BAB I PENDAHULUAN. yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Secara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan stabilitas politik suatu negara. 1 Korupsi juga dapat diindikasikan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum, ketentuan ini tercantum

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai extraordinary crime atau kejahatan luar biasa. penerapannya dilakukan secara kumulatif.

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengatasi atau mewaspadai segala bentuk perubahan sosial atau kebudayaan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan atas

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

BAB I PENDAHULUAN. hidup masyarakat Indonesia sejak dahulu hingga sekarang. banyaknya persoalan-persoalan yang mempengaruhinya. Salah satu persoalan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara yang berdasarkan hukum rechtstaat, menganut

BAB I PENDAHULUAN. Proses pembangunan dapat menimbulkan kemajuan dalam kehidupan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. pidana korupsi yang dikategorikan sebagai kejahatan extra ordinary crime.

BAB 1 PENDAHULUAN. secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum (Rechtstaat), tidak

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu jenis kejahatan yang paling sulit diberantas. Realitas ini

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai extra ordinary crime karena merupakan tindak pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan

FENOMENA KORUPSI SEBAGAI PATOLOGI SOSIAL DI INDONESIA Disusun oleh : Ashinta Sekar Bidari S.H., M.H.

BAB I PENDAHULUAN. bertransformasi dalam bentuk-bentuk yang semakin canggih dan

BAB I PENDAHULUAN. langsung merugikan keuangan Negara dan mengganggu terciptanya. awalnya muncul Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional di Indonesia dilaksanakan dalam rangka

jenis kejahatan yang dapat menyentuh berbagai ranah kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara yang masih mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN. konstitus yang mengatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemberantasan tindak pidana korupsi di negara Indonesia hingga saat

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. diperiksa oleh hakim mengenai kasus yang dialami oleh terdakwa. Apabila

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dirumuskan demikian:

yang berdampak terhadap kerugiakan dan kepentingan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

MAKALAH PANCASILA KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME KELOMPOK A

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

BAB I PENDAHULUAN. Korupsi sebagai bentuk kejahatan luar biasa (extra ordenary crime) telah

BAB I PENDAHULUAN. makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan telah

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan : guna mencapai cita-cita nasional, salah satu landasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Cita-cita untuk melaksanakan amanat para pejuang kemerdekaan bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. kasus korupai yang terungkap dan yang masuk di KPK (Komisi. korupsi telah merebak ke segala lapisan masyarakat tanpa pandang bulu,

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal ini dapat dibuktikan dalam Pasal

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan aset dan sebagai bagian dari generasi bangsa. Anak

BAB I PENDAHULUAN. waktu pembangunan dewasa ini. Korupsi di Indonesia sudah merupakan wabah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan

PERAN SERTA MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. ditetapkannya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang. Undang Nomor 20 Tahun 2001 selanjutnya disebut dengan UUPTPK.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

STUDI KASUS KORUPSI DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan sistem kontrol sosial yang belum memadai dan penegakan hukum yang

JURNAL KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI INFORMASI ATAU DOKUMEN ELEKTRONIK DALAM PERADILAN PERKARA PIDANA KORUPSI

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari segi kualitas dan kuantitas. Kualitas kejahatan pada

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

BAB I PENDAHULUAN. atas hukum (rechstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machstaat).

BAB I PENDAHULUAN. juga sudah diakui pula sebagai masalah internasional. Tindak pidana korupsi telah

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

I. PENDAHULUAN. transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini tentunya sangat

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah semakin terpuruknya nilai-nilai perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. Sistem peradilan hukum di Indonesia dibedakan menjadi empat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

I. PENDAHULUAN. tampak lebih nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga

BAB I PENDAHULUAN. Anak Di Indonesia. hlm Setya Wahyudi, 2011, Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. maraknya penggunaan media elektronik mulai dari penggunaan handphone

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Adanya ketidakseimbangan antara perlindungan terhadap. korban kejahatan dengan perlindungan terhadap pelaku, merupakan

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, baik bidang hukum, sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dari

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi dari bahasa latin : corruption dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politis maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. 1 Secara harfiah korupsi merupakan sesuatu yang busuk, jahat dan merusak. Jika membicarakan tentang korupsi memang akan menemukan kenyataan semacam itu karena korupsi menyangkut segi-segi moral, sifat dan keadaan yang busuk, jabatan dalam instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, faktor ekonomi dan politik, serta penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatannya. 2 Korupsi merupakan salah satu jenis kejahatan yang semakin sulit dijangkau oleh aturan hukum pidana, karena perbuatan korupsi bermuka majemuk yang memerlukan kemampuan berpikir aparat pemeriksaan dan penegakan hukum disertai pola perbuatan yang sedemikian rapi. Oleh karena itu, perubahan dan perkembangan hukum merupakan salah satu untuk mengantisipasi korupsi 1 http://id.wikipedia.org/wiki/korupsi. 11/09/1012. 23:45 2 Evi Hartanti, 2007, Tindak Pidana Korupsi, edisi kedua, sinar grafika, Jakarta, hlm. 9 1

tersebut. 3 Karena korupsi terkait dengan berbagai kompleksitas masalah, antara lain masalah moral atau sikap mental, masalah pola hidup serta budaya, lingkungan sosial, sistem ekonomi, politik dan sebagainya. Dalam menghadapi karakteristik demikian maka salah satu cara memberantas tindak pidana korupsi yang selama ini diketahui adalah melalui sarana hukum pidana sebagai alat kebijakan kriminal dalam mencegah atau mengurangi kejahatan. Tindak Pidana Korupsi di Indonesia telah berkembang dalam 3 (tiga) tahap yaitu elitis, endemic, dan sistematik : pada tahap elitis, korupsi masih menjadi patologi sosial yang khas di lingkungan para elit/pejabat. Pada tahap endemic, korupsi mewabah mengjakau lapisan masyarakat luas. Lalu ditahap yang kritis, ketika korupsi menjadi sistemik, setiap individu di dalam sistem terjangkit penyakit yang serupa. Penyakit korupsi di Indonesia ini telah sampai pada tahap sistematik. Perbuatan tindak pidana merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, sehingga tindak pidana korupsi tidak dapat lagi digolongkan sebagai kejahatan biasa (ordinary-crimes). Dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan secara biasa, tetapi dituntut caracara yang luar biasa (extra-ordinary enforcement). Banyak kasus-kasus korupsi yang akhir-akhir ini mendapatkan putusan bebas, dalam hal ini kasus-kasus korupsi yang terjadi di Indonesia dan khususnya kasus-kasus korupsi yang terjadi di Jayapura, Papua, terdakwa di putus bebas oleh pengadilan. Terhadap terdakwa sesungguhnya putusan bebas itu 3 Surachim dan Suhandi Cahaya, 2011, Strategi dan Tekni Korupsi, cetakan pertama, sinar grafika, Jakarta, hlm. 11 2

tidak menjadi permasalahan. Akan tetapi ada indikasi bahwa telah terjadi permainan di Pengadilan. Korupsi terjadi dikalangan lembaga pemerintahan (eksekutif), dan terjadi pada banyak anggota Dewan Perwakilan Rakyat ( legislatif), dan juga terjadi pada Penegak Hukum (yudikatif). Dan lebih parahnya lagi terjadi pada Pejabat-pejabat Daerah, dalam hal ini Bupati dan Wakil Bupati serta jajarannya. Korupsi yang dilakukan oleh beberapa Pejabat di Jayapura, Papua, lebih banyak menyangkut penyalahgunaan kewenangan jabatan yang ada pada mereka dan hal tersebut berkaitan dengan Alokasi Dana yang sudah ditetapkan dalam APBD disetiap tahun, yang mengakibatkan kerugian keuangan Negara bahkan ada yang nilainya mencapai lebih dari 1Milyar. Akan tetapi tidak sedikit pelaku tindak pidana korupsi, yang setelah di bawah ke Pengadilan tindak pidana korupsi di Jayapura, Papua, mereka diputus bebas oleh Pengadilan. Permasalahan yang terjadi adalah di mana pelaku yang sudah melakukan tindak pidana korupsi diputus bebas. Adapun penilaian dari masyarakat bahwa kemungkinan besar ada permainan di Pengadilan. Dan di sisi lain ada indikasi yang kuat bahwa koruptor itu bisa dibuktikan, dan bisa jadi karena Pengadilan memutus sembarang. Misal, kasus korupsi penyalahgunaan kewenangan jabatan dan penggelapan Dana APBD disetiap tahun yang mengakibatkan kerugian keuangan Negara dan pelakunya adalah Bupati dan Wakil Bupati serta jajarannya yang disidangkan di Pengadilan tindak pidana korupsi, Jayapura, Papua, diputus bebas. Dalam hal ini, yang menjadi pertanyaan adalah apakah Pengadilan memutus sembarang? Dan ataukah ada permainan di 3

Pengadilan sehingga terdakwanya diputus bebas. Misalnya saja, Bupati di Kabupaten pemekaran baru di Papua, yang melakukan penggelapan Dana APBD sebesar 3Milyar dan proses sampai ke pengadilan tindak pidana korupsi dan diputus bebas oleh pengadilan dan ada indikasi bahwa pelaku tindak pidana korupsi melakukan penyuapan kepada beberapa hakim dan akhirnya pelaku diputus bebas. Kejahatan seperti itu seharusnya di bawah ke meja hijau dan diproses secara hukum dan diberi sanksi sesuai dengan perbuatannya. Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah adalah Analisis Terhadap Putusan Bebas Dalam Tindak Pidana Korupsi. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah penulisan hukum/skripsi adalah Apakah Putusan Bebas yang dijatuhkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, dapat dibenarkan secara hukum? C. Tujuan Penelitian Tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui Apakah Putusan Bebas yang dijatuhkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi,dapat dibenarkan secara hukum. D. Manfaat Penelitian Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah, maka manfaat dari penelitian ini adalah : 4

1. Secara Teoritis Bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan secara khusus bermanfaat bagi ilmu hukum pidana khususnya dalam tindak pidana korupsi, serta hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai evaluasi dan diharapkan dapat bermanfaat bagi pendidikan di bidang ilmu hukum. 2. Secara Praktis Bermanfaat Bagi : a. Bagi Hakim Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan saran dan masukan untuk dapat dijadikan bahan referensi agar dapat memaksimalkan dalam melakukan Analisis Terhadap Putusan Bebas Dalam Tindak Pidana Korupsi, agar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. b. Bagi Penulis Manfaat penelitian ini bagi penulis adalah untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum khususnya dalam mengetahui perkembangan terhadap Putusan Bebas Dalam Tindak Pidana Korupsi. E. Keaslian Penelitian Penulis menyatakan bahwa penelitian dengan judul Analisis Terhadap Putusan Bebas Dalam Tindak Pidana Korupsi. Merupakan penelitian yang belum pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu. Penelitian ini 5

dikhususkan untuk mengetahui Analisis Terhadap Putusan Bebas Dalam Tindak Pidana Korupsi. Penelitian ini merupakan hasil karya penulis dan bukan merupakan duplikasi atau plagiasi hasil karya orang lain. Hal ini dapat dibuktikan dengan membandingkan penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu yaitu : 1. Koernelius Widi Nugroho, Nomor Mahasiswa 000507109, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta dengan judul Putusan Bebas Terhadap Terdakwa Tindak Pidana Korupsi (study putusan pengadilan). Rumusan Masalah penulis adalah faktor-faktor apakah yang menyebabkan dijatuhkan putusan bebas dalam perkara Tindak Pidana Korupsi. Tujuan Penelitian Penulis adalah untuk memperoleh kajian mengenai dasar putusan bebas oleh majelis hakim atas perkara tindak pidana korupsi dan untuk memperoleh kajian dan pemahaman yang jelas mengenai faktor-faktor yang menyebabkan dijatuhkannya putusan bebas oleh hakim majelis atas perkara tindak pidana korupsi. Hasil penelitian penulis adalah ketidakpuasan masyarakat dalam penyelesaian perkara tindak pidana korupsi di Indonesia disinyalir karena adanya kecenderungan berkurangnya komitmen pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi di semua lapisan masyarakat terutama dipicu oleh sistem penyelenggaran yang tidak transparan bahkan tidak mengikutsertakan faktor akuntabilitas publik dan kurangnya profesional kerja. Karena pada kenyataan saat ini, tindak pidana korupsi yang terjadi semakin sistematis baik pada sektor publik maupun disektor swasta. 6

Faktor-faktor yang menyebabkan dijatuhkannya putusan bebas oleh hakim pada perkara tindak pidana korupsi karena hakim masih menggunakan sistem pembuktian negatif berdasarkan KUHAP, profesionalias kinerja aparat penegak hukum tidak stabil karena adanya indikasi tekanan dari pendukung pelaku dan adanya indikasi intervensi para pihak terhadap lembaga peradilan yang berpengaruh pada proses peradilan terhadap perkara tersebut. 2. Simeon Egi perdana, Nomor Mahasiswa 040508855, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta dengan judul Putusan Hakim Pada Pemindanaan Tindak Pidana Korupsi (Study Kasus di Pengadilan Sleman). Rumusan Masalah Penulis adalah bagaimana Putusan Hakim pada Pemindanaan Tindak Pidana Korupsi berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 dibandingkan dengan dikeluarkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Tujuan Penelitian Penulis adalah untuk mengetahui dan memperoleh data Putusan Hakim pada Pemindanaan Tindak Pidana Korupsi berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 31 Tahun 1999 dibandingkan dengan sejak dikeluarkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001. Hasil Penelitian adalah hakim dalam penjatuhan putusan tindak pidana korupsi tidak hanya mengacu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 saja tetapi juga mengacu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Rumusan Pasal-pasal yang terdapat unsur Kitab Undang- 7

Undang Hukum Pidana (KUHP) dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sekarang telah dirumuskan tersendiri pada Pasal-pasal yang terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001. Hakim dalam hal penjatuhan pidana memberatkan, penjatuhan pidana mati pada tindak pidana korupsi kewenangannya lebih luas dengan mengacu pada penjelasan pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Setelah membandingkan judul, tujuan dan hasil penelitian antara penelitian penulis dengan penelitian yang dilakukan peneliti-peneliti terdahulu, penulis menyimpulkan bahwa penelitian dengan judul Analisis Terhadap Putusan Bebas Dalam Tindak Pidana Korupsi, berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu. F. Batasan Konsep 1. Putusan pengadilan Menurut pasal 1 butir 11 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dinyatakan bahwa putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka yang dapat berupa pemindanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur undang-undang. 8

2. Korupsi Pengertian tindak pidana korupsi diuraikan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3, yaitu : Pasal 2 ayat (1) setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara, Pasal 3 : setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara,. Korupsi merupakan salah satu jenis kejahatan yang semakin sulit dijangkau oleh aturan hukum pidana, karena perbuatan korupsi bermuka majemuk yang memerluhkan kemampuan berpikir aparat pemeriksaan dan penegak hukum disertai pola perbuatan yang sedemikian 9

rapi. Oleh karena itu, perubahan dan perkembangan hukum merupakan salah satu untuk mengantisipasi korupsi tersebut. G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, yakni penelitian yang berfokus pada norma hukum positif dan dilakukan dengan cara mempelajari peraturan perundang-undangan serta peraturan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. 2. Sumber Data Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang menggunakan data sekunder/ bahan hukum sebagai data utama, yang terdiri dari : 1. Bahan Hukum primer a) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana; b) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang kitab-kitab undangundang hukum acara pidana (KUHAP); c) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. d) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. 10

2. Bahan Hukum Sekunder Sumber data meliputi buku-buku, pendapat hukum yang berhubungan dengan analisis terhadap putusan bebas dalam tindak pidana korupsi. 3. Bahan Hukum Tesier Kamus Hukum, Fockema Adreae, (Bandung : BIma Cipta, 1983) Huruf C. Terjemahan Bina Cipta. 4. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara berikut : a. Studi Kepustakaan Dalam memperoleh data sekunder maka peneliti mempelajari bukubuku, pendapat hukum yang berhubungan dengan obyek penelitian. b. Wawancara Pengumpulan data dilakukan dengan mengajukan pertanyaan langsung kepada narasumber dengan terlebih dahulu menyusun inti pokok pertanyaan, sehingga pertanyaan yang diajukan dapat terarah yang berguna untuk mengumpulkan bahan hukum. 5. Metode Analisis Data Dalam membuktikan dan mengkaji permasalahan yang ada, maka digunakan metode kualitatif yaitu analisis yang dilakukan dengan memahami dan merangkai data yang telah dikumpulkan dalam penelitian secara sistematik sehingga diperoleh gambaran mengenai 11

masalah atau keadaan yang diteliti. Proses penalaran dalam menarik kesimpulan digunakan metode berpikir deduktif. H. Sistematika Skripsi Penulisan hukum yang berjudul Analisis Terhadap Putusan Bebas Dalam Tindak Pidana Korupsi (Study Kasus di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Kelas 1A Jayapura, Papua) ini, terdiri dari tiga bab yaitu : Bab I menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan hukum. Bab II Merupakan bagian pembahasan yang menguraikan tentang sub-sub variabel yang terdapat dalam penelitian hukum/skripsi ini yang meliputi peraturan, teori hasil temuan penelitian, data kasus dan analisis. Bab III kesimpualn dan saran. 12