan anti korupsi di SMP Se-Kabupaten terutama dalam hal penerapannya atau implementasinya. b. Penelitian ini dapat menjadi salah satu rujukan untuk penelitianpenelitian yang sejenis di masa mendatang. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti Penelitian ini sebagai bentuk penerapan dari ilmu-ilmu yang didapat penulis pada saat kuliah serta menambah wawasan peneliti.

14 b. Bagi guru Penelitian ini diharapkan akan bermanfaat untuk mengambil pertimbangan bagi guru untuk mengambil kebijakan dalam pendidikan anti korupsi. G. Batasan Istilah Untuk kepentingan menghidari adanya multi-tafsir atas judul penelitian ini secara etimologis dan terminologis, peneliti akan member ikan paparan tentang batasan istilah, sebagai berikut: 1. Implementasi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2008) yang dimaksud implementasi adalah pelaksanaan atau penerapan. Penerapan tersebut meliputi: perencanaan pembelajaran yaitu penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), pelaksanaan proses belajar mengajar yaitu dalam kegiatan inti berkaitan dengan pendidikan antikorupsi. 2. Pendidikan antikorupsi Pendidikan antikorupsi merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses belajar mengajar yang kritis terhadap nilai-nilai antikorupsi. Dalam proses tersebut, maka pendidikan antikorupsi bukan hanya mengajarkan dalam bentuk pengetahuan (kognitif), namun juga menitikberatkan pada upaya

15 pembentukan kepribadian (afektif), dan kesadaran moral dalam melakukan perlawanan (psikomotorik), terhadap korupsi (Agus Wibowo, 2013:38). 3. Pendidikan kewarganegaraan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah nama salah satu mata pelajaran sebagai muatan wajib dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah (Pasal 37 Ayat 1 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional). Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi ditegaskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan termasuk cakupan kelompok mata pelajaran Kewarganegaraan dan Kepribadian, dimaksudkan untuk peningkatan kesadaran dan wawasan peserta didik akan status, hak, dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia. 4. Kantin Kejujuran Pada Panduan Penyelenggaraan Kantin Kejujuran yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidkan Nasional tahun 2009, dijelaskan bahwa kantin kejujuran tidak jauh berbeda dengan kantinkantin yang lain. Perbedaannya terdapat pada pengelolaan dan pola pembayaran yang menitikberatkan pada kesadaran pembeli. Kantin kejujuran dimaksudkan sebagai ajang pembelajaran bagi generasi muda tentang pentingnya kejujuran terhadap diri sendiri dan

16 lingkungnnya, sehingga mereka akan menjadi penerus bangsa yang jujur untuk memajukan bangsa dan negara.