BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Kompor pembakar jenazah memiliki beberapa bagian seperti:

BAB II LANDASAN TEORI. Kompor pembakar jenazah memiliki beberapa bagian seperti:

No. Karakteristik Nilai 1 Massa jenis (kg/l) 0, NKA (kj/kg) 42085,263

SKRIPSI PENGARUH VARIASI SUDUT NOZZLE BAHAN BAKAR DENGAN D-NOZZLE RATIO YANG SAMA TERHADAP KARAKTERISTIK KOMPOR PEMBAKAR JENAZAH

BAB III PROSES PEMBAKARAN

BAB I PENDAHULUAN. campuran beberapa gas yang dilepaskan ke atmospir yang berasal dari

Bab 2 Tinjauan Pustaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dibumi ini, hanya ada beberapa energi saja yang dapat digunakan. seperti energi surya dan energi angin.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pendugaan Hubungan Perubahan Suhu dan Viskositas Minyak terhadap Panjang Pipa Pemanas Minyak

Jika diperhatikan lebih jauh terdapat banyak perbedaan antara motor bensin dan motor diesel antara lain:

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SKRIPSI FAKTOR JUMLAH LILITAN PIPA BURNER TERHADAP POLA NYALA DAN WAKTU PEMBAKARAN PADA ALAT PEMBAKAR JENAZAH KONVENSIONAL

BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA

Bab II Ruang Bakar. Bab II Ruang Bakar

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintetis,

3 KARAKTERISTIK LOKASI DAN PERALATAN YANG DIGUNAKAN UNTUK PENELITIAN

BAB IV ANALISA DATA DAN PERHITUNGAN

Ma ruf Ridwan K

BAHAN BAKAR KIMIA. Ramadoni Syahputra

PENGARUH VARIASI PANJANG NOZZLE EXIT

BAB II TEORI DASAR 2.1 Batubara

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air.

ANALISIS KOMPOSISI GAS BUANG AKIBAT PERUBAHAN MAIN JET NOZZLE PADA SISTEM KARBURATOR MESIN

AZAS TEKNIK KIMIA (NERACA ENERGI) PRODI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

ANALISIS PENCAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM - PERTAMAX TERHADAP KINERJA MESIN KONVENSIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PEMANASAN BAHAN BAKAR DENGAN RADIATOR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KINERJA MESIN BENSIN

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO

Pengaruh Temperatur Pada Campuran Minyak Kelapa dan Bahan Bakar Solar Terhadap Sudut Injeksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. terpenting di dalam menunjang kehidupan manusia. Aktivitas sehari-hari

SKRIPSI FAKTOR VARIASI DIAMETER PIPA UDARA TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN WAKTU PEMBAKARAN PADA KOMPOR PEMBAKAR JENAZAH. Oleh :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNIVERSITAS GADJAH MADA PUSAT INOVASI AGROTEKNOLOGI

TINJAUAN PUSTAKA. Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TEORI DASAR. kelompokaan menjadi dua jenis pembakaran yaitu pembakaran dalam (Internal

Efisiensi PLTU batubara

BAB II DASAR TEORI 2.1 Motor Bakar 3.2 Hukum Utama Termodinamika Penjelasan Umum

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar

BAB I PENDAHULUAN. pemikiran untuk mencari alternatif sumber energi yang dapat membantu

Gambar 1. Motor Bensin 4 langkah

II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAMPAH

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

Pengaruh Temperatur Pada Campuran Minyak Kelapa dan Bahan Bakar Solar Terhadap Sudut Injeksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu pembangkit daya uap. Siklus Rankine berbeda dengan siklus-siklus udara

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI TUNGKU PEMBAKARAN MENGGUNAKAN AIR HEATER YANG DIPASANG DIDINDING BELAKANG TUNGKU

Termokimia. Abdul Wahid Surhim 2014

kimia KTSP & K-13 TERMOKIMIA I K e l a s A. HUKUM KEKEKALAN ENERGI TUJUAN PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat

BAB 1 PENDAHULUAN. Energi listrik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam

PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN BAKAR SOLAR, BIOSOLAR DAN PERTAMINA DEX TERHADAP PRESTASI MOTOR DIESEL SILINDER TUNGGAL

BAB 3 METODOLOGI PENGUJIAN

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Modul Praktikum Penentuan Karakterisasi Rangkaian Pompa BAB II LANDASAN TEORI

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI MOTOR DIESEL PERAWATAN MESIN DIESEL 1 SILINDER

KONTROL SISTEM BAHAN BAKAR PADA ELECTRONIC FUEL INJECTION (EFI) Oleh Sutiman, M.T

PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS (PLTG)

MODUL V-C PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS UAP (PLTGU)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu campuran komplek antara hidrokarbon-hidrokarbon sederhana

BAB I PENDAHULUAN. energi yang salah satunya bersumber dari biomassa. Salah satu contoh dari. energi terbarukan adalah biogas dari kotoran ternak.

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN FILTER ASAP PADA INCINERATOR SAMPAH (RJ01)

Imam Mahir. Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta Jalan Rawamangun Muka, Jakarta

Fisika Umum (MA101) Zat Padat dan Fluida Kerapatan dan Tekanan Gaya Apung Prinsip Archimedes Gerak Fluida

II. TINJAUAN PUSTAKA. bakar alternatif merupakan suatu bagian dari proses energi terbarukan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 3 PERALATAN DAN PROSEDUR PENELITIAN

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI TUNGKU PEMBAKARAN DENGAN AIR HEATER TANPA SIRIP

PENGARUH JUMLAH SEL PADA HYDROGEN GENERATOR TERHADAP PENGHEMATAN BAHAN BAKAR

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU)

BAB 2 DASAR TEORI. 1. Langkah Hisap (Intake)

1. Pengertian Perubahan Materi

Oleh : Dimas Setiawan ( ) Pembimbing : Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT.

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

2. Pengantar Pengetahuan Tentang Api SUBSTANSI MATERI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Teori Kinetik Gas Teori Kinetik Gas Sifat makroskopis Sifat mikroskopis Pengertian Gas Ideal Persamaan Umum Gas Ideal

KAJIAN EKSPRIMENTAL PENGARUH BAHAN ADITIF OCTANE BOSTER TERHADAP EMISI GAS BUANG PADA MESIN DIESEL

Journal of Electrical Electronic Control and Automotive Engineering (JEECAE)

BAB 4 HASIL & ANALISIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai hasil dari penelitian yang telah dilakukan,

I. PENDAHULUAN. tanpa disadari pengembangan mesin tersebut berdampak buruk terhadap

OLEH : SHOLEHUL HADI ( ) DOSEN PEMBIMBING : Ir. SUDJUD DARSOPUSPITO, MT.

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB VI PEMBAHASAN. perawatan kesehatan, termasuk bagian dari bangunan gedung tersebut.

PERHITUNGAN EFISIENSI BOILER

Cara Menggunakan Tabel Uap (Steam Table)

Karakterisasi Gasifikasi Biomassa Sampah pada Reaktor Downdraft Sistem Batch dengan Variasi Air Fuel Ratio

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split

PROSES PRODUKSI ASAM SULFAT

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pembakaran Pembakaran adalah serangkaian reaksi-reaksi kimia eksotermal antara bahan bakar dan oksidan berupa udara yang disertai dengan produksi energi berupa panas dan konversi senyawa kimia. Pelepasan panas dapat mengakibatkan timbulnya cahaya dalam bentuk api. Bahan bakar yang umum digunakan dalam pembakaran adalah senyawa organik, khususnya hidrokarbon dalam fasa gas, cair atau padat. Pembakaran yang sempurna dapat terjadi jika ada oksigen dalam prosesnya. Oksigen (O 2 ) merupakan salah satu elemen bumi paling umum yang jumlahnya mencapai 20.9% dari udara. Bahan bakar padat atau cair harus diubah ke bentuk gas sebelum dibakar. Biasanya diperlukan panas untuk mengubah cairan atau padatan menjadi gas. Bahan bakar gas akan terbakar pada keadaan normal jika terdapat udara yang cukup. Hampir 79% udara (tanpa adanya oksigen) merupakan nitrogen, dan sisanya merupakan elemen lainnya. Nitrogen dianggap sebagai pengencer yang menurunkan suhu yang harus ada untuk mencapai oksigen yang dibutuhkan untuk pembakaran. Nitrogen mengurangi efisiensi pembakaran dengan cara menyerap panas dari pembakaran bahan bakar dan mengencerkan gas buang. Nitrogen juga mengurangi transfer panas pada permukaan alat penukar panas, juga meningkatkan volume hasil samping pembakaran, yang juga harus dialirkan melalui alat penukar panas sampai ke cerobong. Nitrogen ini juga dapat bergabung dengan oksigen (terutama pada suhu nyala yang tinggi) untuk menghasilkan oksida nitrogen (NOx), yang merupakan pencemar beracun. Karbon, hidrogen dan sulfur dalam bahan bakar bercampur dengan oksigen di udara membentuk karbon dioksida, uap air dan sulfur dioksida, melepaskan panas masing-masing 8.084 kkal, 28.922 kkal dan 2.224 kkal. Pada kondisi tertentu, karbon juga dapat bergabung dengan oksigen membentuk karbon monoksida, dengan melepaskan sejumlah kecil panas (2.430 kkal/kg karbon). Karbon terbakar yang membentuk CO 2 akan menghasilkan lebih banyak panas per satuan bahan bakar daripada bila menghasilkan CO atau asap.

Terdapat bermacam-macam jenis pembakaran yang dapat dijelaskan pada poin-poin berikut ini : 2.1.1.Complete combustion Pada pembakaran sempurna, reaktan akan terbakar dengan oksigen, menghasilkan sejumlah produk yang terbatas. Ketika hidrokarbon yang terbakar dengan oksigen,maka hanya akan dihasilkan gas karbon dioksida dan uap air. Namun kadang kala akandihasilkan senyawa nitrogen dioksida yang merupakan hasil teroksidasinya senyawa nitrogen di dalam udara. Pembakaran sempurna hampir tidak mungkin tercapai pada kehidupan nyata. 2.1.2 Incomplete combustion Pembakaran tidak sempurna umumnya terjadi ketika tidak tersedianya oksigen dalamjumlah yang cukup untuk membakar bahan bakar sehingga dihasilkannya karbondioksida dan air. Pembakaran yang tidak sempurna menghasilkan zat-zat seperti karbondioksida, karbon monoksida, uap air dan karbon. Pembakaran yang tidak sempurna sangat sering terjadi, walaupun tidak diinginkan, karena karbon monoksida merupakan zat yang sangat berbahaya bagi manusia. Kualitas pembakaran dapat ditingkatkan dengan perancangan media pembakaran yang lebih baik dan optimisasi proses. 2.1.3 Smouldering combustion Smouldering merupakan bentuk pembakaran yang lambat, bertemperatur rendah, dan tidak berapi, yang dipertahankan oleh panas ketika oksigen menyerang permukaan dari bahan bakar pada fasa yang terkondensasi. Pembakaran ini dapat dikategorikan sebagai pembakaran yang tidak sempurna. Contoh pembakaran ini adalah inisiasi kebakaran yang dikarenakan rokok, dan sisa kebakaran hutan yang masih menghasilkan hawa panas. 2.1.4 Rapid combustion Rapid combustion merupakan pembakaran yang melibatkan energi dalam jumlah yangbanyak dan menghasilkan pula energi cahaya dalam jumlah yang besar. Jika dihasilkan volume gas yang besar dalam pembakaran ini dapat mengakibatkan peningkatan tekanan yang signifikan, sehingga terjadi ledakan.

2.1.5 Turbulent combustion Pembakaran yang menghasilkan api yang turbulen sangat banyak digunakan untukaplikasi industri, misalnya mesin berbahan bakar bensin, turbin gas, dll, karenaturbulensi membantu proses pencampuran antara bahan bakar dan pengoksida. 2.2 Persamaan Reaksi Pembakaran Persamaan reaksi pembakaran teoritis antara hidrokarbon dengan udara adalah sebagai berikut: CnHm + (n + m/4)(o 2 + 3,76 N 2 ) => nco 2 + m/2 H 2 O + 3,76 (n + m/4)n 2 Persamaan diatas menyatakan perbandingan stokiometris dari udara-bahan bakar yang tersedia cukup oksigen untuk mengubah seluruh bahan bakar menjadi produk yang bereaksi sempurna AFR stoikometris tergantung komposisi kimia bahan bakar 2.3 Air Fuel Ratio (AFR) Air Fuel Ratio (AFR) merupakan perbandingan massa udara yang ada selama proses pembakaran. Ketika semua bahan bakar bergabung dengan udara bebas, campuran tersebut berdasarkan reaksi kimia setimbang dan perbandingan AFR ini disebut dengan campuran stoikiometrik. Dalam proses pembakaran hal yang sering diperhatikan adalah jumlah udara dan bahan bakar. Ratio massa udara dengan massa bahan bakar tersebut biasa disebut dengan air fuel ratio (afr). A/F ratio =???? Dimana : m a = massa udara m f = massa bahan bakar (2.1) Relative Air/Fuel Ratio ini memberikan parameter informasi yang lebih guna menetapkan komposisi campuran udara-bahan bakar yang baik. Jika: λ > 1 : maka campuran itu miskin λ <1 : maka campuran itu kaya Lambda (λ) dapat digunakan sebagai suatu alternatif untuk mewakili AFR. Lambda (λ) merupakan ukuran untuk mengetahui seberapa besar stoikiometri tersebut berperan dalam campuran. Suatu campuran dikatakan campuran kaya bahan

bakar, bila lamda (λ) >1, sedangkan campuran dikatakan kurus bahan bakar bila λ < 1. Sementara itu, campuran dikatakan ideal atau sesuai dengan stoikiometri bila λ 1 (Kenneth, 2005). Jika jumlah lamda sama dengan 1 maka dikatakan setimbang, jika kurang dari 1 disebut campuran kental dan jika lebih besar dari 1 disebut campuran miskin. Hubungan langsung antara lambda (λ) dan stoikiometrik dapat dihitung melalui harga lambda (λ) yang telah diketahui, perkalian lambda (λ) hasil pengukuran terhadap AFR stoikiometrik untuk bahan bakar yang dimaksud. Untuk memperoleh harga lamda (λ) dari nilai (F/A), dapat dihitung melalui pembagian F/A terhadap AFR stoikiometri. Biasanya lamda untuk bahan bakar biomassa sekitar 1,4 1,6. Persamaan reaksi ini dapat ditulis dengan: (2.2) Jika oksigen yang dibutuhkan tercukupi, bahan bakar hidrokarbon dapat dioksidasi secara sempurna. Karbon didalam bahan bakar kemudian berubah menjadi karbon dioksida CO2 dan hydrogen berubah menjadi uap air H2O. Jika jumlah udara yang diberikan kurang dari yang dibutuhkan secara stoikiometri maka akan terjadi campuran kaya akan bahan bakar. Produk dari campuran kaya akan bahan bakar adalah CO, CO2, H2O, dan HC (Hidrokarbon tidak terbakar). Jika jumlah udara yang diberikan lebih besar dari kebutuhan maka akan terjadi campuran miskin bahan bakar. 2.4 Kompor Pembakar Jenazah Rancangan kompor pada dasarnya digolongkan menjadi 2 tipe, yaitu kompor minyak sumbu (wick burner) dan kompor bertekanan (pressure burner). Secara umum, kompor bertekanan menghasilkan power output dan efisiensi pembakaran yang lebih tinggi, sehingga bahan bakar yang digunakan lebih kecil untuk setiap satuan berat bahan yang dimasak (Wichert et al., dalam Yunita 2008).

Pada kompor pembakar jenazah menggunakan jenis kompor tekan dengan bahan bakar minyak tanah. Prinsip kerja kompor pembakar jenazah adalah mengubah bahan bakar dari fase cair menjadi fase gas dan membakarnya dengan nyala api sehingga menyala dan menghasilkan energi panas. Kompor pembakar jenazah memiliki beberapa bagian seperti: 1. Tangki bahan bakar Berfungsi sebagai tempat penyimpanan bahan bakar 2. Selang bahan bakar Berfungsi sebagai penyalur bahan bakar ke kompor Gambar 2.1 Tangki bahan bakar dan selang bahan bakar 3. Kompor Berfungsi sebagai tempat terjadinya pembakaran bahan bakar. Pada kompor terdapat bagian yang disebut dengan pipa burner dan nosel. Pipa burner berfungsi mengubah bahan bakar cair menjadi fase gas. Nosel berfungsi sebagai tempat keluarrnya bahan bakar yang akan menghasilkan nyala api. Gambar 2.2 Kompor Pembakar Jenazah

4. Kompresor berfungsi memampatkan tekanan angin pada tangki bahan bakar sehingga bahan bakar dapat mengalir menuju kompor 2.5 Nyala Api (Flame) Api sering disebut sebagai zat keempat, karena tidak dapat dikategorikan ke dalam kelompok zat padat, zat cair maupun zat gas. Api disebut memiliki bentuk plasma. Plasma adalah bentuk gas yang mana sebagian dari partikel diionisasi.seperti halnya gas, plasma tidak memiliki bentuk yang tetap maupun volume yang tetap, kecuali jika dikurung dalam suatu wadah yang tetap. Segitiga api mengilustrasikan hubungan antara tiga elemen dasar yang diperlukan untuk membangkitkan api. Tiga eleman dasar yang dibutuhkan untuk membangkitkan api adalah senyawa oksigen, bahan bakar yang dapat terbakar dan mengandung energi, serta sumber api atau sumber panas. Jika salah satu dari ketiga eleman dasar tersebut telah habis, maka api akan padam, atau reaksi pembakaran tidak dapat dilanjutkan dengan baik. Ketiga elemen dasar yang dapat mebangkitkan api tersebut digambarkan di dalam sebuah segitiga, yang sangat umum dikenal sebagai segitiga api. Berikut ini akan disajikan gambar segitiga api. Gambar 2.3 Segitiga Api Pada gambar 2.3 di atas heat yang dimaksud merupakan panas dalam jumlah yang cukup untuk penyalaan. Panas tersebut dapat bersumber dari api atau sumber panas, yang pada awalnya disediakan atau didapatkan dari sumber di luar sistem

pembakaran, misalnya dari korek api, kilat ketika hujan, percikan listrik, dan sumbersumber api lainnya. Panas yang didapatkan dari luar sistem tersebut akan mulai memutuskan ikatan kimia di dalam bahan bakar, yang pada umumnya merupakan senyawa organik. Pemutusan awal ikatan kimia di dalam bahan bakar merupakan reaksi yang eksoterm atau menghasilkan energi panas. Energi panas yang dihasilkan dari pemutusan awal tersebut akan digunakan sebagai energi untuk pemanasan ikatan kimia berikunya di dalam bahan bakar. Api menyala ketika panas yang dihasilkan dari pemutusan ikatan kimia di dalam bahan bakar dapat digunakan seterusnya untuk memutuskan ikatan-ikatan kimia lain di dalam bahan bakar. Oleh karena itu, sumber panas hanya merupakan inisiator terbenuknya api. Setelah proses penyalaan api, sumber panas tidak lagi dibutuhkan, melainkan api dari reaksi pembakaran akan menghasilkan panas yang dapat digunakan oleh manusia untuk menunjang prosesproses yang akan dilakukan. Bahan bakar pada umumnya berupa senyawa organic.senyawa organik merupakan senyawa yang mengandung unsur-unsur berupa karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O). Reaksi oksidasi terhadap senyawa organik pada umumnya merupakan reaksi pemutusan rantai ikatan pada senyawa organik. Pemutusan ikatan pada rantai senyawa organik pada umumnya menghasilkan panas. Pada proses pembakaran, oksigen yang berperan sebagai oksidator akan bergabung, mengikat unsur-unsur C dan H yang putus akibat energi panas dari proses pembakaran. Api akan padam jika salah satu dari ketiga elemen dasar tidak lagi tersedia. Prinsip segitiga api ini banyak digunakan sebagai prinsip dasar untuk menyalakan atau memadamkan api. 2.6 TIPE NYALA API Pada gambar 2.4 menunjukkan tipe nyala api yang berbeda dari sebuah combustor atau burner. Perbedaan tersebut disebabkan oleh semprotan bahan bakar dan suplai oksigen atau udara yang berbeda. Pada gambar 2.4 no 1 paling kiri kondisi campuran kaya bahan bakar tanpa proses pencampuran awal udara-bahan bakar yang memadai, menghasilkan yellow sooty diffusion flame. Secara bertahap ke arah kanan proses penyemprotan bahan bakar dan pencampuran udara-bahan bakar lebih baik, menghasilkan campuran miskin bahan bakar yang sudah tercampur sempurna dengan

udara (fully pre-mixed) menghasilkan pembakaran dan nyala api yang jauh lebih baik dan tanpa soot (jelaga, karbon halus sisa pembakaran tidak sempurna). Gambar 2.4 Nyala Api dari Burner Diffusion flame adalah nyala api yang dihasilkan oleh diffusion combustion, yaitu reaksi bahan bakar dan oksigen yang tanpa pencampuran awal yang baik. Pada spray combustion, ini bisa disebabkan oleh butiran-butiran droplet bahan bakar hasil semburan/semprotan/injeksi yang terlalu besar, menghasilkan pembakaran yang terjadi pada sisi luar butiran bahan bakar menuju ke dalam yang berlangsung secara lambat. Pre-mixed flame adalah nyala api yang dihasilkan oleh reaksi bahan bakar dan oksigen yang telah mengalami pencampuran awal yang baik. Sebuah nyala api umumnya merupakan campuran antara diffusion dan pre-mixed flame karena ada bagian tertentu nyala api dimana udara dan bahan bakar tercampur dengan baik dan pada bagian lain tercampur secara tidak memadai. Studi baik berupa analisis teoritis maupun eksperimental mengenai kompor pembakaran jenazah untuk Ngaben belum ditemukan, sehingga penelitian ini dimulai dari prinsip-prinsip dasar dalam pembakaran, yang nantinya akan diaplikasikan dalam konteks kompor pembakaran jenazah.

Gambar 2.5 Nyala Api Pada Kompor Pembakar Jenazah Sebelum Modifikasi Studi awal dengan pengamatan pada kompor pembakaran jenazah seperti dalam Gambar 2.5 mengindikasikan bahwa nyala apinya didominasi oleh diffusion flame dan fakta bahwa kompor pembakaran jenazah umumnya menggunakan bahan bakar solar, hal ini semakin memperkuat indikasi tersebut karena bahan bakar solar membutuhkan tekanan injeksi (penyemprotan) yang tinggi untuk menghasilkan karakteristik semprotan bahan bakar yang menghasilkan ukuran droplet yang halus agar menghasilkan pembakaran yang efisien. Karakteristik geometri semprotan (spray) bahan bakar ditunjukkan dalam Gambar 2.6. Karakteristik ini penting untuk dipahami agar sesuai dengan tujuan penggunaan sistem pembakaran. Tahapan atomisasi bahan bakar cair direpresentasikan dalam Gambar 2.7, dimana semakin tinggi tekanan injeksi maka butiran droplet yang dihasilkan semakin halus dan dalam konteks pembakaran akan menghasilkan pembakaran yang lebih baik karena droplet bahan bakar bisa bercampur dengan baik dengan udara sebelum terbakar.

Gambar 2.6 Karakteristik semprotan (Sumber : Arthur H. Lefebvre, 1989 Atomization and Sprays) Gambar 2.7 Tahapan Atomisasi bahan bakar cair (Sumber : Arthur H. Lefebvre, 1989 Atomization and Sprays) 2.7 ATOMISASI (PENGABUTAN) CAIRAN Proses pembuatan butiran cairan di dalam fase gas disebut dengan atomisasi. Tujuan atomisasi adalah meningkatkan luas permukaan cairan dengan cara memecahkan butiran cairan menjadi banyak butiran kecil. Proses atomisasi dimulai dengan mendorong cairan melalui sebuah nosel. Energi potensial cairan (diukur sebagai tekanan cairan untuk nosel hidrolik atau tekanan udara dan cairan untuk

nosel pneumatik) dengan bantuan geometri nosel menyebabkan cairan diubah menjadi bongkahan-bongkahan kecil. Bongkahan ini selanjutnya pecah menjadi pecahan yang sangat kecil yang biasanya disebut dengan butir (drop), butiran (droplet), atau partikel cairan. Setiap semburan (spray) menghasilkan suatu rentang besar butir, rentang ini dinyatakan sebagai distribusi besar butir (drop size distribution). Distribusi besar butiran ini tergantung pada jenis nosel dan sangat bervariasi untuk setiap jenisnya. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi besar butir adalah sifat-sifat fisik cairan, dan kondisi operasi. 2.7.1 Hukum Bernoulli Prinsip Bernoulli adalah sebuah istilah di dalam mekanika fluida yang menyatakan bahwa pada suatu aliran fluida, peningkatan pada kecepatan fluida akan menimbulkan penurunan tekanan pada aliran tersebut. Prinsip ini sebenarnya merupakan penyederhanaan dari Persamaan Bernoulli yang menyatakan bahwa jumlah energi pada suatu titik di dalam suatu aliran tertutup sama besarnya dengan jumlah energi di titik lain pada jalur aliran yang sama. p + ρgh +?? ρv2 = konstan..(2.3) dimana: p = tekanan fluida ρ = densitas fluida v = kecepatan fluida h = ketinggian relatif terhadap suatu referensi g = percepatan gravitasi bumi Persamaan di atas berlaku untuk aliran tak-termampatkan dengan asumsi-asumsi sebagai berikut: Aliran bersifat tunak (steady state) Tidak terdapat gesekan (inviscid) Dalam bentuk lain, Persamaan Bernoulli dapat dituliskan sebagai berikut:

.(2.4) Aliran Termampatkan Aliran termampatkan adalah aliran fluida yang dicirikan dengan berubahnya besaran kerapatan massa (densitas) dari fluida di sepanjang aliran tersebut. Contoh fluida termampatkan adalah: udara, gas alam, dll. Persamaan Bernoulli untuk aliran termampatkan adalah sebagai berikut:..(2.5) di mana: = energi potensial gravitasi per satuan massa; jika gravitasi konstan maka = entalpi fluida per satuan massa Catatan:, di mana adalah energi termodinamika per satuan massa, juga disebut sebagai energi internal spesifik. Energi potensial cairan (diukur sebagai tekanan cairan untuk nosel hidrolik atau tekanan udara dan cairan untuk nosel pneumatik) dengan bantuann geometri nosel menyebabkan cairan diubah menjadi bongkahan-bongkahan kecil. Bongkahan ini selanjutnya pecah menjadi pecahan yang sangat kecil yang biasanya disebut dengan butir (drop), butiran (droplet), atau partikel cairan. Setiap semburan (spray) menghasilkan suatu rentang besar butir, rentang ini dinyatakan sebagai distribusi besar butir (drop size distribution).distribusi besar butiran ini tergantung padaa jenis nosel dan sangat bervariasi untuk setiap jenisnya. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi besar butir adalah sifat-sifat fisik cairan, dan kondisi operasi. Menurut Graco (1995), ada berbagai faktor yang mempengaruhi ukuran dari butiran (droplet). Diantaraa faktor-faktor tersebut adalah sifat-sifat cairan, seperti tegangan permukaan, viskositas, dan kerapatan.

2.7.2 Tegangan permukaan Tegangan permukaan cenderung untuk menstabilkan cairan, mencegah cairan menjadi butiran-butiran yang lebih kecil. Cairan dengan ketegangan permukaan yang lebih tinggi cenderung memiliki ukuran rata-rata tetesan yang lebih besar pada atomisasi. 2.7.3 Viskositas Viskositas fluida memiliki pengaruh yang sama pada ukuran butiran droplet seperti pada tegangan permukaan. Viskositas menyebabkan fluida melawan gravitasi, cenderung untuk mencegah pemecahan cairan dan mengarah ke ukuran droplet yang rata-rata lebih besar. Gambar 2.7 menunjukkan hubungan antara viskositas dan ukuran droplet ketika atomisasi terjadi. Gambar 2.8. Hubungan antara viskositas dan ukuran droplet (Sumber : Mada Hunter Pardede, http://fateta.ipb.ac.id/index.php/viewdocument/66-mada-hunter-pardede-f14060138.pdf)

2.8 Densitas Densitas menyebabkan cairan mempertahankan akselerasi. Densitas serupa dengan sifat-sifat baik tegangan permukaan dan viskositas, lebih tinggi cenderung menghasilkan ukuran tetesan yang rata-rata lebih besar. Pada proses pembuatan butiran cairan di dalam fase gas, dalam hal ini densitas gas jauh lebih kecil dari densitas cairan. Sehingga mekanisme formasi butiran jauh berbeda untuk perbedaan densitas yang rendah, terutama pada kecepatan tinggi. Pengabutan banyak digunakan untuk keperluan-keperluan pengabutan bahan bakar, pembuatan produk berbentuk granular (bongkahan), operasi perpindahan massa, dan pelapisan permukaan (pengecatan, dan lain-lain). Mekanisme atomisasi dilihat dari fluida kerja dapat dibagi atas atomisasi hidrolik dan pneumatik. a. Atomisasi hidrolik Pada atomisasi hidrolik, atomisasi terjadi karena tekanan cairan atau gaya gravitasi pada cairan yang keluar pada mulut nosel dan pecah pada waktu jet berbentuk lembaran. b. Atomisasi pneumatik Pada atomisasi pneumatik, atomisasi terjadi sebagai akibat saling aksi antara cairan dengan udara yang berkecepatan tinggi. Gaya gesek antara cairan dengan udara menyebabkan terdisintegrasinya cairan menjadi butiran. Jika ditinjau proses pencampuran dengan udara dengan cairan, nosel pneumatik dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu jenis pencampuran dalam dan pencampuran luar. 2.9 BURNER DENGAN BAHAN BAKAR CAIR Didalam pembakaran dari bahan bakar cair, diperlukan suatu proses penguapan atau proses atomisasi bahan bakar. Hal ini diperlukan untuk mendapatkan percampuran yang baik dengan udara pembakaran. Minyak bakar distilat bisa terbakar dengan api yang biru jika secara sempurna bahan bakar ini diuapkan dan tercampur merata (homogenous) dengan udara sebelum terbakar. Burner yang digunakan untuk membakar bahan bakar dalam bentuk uap atau bentuk atom-atom

(spray-droplet.) sebelum terbakar berbeda konstruksi dasarnya, yaitu vaporizing burner dan atomizing burner. - Vaporizing Burner Burner jenis ini menggunakan panas dari api untuk menguapkan bahan bakar secara terns menerus. Prinsip penguapan ini dipakai pada kompor lidah api (blow torch) terlihat pada gambar 2.9, kompor tipe pot, lampu minyak tanah dan Iain-lain. Cara kerja kompor lidah api tersebut adalah dengan memanaskan minyak bakar yang dialirkan ke koil pipa pemanas. Panas didapat dari radiasi lidah api yang diselubungi oleh koil. Uap bahan bakar yang terbentuk kemudian disemprotkan oleh nozzle dengan tekanan yang sama dengan tekanan minyak cair. Setelah keluar dari nozzle, uap bahan bakar akan bercampur dengan udara dan terbakar membentuk lidah api (torch). Lidah api akan berwarna kuning, dan apabila suhu uapbahan bakar terlalu tinggi maka akan terbentuk nyala api biru yang mempunyai sifat tidak stabil. Gambar 2.9 Kompor Lidah Api ( Blow Torch ) (Sumber : Tjokrowisastro dan Widodo, Teknik Pembakaran Dasar dan Bahan Bakar, 1990) Vaporizing burner dibuat dengan kapasitas 30-40 l/jamdengan tekanan bahan bakar 0,5-3,5 kg/cm 2. Bahan bakar yang digunakan adalah minyak tanah (kerosine), naphta, bahan bakar minyak no.l, bensin dan Iain-lain. Khusus untuk bahan bakar minyak no.l tidak bisa digunakan pada vaporizing burner tipe tekan karena adanya deposit karbon yang berlebihan pada pipa pemanas.

- Atomizing oil Burner Pada atomizing oil burner bahan bakar diatomisasikan dalam bentuk spray droplet dengan tekanan7-20 kg/cm 2 atau diatomisasi oleh udara/uap dengantekanan 0,1-15 kg/cm. Udara pembakaran dimasukkan kedalam tungku bersama-sama dengan bahan bakar. Tabel :2.1 Kebutuhan Power,fluida untuk atomizing burner Media Atomisasi Per cc / s (0,951gal/h minyak) Power, KW Fluida Udara tek. rendah 6,9 kpa 0,071 4,5-6,7 dm 3 /s Udara tek.tinggi 0,52 MP a 0,284 1,1-1,4 dm 3 /s Uap 0,851 0,85-3,5 kg Mekanis 0,0227 - Rotary-Cup burner 0,0355 - Suatu peralatan yang berbentuk vane atau sekat (baffle) biasanya dipasang untuk memperoleh percampuran yang lebih baik antara bahan bakar dan udara.untuk menghindari adanya lidah api yang menumbuk pada dinding tungku maupun maupun komponen lainnya perlu diperhatikan juga mengenai peralatan pemasukan udara, bentuk semprotan dan Iain-lain. Apabila terdapat lidah api yang menumbuk, maka akan menyebabkan adanya jelaga atau deposite karbon keras dan atau gerusan pada dinding tungku bakar. Untuk membuat nyala api stabil, kecuali untuk tungku bakar kecil, semprotan bahan bakar minyak dan udara biasanya dimasukkan kedalam tungku bakar dengan melalui suatu penyala (ignition tile). Volume ruang bakar/ tungku bakar harus disesuaikan untuk menyediakan waktu bagi kesempurnaan pembakaran. Kecepatan pembebasan panas dari peralatan pembakaran ini tergantung pada sifat bahan bakar,konsentrasi udara lebih (excess air concentration), udara bahan bakar dan tingkat asap yang diijinkan. Dari cara atomisasinya maka atomizing oil burner dapat dibedakan menjadi 4 jenis. a. Steam air atomizing burner b. Mechanical/oil pressure atomizing burner

c. Centrifuging /rotary cup atomizing burner d. High-intensitas burner. 2.10 DEFINISI BAHAN BAKAR Bahan bakar ( fuel ) merupakan suatu bahan ( material ) yang di konsumsi untuk menghasilkan energi. Bahan bakar didefinisikan sebagai senyawa kimia, terutama tersusun atas karbon dan atau hydrogen, yang bila direaksikan dengan oksigen pada tekanan dan suhu tertentu akan menghasilkan produk berupa gas dan sejumlah energi panas. Bahan bakar diklasifikasikan menurut kondisi fisiknya yaitu bahan bakar padat, cair, dan gas. 2.10.1 Minyak Solar Solar adalah hasil dari pemanasan minyak bumi antara 250-340 C, dan merupakan bahan bakar mesin diesel. Solar tidak dapat menguap pada suhu tersebut dan bagian minyak bumi lainnya akan terbawa ke atas untuk diolah kembali. Umumnya, solar mengandung belerang dengan kadar yang cukup tinggi. Kualitas minyak solar dinyatakan dengan bilangan setana. Angka setana adalah tolak ukur kemudahan menyala atau terbakarnya suatu bahan bakar di dalam mesin diesel. Saat ini,