IMPLEMENTASI TATA KELOLA PEMERINTAHAN DAN PROBLEMATIKANYA

dokumen-dokumen yang mirip
KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG AKSI PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI TAHUN 2013 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

BAB 13 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA

MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

BAB 13 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DAN EVALUASI KINERJA Kedeputian Pelayanan Publik

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

Keterangan Pers Presiden RI tentang Penegakan Hukum dan Pemberantasan Korupsi, Jumat, 26 Juni 2009

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 Pelanggaran di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih da

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pola Pemberantasan Korupsi Sistemik

BAB I PENDAHULUAN. reformasi berjalan lebih dari satu dasawarsa cita- cita pemberantasan

BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

EVALUASI KURIKULUM DIKLAT BERBASIS KOMPETENSI DALAM MENINGKATKAN SOFT COMPETENCY PELAKSANA KEMENTERIAN KEUANGAN:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Pegawai Negeri Sipil menurut undang-undang RI nomor 43 Tahun 1999 adalah

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini juga ditegaskan oleh Zaidun (dalam Soemodihardjo,2008: vii)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARA NEGARA YANG BERSIH DAN BEBAS DARI KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG TIPIRING

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARA NEGARA YANG BERSIH DAN BEBAS DARI KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME

LAPORAN SINGKAT PANJA RUU APARATUR SIPIL NEGARA KOMISI II DPR RI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Sambutan Presiden RI - Pembukaan KNPK dan Peluncuran Program Jaga, Jakarta, 1 Desember 2016 Kamis, 01 Desember 2016

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Semakin meningkatnya tuntutan masyarakat atas penyelenggaraan

BAB 14 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

2015, No Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 14

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keuangan negara sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN NEGARA YANG BERSIH DAN BEBAS DARI KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 27 Tahun : 2015

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. roda perusahaan manajemen akan diawasi oleh fungsi satuan pengawasan internal

LKjIP PA Watampone Tahun BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN INFORMASI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SATUAN SABHARA

LAPORAN TRANSPARANSI PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PADA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAHAN PANITIA KERJA (PANJA) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA NO RUU APARATUR SIPIL NEGARA PENJELASAN PASAL

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M

PERAN SERTA MASYARAKAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.155, 2009 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5074)

2017, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan deng

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN KONFLIK KEPENTINGAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN SOSIAL

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat. disimpulkan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. dewasa ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik,

2 3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara R

Road Map KPK dalam Pemberantasan Korupsi di Indonesia Tahun

POKOK-POKOK PIKIRAN RUU APARATUR SIPIL NEGARA TIM PENYUSUN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

BAB III METODE PENELITIAN sampai dengan Desember peneliti untuk melakukan pengumpulan data.

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERCEPATAN PEMBERANTASAN KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. Kantor Pengelolaan Taman Pintar. Pada BAB 1, penelitian ini menjelaskan

Transkripsi:

IMPLEMENTASI TATA KELOLA PEMERINTAHAN DAN PROBLEMATIKANYA Oleh : Kasim A. Usman S.Ag, M.Pd Widyaiswara BDK Manado ABSTRAK Tatakelola pemerintahan yang bersih dan berwibawa merupakan salah satu dari lima agenda utama pembangunan nasional jangka menengah periode kedua (2009 2014), selain itu juga menjadi misi kelima Kementerian Agama RI. Buruknya tatakelola pemerintahan merupakan salah satu penyebab krisis ekonomi yang melanda Bangsa kita saat ini. Marak dan meningkatnya tidak pidana korupsi saat ini juga merupakan akibat dari buruknya Tatakelola pemerintahan di Indonesia. Pada hal pemerintah telah mengeluarkan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dengan segala ancaman hukuman didalamnya, dianggap kurang memadai atau mugkin terlalu lambat penerapan UU ini pemerintah RI yakni Susilo Bambang Yudoyono mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Berbagai upaya telah dilaksanakan oleh pemerintah tapi korupsi tetap dan berkembang laksana jamur dimusim hujan, bahkan ada yang menyebut korupsi berjamah. maraknya korupsi di negeri ini karena sanksi hukuman terhadap koruptor terlalu ringan. Maka solusinya adalah (1) Perbaikan dan Pelaksanaan Tata Kelola Pemerintahan, (2) Penegakan Supermasi Hukum dalam Pemberantasan Korupsi. Key Word : Tata Kelola, Good Gavernance A. Latar Belakang Mewujudkan tatakelola pemerintahan yang bersih dan berwibawa merupakan salah satu dari lima agenda utama pembangunan nasional jangka menengah periode kedua (2009 2014). Hal ini juga menjadi misi kelima Kementerian Agama RI yang harus diwujudkan oleh semua jajarannya.

Perbaikan tatakelola pemerintahan yang baik menjadi isu yang penting dalam konteks nasional dan internasional. Krisis ekonomi yang melanda bangsa dan rakyat Indonesia sejak dulu sampai sekarang tidak terlepas dari buruknya tatakelola pemerintahan, baik disektor pemerintahan maupun swasta. Krisis keuangan global, juga tidak terlepas dari masalah ini. Buruknya tatakelola pemerintahan ini antara lain dapat dilihat dari terjadinya korupsi yang meningkat secara signifikan. Di sisi yang berbeda tapi dalam logika yang sama, Indeks persepsi korupsi terjadi begitu cepat. Hal ini memberikan indikasi bahwa upaya keras pemerintah dalam memperbaiki tatakelola pemerintahan, sudah pada fase yang memprihatinkan. Maka perlu adanya upaya yang lebih keras dan sistematis untuk memperbaiki praktik tatakelola pemerintahan ini. Pembangunan birokrasi yang kuat merupakan elemen penting untuk menjaga agar kelangsungan pembangunan berkelanjutan tetap tercapai. Pemerintah periode 2009-2014 telah mulai melakukan pilot project pada beberapa kementerian dan lembaga untuk menerapkan anggaran berbasis kinerja. Elemen reformasi pada kementerian dan lembaga itu menjadi sangat luas dan intensif, termasuk perubahan sistem renumerasi. Pilot project ini diharapkan dapat membuahkan hasil yang positif khususnya dalam perbaikan pelayanan publik dan penanggulangan korupsi. Langkah-langkah yang disebutkan di atas, akan dipercepat dengan menggelindingkan lebih banyak program percepatan aksi reformasi sistem birokrasi yang dikombinasikan dengan sejumlah program aksi lainnya seperti reformasi di bidang hukum. Cakupan perbaikan dalam tatakelola pemerintahan bukan hanya terbatas pada sektor pemerintahan tetapi juga meliputi sektor swasta termasuk pengelolaan BUMN. B. Permasalahan Permasalahan korupsi yang telah tumbuh dengan subur di negeri ini sebenarnya yang menjadi pilot project dari tata kelola pemerintahan. Pemerintah Republik Indonesia 1999 telah berupaya mengantisipasi berkembangnya korupsi di Indonesia dengan bukti dikeluarkannya undang-undang Republik Indonesia nomor 31 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Belum cukup dengan UU No. 31 tahun 1999, pemerintah memperbaharui UU ini dengan mengeluarkan undang-undang republik Indonesia nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dengan segala ancaman hukuman didalamnya. Mungkin dianggap kurang memadai atau dianggap terlalu lambat penerapan UU ini pemerintah RI yakni Susilo

Bambang Yudoyono mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Upaya dan usaha pemerintah dalam memberantas korupsi sudah begitu kompleks, namun disadari bahwa sangat tidak mudah menerapkan segala aturan serta Undangundang itu. Bahkan sangat tidak mudah mengambil keputusan apakah korupsi adalah milik para koruptor ataukah milik kita bersama. Juga tidak gampang mengukur kadarnya sebagai penyakit sistem (struktural), sebagai penyakit manusia, atau penyakit budaya suatu masyarakat yang berada dalam sistem yang sama. Ia sangat cair, seakanakan merupakan serbuk yang rata menabur, atau bagaikan asap halus yang tak kasat mata, sehingga tidak bisa serta merta bisa disimpulkan bahwa perilaku korupsi adalah semacam anomali atau penyakit khusus yang berlaku pada sejumlah orang, ataukah ia memiliki infrastruktur budaya yang memang mendarah daging secara lebih menyeluruh pada kehidupan masyarakat kita. Berbagai upaya telah dilaksanakan oleh pemerintah tapi korupsi tetap dan berkembang laksana jamur dimusim hujan, bahkan ada yang menyebut korupsi berjamah. Fenomena di atas mengundang sejumlah pertanyaan Apa dan siapa yang salah 1. Apakah yang salah adalah sistem nilai dari tata kelola pemerintahan? 2. Apakah sistem penegakan supermasi hukum (rule of law) kurang tepat dan sanksi hukuman terhadap koruptor terlalu ringan? 3. Ataukah ada ítem-item yang salah terhadap upaya-upaya pemberantasan korupsi? Jika kita mengorek kegalauan atas pertanyaan pertama Apakah yang salah adalah sistem nilai dari tata kelola pemerintahan. Maka jawabannya adalah ya karena jujur harus diakui, substansi peraturan pemerintah yang sedang diterapkan dari beberapa kerumitan aturan hukum yang ada. Selama ini, banyak ketentuan yang terasa melindungi pelaku korupsi. Misalnya, pejabat harus mendapat izin lebih dulu sebelum diperiksa. Kelemahan lain dari sistem nilai adalah tidak ada keharusan bagi penegak hukum untuk menahan pelaku korupsi. Karena kelemahan itu, banyak pelaku korupsi yang tetap bebas meski sudah dinyatakan bersalah oleh pengadilan. Singkatnya, sebagian besar aturan yang ada gagal memberi efek jerah terhadap pelaku korupsi. Melihat substansinya, draf perpu tidak hanya berupaya menerobos Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, tetapi juga melakukan lompatan besar yang selama ini cenderung diabaikan. Terobosan itu misalnya: perlindungan saksi, ancaman bagi penegak hukum yang memperjualbelikan penanganan kasus korupsi, pencantuman asas pembuktian terbalik, dan asas praduga tak bersalah.

Intinya, substansi memberantas korupsi terlalu lemah jika dipandang dari sisi sistem nilai. Apakah korupsi merajalela karena sistem penegakan supermasi hukum (rule of law) yang kurang tepat dan sanksi hukuman terhadap koruptor terlalu ringan jawabannya adalah benar. Bayangkan saja pada Pasal 11 UU No 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi menyebutkan bahwa KPK dapat menangani kasus korupsi yang merugikan keuangan negara paling sedikit satu miliar rupiah. Itupun terkesan melindungi pelaku korupsi yang bernilai puluhan bahkan ratusan miliar. Hal ini perlu diperbaiki karena kuat indikasi bahwa kasus korupsi yang terjadi di jajaran pejabat negara (baik di eksekutif, legislatif, maupun yudikatif) lebih banyak berkisar di bawah Rp 100 miliar. Saya percaya banyak yang sependapat kalau definisi itu diletakkan dalam angka minimal satu miliar rupiah. Yang perlu diingat, jika mau melakukan terobosan, jangan tanggungtanggung, apalagi kalau ada kesan melindungi pelaku korupsi. Jika pertanyaan dilanjutkan Apakah maraknya korupsi di negeri ini karena sanksi hukuman terhadap koruptor terlalu ringan, maka jawabanya juga Ya. Dalam undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2001tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Pasal 3 menyebutkan Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Dari paparan ini tertera jelas bahwa sanksi hukuman bagi para koruptor terlalu ringan. Kita bisa bayangkan jika seorang koruptor mengeruk uang negara sebesar Rp. 50.000.000.000.00 (Lima puluh miliyar rupiah) hanya di denda 1 miliar, berarti koruptor secara matematis untung sebesar Rp. 49.000.000.000.00 (Empat puluh Sembilan miliyar rupiah). Nilai yang fantastis bagi para koruptor, apalagi kurungan penjara hanya 1,8 tahun. C. Pembahasan Pembahasan dalam upaya penyelesaian masalah di atas, maka penulis memberikan solusi yang harus melakukan sebagai prioritas program, yaitu :

1. Perbaikan dan Pelaksanaan Tata Kelola Pemerintahan Agenda perbaikan dan pelaksanaan tata kelola pemerintahan, akan meliputi dua program aksi yaitu; pertama, meneruskan dan mengawasi pelaksanaan reformasi birokrasi dan pelayanan publik; dan kedua penguatan aksi anti korupsi dan perbaikan tata kelola yang baik (good governance). Kedua program aksi itu terdiri dari: a. Meneruskan reformasi birokrasi di lembaga-lembaga pemerintah (Kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah) secara bertahap, terukur dan terus dijaga kualitas hasil kinerjanya serta pertangungjawaban publik. b. Program perbaikan peraturan yang menyangkut rekrutmen, perkembangan karier secara ransparan, akuntabel dan berdasarkan prestasi (merit based), serta aturan disiplin dan pemberhentian pegawai negeri sipil. c. Meningkatkan kinerja dengan memperbaiki prosedur kerja (business rocess), pemanfaatan teknologi untuk peningkatan kecepatan dan keakuratan layanan, dan mengatur kembali truktur organisasi agar makin efisien dan efektif dalam menjalankan fungsi pelayanan publik, regulasi, pengawasan dan penegakan aturan. d. Memperbaiki remunerasi sehingga makin mencerminkan resiko, tanggung jawab, beban kerja yang realistis dan berimbang. e. Memperbaiki sistem dan tunjangan pensiun agar mencerminkan imbalan prestasi yang manusiawi namun tetap dapat dipenuhi oleh kemampuan anggaran. f. Melakukan pengawasan kinerja dan dampak reformasi, termasuk pemberantasan korupsi dan penerapan disiplin dan hukuman yang tegas bagi pelanggaran sumpah jabatan, aturan, disiplin, dan etika kerja birokrasi. g. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas layanan pemerintahan dengan perumusan standar pelayanan minimum yang diketahui masyarakat beserta pemantauan pelaksanaannya oleh masyarakat. 2. Penegakan Hukum dalam Pemberantasan Korupsi Implementasi agenda reformasi penegakan hukum akan dilakukan dalam dua program aksi yaitu reformasi penegakan hukum (rule of law) dan penegakan ketertiban umum, dengan cara: a. Memperbaiki law enforcement. b. Memperkuat kinerja dan pengawasan kepolisian dan kejaksaan melalui reformasi kepolisian dan kejaksaan, perbaikan kinerja kepolisian dan kejaksaan di daerah,

baik melalui program quick win maupun perbaikan struktural menyeluruh dan komprehensif pada kepolisian dan kejaksaan. Peningkatan Kinerja dengan perbaikan mutu dan integritas para aparat kepolisian dan kejaksaan, dan meningkatkan pengawasan serta seleksi personel dan pejabat struktural yang strategis yang langsung bertugas melayanan masyarakat pencari keadilan. c. Meninjau ulang dan memperbaiki peraturan yang menyangkut penegakan hukum termasuk pengaturan hak-hak polisi, peraturan-peraturan pelaporan, dan aturan pelayanan dari aparat penegak hukum. Dengan demikian dapat diberikan jaminan pelayanan, kepastian, dan keadilan kepada masyarakat pencari keadilan. d. Mendukung perbaikan adminsitrasi dan anggaran di Mahkamah Agung dan peradilan di bawahnya. e. Pencegahan dan penindakan korupsi secara konsisten dan tanpa tebang pilih. f. Pemberantasan terhadap cikal bakal terjadinya korupsi dengan hukuman mati atau eksekusi mati perhadap koruptor dan disiarkan langsung melalui media masa (TV). Para koruptor itu pantas di eksekusi mati karena mereka telah membunuh banyak orang bahkan beberapa gererasi. D. Kesimpulan Berdasarkan permasalahan dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Tatakelola pemerintahan yang bersih dan berwibawa merupakan salah satu dari lima agenda utama pembangunan nasional jangka menengah dan juga menjadi misi kelima Kementerian Agama RI yang harus diwujudkan oleh semua jajarannya. 2. Supermasi Hukum harus ditegahkan sebagai salah satu upaya dalam usaha memberantas korupsi, termasuk penerapan Inpres Nomor 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. 3. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai salah satu lembaga penegah hukum harus menerapkan hukum atau sanksi yang tegas terhadap para koruptor. Terhadap pejabat Negara atau lembaga yang teridentifikasi melakukan korupsi langsung diperiksa dan tidak perlu menunggu Surat Izin Pemeriksaan dari atasan pejabat. 4. Adanya kesadaran Pejabat Negara, PNS sebagai abdi negara dan abdi masyarakat serta seluruh unsur masyarakat untuk mewujudkan Good Gavernance.

F. Referensi Inpres Nomor 5 tahun 2004 Tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi Kartini.K (2004).Pemimpin Dan Kepemimpinan. Jakarta: PT Raja GrafindoPersada Thoha Miftah. 1996. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Edisi Ketujuh. Penerbit PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Suprapti, W., Sri Ratna.(2001). Pengenalan dan Pengukuran Potensi Diri.Bahan Ajar Diklatpim Tingkat IV. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara RI. Sedarmayanti.(2009). Reformasi Administrasi Publik, Reformasi Birokrasi, dan Kepemimpinan Masa Depan. Bandung: Refika Aditama UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi UU RI nomor 30 tahun 2002 tentang komisi pemberantasan tindak pidana korupsi