PERSEPSI PELAKU USAHA TERHADAP DAYA TARIK INVESTASI DI KABUPATEN NGANJUK, JAWA TIMUR. Neny Widhayanti

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINCIAN SAWAHAN NGETOS BERBEK LOCERET PACE PRAMBON NGRONGGOT KERTOSONO PATIANROWO BARON NAMA DAN TANDA TANGAN ANGGOTA KPU KABUPATEN/KOTA

Kuisoner Penelitian Analisis Daya Saing Ekonomi Kab/Kota di Propinsi Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari wajib pajak yang berdasarkan peraturan perundangan mempunyai. kewajiban untuk membayar pajak kepada pemerintah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi diperoleh dari perpajakan sebesar Rp1.235,8 triliun atau 83% dari

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. dengan yang namanya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

KAJIAN FAKTOR GEOGRAFIS TERHADAP EKSISTENSI INDUSTRI TEMPE DI KECAMATAN KERTOSONO KABUPATEN NGANJUK

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia terdiri dari daerah-daerah yang tersebar di

Identifikasi Potensi Agribisnis Bawang Merah di Kabupaten Nganjuk Untuk Meningkatkan Ekonomi Wilayah

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN NGANJUK Jl. Gatot Subroto No. Telp Fax N G A N J U K

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib

BAB I PENDAHULUAN. bersangkutan, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang

PENGETAHUAN DAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK RESTORAN DI KABUPATEN SLEMAN. Stefani Gita Cakti. Erly Suandy

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan pajak dalam kehidupannya, sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

SURVEI KEPUASAN MASYARAKAT (SKM)

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 39 SERI B

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN JEMBER

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengaruh Pendapatan..., Fani, Fakultas Ekonomi 2015

BAB III KONTRIBUSI PENDAPATAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 05 TAHUN 2003 TENTANG KETENTUAN IJIN OPERASIONAL KENDARAAN PERALATAN

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

ANALISIS KONTRIBUSI PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BANJARMASIN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya yang berkesinambungan, yang

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu bagian dari pendapatan yang diterima oleh negara. Di

BAB I PENDAHULUAN. dari luar negeri dapat berupa pinjaman dari negara lain.

BAB I PENDAHULUAN. Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah. (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Sektor P3 dan Bea Meterai.

BAB I PENDAHULUAN. daerah menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yaitu PAD. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD, adalah

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Nganjuk tahun 2013 sebanyak rumah tangga

PEMERINTAH KOTA SURABAYA RINCIAN LAPORAN REALISASI ANGGARAN MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

III. METODE PENELITIAN. pendapatan daerah kota Bandar Lampung tahun Realisasi Anggaran Pendapatan Daerah di kota Bandar Lampung

BAB I PENDAHULUAN. rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan dari pembangunan nasional.

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

UIN MALIKI MALANG ABSTRACT

2014 ANALISIS POTENSI PENERIMAAN PAJAK PENERANGAN JALAN DI KOTA BANDUNG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

SEKILAS PAJAK DAERAH DI INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

mencerminkan tantangan sekaligus kesempatan. Meningkatnya persaingan antar negara tidak hanya berdampak pada perekonomian negara secara keseluruhan,

BAB 1 BUKU SAKU PERPAJAKAN BAGI UMKM

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Setiap provinsi terbagi dari beberapa Kabupaten maupun Kota.

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI PAJAK. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

Keyword: Local Tax, Local Retribution, Local Original Revenue.

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai hakekat dan arah dari

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan termasuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daya saing daerah menurut definisi yang dibuat UK-DTI adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP...,SUWARNI, F. HUKUM, UMP 2017.

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. negara. Hasil dari pembayaran pajak kemudian digunakan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara. lain:

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB III METODE PENELITIAN

Boks 2. PERINGKAT DAYA SAING INVESTASI DAERAH PROVINSI JAMBI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian (Sukirno 2004:27). Banyak orang memandang bahwa inflasi selalu

BAB 1 PENDAHULUAN. Selain itu Indonesia juga merupakan welfare state. sesuai dengan amanat yang tersirat didalam alinea ke IV, Pembukaan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 54 TAHUN 2013 TENTANG TARGET KINERJA PENERIMAAN PAJAK DAERAH DI KABUPATEN CILACAP TAHUN 2013

LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Praktik Kerja Lapangan Mandiri

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan perekonomiannya, Indonesia harus meningkatkan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Rochmat Soemitro (dalam Waluyo, 2010) pajak adalah iuran kepada kas

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan daerah-daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan

LAMPIRAN III : PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2011 TANGGAL 10 JANUARI 2011

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik adalah dengan mengukur tingkat investasi yang dimiliki oleh daerah

BAB I PENDAHULUAN. dengan potensi dan kepentingan daerah itu sendiri. yang sesuai denganperaturan perundang-undangan. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan otonomi daerah memberikan kewenangan kepada daerah

Transkripsi:

PERSEPSI PELAKU USAHA TERHADAP DAYA TARIK INVESTASI DI KABUPATEN NGANJUK, JAWA TIMUR Neny Widhayanti nenywidha@yahoo.com Lutfi Muta ali Lutfi.mutaali@gmail.com Abstract This study aims to determine the business judgment of the determinants of investment attractiveness and investment attractiveness ranking among the districts in. The method used is descriptive statistical analysis techniques, scaling, and statistical analysis of Rank Spearman correlation. The data used are the primary data in the form of questionnaires, and secondary data from the data of 2011 Small Business License. The study presents the characteristics of entrepreneurs and their business. Determinants of investment attractiveness of the area used in the assessment of the business, among others, with the highest score in the apparatus and licensing services, for which both the openness and community support, security in the business, and the availability of road infrastructure, then the third quality of infrastructure roads, acquisition of funding/capital, skills and business skills of the population, and employment opportunities. Fourth on the consistency and the rule of law, bureaucracy in the licensing, funding/capital of cooperatives/banks, and labor costs, wages/salaries for workers. Keywords: Perception, Business Actor, Investment, Ranking Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penilaian pelaku usaha terhadap faktor penentu daya tarik investasi serta pemeringkatan daya tarik investasi antar kecamatan di Kabupaten. Metode yang digunakan adalah teknik analisis statistik deskriptif, scalling, dan analisis statistik korelasi Spearman Rank. Data yang digunakan adalah data primer berupa kuesioner, dan data sekunder berupa data SIUP kecil tahun 2011. Hasil penelitian menyajikan berbagai karakteristik dari pelaku usaha serta usahanya. Faktor penentu daya tarik investasi daerah yang digunakan dalam pengukuran/penilaian pelaku usaha antara lain dengan skor yang paling tinggi aparatur dan pelayanan dalam perijinan usaha, untuk yang kedua keterbukaan dan dukungan masyarakat, keamanan dalam usaha, dan ketersediaan infrastruktur jalan, kemudian yang ketiga kualitas infrastruktur jalan, perolehan bantuan

dana/modal, kemampuan dan skill usaha penduduk, dan kesempatan kerja. Urutan keempat yakni konsistensi dan penegakan hukum, birokrasi dalam perijinan, bantuan dana/modal dari koperasi/perbankan, dan biaya tenaga kerja, upah/gaji untuk pekerja. Kata Kunci: Persepsi, Pelaku Usaha, Investasi, Pemeringkatan PENDAHULUAN Latar belakang dalam penelitian ini yakni otonomi daerah di satu sisi telah memberikan peluang yang cukup besar kepada daerah untuk menarik investasi swasta sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan. Namun demikian, peluang tersebut telah pula menciptakan persaingan yang semakin tajam antar daerah dalam menarik investasi ke daerah masing-masing. Persaingan yang sehat mengharuskan pemerintah daerah untuk menyiapkan segala macam yang terbaik sehingga mampu menarik investasi, orang dan industri untuk masuk ke wilayah masing-masing. Sebagai salah satu Kabupaten yang sedang melaksanakan pembangunan di segala bidang, Kabupaten pun tak kalah gencarnya dalam upaya menarik investor. Wujud nyata dari upaya tersebut ditunjukkan oleh gencarnya upaya promosi yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten baik dalam mengikuti pameran diberbagai daerah, berkunjung ke luar pulau/kota untuk mempromosikan potensi investasi Kabupaten, serta mengundang langsung para investor datang ke agar mereka lebih yakin menanamkan modalnya di. Bukti keseriusan pemerintah Kabupaten, salah satunya ditunjukkan oleh terus meningkatnya anggaran yang digunakan untuk promosi dari tahun ke tahun. Tujuan dalam penelitian ini adalah mengkaji karakteristik pelaku usaha serta usahanya di Kabupaten, mengetahui penilaian pelaku usaha terhadap faktor daya tarik investasi di Kabupaten, pemeringkatan daya tarik investasi antar kecamatan di Kabupaten berdasarkan persepsi pelaku usaha, mengetahui implikasi kebijakan dari pemerintah berdasarkan persepsi pelaku usaha dalam daya tarik investasi antar kecamatan di Kabupaten. Secara teori dapat terlihat bahwa, secara umum, persepsi dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu persepsi personal dan persepsi sosial (masyarakat). Persepsi personal adalah proses berpikir seseorang sehingga mampu memberikan penafsiran khusus terhadap situasi tertentu (Luthan 1981 dalam Ritohardoyo, 1995). Person perception adalah proses pembentukan kesan berdasarkan pengamatan ataupun penalaran terhadap suatu hal yang mempunyai pengaruh fisik maupun psikologi (Harvey dan Smit, 1977 dalam Ritohardoyo, 2006:46). Sedangkan Dengan demikian persepsi bersifat sangat subyektif karena sangat tergantung pada perseptor atau orang yang berpersepsi. Pengertian investasi menurut James C Van Horn (1981)

Yaitu kegiatan yang dilangsungkan dengan memanfaatkan kas pada masa sekarang ini, dengan tujuan untuk menghasilkan barang di masa yang akan datang. Menurut Fitz Gerald (1978), Yaitu aktivitas yang berkaitan dengan usaha penarikan sumbersumber yang dipakai untuk mengadakan modal barang pada saat sekarang ini. Barang modal tersebut akan menghasilkan aliran produk baru di masa yang akan datang. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian survei. Model kajian dalam penelitian ini adalah kuantitatif dan deskriptif kualitatif. 1. Penentuan sampel responden Responden pada penelitian ini adalah pelaku usaha, dipilih berdasarkan sistem pengambilan sampel secara sampling kuota. Pengambilan sampelnya sesuai dengan data Dinas Perijinan (SIUP kecil tahun 2011). 2. Pengolahan data dan analisis data Analisis data dilakukan dengan mengolah data primer kualitatif menjadi kuantitatif dengan menggunakan skoring dan skala pengukuran ratings (peringkat). Teknik analisis skoring yakni pemberian skor terhadap jawaban responden untuk memperoleh data kuantitatif yang diperlukan. Hal tersebut dapat diuraikan sesuai tujuan penelitian berikut: 1. Cara menganalisis karakteristik pelaku usaha serta usaha sesuai bidangnya, dengan menggunakan analisis deskriptif. 2. Cara mengetahui penilaian pelaku usaha terhadap daya tarik investasi di Kabupaten. Dengan menggunakan teknik analisis skoring merupakan pemberian skor terhadap jawaban responden untuk memperoleh data kuantitatif yang diperlukan. 3. Cara pemeringkatan daya tarik investasi antar kecamatan di Kabupaten berdasarkan persepsi pelaku usaha. Dengan menggunakan skala pengukuran ratings (peringkat), yaitu sebuah daftar yang menyajikan sejumlah sifat atau sikap sebagai butir-butir atau item. Sebagai informasi tambahan yakni menganalisis implikasi kebijakan yang dilakukan pemerintah menurut persepsi pelaku usaha dengan menggunakan analisis deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Karakteristik Pelaku Usaha dan Usahanya Karakteristik Jenis kelamin Pelaku Usaha 28% 72% laki-laki perempuan Sesuai dengan diagram berikut merupakan jumlah pelaku usaha lakilaki lebih besar daripada jumlah pelaku usaha perempuan, yaitu sebanyak 72% pelaku usaha lakilaki dan 28% pelaku usaha perempuan. Hal ini berkaitan dengan peranan lakilaki dalam kehidupan bermasyarakat lebih dominan dan aktif dalam berpersepsi serta dalam pengambilan keputusan untuk berinvestasi atau mendirikan usaha. Hal ini memberikan implikasi bahwa peranan

sumberdaya manusia dalam pembangunan paling banyak adalah aki-laki. Pelaku usaha yang merupakan obyek yang dikaji pada penelitian ini, maka memberikan gambaran peranan pelaku usaha laki- pelaku laki lebih banyak daripada usaha perempuan. Karakteristik Tingkat Pendidikan 36% 0% 33% Lebih dari setengahnya memiliki pendidikan tinggi yaitu akademisi/diploma sampai jenjang sarjana. Yaitu sebesar 33% berpendidikan akademisi/diploma, 36% berpendidikan hingga sarjana. Namun pendidikan yang dimiliki oleh pelaku usaha tidak sampai S2/S3. Untuk pelaku usahaa yang pendidikanya masih rendah yaitu tidak tamat SD dan SD sebesar 0% atau tidak ada pelaku usaha yang berpendidikan sampai SD dan tidak tamat SD, sedangkan tamat SMA sebesar 25% dan tamat SMP sebesar 6% %. Hal tersebut dapat juga terlihat dari diagram berikut: Karakteristik Lama Usahaa 35% 6% 7% 58% 25% Tidak tamat SD SD SMP SMA Akademisi/Diploma Sarjana S2/S3 Lama usaha < 2 tahun Lama usaha 3 12 tahun Lama usaha > 12 tahun Sesuai dengan hasil survei, terlihat pada diagram 58% pelaku usaha membangun usaha sudah 3-12 tahun. Hal demikian memberikan alasan bahwa usaha yang dibangun rentangnya cukup lama, dan sudah dapat bertahan selama rentang tahun tersebut. Selain itu juga dapat memberikan alasan karena sudah cocok dan membangun usaha di Kabupaten. Kemudian 35% lama usaha yang dibangun pelaku usaha lebih dari 12 tahun. Hal tersebut dapat dikarenakan alasan usaha turun temurun, dan juga merupakan penduduk asli Kabupaten sehingga dibangunpun lama sudah usaha berdiri yang sejak dahulu. Dan yang terakhir untuk lama usaha kurang dari 2 tahun mendapatkan persentasee 7%. Karakteristik Jumlah Tenaga Kerja 17% 2% Tenaga Kerja < 2 orang Tenaga Kerja 3 9 orang Tenaga Kerja > 81% 10 orang Terlihat pada diagram di atas terdapat persentase jumlah tenaga kerja dalam usaha yang dibangun pelaku usaha pada masing-masing bidang yang digeluti. Dari 47 pelaku usaha serta usaha yang dibangun, 81% memiliki jumlah tenaga kerja 3 9 orang. Kemudian untuk jumlah tenaga kerja lebih dari 10 hanya 17% dan jumlah tenaga kerja kurang dari 2 sebesar 2% saja. Sesungguhnya dengan adanya suatu usahaa tersebut untuk memperluas kesempatan kerja dalam rangka mengu- rangi pengangguran yang ada maupun menyerap tenaga kerja baru merupakan satu kesatuan usaha di dalam seluruh usaha pembangunan. Dalam hal ini jumlah tenaga kerja yang paling tinggi sebesar 22 tenaga kerja, usaha tersebut di bidang keuangan yakni koperasi simpan pinjam (KSP).

2. Penilaian persepsi pelaku usaha terhadap faktor-faktor daya tarik investasi di Kabupaten Penilaian pelaku usaha berdasarkan variabel-variabel pada faktor penentu daya tarik investasi daerah yang digunakann dalam pengukuran/penilaian pelaku usaha antara lain aparatur dan pelayanan dalam perijinan usaha, Perda dan kebijakan, dana/modal, Perolehan Konsistensi bantuan dan penegakan hukum, Keamanan dalam usaha, Birokrasi dalam perijinan, Keterbukaan dan dukungan masyarakat, Kemampuan dan skill usaha penduduk, kontribusi dari sektor primer, sekunder, dan tersier, Bantuan dana/modal dari koperasi/perbankan, Kesempatan kerja, Biaya tenaga kerja, upah/gaji untuk pekerja, Ketersediaan tenaga kerja, Ketersediaan infrastruktur, dan Kualitas infrastruktur jalan. Berikut merupakan tabel dari bobot penilaian pelaku usaha di Kabupaten : Tabel Bobot Penilaian Pelaku Usaha terhadap faktor daya tarik investasi di Kabupaten No Variabel dalam faktor dya Skor tarik investasi (bobot) (Pernyataan) 1 2 3 4 5 6 Aparatur dan pelayanan baik 151 Perda dan kebijakan sudah sesuai Perolehan bantuan dana/modal mudah Konsistensi hukum tegas dan penegakan Keamanan dengan baik sudah terjaga Birokrasi perijinan bersifat transparansi 88 119 101 129 111 7 Adanyaa keterbukaan dan dukungan masyarakat baik 146 8 Kemampuan dan skilll usaha penduduk cukup baik 117 9 Adanyaa kontribusi penuh dari sektor 85 10 Perbankan membantu dalam keuangan usaha 105 11 Kesempatan kerja cukup 118 12 Biaya tenaga kerja, upah/gaji untuk pekerja cukup 102 13 Ketersediaan tenaga kerja memadai 89 14 Ketersediaan infrastruktur jalan memadai. 135 15 Kualitas infrastrukturr jalan baik 122 Pengukuran/penilaian pelaku usaha antara lain dengan skor yang paling tinggi aparatur dan pelayanan dalam perijinan usaha, untuk yang kedua keterbukaan dan dukungan masyarakat, keamanan dalam usaha, dan ketersediaan infrastruktur jalan, kemudian yang ketiga kualitas infrastruktur jalan, perolehan bantuan dana/modal, kemampuan dan skill usaha penduduk, dan kesempatan kerja. Urutan keempat yakni konsistensii dan penegakan hukum, birokrasi dalam perijinan, bantuan dana/modal dari koperasi/perbankan, dan biayaa tenaga kerja, upah/gaji untuk pekerja. Dan yang terakhir

perda dan kebijakan, adanya kontribusi dari sektor primer, sekunder, dan tersier, dan ketersediaan tenaga kerja. 3. Pemeringkatan daya tarik investasi antar kecamatan di Kabupaten berdasarkan persepsi pelaku usaha. Pemeringkatan daya tarik investasi antar kecamatan ditinjau dari faktor Lokasi 180 160 140 120 memang kelima besar kecamatan teratas tersebut merupakan pusat-pusat pelayanan yang ada di Kabupaten. Hal tersebut diartikan secara administratis, bahwa Kecamatan memiliki peringkat yang pertama teratas karena kecamatan tersebut sebagai ibukota dari Kabupaten itu sendiri sehingga dijadikan pusat aktivitas dan pelayanan bagi masyarakat. Pemeringkatan daya tarik investasi antar kecamatan ditinjau dari faktor Potensi ekonomi 160 140 120 100 Bobot 80 60 40 20 0 Sawahan Ngetos Berbek Loceret Pace Tanjunganom Prambon Ngronggot Kertosono Patianrowo Baron Gondang Sukomoro Lokasi untuk berinvestasi Bagor Wilangan Rejoso Ngluyu Lengkong Jatikalen Pada diagram tersebut merupakan informasi yang menunjukkan peringkat dari yang tertinggi sampai terendah. Dalam hal ini terdapat 20 Kecamatan yang diperingkatkan menurut faktor lokasi untuk berinvestasi/membangun usaha. Untuk peringkat 5 besar teratas diperoleh dari Kecamatan, Kertosono, Tanjunganom, Sukomoro, dan Bagor. Kelima kecamatan tersebut memiliki jumlah skor yang tertinggi. Sedangkan untuk peringkat 5 besar kebawah diperoleh untuk Kecamatan Sawahan, Lengkong, Ngluyu, Berbek, dan Jatikalen. Kelima kecamatan tersebut memiliki jumlah skor terendah, sehingga memiliki peringkat terendah. Terkait dengan faktor lokasi yang mendasari pada pemeringkatan ini, 100 Bobot 80 60 40 20 0 Sawahan Ngetos Berbek Loceret Pace Tanjunganom Prambon Ngronggot Kertosono Patianrowo Baron Gondang Sukomoro Bagor Wilangan Rejoso Ngluyu Lengkong Jatikalen Potensi ekonomi untuk investasi Diagram diatas menunjukkan peringkat dari yang tertinggi sampai terendah. Dalam hal ini terdapat 20 Kecamatan yang diperingkatkan dilihat dari potensi ekonomi untuk berinvestasi atau membangun usaha. Sesuai dengan penilaian pelaku usaha, untuk peringkat 5 besar teratas masih sama dengan faktor lokasi sebelumnya yakni diperoleh dari Kecamatan, Kertosono, Tanjunganom, Sukomoro, dan Bagor. Kelima kecamatan tersebut memiliki jumlah skor yang tertinggi. Sedangkan untuk peringkat 5 besar kebawah diperoleh untuk Kecamatan Ngronggot, Lengkong, Ngluyu, Jatikalen dan Ngetos. Kelima kecamatan tersebut memiliki jumlah skor terendah,

sehingga memiliki peringkat terendah sesuai dengan penilaian pelaku usaha. Pemeringkatan daya tarik investasi antar kecamatan ditinjau dari faktor Penduduk Pemeringkatan daya tarik investasi antar kecamatan ditinjau dari faktor Infrastruktur fisik 160 140 160 120 140 100 Bobot 80 60 40 20 Sawahan Ngetos Berbek Loceret Pace Tanjunganom Prambon Ngronggot Kertosono Patianrowo Baron Gondang Sukomoro Bagor Wilangan Rejoso Ngluyu Lengkong Jatikalen 120 100 Bobot 80 60 40 Sawahan Ngetos Berbek Loceret Pace Tanjunganom Prambon Ngronggot Kertosono Patianrowo Baron Gondang Sukomoro Bagor Wilangan Rejoso Ngluyu Lengkong Jatikalen 0 Jumlah penduduk wilayah investasi Sesuai dengan hasil kuisioner yang diberikan kepada pelaku usaha di Kabupaten dengan cara memberikan penilaian terhadap 20 kecamatan dilihat dari jumlah dan kepadatan penduduk utnuk daerah investasi/usaha. Sesuai dengan penilaian pelaku usaha, untuk peringkat 5 besar teratas dengan faktor jumlah dan kepadatan penduduk terletak pada Kecamatan Tanjunganom, Kertosono,, Bagor dan Loceret. Kelima kecamatan tersebut memiliki jumlah skor yang tertinggi. Sedangkan untuk peringkat 5 besar kebawah diperoleh untuk Kecamatan Sawahan, Ngluyu, Lengkong, Jatikalen dan Ngetos. Kelima kecamatan tersebut memiliki jumlah skor terendah, sehingga memiliki peringkat terendah sesuai dengan penilaian pelaku usaha. Untuk kelima kecamatan teratas antara lain Kecamatan Tanjunganom, Kertosono,, Bagor dan Loceret memiliki kepadatan penduduk yang padat. 20 0 Infrastruktur jalan dan aksesbilitas Pemeringkatan daya tarik investasi di tinjau dari infrastruktur fisik di Kabupaten secara spasial yakni peringkat dari yang tertinggi sampai terendah berdasarkan penilaian pelaku usaha. Dalam hal ini terdapat 20 Kecamatan yang diperingkatkan dilihat dari kondisi infrastruktur dan aksesbilitas untuk mendukung investasi/usaha. Sesuai dengan penilaian pelaku usaha, untuk peringkat 5 besar teratas terletak pada Kecamatan, Sukomoro, Prambon, Bagor, dan Tanjunganom. Kelima kecamatan tersebut memiliki jumlah skor yang tertinggi. Sedangkan untuk peringkat 5 besar kebawah diperoleh untuk Kecamatan Rejoso, Ngetos, Ngluyu, Lengkong dan Jatikalen. Kelima kecamatan tersebut memiliki jumlah skor terendah, sehingga memiliki peringkat terendah sesuai dengan penilaian pelaku usaha. 4. Implikasi kebijakan dan Arahan kebijakan

Implikasi kebijakan dari pemerintah untuk dunia usaha berdasarkan persepsi pelaku usaha di Kabupaten Penelitian ini untuk implikasi kebijakan dari pemerintah dalam hal ini adalah dampak atau pengaruh yang dilakukan pemerintah terhadap dunia usaha dengan peraturan dan kebijakan yang telah digunakan. Sesuai dengan indept interview yang dilakukan pada saat survei dilapangan, jika dikelompokkan terdapat beberapa implikasi kebijakan dari pemerintah. Pelaku usaha tersebut mempunyai pendapat tentang implikasi kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah terkait dengan dunia usaha di Kabupaten. Masing-masing pelaku usaha memiliki persepsi yang berbeda-beda. Pengelompokan persepsi pelaku usaha tentang implikasi kebijakan dari pemerintah terhadap daya tarik investasi Kabupaten antara lain dengan adanya usaha-usaha tersebut, persaingan antar usaha semakin ketat/besar, iklim investasi tidak kondusif, memiliki jiwa berwirausaha, pengenaan pajak yang tinggi, dan ditemukannya perda tentang investasi. Persaingan usaha semakin besar disini bermakna dengan mudahnya proses perijinan untuk mendirikan usaha, maka msyarakat bersaing dalam membangun usaha dan dapat memanfaatkan peluang yang ada di Kabupaten. Kemudian dari penduduknya sendiri, masyarakat memiliki jiwa kewirausahaan, dengan adanya peraturan ataupun perijinan yang dibuat oleh pemerintah tentang usaha, dengan adanya program sosialisasi dari pemerintah maka akan mempermudah mendidik dan mengubah pola pikir masyarakat yang pengangguran (belum mempunyai pekerjaan tetap) membuka peluang usaha. Selanjutnya untuk ditemukan perda terkait dengan investasi yakni adanya peraturan daerah tentang investasi di Kabupaten. Adanya investor/pelaku usaha masuk ke daerah, dapat dikaitkan dengan perkembangan suatu kota dapat dipengaruhi oleh pusat-pusat pertumbuhan untuk perkembangan kotanya. Misalnya pusat pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dalam suatu wilayah tertentu bergantung pada lokasi dari sumberdaya alam dan keuntungankeuntungan lokasi lainnya. Pertumbuhan ini akan terjadi pada daerah belakanganya melalui spread affect dan menyerap melalui backwash effect. Untuk pengenaan pajak yang tinggi, pajak disini adalah pajak daerah dan retribusi daerah. Sesuai Undang-Undang No.28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah yang dimaksud Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Yang termasuk pajak Kabupaten/Kota terdiri atas pajak hotel, restoran, hiburan, reklame, penerangan jalan, mineral bukan logam, dan bantuan, parkir, air tanah, sarang burung walet, PBB perkotaan dan perdesaan, serta bea perolehan

hak atas tanah dan banguna. Pajakpajak tersebut yang merupakan salah satu kendala dalam suatu pendirian usaha. Selain itu, terdapat iklim investasi yang tidak kondusif, dengan adanya perijianan usaha sulit (berbelitbelit), pemerintahan yang tidak stabil, serta birokrasi yang berbelit-belit dan sulit. Arahan Kebijakan dari Pemerintah terkait dengan Daya Tarik Investasi di Kabupaten Salah satu syarat dalam perkembangan perkotaan yakni apabila tidak ada kebijaksanaan intervensi dengan mekanisme pasar, maka pertumbuhan ekonomi ini cenderung akan memperkuat ketidakseimbangan pertumbuhan wilayah (Myrdal, 1976 dalam Muta ali 1999). Selain itu, bahwa setiap wilayah mempunyai perbedaan struktur ekonomi. Perbedaan ini dipengaruhi antara lain oleh adanya perbedaan latar belakang historis dan potensi sumberdaya manusia pada wilayah-wilayah tersebut. (Boudeville, 1966 dalam Muta ali 1999). Keberhasilan daerah untuk meningkatkan daya tariknya terhadap investasi salah satunya tergantung dari kemampuan daerah dalam merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan investasi dan dunia usaha serta peningkatan kualitas pelayanan terhadap masyarakat. Kemampuan daerah untuk menentukan faktorfaktor yang dapat digunakan sebagai ukuran daya saing perekonomian daerah relatif terhadap daerah lainnya juga sangat penting dalam upaya meningkatkan daya tariknya dan memenangkan persaingan. Hal yang juga penting untuk diperhatikan dalam upaya menarik investor, selain makroekonomi yang kondusif juga adanya pengembangan sumber daya manusia dan infrastruktur dalam artian luas. Hal ini menuntut perubahan orientasi dari peran pemerintah, yang semula lebih bersifat sebagai regulator, harus diubah perekonomian dapat berkembang optimal. KESIMPULAN 1. Berkaitan dengan karakteristik sosial ekonomi pelaku usaha adalah sebagian besar memiliki jenjang pendidikan tinggi yaitu diploma bahkan S1. Selain itu pelaku usaha sebagian besar merupakan masyarakat asli, pelaku usaha dari berbagai sektor memiliki pendapatan bervariasi dari rendah hingga sangat tinggi, pelaku usaha sebagian besar berada pada usia produktif (14-64 tahun) dan alasan pelaku usaha mendirikan usaha sebagian besar untuk membuka lapangan kerja bagi masyarakat. Untuk karakteristik usaha yakni lama usaha yang dibangun pelaku usaha di Kabupaten dibagi menjadi tiga kelas dalam tahun lama usaha, antara lain kurang dari 2 tahun, 3 12 tahun, dan lebih dari 12 tahun. Dari 47 pelaku usaha 58% pelaku usaha membangun usaha antara 3-12 tahun. Sedangkan untuk jumlah tenaga kerja juga dibagi menjadi tiga kelas, antara lain jumlah tenaga kerja kurang dari 2 orang, 3-9 orang, dan lebih dari 10 orang. Dari 47 pelaku usaha yang paling besar yakni 81%

pelaku usaha memiliki jumlah tenaga kerja antara 3-9 orang. 2. Penilaian pelaku usaha antara lain dengan skor yang paling tinggi aparatur dan pelayanan dalam perijinan usaha, untuk yang kedua keterbukaan dan dukungan masyarakat, keamanan dalam usaha, dan ketersediaan infrastruktur jalan, kemudian yang ketiga kualitas infrastruktur jalan, perolehan bantuan dana/modal, kemampuan dan skill usaha penduduk, dan kesempatan kerja. Urutan keempat yakni konsistensi dan penegakan hukum, birokrasi dalam perijinan, bantuan dana/modal dari koperasi/perbankan, dan biaya tenaga kerja, upah/gaji untuk pekerja. Dan yang terakhir perda dan kebijakan, adanya kontribusi dari sektor primer, sekunder, dan tersier, dan ketersediaan tenaga kerja. 3. Pemeringkatan daya tarik investasi antar kecamatan ditinjau dari faktor lokasi untuk berinvestasi/membangun usaha, peringkat pertama diperoleh pada Kecamatan, sedangkan peringkat terakhir terletak di Kecamatan Jatikalen. Untuk pemeringkatan daya tarik investasi antar kecamatan menurut ditinjau dari faktor potensi ekonominya untuk berinvestasi/membangun usaha peringkat pertama masih sama yakni Kecamatan, namun untuk peringkat terakhir yakni pada Kecamatan Ngetos. Pemeringkatan daya tarik investasi antar kecamatan ditinjau dari faktor Jumlah dan Kepadatan Penduduk di sekitar daerah untuk berinvestasi/membangun usaha, peringkat pertama diperoleh pada Kecamatan Tanjunganom, sedangkan peringkat terakhir terletak di Kecamatan Ngetos. Untuk yang terakhir pemeringkatan daya tarik investasi antar kecamatan ditinjau dari faktor infrastruktur fisik disekitar daerah untuk berinvestasi/membangun usaha, peringkat pertama diperoleh pada Kecamatan, sedangkan peringkat terakhir terletak di Kecamatan Jatikalen. DAFTAR PUSTAKA Abdurahman, B. (2005). Pemahaman Dasar: Regional Management dan Regional Marketing. Semarang. IAP Boudeville, J.R. (1966). Problem of Regional Economic Planning. Edinburg U.P KPPOD. (2002,2003). Daya Tarik Investasi Kabupaten/Kota di Indonesia, Jakarta Kuncoro, M. (2004). Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang, Jakarta: Erlangga Kuncoro, M. Mantra, Ida. B. (1998). Metode Penelitian Survei dan Teknik Penulisan Ilmiah. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Muta ali, Luthfi. (1999). Penerapan Konsep Pusat Pertumbuhan dalam Kebijaksanaan Pembangunan Wilayah. Fakultas Geografi UGM. Yogyakarta.