Pengertian Anak dan Pentingnya Mendefinisikan Anak Secara Konsisten dalam Sistem Hukum 1 Oleh: Adzkar Ahsinin

dokumen-dokumen yang mirip
Hak Anak atas Perlindungan dari Tindak Kekerasan 1. Oleh: Adzkar Ahsinin

A. Definisi Perlindungan Anak dan Ruang Lingkupnya

R-111 REKOMENDASI DISKRIMINASI (PEKERJAAN DAN JABATAN), 1958

Lampiran Usulan Masukan Terhadap Rancangan Undang-Undang Bantuan Hukum

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

HAK ANAK DALAM KETENAGAKERJAAN

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

K 183 KONVENSI PERLINDUNGAN MATERNITAS, 2000

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

K182 PELANGGARAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK

K100 UPAH YANG SETARA BAGI PEKERJA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN UNTUK PEKERJAAN YANG SAMA NILAINYA

Mengatasi diskriminasi etnis, agama dan asal muasal: Persoalan dan strategi penting

BAB I PENDAHULUAN. dan perhatian, sehingga setiap anak dapat tumbuh dan berkembang secara

Bidang Perlindungan Anak tertuang dalam Bab 2 Pembangunan Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA

Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat kerja. Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002

PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

Mengakomodir Hak Anak Dalam KUHP. Oleh : Apong Herlina Lembaga Advokasi dan Pemberdayaan Anak (LAPA)

Kesetaraan gender di tempat kerja: Persoalan dan strategi penting

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

Institute for Criminal Justice Reform

R-165 REKOMENDASI PEKERJA DENGAN TANGGUNG JAWAB KELUARGA, 1981

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG EKPLOISTASI PEKERJA ANAK. A. Pengaturan Eksploitasi Pekerja Anak dalam Peraturan Perundangundangan

PERLINDUNGAN HAK ANAK

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011

Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata

PENGARUSUTAMAAN HAK HAK ANAK: TINJAUAN HUKUM HAM

BAB V INSTRUMEN-INSTRUMEN INTERNASIONAL TENTANG PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA. 1. Memahami dan mengetahui sistem internasional hak-hak asasi manusia;

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

Sesi 7: Pelecehan Seksual

K 95 KONVENSI PERLINDUNGAN UPAH, 1949

BAB III INKONSISTENSI KETENTUAN HUKUM PEKERJA ANAK Kontradiksi Pengaturan Tentang Pekerja Anak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Prinsip Dasar Peran Pengacara

MAKALAH. CEDAW: Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. Oleh: Antarini Pratiwi Arna, S.H., LL.M

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

R-90 REKOMENDASI PENGUPAHAN SETARA, 1951

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

Annex 1: Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 1

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

BUKU AJAR (BAHAN AJAR) PERLINDUNGAN HAK ANAK. Oleh : I Gede Pasek Eka Wisanjaya SH, MH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Perempuan dan UU no. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai. Dalam memahai batasan diskriminasi terhadap perempuan, maka tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

R-166 REKOMENDASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982

K29 KERJA PAKSA ATAU WAJIB KERJA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. mengatur tetntang pengertian anak berdasarkan umur. Batasan umur seseorang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Harkristuti Harkrisnowo Direktur Jenderal HAM Kementrian Hukum dan HAM RI

situasi bencana memberikan pendampingan hukum dan pelayanan (UUPA Pasal 3; Perda Kab. Sleman No.18 Tahun 2013, Pasal 3)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH

DISKRIMINASI TERHADAP PEREMPUAN: KONVENSI DAN KOMITE. Lembar Fakta No. 22. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

R-180 REKOMENDASI PERLINDUNGAN KLAIM PEKERJA (KEPAILITAN PENGUSAHA), 1992

Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional

K 173 KONVENSI PERLINDUNGAN KLAIM PEKERJA (KEPAILITAN PENGUSAHA), 1992

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa

PERLINDUNGAN ANAK-ANAK MENURUT KONVENSI HAK-HAK ANAK I. PENDAHULUAN

Deklarasi Dhaka tentang

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yanag dapat dipidana, orang yang dapat dipidana, dan pidana. Istilah tindak pidana di

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK

Kebijakan Gender AIPP Rancangan September 2012

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN

Transkripsi:

Bahan Bacaan: Modu 2 Pengertian Anak Pengertian Anak dan Pentingnya Mendefinisikan Anak Secara Konsisten dalam Sistem Hukum 1 Oleh: Adzkar Ahsinin A. Situasi-Situasi yang Mengancam Kehidupan Anak Sedikitnya di 25 negara dunia belum memiliki aturan mengenai penetapan usia wajib berpendidikan. Setidaknya di 33 negara belum ada aturan mengenai usia minimal anak diperbolehkan bekerja. Kemudian, di 44 negara anak perempuan dapat menikah lebih awal daripada anak laki-laki. Setidaknya, di 125 negara anak-anak usia 7 15 tahun berhadapan dengan pengadilan dengan risiko menerima hukuman penjara karena tindak pidana yang dilakukannya. Selain itu, di negara yang sama, tidak jarang diketemukan anak-anak secara hukum wajib bersekolah sampai usia usia 14 atau 15 tahun, namun di sisi yang lain hukum yang berbeda memungkinkan anak-anak bekerja pada usia dini atau menikah pada usia 12 atau harus mempertanggungjawabkan tindak pidananya pada usia 7 tahun (Angela Melchiorre, 2004). Penetapan usia sangat penting karena memiliki implikasi hukum bagi upaya perlindungan anak. Hal ini menyangkut ruang lingkup perlindungan dan subyek hukum yang akan mendapatkan jaminan penikmatan semua hak-hak yang diatur dalam KHA, yakni setiap manusia yang memiliki usia di bawah 18 tahun. Perlindungan anak merupakan masalah bagi setiap anak di setiap negara di dunia karena situasi-situasi yang melingkupi kehidupan anak sebagai berikut (Dan O'Donnell, 2004): 1. Terdapat lebih dari 300.000 tentara anak-anak, sebagian masih berusia 8 tahun dieksploitasi dalam konflik bersenjata di lebih dari 30 negara. Lebih dari 2 juta anak 1 Draft Bahan Bacaan untuk Penyusunan Modul Anak Berhadapan dengan Hukum The Indonesian Legal Resource Center (ILRC) 1 H a l.

diperkirakan telah meninggal sebagai akibat langsung dari konflik bersenjata sejak tahun 1990; 2. Lebih dari 1 juta anak di seluruh dunia hidup dalam penahanan karena berhadapan dengan hukum. 3. Diperkirakan, lebih dari 13 juta anak menjadi yatim piatu akibat AIDS; 4. Sekitar 250 juta anak terlibat dalam perburuhan anak, dengan lebih dari 180 juta bekerja dalam situasi yang berbahaya. 5. Diperkirakan terdapat 1,2 juta anak diperdagangkan setiap tahunnya. Bahkan perkiraan pada 1995 dari jumlah anak dalam perdagangan seks komersial menunjukkan terdapat 1 juta anak-anak, terutama anak perempuan, juga sejumlah anak laki-laki, memasuki industri yang bernilai miliaran dolar setiap tahun. 6. Empat puluh juta anak di bawah usia 15 menderita akibat penyalahgunaan dan penelantaran, dan memerlukan penanganan kesehatan dan perawatan. Kemudian menurut hasil Studi PBB mengenai Kekerasan terhadap anak terungkap bahwa setiap tahun 50.000-60.000 anak di seluruh dunia tewas dalam keluarga mereka sendiri akibat kekerasan (Carolyne Willow, 2010). Semua dokumen hak asasi manusia internasional menegaskan kembali keyakinan akan martabat dan nilai pribadi setiap manusia, dan menyatakan bahwa hak dideklarasikan berlaku untuk semua orang. Setiap orang berhak untuk menikmati hak asasi manusia dan kebebasan fundamentalnya tanpa ada pembedaan apapun seperti asal-usul sosial, kelahiran, dan status lainnya. Oleh karena itu, tujuan perlindungan anak adalah untuk mempromosikan, melindungi dan memenuhi hak-hak anak atas perlindungan dari kekerasan, eksploitasi penelantaran, dan kekerasan seperti dinyatakan dalam KHA, konvensi hak asasi manusia lainnya, dan hukum nasional. Kegagalan memberikan upaya perlindungan kepada anak-anak dari kekerasan, penyalahgunaan, penelantaran, dan eksploitasi merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM). 2 H a l.

B. Pengertian Anak Pengertian anak tercantum pada Pasal 1 Konvensi Hak Anak (KHA) yang menyebutkan bahwa: Untuk tujuan Konvensi ini, seorang anak berarti setiap manusia di bawah usia 18 tahun, kecuali apabila menurut hukum yang berlaku bagi anak tersebut ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal. Menurut penafsiran Komite Hak Anak dalam Komentar Umum No. 7 Tahun 2005 mengenai Pelaksanaan Hak Pada Anak Usia Dini (Implementing child rights in early childhood), Komite menegaskan definisi ini memiliki konsekuensi bahwa setiap manusia yang belum berusia 18 tahun adalah pemegang semua hak yang dijamin dalam KHA. Dengan demikian, setiap anak berhak mendapatkan upaya-upaya perlindungan khusus dan sesuai dengan kapasitas mereka yang tengah berkembang agar anak-anak semakin dapat melaksanakan hak-hak mereka (CRC/C/GC/2005). Elemen terakhir dari penggalan definisi anak, yakni, apabila menurut hukum yang berlaku bagi anak tersebut ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal, secara substantif melemahkan pelaksanaan bagian pasal lain dan memberikan pembenaran perbedaan penafsiran dan praktik. Hal ini secara tidak langsung merupakan pengakuan bahwa sebenarnya penetapan batas usia anak mayoritas di semua negara tidak sama (Angela Melchiorre, 2004). Dengan kata lain, KHA menyerahkan kepada Negara untuk memutuskan siapa yang dimaksud dengan seorang anak karena memang KHA memberikan izin Negara untuk menentukan batas usia dewasa yang lebih awal. Pada umumnya dewasa dipahami sebagai batas usia seseorang secara hukum memiliki kapasitas bertindak untuk melakukan perbuatan hukum (Catherine Beaulieu, 2008). Dalam kaitan ini, beberapa undang-undang yang berlaku di Indonesia memberikan batas usia yang berbeda-beda sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut ini. 3 H a l.

Judul Undang-Undang Batasan Usia Anak KUH Pidana Belum berusia 16 tahun (Pasal 45) KUH Perdata Belum berusia 21 tahun dan belum menikah (Pasal 330). UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Syarat perkawinan bagi seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin dari kedua orangtuanya (Pasal 6 ayat (2)); Usia menikah 16 tahun untuk perempuan, dan 19 tahun untuk laki-laki (Pasal 7 ayat (1)); Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melakukan pernikahan ada di bawah kekuasaan orangtuanya selama mereka tidak dicabut kekuasaan orangtuanya. UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Belum berusia 21 tahun dan belum menikah (Pasal 1 angka Anak (2)). UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak Anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umum 8 tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin (Pasal 1 angka 1). UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, terrnasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya (Pasal 1 angka (5)). UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan (Pasal 1 angka (1)). Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan (Pasal 1 angka (5)). Selain undang-undang di atas, dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, batas usia dewasa diatur dalam Pasal 98 ayat (1) yang menyebutkan bahwa batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 tahun, sepanjang anak tersebut tidak cacat fisik maupun mental atau belum pernah melangsungkan perkawinan. Disharmoni peraturan perundangan-undangan mengenai penetapan batas usia akan berdampak pada potensi terjadinya pelanggaran hak anak. Penetapan batas usia anak berkaitan dengan permasalahan dilekatkannya tanggung jawab atas setiap perbuatan hukum yang dilakukannya. Hal ini menyangkut permasalahan kapan seseorang dianggap memiliki kapasitas hukum sehingga dapat bertanggung jawab atas setiap perbuatan hukum yang 4 H a l.

dilakukannya. Seseorang dapat dianggap memiliki kapasitas hukum apabila seseorang yang dianggap telah dewasa. Dengan demikian, sangat penting untuk mendefinisikan anak secara konsisten dalam sistem hukum karena menyangkut ruang lingkup berlakunya perlindungan khusus yang menjadi hak setiap anak. Terkait dengan kapasitas untuk bertindak, badan ahli yang yang memantau Konvensi Mengenai Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) dalam Rekomendasi Umum No. 21 secara eksplisit menyebutkan bahwa (Hedia Belhadj-El Ghouayel, et.al. 2007): Mengenai kesepakatan yang setara dalam perkawinan dan hubungan keluarga, tidak sahnya perkawinan anak, dan menetapkan 18 tahun sebagai usia minimal untuk menikah bagi perempuan dan laki-laki. Ini adalah usia minimal ketika kaum muda mencapai kedewasaan penuh dan memiliki kapasitas untuk bertindak. Penetapan usia merupakan masalah yang kompleks karena menyangkut perolehan hak-hak tertentu atau kehilangan perlindungan tertentu. Hal ini terkait dengan permasalahan bagaimana menyeimbangkan konsep anak sebagai subyek hak yang tengah berkembang kapasitasnya yang harus dihormati, sebagaimana diakui dalam Pasal 5 dan Pasal 14, dengan konsep kewajiban Negara untuk menyediakan perlindungan khusus (Rachel Hodgkin & Peter Newell, 2007). Penetapan usia anak menjadi sangat penting karena permasalahan hak atas perlindungan khusus memiliki keterkaitan erat dengan batasan hukum usia anak, seperti (Rachel Hodgkin & Peter Newell, 2007): 1. Konvensi menetapkan garis yang jelas bahwa tidak ada hukuman mati atau penjara seumur hidup tanpa kemungkinan pembebasan untuk mereka yang di bawah usia 18 tahun (Pasal 37 KHA); 2. Tidak ada perekrutan anak ke dalam angkatan bersenjata atau partisipasi langsung dalam permusuhan bagi mereka yang di bawah umur dari 15 (Pasal 38 KHA). Bahkan menurut Protokol Opsional mengenai larangan 5 H a l.

keterlibatan anak dalam konflik bersenjata dan perekrutan ke dalam angkatan bersenjata bagi seseorang yang berusia di bawah 18; 3. Penetapkan usia minimum anak untuk bekerja (Pasal 32 KHA) dan untuk tanggung jawab pidana (Pasal 40 KHA); 4. Persyaratan menyelenggarakan pendidikan dasar wajib menyiratkan pengaturan usia (Pasal 28 KHA). Dalam konteks ini, KHA mengakui cara-cara anak mempergunakan hak-haknya dan pembatasan yang dapat diterapkan pada pelaksanaan hak-hak anak dapat dan harus beragam sesuai dengan usia ana. Hal ini diatur dalam Pasal 5 KHA yang menyatakan bahwa: Negara-negara Pihak harus menghormati tanggung jawab, hak dan kewajiban orang tua, atau, jika berlaku, anggota-anggota keluarga besar atau komunitas sebagaimana ditentukan oleh adat setempat, wali hukum yang sah atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab atas anak tersebut, untuk memberikan pengarahan dan bimbingan dalam pelaksanaan hak-hak anak yang diakui dalam Konvensi ini, dengan cara yang sesuai dengan perkembangan kemampuan seorang anak. Prinsip ini kemudian kembali diperkuat melalui aturan Pasal 12 yang menyatakan bahwa: Negara-negara Pihak harus menjamin bahwa anak-anak yang mampu membentuk pandangannya sendiri, mempunyai hak untuk menyatakan pendapatnya secara bebas dalam semua hal yang mempengaruhi anak-anak tersebut, dan pendapat anak-anak dipertimbangkan sesuai dengan usia dan kematangan mereka. Di samping itu, Komite juga menekankan bahwa, ketika Negara pihak mendefinisikan usia minimum anak dalam undang-undang, maka harus melakukannya dalam konteks prinsipprinsip dasar dalam Konvensi, khususnya prinsip non-diskriminasi (Pasal 2), prinsip kepentingan terbaik anak (Pasal 3) dan hak untuk hidup, kelangsungan hidup maksimum dan pengembangan (Pasal 6) (Rachel Hodgkin & Peter Newell, 2007). Hak anak atas perlindungan dari kekerasan, penyalahgunaan, penelantaran, dan eksploitasi tidak mengenal pembatasan atau dibatasi oleh usia mereka. Usia dan keterbatasan kapasitas anak-anak untuk melindungi diri mereka sendiri justru sebagai 6 H a l.

pertimbangan untuk memperkuat hak anak atas perlindungan, bukan malah memperlemah (Dan O'Donnell, 2004). C. Pentingnya Definisi Anak yang Konsisten dalam Sistem Hukum Dalam istilah praktis, seseorang telah mencapai usia dewasa karena dianggap mampu untuk melakukan hal-hal tertentu seperti memiliki hak untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan umum atau melakukan penandatangan suatu kontrak yang mengikat secara hukum. Hukum nasional biasanya menetapkan usia dewasa yang berbeda antara satu Negara dengan Negara yang lain. (Catherine Beaulieu, 2008). Penetapan ini akan berdampak pada hilangnya hak seseorang untuk mendapatkan perlindungan yang semestinya masih melekat padanya. Sebagai contoh ketika suatu Negara telah menentukan usia dewasa terlalu rendah, misalnya 14 tahun maka salah satu dampak langsung yang akan dialaminya adalah bahwa orang-orang yang berusia telah berusia 14 tahun bisa keluar dari ruang lingkup KHA karena mereka sudah dianggap bukan sebagai anak-anak lagi (Catherine Beaulieu, 2008). Permasalahan ini telah menjadi perhatian Komite Hak Anak yang menyatakan bahwa aturan yang terdapat dalam KHA harus memberikan keuntungan bagi semua anak sampai dengan usia 18 tahun. Dalam Kesimpulan Pengamatan yang ditujukan kepada Negara Iran pada paragraf 22, Komite Hak Anak menyatakan keprihatinan yang mendalam bahwa: Penentuan usia dewasa untuk anak laki-laki pada usia 15 tahun dan untuk perempuan pada usia 9 tahun menunjukkan anak laki-laki dari usia 15 sampai 18 tahun dan anak perempuan dari usia 9 sampai 18 tahun tidak tercakup oleh aturan dan prinsip KHA. Atas situasi tersebut, Komite memberikan rekomendasi agar Negara Iran mengkaji kembali peraturan perundang-undangannya sehingga usia dewasa ditetapkan pada usia 18 tahun (Catherine Beaulieu, 2008). Terkait dengan permasalahan yang sama, Komite Hak Anak dalam Kesimpulan Pengamatan terhadap Laporan Negara Indonesia menyatakan bahwa memastikan tidak lagi ada perlakuan diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, termasuk meningkatkan usia layak untuk menikah untuk anak perempuan agar sama dengan anak laki-laki (CRC/C/Add.223). Ketidakkonsistensian Negara Indonesia dalam menetapkan usia pertanggungjawaban pidana 7 H a l.

anak dengan standar Internasional juga menjadi keprihatinan Komite Hak Anak karena Negara Indonesia menetapkan usia 8 tahun bagi anak dianggap layak bertanggung jawab atas tindak pidana yang dilakukannya. Atas penetapan ini Komite Hak Anak memberikan rekomendasi agar Negara Indonesia menambah usia minimal pertanggungjawaban pidana sampai pada batas usia yang dapat diterima di tingkat internasional (CRC/C/Add.223). Penting penetapan usia konsisten dengan standar internasional agar Negara dapat melindungi anak-anak dari kekerasan dan eksploitasi seksual. Konsistensi ini akan mengurangi kerentanan anak terhadap kekerasan dan eksploitasi seksual. Hal-hal yang perlu untuk mendapatkan peninjauan menyangkut (Catherine Beaulieu, 2008): 1. Usia izin seksual Usia izin seksual merujuk pada waktu seseorang dianggap secara hukum mampu untuk melakukan dan memberi izin atas aktivitas seksual dengan orang lain. Usia izin seksual disuatu Negara tertentu dapat disimpulkan dengan melihat aturan tentang tindak pidana seksualnya. Di Negara-negara yang menetapkan izin seksualnya rendah, anak-anak yang telah mencapai usia izin seksual tersebut sangat rentan terhadap kekerasan dan eksploitasi, khususnya jika tidak ada aturan hukum yang mendefinisikan dan melarang berbagai bentuk eksploitasi terhadap anak. Oleh karena itu dalam mengkaji ulang peraturan perundang-undangan, Negara harus mempertimbangkan perbedaan antara: a) Aktivitas seksual yang terjadi dalam konteks perkembangan seksual anak sehingga izin seksual sangat penting; b) Aktivitas seksual yang sifatnya sangat eksploitatif. Prinsip bahwa anak sampai 18 tahun harus dilindungi dari eksploitasi seksual tidak hanya berasal dari aturan dalam KHA, tetapi secara jelas tercantum pada: a) Protokol mengenai Mencegah, Menekan, dan Menghukum Perdagangan Orang, Khususnya Perempuan dan Anak memberikan perlindungan khusus bagi semua anak sampai usia 18 tahun; 8 H a l.

b) Konvensi ILO No. 182 mengenai Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk bagi Anak menetapkan definisi anak istilah anak berarti semua orang yang berusia di bawah 18 tahun. 2. Usia Perkawinan Di beberapa Negara penetapan usia seseorang diperbolehkan menikah sangat rendah, bahkan kadang-kadang penetapan usia perkawinan berbeda dengan usia izin melakukan aktivitas seksual. Seringkali undang-undang mengenai penetapan kapasitas seseorang, khususnya perempuan untuk menikah dikesampingkan oleh hukum adat dan tradisi. Oleh karena itu, definisi tentang penetapan usia seseorang dianggap memiliki kapasitas untuk menikah harus disesuaikan dengan standar internasional. 3. Usia Tanggung Jawab Tindak Pidana Anak-anak di seluruh dunia sering diperlakukan sebagai penjahat karena keterlibatan mereka dalam aktivitas seperti pelacuran. Permasalahan ini menjadi lebih buruk ketika usia tanggung jawan pidana terlalu rendah. Dalam kasus seperti ini anak-anak berisiko diperlakukan sebagai pelaku kejahatan oleh para aparat penegak hikum walaupun faktanya mereka membutuhkan perlindungan. 4. Usia Minimal untuk Bekerja Anak-anak juga bisa dieksploitasi secara seksual dan komersial melalui penghambaan rumah tangga atau kerja ijon. Seorang anak anak bisa diikat kontrak untuk bekerja sebagai pekerja rumah tangga anak, tetapi majikan bahwa anak tersebut juga dapat dipergunakan untuk tujuan-tujuan seksual. Di Negara-negara yang memiliki ambang batas usia untuk bekerja yang rendah, anak-anak sangat rentan untuk dieksploitasi. 9 H a l.