BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETENTUAN GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

BUPATI BANGKA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN-BAGIAN JALAN KABUPATEN

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN DI KABUPATEN TAPIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI TAPIN,

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG JARINGAN UTILITAS TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

WALIKOTA BANJARMASIN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 9 TAHUN 2008 SERI : E NOMOR : 4

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 10 TAHUN TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 7 TAHUN 2006 SERI : C NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 7 TAHUN 2006 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 1 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN NAMA JALAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 1 TAHUN : 2009 SERI : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN 2009 TENTANG SEMPADAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PENERANGAN JALAN UMUM DAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 4

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 10 TAHUN 2008 SERI : E NOMOR : 5

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENGGUNAAN TANAH UNTUK PEMASANGAN JARINGAN PIPA GAS

BUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KOTA PALOPO Nomor 7 Tahun 2008

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PEMANFAATAN RUANG MILIK JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG TONASE DAN PORTAL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G NOMOR 8 TAHUN 1997 SERI C.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENERANGAN JALAN UMUM

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN-BAGIAN JALAN

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG TERMINAL BARANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 11 TAHUN

IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

DALAM DAERAH KABUPATEN BERAU.

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU IZIN USAHA PERKEBUNAN

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991);

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 04 TAHUN 2006 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN DAN PERLINDUNGAN SEMPADAN SUNGAI

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 3 TAHUN 2005 T E N T A N G RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 27 TAHUN 2001 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI

LEMBARAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 14 TAHUN 2013 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN,

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2001 TENTANG PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PENERANGAN JALAN UMUM DAN LINGKUNGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2008 NOMOR 10

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 40 TAHUN 2005

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PENGGUNAAN JALAN BAGI KENDARAAN YANG MELEBIHI MUATAN SUMBU TERBERAT

WALIKOTA SURABAYA TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RUMAH SUSUN BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BONE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 26 TAHUN 2009 DISUSUN OLEH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PENGGUNAAN PEMANFAATAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

P E R A T U R A N D A E R A H

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G NOMOR 14 TAHUN 1997 SERI C.2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA DI BIDANG JASA KONSTRUKSI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN

WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN NAMA NAMA JALAN DI WILAYAH KOTA SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 21 TAHUN 2001 SERI D.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERIAN IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT,

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

Transkripsi:

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa dengan semakin meningkatnya pembangunan di berbagai sektor telah mendorong peningkatan arus mobilisasi ekonomi dan sosial yang memerlukan prasarana fisik jalan yang makin memadai, serta upaya-upaya pengamanan dan penertiban prasarana fisik jalan agar pemanfaatannya lebih berdaya guna dan berhasil guna; b. bahwa upaya pembangunan dan pengembangan sistem jaringan jalan menghadapi berbagai hambatan terutama akibat keberadaan dan perkembangan bangunan gedung dan bagian-bagian jalan yang mengakibatkan terganggunya ruang milik jalan dan ruang pengawasan jalan serta posisinya kurang untuk menjamin pengembangan pembangunan jalan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Garis Sempadan Jalan; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara Tahun 1950) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang dengan Mengubah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2851); 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2013);

2 4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4247); 6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 7. Undang-Undang Nomor Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444); 8. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 9. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025); 10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5058); 11. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188); 12. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 13. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5879); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4385);

3 15. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4624); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 18. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833); 19. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103); 20. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011 tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5221); 21. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 199); 22. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2010 tentang Pedoman Pemanfaatan dan Penggunaan Bagian-Bagian Jalan; 23. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03/PRT/M/2012 tentang Pedoman Penetapan Fungsi Jalan dan Status Jalan; 24. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 32); 25. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2010 Nomor 22 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 86); 26. Peraturan Daerah Kabupaten Garut Nomor 14 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Daerah Kabupaten Garut (Lembaran Daerah Kabupaten Garut Tahun 2008 Nomor 27);

4 27. Peraturan Daerah Kabupaten Garut Nomor 23 Tahun 2008 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Dinas Daerah Kabupaten Garut (Lembaran Daerah Kabupaten Garut Tahun 2008 Nomor 38) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Garut Nomor 6 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Garut Nomor 23 Tahun 2008 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Dinas Daerah Kabupaten Garut (Lembaran Daerah Kabupaten Garut Tahun 2009 Nomor 6); 28. Peraturan Daerah Kabupaten Garut Nomor 29 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Garut Tahun 2011-2031 (Lembaran Daerah Kabupaten Garut Tahun 2011 Nomor 29); 29. Peraturan Daerah Kabupaten Garut Nomor 13 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Daerah Kabupaten Garut Tahun 2012 Nomor 13, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Garut Nomor 1); 30. Peraturan Daerah Kabupaten Garut Nomor 2 Tahun 2014 tentang Pembentukan Peraturan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Garut Tahun 2014 Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Garut Nomor 2); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN GARUT dan BUPATI GARUT MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 2. Bupati adalah Bupati Garut. 3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Daerah.

5 4. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel. 5. Penyelenggara Jalan adalah pihak yang melakukan pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan sesuai dengan kewenangannya. 6. Tepi Badan Jalan adalah garis terluar dari badan jalan. 7. Jalan Umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum. 8. Jalan Khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri. 9. Jalan Kolektor Primer adalah jalan yang menghubungkan secara berdayaguna antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lokal, antara pusat kegiatan wilayah, atau antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal. 10. Jalan Kolektor Sekunder adalah jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua atau kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga 11. Jalan Lokal Primer adalah jalan yang menghubungkan secara berdayaguna pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lingkungan, antar pusat kegiatan lokal, atau pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan lingkungan serta antar pusat kegiatan lingkungan. 12. Jalan Lokal Sekunder adalah jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan. 13. Jalan Lingkungan Primer adalah jalan yang menghubungkan antar pusat kegiatan di dalam kawasan perdesaan dan jalan di dalam lingkungan kawasan perdesaan. 14. Jalan Lingkungan Sekunder adalah jalan yang menghubungkan antar persil dalam kawasan perkotaan. 15. Ruang Manfaat Jalan adalah ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan dan digunakan untuk badan jalan, saluran tepi jalan dan ambang pengamannya. 16. Ruang Milik Jalan adalah ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di luar manfaat jalan, yang diperuntukkan bagi ruang manfaat jalan, pelebaran jalan, penambahan jalur lalu lintas di masa datang serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan dan dibatasi oleh lebar, kedalaman dan tinggi tertentu. 17. Ruang Pengawasan Jalan adalah ruang tertentu di luar ruang milik jalan yang penggunaannya diawasi oleh penyelenggara jalan agar tidak menggangu pandangan bebas pengemudi, konstruksi jalan dan fungsi jalan. 18. Garis Sempadan Jalan adalah garis batas luar pengaman untuk dapat mendirikan bangunan gedung atau bangun-bangunan di kiri dan kanan jalan pada ruang manfaat jalan, ruang milik jalan dan ruang pengawasan jalan yang berguna untuk mempertahankan daerah pandangan bebas bagi para pengguna jalan.

6 19. Bangunan Gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus. 20. Bangun-bangunan adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air yang tidak digunakan untuk kegiatan manusia. 21. Penyelenggaraan Garis Sempadan adalah seluruh kegiatan yang meliputi pengaturan, penataan, pembinaan, dan pengawasan garis sempadan. 22. Izin adalah persetujuan dari penyelenggara jalan atau pemberi izin tentang pemanfaatan ruang manfaat jalan dan ruang milik jalan dengan persyaratan tertentu yang harus dipenuhi. 23. Rekomendasi adalah pertimbangan teknis dari penyelenggara jalan tentang penggunaan ruang pengawasan jalan agar tidak menggangu kelancaran dan keselamatan pengguna jalan serta tidak membahayakan konstruksi jalan, serta guna menjamin peruntukan ruang pengawasan jalan. 24. Dispensasi adalah persetujuan dari penyelenggara jalan tentang penggunaan ruang manfaat jalan yang memerlukan perlakuan khusus terhadap konstruksi jalan. BAB II MAKSUD, TUJUAN DAN MANFAAT Pasal 2 Maksud ditetapkannya pengaturan mengenai garis sempadan jalan yaitu untuk meningkatkan kelestarian lingkungan, fisik jalan dan fungsi jalan. Pasal 3 Tujuan ditetapkannya pengaturan garis sempadan jalan yaitu untuk menunjang terciptanya lingkungan yang teratur, dalam upaya tertib pemanfaatan lahan dari kegiatan mendirikan bangunan gedung dan/atau bangun-bangunan di ruang pengawasan jalan. Pasal 4 Manfaat penetapan ketentuan garis sempadan jalan, yaitu: a. menjamin fungsi ruang pengawasan jalan dari gangguan keberadaan bangunan gedung dan/atau bangun-bangunan yang dapat menghalangi pandangan bebas para pengguna jalan; b. terciptanya bangunan gedung dan/atau bangun-bangunan yang teratur; dan c. pengamanan konstruksi jalan.

7 BAB III FUNGSI DAN PERANAN GARIS SEMPADAN JALAN Pasal 5 (1) Fungsi garis sempadan jalan adalah untuk melindungi ruang pengawasan jalan dari bangunan gedung dan/atau bangun-bangunan yang mengganggu fungsi jalan. (2) Peranan garis sempadan jalan adalah untuk menentukan batas bagi para pemilik tanah atau persil yang berada di pinggir jalan, untuk mendirikan bangunan gedung dan/atau bangun-bangunan sesuai peraturan perundangundangan. BAB IV JARAK GARIS SEMPADAN JALAN Pasal 6 (1) Jarak garis sempadan jalan ditentukan sebagai berikut: a. jalan kolektor primer, tidak kurang dari 7,5 (tujuh koma lima) meter diukur dari tepi badan jalan; b. jalan lokal primer, tidak kurang dari 5 (lima) meter diukur dari tepi badan jalan; c. jalan kolektor sekunder, tidak kurang dari 3 (tiga) meter diukur dari tepi badan jalan; d. jalan lokal sekunder, tidak kurang dari 2 (dua) meter di ukur dari tepi badan jalan; e. jalan lingkungan primer dan sekunder tidak kurang dari 2 (dua) meter di ukur dari tepi badan jalan f. jembatan, untuk pengamanan konstruksi, tidak kurang dari 100 (seratus) meter yang diukur dari tepi luar pangkal jembatan ke arah hulu dan ke arah hilir jembatan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai ruas jalan menurut status dan fungsi jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Pasal 7 Ketentuan mengenai jarak garis sempadan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, dipergunakan sebagai dasar untuk keperluan: a. pembuatan peta rencana detail tata ruang yang berhubungan dengan tugas pokok dan fungsi dinas teknis terkait di lingkungan Pemerintah Kabupaten; b. pembuatan peta rencana teknis pemanfaatan ruang yang berhubungan dengan tugas pokok dan fungsi dinas teknis terkait di lingkungan Pemerintah Kabupaten; dan c. penerbitan izin mendirikan bangunan; dan d. penerbitan sertifikat hak atas tanah. Pasal 8 Ketentuan mengenai garis sempadan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, dikecualikan untuk cagar budaya, meliputi: a. benda cagar budaya;

8 b. bangunan cagar budaya; c. struktur cagar budaya; d. situs cagar budaya; dan e. kawasan cagar budaya. BAB V LARANGAN Pasal 9 Setiap orang dan/atau badan hukum dilarang mendirikan bangunan gedung dan/atau bangun-bangunan pada ruang dalam jarak garis sempadan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 yang mengganggu pandangan bebas pengemudi, keselamatan pengguna jalan dan keamanan konstruksi jalan. BAB VI PENYIDIKAN Pasal 10 (1) Selain oleh Pejabat Penyidik Umum, penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, dapat dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemerintah Daerah, yang pengangkatannya ditetapkan sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. (2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, para pejabat penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berwenang: a. menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana atas pelanggaran Peraturan Daerah; b. melakukan tindakan pertama dan pemeriksaan ditempat kejadian; c. menyuruh berhenti seorang dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. melakukan penyitaan benda dan/atau surat; e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang; f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; h. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarga; i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam melaksanakan tugasnya sebagai penyidik, berada di bawah koordinasi penyidik POLRI.

9 BAB VII SANKSI Pasal 11 Setiap orang dan/atau badan hukum yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 9, dikenakan sanksi berupa penertiban dan/atau pembongkaran, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VIII BIAYA PAKSAAN PENEGAK HUKUM Pasal 12 (1) Dalam hal orang dan/atau badan hukum menolak untuk ditertibkan dan/atau membongkar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, kepada yang bersangkutan dapat dikenakan pembebanan biaya paksaan penegakan hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Biaya paksaan penegakan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penerimaan daerah dan disetorkan ke rekening Kas Daerah. BAB IX KETENTUAN PIDANA Pasal 13 (1) Setiap orang dan/atau badan hukum yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 9, diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. (3) Selain tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tindak pidana yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan diancam pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penerimaan Daerah dan disetorkan ke rekening Kas Daerah. BAB X IZIN, REKOMENDASI DAN DISPENSASI Pasal 14 (1) Pemanfaatan ruang manfaat jalan dan ruang milik jalan selain peruntukannya wajib memperoleh izin dari penyelenggara jalan sesuai kewenangannya. (2) Penggunaan ruang manfaat jalan yang memerlukan perlakuan khusus terhadap konstruksi jalan dan jembatan wajib memperoleh dispensasi dari penyelenggara jalan sesuai kewenangannya. (3) Izin penggunaan ruang pengawasan jalan diberikan bagi penggunaan ruang pengawasan jalan yang tidak mengganggu keselamatan pengguna jalan dan keamanan konstruksi jalan.

10 (4) Penerbitan izin penggunaan ruang pengawasan jalan untuk mendirikan bangunan gedung dan/atau bangun-bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) oleh instansi pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya wajib memperoleh rekomendasi dari penyelenggara jalan. (5) Rekomendasi penyelenggara jalan kepada instansi pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat memuat larangan terhadap kegiatan tertentu yang dapat mengganggu pandangan bebas pengemudi dan konstruksi jalan atau perintah melakukan perbuatan tertentu guna menjamin peruntukan ruang pengawasan jalan. BAB XI PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Pasal 15 (1) Untuk menjamin tercapainya tujuan pengaturan garis sempadan jalan, dilakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap bangunan gedung dan/atau bangun-bangunan di ruang pengawasan jalan. (2) Pembinaan, pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk sosialisasi, pemantauan, evaluasi, pelaporan dan penertiban. (3) Pembinaan dan pengawasan dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya, berkoordinasi dengan penyelenggara jalan dan melibatkan masyarakat. Pasal 16 (1) Pemantauan dan evaluasi dilakukan dengan mengamati dan memeriksa kesesuaian antara penerapan ketentuan mengenai garis sempadan jalan dalam pendirian bangunan gedung dan/atau bangun-bangunan berikut perizinannya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Dalam hal hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbukti terjadi ketidaksesuaian dalam penerapan ketentuan mengenai garis sempadan dalam pendirian bangunan gedung dan/atau bangun-bangunan, Dinas melakukan koordinasi dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah atau instansi terkait, untuk melakukan penertiban dan/atau pembongkaran. BAB XII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 17 Ketentuan jarak garis sempadan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, dikecualikan terhadap bangunan gedung dan/atau bangun-bangunan yang telah didirikan dan digunakan sebelum Peraturan Daerah ini berlaku dan memiliki izin mendirikan bangunan.

11 BAB XIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 18 Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Pasal 19 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Garut. Ditetapkan di Garut pada tanggal 23-6 - 2015 B U P A T I G A R U T, t t d RUDY GUNAWAN Diundangkan di Garut pada tanggal 30-6 - 2015 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN GARUT t t d I M A N A L I R A H M A N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT TAHUN 2015 NOMOR 1 NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT, PROVINSI JAWA BARAT (88/2015) Salinan Sesuai dengan Aslinya KEPALA BAGIAN HUKUM DAN HAM SETDA KABUPATEN GARUT LUKMAN HAKIM PEMBINA/IV.a NIP.19740714 199803 1 006