RINGKASAN EKSEKUTIF. Pengamatan Iklim Investasi di Indonesia selama Tahun 2005

dokumen-dokumen yang mirip
Ringkasan Eksekutif Survei Tahap Ketiga Monitoring Iklim Investasi di Indonesia

RANGKUMAN Survei mengenai Pengawasan Iklim Investasi Putaran VI (2014)

Investment Climate Monitoring Survey 6 th (2014)

Gambaran yang lebih luas: motor penggerak pertumbuhan produktivitas agregat

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG POKOK-POKOK KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI PROVINSI GORONTALO

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan

V. DESKRIPSI PERKEMBANGAN MIGRASI, PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA. penting untuk diteliti secara khusus karena adanya kepadatan dan distribusi

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H

Jenis Penanaman Modal : PMDN PMA. Skala Bisnis : Mikro Menengah (UU 20/2008) Kecil Besar

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan yang terencana. Perencanaan wilayah adalah mengetahui dan

LAMPIRAN 1 BIAYA MELAKUKAN USAHA DI INDONESIA

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) DI KABUPATEN SRAGEN TUGAS AKHIR

BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. provinsi yang tersebar di seluruh Indonesia. Pemerintah berusaha agar semua wilayah

BAB VII PERPAJAKAN. Tahun 8 10: pengurangan pajak penghasilan badan dan perorangan sebesar 50%

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BARRU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 01 TAHUN 2008 TENTANG POKOK-POKOK PERLINDUNGAN INVESTASI DI KABUPATEN BARRU

Dampak Kebijakan Upah Minimum terhadap Tingkat Upah dan Penyerapan Tenaga Kerja di Daerah Perkotaan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Karena pada dasarnya, investasi merupakan satu pengeluaran

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

RINGKASAN PAKET KEBIJAKAN PEREKONOMIAN TAHAP II TGL. 29 SEPTEMBER 2015

BAB I PENDAHULUAN. antara satu negara dengan negara lainnya. Salah satu usaha yang selalu dilakukan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Ringkasan Executives

Survei Integritas (SI) KPK dan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) TII

Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008

DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR...

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3

BAB IV PROSEDUR PERIJINAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan petugas yang baik diharapkan mampu meningkatkan kepatuhan

BAB I PENDAHULUAN. dipahami bahwa kompetisi global bukan kompetisi antar negara, melainkan antar

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan merupakan aspek penting dari kualitas suatu bangsa.

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/PMK.04/2017 TENTANG

INVESTASI DI INDONESIA

KEBIJAKAN INSENTIF PAJAK DAN DUKUNGAN FISKAL UNTUK R&D DI BEBERAPA NEGARA: INDIA

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tidak bisa berjalan sendiri karena dibutuhkan biaya yang sangat besar.

CATATAN MENGENAI DEINDUSTRIALISASI (Referensi)

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

Kebijakan Fiskal untuk Mendukung Akselerasi Sektor Industri yang Berdaya Saing

BAB VI PENUTUP. hasil analisis yang telah dibahas dalam bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan

I. PENDAHULUAN. Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB 5 KESIMPULAN 5.1 Temuan Studi

BAB I PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

Boks 1 PELUANG DAN HAMBATAN INVESTASI DI PROPINSI RIAU. I. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUASIN,

Target Kinerja Program dan Kerangka Pendanaan. Data Capaian pada Tahun Awal Perencanaan. Indikator Kinerja Program (outcomes) dan Kegiatan (output)

VIII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Berdasarkan hasil dan pembahasan Bab V sampai dengan Bab VII,

kemudian diikuti oleh Kota Magelang dan Kota Salatiga. 20 Kabupaten dan Kota berada pada tingkat medium (menengah) hingga tinggi, sedangkan 15

BAB V ANALISA HASIL. mengetahui kondisi perusahaan dari waktu ke waktu selama pengukuran

BAB I PENDAHULUAN. 10 hambatan terbesar kegiatan investasi perusahaan adalah tidak memadainya

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. mengamanatkan Pemerintah Daerah sebagai pelayan masyarakat untuk

Pengusaha Di Kawasan Berikat (PDKB) adalah Perseroan Terbatas atau Koperasi yang melakukan kegiatan usaha industri di KB

sektor investasi dalam negeri, namun peningkatan dari sisi penanaman modal asing mampu menutupi angka negatif tersebut dan menghasilkan akumulasi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi negara serta masyarakatnya. Penerimaan pajak mempunyai peranan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan masyarakat dan perkembangan zaman, di antaranya dengan. mengembangkan e-government sebagai trend global birokrasi.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah juga terus memperhatikan kondisi ekonomi Indonesia dan kondisi

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA RAPAT KERJA DAN KONSULTASI NASIONAL KE XXVII

2011, No Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republi

INDEKS PERSEPSI KORUPSI INDONESIA 2017Survei Di Antara Pelaku Usaha. Survei di antara Pelaku Usaha 12 Kota di Indonesia

DAFTAR ISI. Sampul Depan. 1. Daftar Isi Bab I : Pendahuluan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Pengertian...

BAB V PENUTUP. pengiriman data online disebabkan oleh beberapa faktor yang berpengaruh

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/PMK.04/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN

Pelayanan Publik Tanpa Pungli Mendorong Kesejahteraan Daerah

Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. menyokong penyelenggaraan pembangunan suatu bangsa. Dalam Anggaran

Globalisasi secara tidak langsung membuat batas-batas antar negara menjadi semakin memudar. Dengan semakin maraknya perdagangan internasional dan peny

PEMBANGUNAN HUKUM INVESTASI DALAM PENINGKATAN PENANAMAN MODAL DI INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 25 TAHUN 2012

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015.

Definisi Buruh. Biasa di sebut buruh kerah putih, menggunakan tenaga otak dalam bekerja

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tersebut agar terlaksananya tujuan dan cita-cita bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Investasi merupakan motor penggerak pertumbuhan ekonomi. Dinamika

Account Representative

Diterbitkan di Manajemen Pembangunan No. 59/III/Tahun XVI, 2007

CITIZEN REPORT CARD MANOKWARI PAPUA BARAT

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TIMUR, AGUSTUS 2016

TIGA FOKUS UTAMA III. KEBIJAKAN DEREGULASI EKONOMI

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penelitian.

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB VI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

, No.2069 Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Ta

Oleh : Ir. Hervian Tahier Wakil Ketua Umum

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk

MENINGKATKAN DAYA SAING DAN PRODUKTIVITAS MELALUI PEKERJAAN YANG LAYAK. Oleh : 9 Juli 2015 DPN APINDO

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. bagi pemenuhan kebutuhan transportasi yang cepat dan aman. Perkembangan

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Sulistiawati (2012).

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

MEMBANGUN INDUSTRI TELEKOMUNIKASI, INFORMATIKA DAN MEDIA NASIONAL YANG KONDUSIF UNTUK INVESTASI

Transkripsi:

RINGKASAN EKSEKUTIF Pengamatan Iklim Investasi di Indonesia selama Tahun 2005 Pendahuluan Dunia usaha menduduki tempat sangat yang penting dalam pembangunan ekonomi. Mulai dari usaha kecil/informal sampai perusahaan multinasional menjalankan peran sebagai investor baik secara fisik maupun non-fisik dan merupakan landasan bagi pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran. Dalam tahap-tahap awal pembangunan ekonomi peran pemerintah boleh saja menonjol, tetapi kekuatan pemerintah ada batasnya. Ketika perkonomian menjadi semakin berkembang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (sustainable) peran dunia usaha akan menjadi dominan. Melalui nilai tambah yang diciptakannya, dunia usaha menciptakan lapangan kerja dan menjadi sumber penerimaan pajak yang akan digunakan pemerintah untuk membangun barang modal masyarakat seperti infrastruktur, pendidikan, fasilitas kesehatan dan lain-lain jasa publik. Sampai seberapa jauh dunia usaha dapat melakukan fungsinya seperti disebutkan di atas sangat tergantung pada iklim investasi. Walaupun iklim usaha dipengaruhi oleh banyak faktor, kebijakan dan prilaku pemerintah memainkan peran sangat penting dalam menentukan biaya, resiko dan hambatan persaingan yang dihadapi unit usaha. Sejak awal pertengahan tahun 2005 LPEM-FEUI setiap semester melakukan pengamatan iklim usaha. Tujuan dari studi ini adalah untuk menghasilkan seperangkat indikator yang secara cepat dapat digunakan oleh pembuat kebijakan untuk merubah, menyesuaikan ataupun merancang kebijakan baru sesuai dengan perkembangan terbaru di lapangan. Untuk dapat mempunyai nilai guna yang tinggi, seperangkat indikator tersebut sebaiknya mempunyai sifatsifat: mudah dimengerti, mudah diukur secara berkala, mencakup lima area prioritas yaitu perpajakan, kepabeanan, infrastruktur, regulasi tenaga kerja dan kebijakan investasi. Data mentah studi ini diperoleh dari wawancara terhadap 500 perusahaan manufaktur yang dipilih secara acak di lima aglomerasi industri di Indonesia Medan, Jabotabek, Semarang, Surabaya dan Makassar. Gambaran Umum Secara umum responden mengatakan bahwa antara tahun 2003 dan 2005 iklim usaha cenderung membaik (lihat Diagram 1). Responden melihat bahwa hambatan-hambatan usaha makin berkurang, walaupun kalau dilihat dari peringkatnya praktis tidak mengalami perubahan. Hanya satu variabel saja yang memburuk yaitu transportasi. Hambatan terbesar tetap diduduki oleh tiga faktor utama: ketidakstabilan makroekonomi, ketidakpastian kebijakan dan korupsi. Selain ketiga faktor tersebut, hambatan-hambatan lain termasuk penyelenggaraan tata hukum, infrastruktur, perpajakan, keterampilan tenaga kerja dan regulasi pasar tenaga kerja, pembiayaan, kepabeanan dan peraturan 1

perdagangan, dan perijinan. Yang menarik, menurut responden administrasi perpajakan lebih merupakan hambatan dari pada tarif pajak itu sendiri. Diagram 1: Persepsi Pengusaha terhadap Hambatan 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% M acroeconomic Instability Economic Policy Uncertainty Local Corruption National Corruption Legal System & Conflict Resolution Transport Tax Administration Labor Skill and Education Cost of Finance Tax Rate Labor Regulation-Regional Customs&Trade Regulation-Regional Customs&Trade Regulation-National Licensing and Permits-Regional Electricity Labor Regulation-National Licensing and Permits-National ADB 2003 LPEM 2005 (December) Pengurusan Impor Pengurusan impor (import clearance) merupakan faktor penting bagi daya saing suatu unit usaha, baik untuk menekan biaya logistik maupun untuk ketepatan waktu bagi unit usaha yang terlibat dalam rantai produksi dengan unit usaha yang lain terutama di bagian dunia lain. Menurut responden rata-rata waktu pengurusan impor adalah 7,4 hari untuk jalur merah dan 5,8 hari untuk jalur hijau. Hal ini praktis sama dengan temuan JICA di tahun 2004, yang berarti hampir tidak ada perubahan dalam dua tahun terakhir ini. Penyebab lamanya waktu pengurusan impor ini adalah masih relatif tingginya arus barang yang masuk di jalur merah, keterlambatan pengiriman dokumen impor kepada Bea Cukai dan fasilitas pelabuhan yang tidak memadai sehingga terjadi penumpukan antrian ke luar pelabuhan walaupun proses kepabeanan sebenarnya sudah selesai. Restitusi PPN Waktu yang dibutuhkan dan presentase yang dapat diklaim dalam restitusi pajak pertambahan nilai PPN merupakan indikator tingkat efisiensi modal kerja. Menurut responden, lama waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh restitusi pajak meningkat dari 5,2 bulan di semester I 2005 menjadi 6,1 bulan di semester II 2005. Sementara itu persentase yang dapat dilaim menurun dari 88 persen menjadi 84 persen. Selain itu cukup banyak waktu tersita untuk 2

mengurus administrasi perpajakan. Rata-rata responden harus menyerahkan 7 jenis tax return per bulannya. Secara rata-rata dibutuhkan 41 orang-hari untuk mengurus administrasi pajak. Sebagai bahan perbandingan, di banyak negara penyerahan tax return dilakukan secara triwulanan. Gangguan Birokrasi (Harrasment) Gangguan (usikan) dalam studi ini didefinisikan sebagai tingkat gangguan yang dapat diukur dengan frekuensi kunjungan petugas pemerintah daerah yang melakukan inspeksi atau permintaan sumbangan. Semakin sering kunjungan dari para petugas, semakin besar kemungkinan pembayaran tidak resmi tersebut diminta dari perusahaan. Jika dibandingkan dengan hasil studi yang pertama, rata-rata jumlah kunjungan dari berbagai instansi berkurang separuhnya. Misalnya kunjungan aparat kelurahan berkurang dari 6 menjadi 3 kali, aparat keamanan berkurang dari 12 menjadi 6 kali dan aparat dari berbagai dinas berkurang dari 2 menjadi 1 kali. Ada beberapa faktor penyebab menurunnya frekuensi kunjungan aparat pemerintah tersebut. Pertama, adanya siklus gangguan dimana pada awal tahun kebutuhan penerimaan tambahan dari pihak lain berupa kutipan lebih tinggi karena anggaran dari pemerintah pusat maupun provinsi belum bisa dicairkan. Sebagai informasi tambahan, Survey pertama dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2005 sedangkan survey kedua dilaksanakan pada bulan November 2005 sampai dengan Februari 2006. Kemungkinan kedua, adalah mulai timbulnya persaingan antar daerah di mana daerah mulai sadar untuk menjaga tax base-nya sehingga mulai mencoba mengurangi gangguan baik berupa kunjungan maupun berupa kutipan yang ditarik dari masyarakat. Tentunya tidak semua daerah menunjukkan gejala seperti di atas. Pada umumnya daerah yang sudah sadar akan pentingnya untuk menarik sektor bisnis untuk berlokasi adalah daerah-daerah yang memang dari awalnya sudah mempunyai tingkat kosentrasi bisnis yang cukup tinggi. Ketenagakerjaan Secara keseluruhan tidak ada perubahan jumlah tenaga kerja secara signifikan antara tahun 2005 dan 2004 dalam sampel perusahaan yang terpilih. Selain itu persentase perusahaan yang melakukan PHK sedikit menurun dibandingkan dengan 6 bulan sebelumnya. Tetapi pada saat yang bersamaan mereka juga tidak banyak melakukan perekrutan baru. Dengan demikian mereka juga tidak banyak membantu dalam penyerapan angkatan kerja baru. Untuk permasalahan tenaga kerja, sebagian besar perusahaan mengatakan tidak mengalami masalah ketenagakerjaan. Baik pada survei pertama maupun yang kedua, tuntutan kenaikan upah merupakan masalah yang paling banyak dialami oleh perusahaan. Persentasi perusahaan yang mengalami masalah kenaikan upah ini meningkat dari 6 bulan sebelumnya, yaitu dari 13 % menjadi 17 %. Akan tetapi persentase perusahaan yang mengalami pemogokan berkurang, sementara yang mengalami demonstrasi buruh tidak berubah. Dalam kaitan dengan peraturan dan birokrasi, yang perlu menjadi perhatian adalah, terdapat 31% responden yang mengatakan bahwa peraturan ketenagakerjaan dirasakan menghambat daya saing perusahaan. Peraturan yang 3

paling dianggap menjadi permasalahan adalah yang menyangkut PHK pekerja, yaitu uang pesangon dan prosedur PHK. Selain itu, 45% dari perusahaan yang melibatkan instansi pemerintah dalam penyelesaian permasalahan ketenagakerjaan, merasa bahwa waktu penyelesaian permasalahan lebih lama dari pada yang diperkirakan. Infrastrukur Dari hasil survei penilaian kualitas infrastruktur yang meliputi jalan, air, listrik, telekomunikasi dan gas, kondisi jalan dinilai sebagai masalah terbesar bagi perusahaan, sedangkan telekomunikasi dinilai paling tidak menjadi masalah Terdapat 22% responden yang mengatakan bahwa waktu tempuh pengiriman barang ke tujuan utama melalui jalan darat menjadi lebih lama. Selain jalan, kondisi kelistrikan dinilai sebagai masalah kedua terbesar setelah jalan. Walau terjadi penurunan rata-rata frekuensi penurunan daya listrik dibandingkan dengan survey pertama, rata-rata frekuensi pemadaman listrik tidak membaik. Secara rata-rata, setiap pemadaman listrik terjadi selama 1 jam. Untuk infrastruktur lainnya, frekuensi terjadinya masalah pada penyediaan air PDAM menurun, sedangkan untuk telepon tidak terjadi perubahan. Persetujuan Rencana Investasi Dari hasil survei terlihat bahwa ada perbaikan prosedur pengurusan Surat Persetujuan (SP) dalam 6 bulan terakhir walaupun masih terdapat permasalahan pada tahap pencarian informasi di BKPM. Hal ini disebabkan oleh belum sempurnanya sistem informasi yang ada, baik karena adanya peraturanperaturan internal yang tidak tertulis maupun karena departemen teknis mengeluarkan peraturan-peraturan baru yang belum tercantum dalam Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penanaman Modal (PTPPM). Sistem informasi yang on-line dan selalu di-update serta penyederhanaan aplikasi dapat mempersingkat waktu dan mengurangi biaya pengurusan SP di BKPM. Perusahaan baru PMDN dan PMA memerlukan rata-rata 20 hari kerja untuk memperoleh (SP) dari BKPM. Waktu tersebut jauh lebih cepat dibandingkan dengan hasil survey pertama yang mencapai 36 hari kerja. Namun, waktu tersebut masih lebih lama daripada waktu resmi yang hanya 10 hari kerja. Hal ini disebabkan adanya perbedaan cara menghitung waktu memperoleh SP versi BKPM dan versi LPEM. Menurut BKPM, waktu untuk mengurus SP dihitung sejak permohonan dinyatakan lengkap dan benar sampai SP diterbitkan. Artinya, BKPM mulai menghitung waktu pengurusan SP sejak tanggal dikeluarkannya Tanda Terima Aplikasi, tidak menghitung proses mencari informasi dan mengisi aplikasi permohonan SP. Survei LPEM menghitung proses pengurusan SP mulai dari PMA/PMDN mencari informasi, mengisi aplikasi sampai kemudian dikeluarkannya SP oleh BKPM. Jika LPEM hanya menghitung waktu sejak aplikasi dinyatakan benar dan lengkap, maka waktu rata-rata pengurusan SP adalah sama seperti apa yang disampaikan oleh BKPM yaitu 10 hari kerja. Waktu tercepat adalah 5 hari dan paling lama 2 bulan. Selisih waktu yang cukup signifikan ini mencerminkan masih adanya calon investor yang tidak terlalu paham dalam mencari informasi. 4

Selain itu ada pertimbangan tertentu yang tidak semuanya tertulis. Misalnya, meskipun tidak ada peraturan tertulis tentang nilai minimum investasi namun investasi yang nilainya dibawah US$ 100 ribu dinilai akan menimbulkan persaingan tidak sehat dengan UKM. Selain itu, adanya peraturan-peraturan baru termasuk rekomendasi yang berkaitan dengan negative list dari departemen teknis yang belum tercantum di buku PTPPM yang dikeluarkan oleh BKPM pada tahun 2002 menyebabkan para investor seringkali harus memeriksa kepada petugas BKPM untuk mengetahui dokumen tambahan dan informasi apa saja yang masih diperlukan. Secara rata-rata, aplikasi para investor ditolak sebanyak dua kali sebelum penyerahan akhir. Informasi yang kurang jelas dan tidak tertulis ini juga menyebabkan investor akhirnya memilih menggunakan jasa konsultan, firma hukum maupun agen untuk membantu mereka mengurus SP di BKPM dengan segala konsekuensi biayanya. Kesimpulan Selama tahun 2005 masalah ketidakstabilan makroekonomi, ketidakpastian kebijakan dan korupsi tetap menjadi tiga faktor utama yang dipertimbangkan dalam keputusan investasi. Walaupun demikian hal ini tidak menyebabkan pembenahan hambatan-hambatan yang lebih mikro menjadi tidak penting. Penyederhanaan prosedur dan reformasi regulasi tetap harus dilakukan karena hal tersebut akan mengurangi kesempatan korupsi yang kebetulan juga menjadi faktor terpenting ketiga dalam benak investor. Ditengah-tengah berbagai keluhan tentang ekses dari implementasi otonomi daerah yang menimbulkan biaya tinggi, ternyata ada juga sisi positifnya. Kompetisi antar daerah menyebabkan beberapa daerah mulai menyadari pentingnya menarik bisnis baru untuk berlokasi atau paling tidak mempertahankan yang sudah ada dengan mengurangi bureaucratic harassment. Sayangnya gejala ini belum terlihat menyeluruh, hanya terjadi pada daerahdaerah yang memang sudah mempunyai konsentrasi unit-unit bisnis yang tinggi. Sangat menarik untuk dilihat bagaimana kelanjutan dari trend ini apakah akan direplikasi di tempat-tempat lain atau tidak. Pelajaran lain yang dapat diperoleh dari dampak positif dari kompetisi antar daerah ini adalah seharusnya institusiinsitusi pemerintah pada tingkat nasional dapat juga memposisikan diri sebagai salah satu komponen daya saing Indonesia terhadap negara-negara lain. 5