KODE ETIK PENYELENGGARA NEGARA SEBAGAI UPAYA PENEGAKAN ETIKA BAGI PENYELENGGARA NEGARA

dokumen-dokumen yang mirip
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Neg

PANITIA PEMILIHAN RAYA IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM MAHASISWA UNIVERSITAS JEMBER NOMOR 1 TAHUN 2017 tentang KODE ETIK KOMISI PEMILIHAN UMUM MAHASISWA

PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

SUBSTANSI DAN KONTEN NILAI DASAR, KODE ETIK DAN KODE PERILAKU ASN

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR 26 TAHUN 2016

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/PER/M.KOMINFO/12/2011 TENTANG

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

2017, No tentang Kode Etik Pegawai Badan Keamanan Laut; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAPORAN SINGKAT PANJA RUU APARATUR SIPIL NEGARA KOMISI II DPR RI

PELANGGARAN KODE ETIK DAN SANKSI DALAM PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM

BERITA NEGARA KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 13 Tahun : 2014

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik In

KEPUTUSAN MUSYAWARAH NASIONAL ASOSIASI PERENCANA PEMERINTAH INDONESIA. Nomor 002/Munas-I/APPI/08/2006 Tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN WALI KOTA BONTANG NOMOR 51 TAHUN 2015 TENTANG KODE ETIK DAN KODE PERILAKU PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BONTANG

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepot

TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 8 Tahun 2015 Seri E Nomor 4 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK INSAN OMBUDSMAN KETUA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

2 2. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib (Berita Negara Republik Indonesia Nomor 1607); MEMUTU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 83 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 47 TAHUN 2017 TENTANG

2017, No tentang Kode Etik dan Kode Perilaku Perencana Kementerian Perencanaan Pembangunan/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional; Mengingat :

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK POKOK KEPEGAWAIAN;

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambaha

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan

LEMBARAN NEGARA PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

2 Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelengga

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 /PM.4/2008 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK NOMOR 36 TAHUN 2011 TENTANG

2013, No Menetapkan : 3. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

2016, No Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesi

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN I N S P E K T O R A T Jl. Arungbinang Nomor 16 Telp: (0287) , Kebumen 54311

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BAB I KETENTUAN UMUM

2016, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan ini yang dimaksud dengan: 1. Intelijen Negara adalah penyelenggara Intelijen

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

STRUKTUR PEMERINTAHAN DAERAH MUCHAMAD ALI SAFA AT

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN DELI SERDANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KABUPATEN WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR 02 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Ta

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR : PER-06/M.

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : Tahun 2011 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP. 125/DJ-PSDKP/2011 TENTANG

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUU-XIII/2015 Status Pegawai Honorer dengan Berlakunya Undang-Undang Aparatur Sipil Negara

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG KODE ETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 04/PRT/M/2006 TENTANG KODE ETIK AUDITOR INSPEKTORAT JENDERAL DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

2013, No Mengingat dan tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan calon hakim konstitusi serta pembentukan majelis kehormatan hakim konstitusi;

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 11/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL KEMENTERIAN KEHUTANAN

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR :16/DPR RI/I/ TENTANG KODE ETIK DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG LARANGAN MENERIMA/MEMBERI ATAU GRATIFIKASI DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA MEDAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH. Muchamad Ali Safa at

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2. Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5493

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 22 ayat (2) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang...

KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KOTA PEKALONGAN

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 33 TAHUN 2017 TENTANG

Transkripsi:

KODE ETIK PENYELENGGARA NEGARA SEBAGAI UPAYA PENEGAKAN ETIKA BAGI PENYELENGGARA NEGARA Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 01 November 2014; disetujui: 01 Desember 2014 Terselenggaranya tata pemerintahan yang baik merupakan tuntutan dalam administrasi publik. Hal tersebut sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat dan semakin efektifnya interaksi internasional sebagai bagian dari proses globalisasi. Menyadari pentingnya arti mewujudkan kepemerintahan yang baik, setiap penyelenggara negara harus mampu menjadi panutan dalam mengemban tugas dan tanggung jawab sebagai penyelenggara negara, termasuk di dalamnya kepedulian terhadap nilai moral dan norma etika yang seharusnya patut dihormati dan dipatuhi dalam hubungan bermasyarakat maupun bernegara. Banyaknya penangkapan terhadap penyelenggara negara seperti hakim, anggota DPR, anggota DPRD, gubernur, bupati, walikota, pejabat Bank Indonesia, pimpinan partai, dan menteri yang sedang menghadapi tuntutan hukum atau sudah divonis dalam perkara korupsi menunjukan bahwa penyelenggara negara mempunyai persoalan etika dan moral. Di samping itu, terdapat kasus yang melibatkan mantan Bupati Garut dengan persoalan nikah kilatnya. Kasus ini kemudian menyeruak dan sempat menjadi topik yang hangat di media massa. Publik masih ingat ketika kasus sejumlah kepala daerah yang sudah dinyatakan terdakwa, tetapi yang bersangkutan masih dimungkinkan oleh peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara negara. Secara hukum normatif tindakan para kepala daerah yang sudah dinyatakan sebagai terdakwa masih menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara negara sah-sah saja, namun dari segi moral, publik mempertanyakan kepada para penyelenggara negara tersebut dan juga kepada sistem hukum yang mengaturnya. Penyelenggara negara menurut Ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas 1

Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme adalah Pejabat Negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penyelenggara negara mempunyai peran yang sangat menentukan dalam penyelenggaraan negara untuk mencapai tujuan negara yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Selanjutnya dalam Pasal 2 dinyatakan Penyelenggara Negara meliputi : 1. Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara; 2. Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara; 3. Menteri; 4. Gubernur; 5. Hakim; 6. Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan 7. Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggara negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kode etik sebenarnya, bukanlah sesuatu yang baru. Kode etik tertua adalah Sumpah Socrates pada abad ke-5 SM. Sumpah Socrates ini menjadi kode etik pertama untuk profesi dokter pada masa Yunani Kuno. Kode etik mengatur tingkah laku moral suatu kelompok dalam masyarakat melalui ketentuan tertulis yang diharapkan akan dipegang teguh oleh seluruh kelompok. Kode etik diibaratkan sebagai kompas yang menunjukan arah moral bagi suatu kelompok dan menjamin mutu moral anggota kelompok tersebut dalam masyarakat serta sebagai sarana kontrol sosial. Dogma hukum menentukan bahwa kode etik sangat terkait dengan suatu profesi artinya bahwa kode etik merupakan tata cara atau aturan yang menjadi standar kegiatan anggota suatu profesi. Sekarang ini terjadi pergeseran dogma hukum bahwa kode etik yang pada awalnya melekat pada profesi bergeser ke non profesi di tingkat undangundang, sebagai contoh penerapan kode etik DPR, hakim dan komisi yudisial, aparatur sipil negara, dan intelejen. Oleh karena itu, perlu dipahami bahwa penyelenggara negara merupakan pekerjaan non profesi yang baru akan dibuat kode etik. Kode etik sebagai produk dari etika terapan, dihasilkan dari penerapan pemikiran etis pada wilayah tertentu, termasuk wilayah 2

penyelenggara negara. Salah satu syarat berfungsinya kode etik adalah kode etik harus dibuat oleh kelompok di mana kode etik tersebut diberlakukan. Kode etik penyelenggara negara tentunya dibuat oleh penyelenggara itu sendiri. Dengan demikian cita-cita dan nilai yang hidup dapat terserap dalam kode etik yang dibuat dan diberlakukan. Kode etik tersebut akan menjadi pengaturan diri (self regulation) bagi penyelenggara negara. Dengan membuat kode etik, berarti telah menuangkan secara tertulis niat tulus para penyelenggara negara untuk mewujudkan nilai moral yang hakiki dan mencegah terjadinya perilaku tidak etis. Kode Etik dari Berbagai Peraturan Perundang Undangan/Peraturan Internal Organisasi baik Profesi maupun Non Profesi Peraturan Perundang Undangan/Peraturan Internal a. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 jo. Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004. b. Peraturan Ikatan Notaris Indonesia mengenai Kode Etik Notaris Indonesia tertanggal 28 Januari 2005 yang ditetapkan di Bandung Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial a. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. b. Peraturan Bersama Mahkamah Agung Republik Indonesian dan Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor 02/PB/MA/IX/2012-02/PB/P.KY/09/2012 tentang Definisi Kode Etik Kode etik profesi Notaris adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia yang selanjutnya akan disebut Perkumpulan berdasar keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota Perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, termasuk didalamnya para Pejabat Sementara Notaris, Notaris Pengganti dan Notaris Pengganti Khusus. Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim adalah panduan dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku Hakim dalam menjalankan tugas profesinya dan dalam hubungan kemasyarakatan di luar kedinasan Pasal 1 angka 1 dinyatakan bahwa Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim adalah panduan keutamaan moral bagi setiap hakim, baik di dalam maupun di luar kedinasan sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor: 047/KMA/SKB/IV/2009-02/SKB/P.KY/IV/2009 tanggal 8 April 2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Substansi Kode Etik Sumpah jabatan Notaris yang menyatakan bahwa... bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya, dan akan menjalankan kewajiban saya sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagai Notaris... dan Pasal 83 ayat (1) menyatakan bahwa Organisasi Notaris menetapkan dan menegakkan Kode Etik Notaris. Kode Etik Notaris terdiri atas: (1) Bab I Ketentuan Umum; (2) Bab II Ruang Lingkup Kode Etik; (3) Bab III Kewajiban, Larangan dan Pengecualian; (4) Bab IV Sanksi; (5) Bab V Tata Cara Penegakan Kode Etik; (6) Bab VI Pemecatan Sementara; (7) Bab VII Kewajiban Pengurus Pusat; (8) Bab VIII Ketentuan Penutup Kode etik pada lembaga yudikatif yakni berdasarkan Pasal 32A ayat (4) Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa kode etik dan pedoman perilaku hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung. Berdasarkan pasal tersebut maka ditetapkan Peraturan Bersama Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi Yudisial Republik 3

Panduan Penegakan Kode Etik Dan Pedoman Perilaku Hakim Peraturan Bersama Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilihan Umum, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 13 Tahun 2012 - Nomor 11 Tahun 2012 - Nomor 1 Tahun 2012 tentang Kode Etik Penyelenggara Umum Pemilihan Definisi kode etik dalam Pasal 1 angka 6 Peraturan Bersama Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilihan Umum, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 13 Tahun 2012 - Nomor 11 Tahun 2012 - Nomor 1 Tahun 2012 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum dinyatakan bahwa Kode Etik Penyelenggara Pemilu, selanjutnya disebut Kode Etik, adalah satu kesatuan landasan norma moral, etis dan filosofis yang menjadi pedoman bagi perilaku penyelenggara pemilihan umum yang diwajibkan, dilarang, patut atau tidak patut dilakukan dalam semua tindakan dan ucapan. Indonesia Nomor 02/PB/MA/IX/2012-02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik Dan Pedoman Perilaku Hakim yang memuat isi/substansinya sebagai berikut: (1) Bab I Ketentuan Umum; (2) Bab II Kewajiban dan Larangan; (3) Yurisdiksi; (4) Bab IV Tingkat dan Jenis Pelanggaran; (5) Bab V Sanksi; (6) Bab VI Pejabat yang berwenang; (7) Keputusan; (8) Bab VIII Penutup. Pasal 9 Penyelenggara Pemilihan Umum berkewajiban: a. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; b. menjunjung tinggi sumpah/janji jabatan dalam melaksanakan tugas, wewenang, kewajiban, dan tanggungjawabnya; c. menjaga dan memelihara netralitas, imparsialitas, dan asas-asas penyelenggaraan Pemilihan Umum yang jujur, adil, dan demokratis; d. tidak mengikutsertakan atau melibatkan kepentingan pribadi maupun keluarga dalam seluruh pelaksanaan tugas, wewenang, dan kewajibannya; e. melaksanakan tugas-tugas sesuai jabatan dan kewenangan yang didasarkan pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945, undang-undang, peraturan perundang-undangan, dan keputusan yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilihan Umum; f. mencegah segala bentuk dan jenis penyalahgunaan tugas, wewenang, dan jabatan, baik langsung maupun tidak langsung; g. menolak untuk menerima uang, barang, dan/atau jasa atau pemberian lainnya yang apabila dikonversi melebihi standar biaya umum dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) jam, dalam kegiatan tertentu secara langsung maupun tidak langsung dari calon peserta Pemilu, peserta Pemilu, calon anggota DPR dan DPRD, dan tim kampanye; h. mencegah atau melarang suami/istri, anak, dan setiap individu yang memiliki pertalian darah/semenda sampai derajat ketiga atau hubungan suami/istri yang sudah bercerai di bawah pengaruh, petunjuk, atau kewenangan yang bersangkutan, untuk meminta atau menerima janji, hadiah, hibah, pemberian, penghargaan, dan pinjaman atau bantuan apapun dari pihak yang berkepentingan dengan penyelenggaraan Pemilu; i. menyatakan secara terbuka dalam rapat apabila memiliki hubungan keluarga atau sanak saudara dengan calon, peserta 4

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) Kode etik dan kode perilaku bertujuan untuk menjaga martabat dan kehormatan Aparatur Sipil Negara (ASN). Pemilihan Umum, atau tim kampanye. (1) Kode etik dan kode perilaku berisi pengaturan perilaku agar Pegawai ASN: a. melaksanakan tugasnya dengan jujur, bertanggung jawab, dan berintegritas tinggi; b. melaksanakan tugasnya dengan cermat dan disiplin; c. melayani dengan sikap hormat, sopan, dan tanpa tekanan; d. melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; e. melaksanakan tugasnya sesuai dengan perintah atasan atau Pejabat yang Berwenang sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan dan etika pemerintahan; f. menjaga kerahasiaan yang menyangkut kebijakan negara; g. menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung jawab, efektif, dan efisien; h. menjaga agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam melaksanakan tugasnya; i. memberikan informasi secara benar dan tidak menyesatkan kepada pihak lain yang memerlukan informasi terkait kepentingan kedinasan; j. tidak menyalahgunakan informasi intern negara, tugas, status, kekuasaan, dan jabatannya untuk mendapat atau mencari keuntungan atau manfaat bagi diri sendiri atau untuk orang lain; k. memegang teguh nilai dasar ASN dan selalu menjaga reputasi dan integritas ASN; dan l. melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai disiplin Pegawai ASN. (2) Kode etik dan kode perilaku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Berdasarkan penjelasan isi/substansi kode etik dari peraturan perundanganundangan dan peraturan internal di atas, tergambar bahwa kode etik selama ini hanya mengatur internal instansi masing-masing atau profesi tertentu. Kode etik lembaga penyelenggara negara tidak mengatur institusi penyelenggara negara melainkan mengatur sikap, perilaku, tindakan dan ucapan penyelenggara negara. Adapun konsep yang dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk menentukan batasan definisi kode etik sebagai berikut: 1. Kode etik merupakan aturan, norma, asas; 5

2. Kode etik merupakan panduan, pedoman, landasan; 3. Kode etik mengatur etika dalam hal bersikap, berperilaku, perkataan dan integritas untuk melaksanakan tugas dan kewajiban baik di dalam pekerjaannya maupun di dalam pergaulan hidup seharihari. 4. Kode etik wajib ditaati dan diberlakukan bagi setiap penyelenggara negara. Kode etik penyelenggara negara sangat diperlukan karena dengan adanya kode etik akan dijadikan pedoman oleh penyelenggara negara dalam melaksanakan kewenangan, tugas/fungsi, maupun tanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Selain itu juga sebagai jaminan bagi penyelenggara negara bahwa mereka tidak akan dikenakan sanksi terhadap tindakan yang dilakukan selama tindakan yang dilakukan sudah sesuai/tidak bertentangan dengan kode etik yang telah dirumuskan dan juga yang telah diakumulasikan dalam sumpah/janji yang diucapkan saat diangkat/dilantik sebagai penyelenggara negara. Berkenaan dengan beberapa isi/substansi kode etik dari peraturan perundangan-undangan dan peraturan internal sebagaimana disebutkan di atas maka konsep yang dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk menentukan batasan isi/substansi kode etik sebagai berikut: a. Kode etik penyelenggara negara menjadi panduan dan pedoman bagi lembaga penyelenggara negara untuk membuat peraturan internal masing-masing terkait kode etik. b. Setiap lembaga penyelenggara negara wajib membentuk dan menerapkan kode etik pada masing-masing lembaganya, seperti yang sudah mempunyai kode etik dan sudah melaksanakan antara lain Kode Etik DPR, Kode Etik Kehormatan Hakim, dan Kode Etik Penyelenggara Pemilu. Kode etik wajib dilaksanakan oleh penyelenggara negara dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang penyelenggaraan negara. c. Pengaturan terkait kode etik penyelenggara negara diharapkan bahwa lembaga penyelenggara negara maupun profesi tertentu berpedoman kepada kode etik yang akan diatur dalam suatu undangundang. d. Dalam kode etik penyelenggara negara kiranya harus diperhatikan mengenai apa yang akan diatur dalam kode etik penyelenggara negara tersebut. Ada 2 (dua) hal secara garis besar dapat diatur dalam 6

kode etik penyelenggara negara yaitu (1) definisi kode etik; dan (2) isi/substansi kode etik. Adapun kode etik paling sedikit memuat materi prinsip dan norma penyelenggara negara; tujuan dan sasaran; kewajiban, hak, dan larangan; bentuk pelanggaran kode etik dan sanksi; penegak kode etik dan tata kerjanya; tindak lanjut pelaksanaan penetapan putusan penegak kode etik; dan hal lain yang secara khusus sesuai karakteristik masing-masing lembaga penyelenggara negara. e. Penegakan etika penyelenggara negara dilakukan melalui penerapan kode etik pada masing-masing lembaga. Kode etik penyelenggara negara sangat diperlukan karena kedudukan etika penyelenggara negara berada di antara etika profesi dan etika politik sehingga tugas-tugas penyelenggaraan negara tetap memerlukan perumusan kode etik yang dapat dijadikan sebagai pedoman bagi penyelenggara negara sehingga kode etik tersebut dapat dijadikan sebagai pedoman dan bahan rujukan dalam penyelenggaraan negara. Kode etik penyelenggara negara ditaati dan dipatuhi untuk dilaksanakan oleh setiap penyelenggara negara yang diwujudkan dalam bersikap, berperilaku, bertindak, dan berucap bagi setiap penyelenggara negara dalam menjalankan tugas penyelenggaraan negara. * Penulis adalah Perancang Peraturan Perundang-Undangan Bidang Politik Hukum dan Hak Asasi Manusia, Deputi Perundang-Undangan Sekretariat Jenderal DPR RI. 7