KEBIJAKAN SUB SEKTOR PETERNAKAN DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi.

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. meningkat, rata-rata konsumsi protein hewani penduduk Indonesia masih sangat

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

AGRIBISNIS KAMBING - DOMBA

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAMBING-DOMBA. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

LAPORAN REFLEKSI AKHIR TAHUN 2014 DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA UTARA

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

PROSPEK PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI PETERNAKAN YANG BERDAYA SAING

I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan

2013, No.6 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemberdayaan Peternak adalah segala upaya yang dila

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS SAPI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan.

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA. Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur :

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor

REVITALISASI PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*)

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Sub sektor peternakan mempunyai peranan penting dalam perekonomian

Tabel. 2.1 Pencapaian Kinerja Pelayanan Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Aceh Provinsi Aceh

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN 2007

ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN

SISTEM INTEGRASI SAPI DI PERKEBUNAN SAWIT PELUANG DAN TANTANGANNYA

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

RENSTRA BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF D I N A S P E R T A N I A N

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

PENGANTAR. Latar Belakang. merupakan keharusan untuk memenuhi kebutuhan pangan, papan, dan bahan

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PADA KAWASAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI PROVINSI JAMBI

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur

LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

IV.B.13. Urusan Wajib Ketahanan Pangan

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

Pelaksanaan Revitalisasi Pertanian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 seluruh pemangku kepentingan, secara sendiri-sendiri maupun bersama dan bersinergi dengan cara memberikan berbagai kemudahan agar Peternak dapat men

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

MENDORONG KEDAULATAN PANGAN MELALUI PEMANFAATAN SUMBERDAYA UNGGUL LOKAL. OLEH : GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Dr.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan.

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

Transkripsi:

KEBIJAKAN SUB SEKTOR PETERNAKAN DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DJAFAR MAKKA Direktur Pengembangan Peternakan, Ditjen Bina Produksi Peternakan ABSTRAK Sub sektor peternakan mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia baik dalam pembentukan PDB dan penyerapan tenaga kerja maupun dalam penyediaan bahan baku industri. Untuk meningkatkan kontribusi sub sektor peternakan dalam perekonomian Nasional, pemerintah telah berupaya untuk terus mendorong pengembangan industri peternakan di Indonesia dengan menyediakan berbagai fasilitas dan dukungan serta menciptakan iklim yang mendorong tumbuh dan berkembangnya industri peternakan di Indonesia. Potensi pengembangan ternak sapi yang dapat diintegrasikan dengan perkebunan kelapa sawit sangat besar sehingga apabila potensi tersebut dimanfaatkan akan dapat meningkatkan populasi ternak sapi, produktivitas ternak, pendapatan dan kesejahteraan petani peternak. Kombinasi kegiatan usaha peternakan dengan usahatani perkebunan akan dapat meningkatkan efisiensi usahanya sehingga dapat meningkatkan dayasaing hasil produksinya. Strategi pengembangan sistem integrasi sawit-sapi dilakukan melalui: pengembangan wilayah dan komoditas unggulan, peningkatan sumberdaya pakan dan pola kemitraan usaha. Terdapat berbagai faktor yang menentukan keberhasilan penerapan strategi integrasi tanaman-ternak adalah: (1) kebijakan pembangunan yang mendukung; (2) modal dan investasi; (3) ilmu pengetahuan dan teknologi yang selaras; (4) kondisi dan ketersediaan infrastruktur; dan (5) minat dan partisipasi stakeholder pembangunan sub sektor peternakan. Menyadari potensi yang ada, pemerintah telah dan akan terus memfasilitasi pemanfaatan sistem integrasi sawit-sapi dan mengembangkan wilayah perkebunan sawit menjadi daerah penghasil bibit ternak berkualitas maupun penghasil ternak bakalan. Dalam diversifikasi usaha, wilayah perkebunan kelapa sawit dapat juga dikembangkan industri pakan ternak atau menjadi pusat penghasil bahan pakan ternak. Diharapkan penerapan sistem ini dengan baik dan benar akan dapat mengejar kekurangan pasokan sapi potong di dalam negeri. Kata Kunci: Kawasan Integrasi, Sumberdaya Lokal, Modal dan Investasi, Kelembagaan Petani dan Kemitraan Usaha PENDAHULUAN Sub sektor peternakan mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia baik dalam pembentukan PDB dan penyerapan tenaga kerja maupun dalam penyediaan bahan baku industri. Peranannya dalam pertumbuhan ekonomi menunjukkan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) peternakan triwulan I tahun 2005 tumbuh 5,8%. Kontribusi PDB sub sektor peternakan terhadap sektor pertanian triwulan I tahun 2005 mencapai 13,2%. Sedangkan terhadap besaran PDB Nasional mencapai 2%. Dalam penyerapan tenaga kerja sub sektor peternakan juga mempunyai peranan yang sangat strategis. Menurut hasil sensus pertanian 2003 dari 24,86 juta Rumah Tangga Pertanian di pedesaan dan perkotaan, sekitar 22,63% merupakan Rumah Tangga Usaha Peternakan. Selain itu sub sektor peternakan juga berperan penting dalam penyediaan bahan baku bagi keperluan industri. Untuk meningkatkan kontribusi sub sektor peternakan dalam perekonomian Nasional, pemerintah telah berupaya untuk terus mendorong pengembangan industri peternakan di Indonesia dengan menyediakan berbagai fasilitas dan dukungan serta menciptakan iklim yang mendorong tumbuh dan berkembangnya industri peternakan di Indonesia. Namun demikian, sejalan dengan kencenderungan yang terjadi akhir-akhir ini bahwa peran pemerintah dalam pembangunan semakin berkurang dan sebaliknya peran masyarakat dan pihak swasta diharapkan akan semakin meningkat. Pemerintah dewasa ini lebih berperan sebagai streering daripada rowing. Maksudnya, bahwa yang melakukan kegiatan pembangunan adalah masyarakat dan pihak swasta sedangkan pemerintah hanya mendorong dan menyiapkan kondisi dan 3

lingkungan yang baik untuk tumbuh dan berkembangnya kegiatan agribisnis peternakan. Ke depan, tantangan yang dihadapi bidang peternakan di Indonesia semakin berat. Apabila kita tidak bersungguh-sungguh membangun peternakan yang tangguh, berbasis sumberdaya lokal dan berdayasaing maka jumlah impor hasil peternakan berupa daging, telur dan susu akan meningkat dengan pesat dari tahun ke tahun. Agar dapat menjadi tuan di rumah sendiri maka tidak ada jalan lain kecuali bersungguh-sungguh dan bekerja keras membangun industri peternakan yang dapat memenuhi permintaan dalam negeri dan sekaligus dapat mengekspor kelebihan hasil produksinya ke negara-negara yang memerlukan. ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN Sejalan dengan visi pembangunan pertanian, visi pembangunan peternakan telah ditetapkan yaitu: Mewujudkan Peternakan Tangguh Guna menjamin Kesejahteraan Peternak. Sedangkan misinya adalah: (1) meningkatkan pendapatan; (2) penyediaan pangan hewani yang ASUH; (3) pembangunan SDM yang berkualitas; (4) diversifikasi pangan; (5) pengentasan kemiskinan; dan (6) pengembangan sistem perdagangan komoditi ternak yang bebas dan fair. Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut, maka pemerintah dalam hal ini Departemen Pertanian telah menetapkan 3 (tiga) program utama yaitu program Peningkatan Ketahanan Pangan (PKP), Program Pengembangan Agribisnis (PA) dan Program Peningkatan Kesejahteraan Petani. Penjabaran lebih lanjut dari program tersebut di bidang peternakan sebagai berikut: 1. Program Peningkatan Ketahanan Pangan sasarannya adalah: (a) dicapainya ketersediaan pangan tingkat nasional, regional dan rumah tangga yang cukup, aman dan halal; (b) meningkatkan keragaman produksi dan konsumsi pangan masyarakat; dan (c) meningkatnya kemampuan masyarakat dalam mengatasi masalah kerawanan pangan. 2. Program pengembangan agribisnis dengan sasaran: (a) berkembangnya usaha di sektor hulu, usaha tani (on-farm), hilir (agroindustri) dan usaha jasa penunjang; (b) meningkatnya pertumbuhan PDB sub sektor peternakan; dan (c) meningkatnya ekspor produk peternakan segar dan olahan. 3. Program peningkatan kesejahteraan petani sasarannya adalah: (a) meningkatnya kapasitas dan posisi tawar peternak; (b) semakin kokohnya kelembagaan peternak; (c) meningkatnya akses peternak terhadap sumberdaya produktif; dan (d) meningkatnya pendapatan peternak. PENDEKATAN SISTEM TANAMAN- TERNAK (CROP LIVESTOCK SYSTEM) Sistem tanaman-ternak selalu menunjukkan peran pentingnya dalam usaha tani, seperti mendaur ulang biomassa berupa limbah tanaman yang dapat digunakan sebagai sumber pakan dan limbah ternak berupa kotoran diolah menjadi kompos untuk memperbaiki kondisi tanah yang sebelumnya tidak sesuai untuk budidaya tanaman. Integrasi ternak dengan usaha tani lainnya (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan) masih merupakan suatu cara utama dalam intensifikasi pertanian yang berkelanjutan, walaupun peranan ternak tetap menduduki posisi pendukung dan pelengkap dan bukan merupakan komponen utama dalam sistem integrasi tanaman-ternak. Seperti diketahui biaya operasional terbesar dalam usaha peternakan adalah biaya pakan sekitar 60-70%, dengan jalan mengintegrasikan kegiatan pemeliharaan ternak dengan kegiatan usaha tani lainnya akan dihasilkan efisiensi biaya produksi yang tinggi. Selain itu ternak dapat menghasilkan kotoran ternak dalam jumlah yang cukup banyak, dengan pengolahan secara sederhana kotoran tersebut dapat diubah menjadi pupuk organik yang sangat bermanfaat bagi peningkatan kesuburan tanah, selain digunakan untuk kebutuhan sendiri pupuk kandang dapat dijual dengan harga yang lumayan. Sehingga secara keseluruhan kombinasi kegiatan pemeliharan ternak dan bercocok tanam akan sangat menguntungkan petani dengan jalan pengurangan biaya produksi dan peningkatan penghasilan. Secara terperinci manfaat sistem tanamanternak antara lain: (i) meningkatkan akses terhadap kotoran ternak; (ii) peningkatan nilai 4

tambah dari tanaman atau hasil ikutannya; (iii) mempunyai potensi mempertahankan kesehatan dan fungsi ekosistem; dan (iv) mempunyai kemandirian yang tinggi dalam penggunaan sumberdaya mengingat nutrisi dan energi saling mengalir antara tanaman dan ternak. Pakan ternak dari tanaman dapat berupa limbah dan hasil sampingan agroindustri yang dapat digunakan untuk ternak, meliputi: (i) jerami (padi dan jagung); (ii) pucuk tebu; (iii) biji-bijian (kacang tanah dan cowpea); (iv) umbi-umbian (ketela dan ubi jalar); (v) bungkil biji minyak (kelapa sawit, kapas, kopra); (vi) dedak; dan (vi) baggase. Kotoran ternak bermanfaat untuk: (i) memperbaiki struktur tanah; (ii) mendorong penyerapan kembaban yang lebih baik; (iii) mengurangi daya serap air; dan (iv) mencegah crusting permukaan tanah. STRATEGI PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI Memperhatikan manfaat dan keuntungan pengembangan peternakan dengan pendekatan sistem tanaman-ternak, maka integrasi ternak pada kawasan budidaya pertanian (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan) memiliki potensi sebagai salah satu sumber pertumbuhan baru subsektor peternakan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di pedesaan. Menurut SURADISASTRA dan LUBIS (2004), terdapat berbagai faktor yang menentukan keberhasilan penerapan strategi integrasi tanaman-ternak yaitu: (1) kebijakan pembangunan yang mendukung, (2) modal dan investasi (3) ilmu pengetahuan dan teknologi yang selaras, (4) kondisi dan ketersediaan infrastruktur, dan (5) minat dan partisipasi stakeholder pembangunan sub sektor peternakan. Untuk lebih mempercepat berkembangnya kegiatan sistem integrasi sawit-sapi, maka ada beberapa strategi yang ditempuh. Wilayah pengembangan dan komoditas unggulan Untuk dapat memproduksi dan menghasilkan produk-produk peternakan yang sesuai dengan permintaan dan tuntutan pasar, maka sejak awal harus sudah ditetapkan wilayah perkebunan yang akan diintegrasikan dengan ternak dan bisa dikembangkan secara potensial. Prioritas pengembangan peternakan pada wilayah perkebunan, disesuaikan dengan keadaan, potensi dan kemampuan wilayah dalam mendukung pengembangan ternak. Dalam hal ini peran pemerintah daerah dan masyarakat perkebunan yang paling mengetahui keadaan dan potensi wilayahnya, menjadi amat penting. Disamping itu pemilihan dan penetapan komoditas peternakan yang menjadi unggulan, juga merupakan langkah awal yang harus dilakukan bagi pengembangan ternak di wilayah perkebunan. Dukungan kesesuaian sumberdaya pakan dan agroklimat, ketersediaan pasar bagi produk peternakan tersebut juga harus dipertimbangkan, dalam pemilihan komoditi apa yang akan ditetapkan dan dikembangkan. Kegiatan pengembangan peternakan pada wilayah-wilayah perkebunan kelapa sawit, diarahkan untuk membentuk sentra-sentra produksi bibit sapi, melalui kegiatan ini petani (plasma) maupun petani pemanen yang ada di wilayah perkebunan dapat melakukan budidaya sapi bibit yang mampu menghasilkan anakan (bibit) berkualitas, baik dengan pemurnian bangsa sapi yang ada maupun melakukan persilangan (crossing) sebagai penghasil ternak bakalan untuk memenuhi kebutuhan ternak bakalan daerah lain atau ditingkatkan produksinya sebagai penghasil daging. Inovasi teknologi sebagai langkah yang tepat meningkatkan produksi dan reproduktivitas serta menghasilkan bibit sapi yang berkualitas. Desentralisasi implementasi program aksi, intensifikasi IB, Embrio ternak (ET), pelaksanaan kawin silang, budidaya ternak turunan IB dan importasi bibit, perbaikan pakan, yang diikuti perbaikan manajemen usaha sebagai langkah yang perlu mendapat prioritas dalam budidaya sapi di kawasan perkebunan tersebut. Pengembangan pakan Kawasan perkebunan kelapa sawit memiliki potensi biomassa yang melimpah berupa produk samping dari tanaman dan pengolahan sawit. Produk samping yang dihasilkan dapat diolah menjadi sumber bahan baku pakan atau pakan ternak, baik untuk 5

dipergunakan sendiri maupun untuk tujuan komersial. Pengembangan industri pengolahan limbah sawit untuk pakan merupakan diversifikasi usaha yang dapat dilakukan oleh petani ternak, kelembagaan petani (kelompok), koperasi maupun oleh perusahaan perkebunan itu sendiri. Berbagai biomassa/produk samping perkebunan kelapa sawit yang dapat diolah menjadii sumber bahan baku pakan/pakan ternak antara lain adalah; (1) Palm Pressing Fibre (PPF), (2) Palm Sludge (PS), (3) Palm Kernel Cake (PKC), (4) Oil Palm Fronds (OPF), (5) Empty Fruits Bunch (EFB) dan (6) Produk Hijauan Antar Tanaman (HAT). Pengembangan kemitraan Kemitraan usaha merupakan upaya menjalin kerjasama yang saling menguntungkan, saling membutuhkan, saling memperkuat dan saling membangun antara pelaku agribisnis skala besar dengan pelaku agribisnis skala kecil, dan peternak melalui kelembagaan peternak yang telah berkembang dalam bentuk koperasi yang memiliki kawasan pengembangan peternakan, yang sudah dikelola secara komersial. Pola-pola kemitraan yang telah berkembang di perkebunan kelapa sawit dapat terus dilaksanakan dan ditingkatkan dengan memberikan peran yang lebih kuat terhadap posisi petani ternak. Peranan kelembagaan petani ternak yang telah mengelola integrasi sawit-sapi, diharapkan akan mampu meningkatkan posisi tawar petani ternak dalam melakukan pemasaran. Selain itu melalui pola kemitraan usaha yang telah berkembang, secara bertahap petani ternak diarahkan untuk ikut memiliki saham koperasi/perusahaan inti, sehingga dapat membantu koperasi/perusahaan dalam peningkatan modal usaha. Modal tersebut dimanfaatkan dan dikembangkan untuk menambah berbagai kegiatan usaha yang terkait dengan pengembangan peternakan seperti pembangunan industri pengolah limbah sawit untuk pakan, fasilitas pemasaran (pasar hewan, rumah potong hewan) dan fasilitas pendukung lainnya. DUKUNGAN PEMERINTAH Dalam pengembangan sistem integrasi sawit-sapi, pemerintah memberikan fasilitasi dalam bentuk penyediaan informasi dan penciptaan lingkungan yang mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis. Diharapkan bahwa partisipasi masyarakat akan lebih berperan dalam pengembangan kawasan agribisnis berbasis peternakan. Dukungan Direktorat Jenderal Peternakan sebagai instansi penanggungjawab program pembangunan peternakan antara lain berupa upaya mengarahkan paket-paket bantuan langsung pinjaman masyarakat pada pengembangan kawasan peternakan. Nilai rupiah bantuan ini tidaklah terlalu besar karena hanya dimaksudkan sebagai pemicu untuk menggerakkan kegiatan usaha peternakan di tingkat peternak yang berada di kawasan. Bantuan lainnya terutama dalam bentuk penyediaan informasi, penyuluhan, pendampingan, kajian dan bentuk-bentuk fasilitasi lainnya. Penyebarluasan informasi dilakukan melalui brosur, pelatihan, pertemuan secara berkala, penggunaan media seperti majalah, koran, radio, CD, TV dan sebagainya. Berikut ini akan disajikan secara ringkas dukungan program/kegiatan dalam pengembangan sistem integrasi sawit-sapi antara lain: Program pengembangan kawasan peternakan Program pengembangan kawasan dimaksudkan untuk mempertahankan dan meningkatkan wilayah wilayah pengembangan peternakan yang potensiel, serta membentuk dan meningkatkan wilayah-wilayah pengembangan dengan komoditas unggulan. Program pengembangan kawasan meliputi kawasan khusus peternakan maupun kawasan integrasi peternakan dengan perkebunan, hortikultura, tanaman pangan, kehutanan dan perikanan. Pengembangan peternakan dengan pendekatan kawasan akan mempunyai banyak keuntungan diantaranya adalah adanya jaminan usaha apabila suatu kawasan sudah ditetapkan PERDAnya sebagai kawasan khusus peternakan maupun kawasan integrasi oleh pemerintah setempat. Selain itu akan diperoleh 6

sinergi dari berbagai macam kegiatan yang diarahkan ke dalam suatu lokasi kawasan tersebut, sehingga memudahkan dalam pembinaan dan pelayanan. Pengembangan kawasan integrasi ternak dengan perkebunan kelapa sawit akan dikaitkan dengan pola kemitraan antara perusahaan dengan petani (plasma) yang ada di wilayah perkebunan swasta maupun pemerintah. Dalam kemitraan tersebut perusahaan bertindak sebagai inti yang menjamin penyediaan sarana produksi dan pemasaran, membantu permodalan dan bimbingan teknis (pendampingan) kepada petani peternak yang bertindak sebagai plasma dalam melaksanakan budidaya ternak, sebagaimana yang telah dikembangkan oleh PT. Agricinal di Bengkulu Utara. Program pemberdayaan kelompok melalui pola BPLM Pemerintah pusat melalui Ditjen Peternakan dapat mengarahkan sebagian dari Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat (BPLM) atau lebih dikenal dengan BLM ke lokasi-lokasi kawasan khusus peternakan maupun kawasan integrasi ternak dengan komoditas lain. BLM tersebut merupakan dana penguatan modal kelompok yang merupakan stimulan dan masih memerlukan penggalian pertisipasi anggota untuk menambah modal usaha. Penggunaan dana penguatan modal didasarkan pada kepentingan kelompok melalui kesepakatan anggota kelompok. Anggota kelompok yang menerima harus mampu menggulirkan/mengembalikan modal pokok usaha kepada kelompok untuk disalurkan kepada anggota kelompok lain yang belum menerima. Paket penguatan modal dapat dimanfaatkan untuk usaha penggemukan sapi potong (sapi kereman), intensifikasi penggunaan Inseminasi Buatan (IB) dan pola kawin alam. Paket BLM tersebut terdiri dari: Pengembangan agribisnis sapi potong Paket ini dimaksudkan untuk penguatan modal kelompok dalam menjalankan kegiatan usaha sapi potong baik untuk bibit maupun penggemukan, alokasi kegiatan berupa: pengadaan ternak, perbaikan kandang dan peralatan peternakan, pakan konsentrat, pelayanan kesehatan hewan dan lain-lain sesuai kebutuhan kelompok. Intensifikasi akseptor Paket ini dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah dan kualitas pemanfaatan IB, alokasi kegiatan berupa: pengadaan sapi betina produktif, perbaikan kandang dan peralatan peternakan, pelayanan kesehatan ternak, pelayanan IB dan lain-lain tergantung kebutuhan kelompok. Pola kawin alam Paket ini dimaksudkan untuk mengintensifkan kegiatan kawin alam, alokasi kegiatan berupa: pengadaan pejantan unggul/pemacek, perbaikan kandang dan peralatan peternakan, pakan konsentrat, pelayanan kesehatan hewan dan lain-lain sesuai kebutuhan kelompok. Pengembangan hijauan makanan ternak (HMT) Paket ini dimaksudkan untuk memfasilitasi kelompok dalam menjalankan usaha hijauan makanan ternak bagi pengembangan ternak potong di wilayahnya, alokasi kegiatan berupa: pengadaan pupuk, pembelian obat tanaman dan lain-lain sesuai kebutuhan kelompok usaha HMT. Jasa inseminasi buatan Paket jasa Inseminasi Buatan (IB) adalah pelayanan IB oleh Inseminator bagi akseptor yang membutuhkan pelayanan tersebut. Pelayanan jasa kesehatan hewan Paket jasa brucellosis dan jasa rabies adalah pelayanan jasa kesehatan hewan brucellosis dan rabies. Pengolahan hasil ternak Paket pengolahan hasil ternak berupa alat pengolah susu dan alat pengolah daging serta pemasaran hasil, alokasi kegiatan berupa: 7

pengadaan peralatan pengolahan susu, bahan baku susu sapi segar dan kemasan serta operasional pemasarannya dan pengadaan peralatan pengolahan daging, bahan baku daging sapi dan kemasan serta operasional pemasarannya. Dukungan permodalan Dukungan permodalan untuk usaha peternakan diperlukan untuk meningkatkan skala usaha dapat berasal dari pemerintah, swasta, perbankan (kredit), dan tentunya sangat diharapkan berasal dari masyarakat atau peternak itu sendiri. Peranan pemerintah semakin berkurang, diimbangi dengan meningkatnya dana yang bersumber dari swasta maupun masyarakat sendiri. Modal yang bersumber dari bank maupun non bank dilaksanakan melalui pemberian kredit lunak atau bagi hasil. Berbagai skeme kredit yang sudah berjalan dan dapat dimanfaatkan untuk usaha di bidang peternakan dengan bunga murah yang disalurkan untuk peternak maupun investor di bidang peternakan seperti: Skeme Kredit Ketahanan Pangan (KKP) dengan bunga 10% per tahun, skeme kredit Agribisnis dengan bunga komersial yaitu 18% dan Program penjaminan dan pendampingan pola bagi hasil untuk pembiayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). KESIMPULAN Berdasarkan uraian di atas beberapa hal dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Sistem integrasi ternak pada perkebunan kelapa sawit telah terbukti dapat menekan biaya produksi melalui pemanfaatan tenaga kerja ternak, kotoran ternak untuk pupuk dan hijauan antar tanaman (HAT), sehingga kegiatan semacam ini perlu terus didorong di wilayah-wilayah perkebunan kelapa sawit. b. Potensi lahan dan pakan ternak yang tersedia dari perkebunan kelapa sawit tersedia cukup banyak dan melimpah. Dukungan teknologi sangat diperlukan agar potensi pakan yang berasal dari limbah tanaman sawit dan industri sawit dapat digunakan secara optimal. c. Direktorat Jenderal Peternakan dan Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian secara aktif mendorong pelaksanaan sistem integrasi ternak dengan perkebunan di kawasan pengembangan yang cocok dan sesuai dengan potensi yang ada. PENUTUP Demikianlah pokok-pokok kebijakan Direktorat Jenderal Peternakan dalam mendukung Pengembangan Sistem Integrasi Sawit-Sapi yang dapat disampaikan dalam kesempatan yang berbahagia ini. Mudahmudahan dapat bermanfaat bagi Saudarasaudara sekalian peserta Workshop dan hendaknya dapat juga menjadi bahan bagi Saudara-saudara sekalian dalam diskusi yang akan dilaksanakan. Akhirnya saya mengucapkan selamat mengikuti workshop dan besar harapan saya agar hasil-hasil rumusan yang akan dihasilkan dapat membantu mewujudkan visi dan misi pembangunan peternakan di Indonesia. DAFTAR BACAAN ADLIN U. LUBIS. 1992. Kelapa Sawit di Indonesia. Pusat Penelitian Perkebunan Marihat, Bandar Kuala, Marihay Ulu, P. Siantar, Sumatera Utara. ANONIMUS. 2004. Integrasi Ternak Sapi dengan Perkebunan Kelapa sawit. Direktorat Pengembangan Peternakan, Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, Departemen Pertanian. ANONIMUS. 2003. Pengkajian pengembangan usaha sistem integrasi kelapa sawit sapi. Badan Litbang Pertanian bekerjasama dengan PT. Agricinal Bengkulu, Expose Teknologi Inovasi Pertanian dan Lokakarya Nasional. ANONIMUS. 2005. Penyusunan Strategi Peningkatan Pertumbuhan Peternakan Direktorat Jenderal Peternakan. ANONIMUS. 2001. Buku Statistik Perkebunan. Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, Departemen Pertanian. JALALUDDIN, S. 2001. Integrated Animal Production in the Oil Palm Plantation. University Pertanian Malaysia, Serdang-Selongor, Malaysia. 8

SURADISASTRA, K. dan A.M. LUBIS. 2004. Pertimbangan Integrasi Tanaman Ternak dalam Kebijakan Pengembangan Peternakan di Kawasan Timur Indonesia. Pros. Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak. Denpasar, 20-22 Juli 2004. LIWANG T. 2003. Palm oil mill efluent management. Burotrop. 9