GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA DAN PROSEDUR PEMBERIAN IZIN PEMASUKAN DAN PENGGUNAAN PERALATAN

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.54/MENHUT-II/2007 TENTANG

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

G U B E R N U R J A M B I

GUBERNUR PAPUA. 4. Undang-Undang.../2

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 15 TAHUN 2010 T E N T A N G TATA CARA IZIN USAHA INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN KAYU RAKYAT

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 53/Menhut-II/2009 TENTANG PEMASUKAN DAN PENGGUNAAN ALAT UNTUK KEGIATAN IZIN USAHA

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERIZINAN PEMANFAATAN HASIL BUKAN KAYU

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU (IPHHK) DI PROVINSI PAPUA

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 196 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 175 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 91 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 58/Menhut-II/2009. Tentang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 23/Menhut-II/2009 TENTANG

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 11 TAHUN 2010

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU MASYARAKAT HUKUM ADAT DI PROVINSI PAPUA

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR: P. 2/Menhut-II/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 94 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 132 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI KEHUTANAN Nomor : SK. 99 /VI-BPHA/2009

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 64 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

Membaca. Menimbang. f. bahwa.

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

Direktur Jenderal, Ttd

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI KEHUTANAN Nomor : SK. 107 /VI-BPHA/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2011 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI KEHUTANAN Nomor : SK.51/VI-BPHA/2007

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Izin Pemanfaatan Kayu. Prosedur.

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI KEHUTANAN Nomor : SK.275/VI-BPHA/2007 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG

MEMUTUSKAN. Menetapkan :

MEMUTUSKAN. Menetapkan :

Setiap pelanggaran dan atau penyimpangan yang dilakukan pemegang izin akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 72 TAHUN 2002 TENTANG KETENTUAN EKSPOR KAYU BULAT JENIS MERBAU DI PROVINSI PAPUA GUBERNUR PROVINSI PAPUA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.388, 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN. Izin Usaha. Kawasan Hutan Silvo Pastura. Hutan Produksi

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 6887/KPTS-II/2002 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.62/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA : P.

M E M U T U S K A N Menetapkan : PERTAMA : Memberikan Izin Pemasukan dan Penggunaan Peralatan untuk Kegiatan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI

2016, No dimaksud dalam huruf b, perlu disempurnakan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI KEHUTANAN Nomor : SK.43/VI-BPHA/2007 TENTANG

e. bahwa berdasarkan Pasal 50 ayat (3) huruf j dan k Undangundang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, bahwa setiap orang dilarang membawa

DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI KEHUTANAN. Membaca

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 62/Menhut-II/2014 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI KEHUTANAN Nomor : SK. 294/VI-BPHA/2007 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI KEHUTANAN Nomor : SK. 305/VI-BPHA/2007 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.382/Menhut-II/2004 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU (IPK) MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

Ditetapkan di : Jakarta pada tanggal : 2 Mei Salinan seseuai dengan aslinya Kepala Bagian Hukum dan Humas, Direktur Jenderal, ttd. Ttd.

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 6886/Kpts-II/2002 TENTANG

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 123 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH, PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 44 TAHUN 2013 TENTANG PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN DI WILAYAH PROVINSI JAWA TENGAH

MEMUTUSKAN. Menetapkan :

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI KEHUTANAN Nomor : SK.229/VI-BPHA/2006

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI KEHUTANAN Nomor : SK.136/VI-BPHA/2009

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan.

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.29/Menhut-II/2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

: Kepala Dinas Provinsi dan Kepala Dinas Kabupaten melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan Keputusan ini.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.65, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Koridor. Penggunaan. Pembuatan.

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI IRIAN JAYA NOMOR 121 TAHUN 2001 T E N T A N G

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 13/Menhut-II/2009 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 14/Menhut-II/2011 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU

MEMUTUSKAN. Menetapkan :

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI KEHUTANAN Nomor : SK.102/VI-BPHA/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.31/Menhut-II/2014 TENTANG

f. bahwa berdasarkan Pasal 8 ayat (1) Keputusan Menteri Kehutanan No. 428/KPTS-II/2003 jo. No. SK. 401/Menhut- II/2004, Direktur Jenderal Bina

SALINAN. KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI KEHUTANAN Nomor : SK.69/VI-BPHA/2007

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN J A K A R T A : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.352/Menhut-II/2004

Membaca. Menimbang. f. bahwa.

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 6886/Kpts-II/2002 TENTANG

~ 2 ~ C:\Documents and Settings\BAHAN WEB\Per-UU\NSPK hilang Agustus1.rtf

2 ekonomi biaya tinggi sebagaimana hasil kajian Komisi Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, perlu pengaturan kembali mengenai Inventarisasi Hutan Menyelu

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.33/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR. P.47/Menhut -II/2010 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR NOMOR: 09 TAHUN 2002 T E N T A N G IZIN KHUSUS PENEBANGAN JENIS KAYU ULIN GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI KEHUTANAN Nomor : SK.254/VI-BPHA/2007 TENTANG

Memperhatikan : MEMUTUSKAN. Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN,

2 Pada Kementerian Kehutanan, Peraturan Menteri Kehutanan sebagaimana huruf b, perlu disempurnakan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dima

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI TANAH DATAR PROPINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG

Transkripsi:

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA DAN PROSEDUR PEMBERIAN IZIN PEMASUKAN DAN PENGGUNAAN PERALATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 50 ayat (3) Peraturan Daerah Khusus Provinsi Papua Nomor 21 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Hutan Berkelanjutan di Provinsi Papua, perlu diatur mengenai Tata Cara Dan Prosedur Pemberian Izin Peralatan Pemanfaatan Hasil Hutan; b. bahwa berdasarkan Pasal 7 ayat (2) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.53/Menhut-II/2009 Tentang Pemasukan dan Penggunaan Alat Untuk Kegiatan Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Atau Izin Pemanfaatan Kayu, tata cara, persyaratan, penilaian permohonan izin pemasukan dan penggunaan peralatan, diatur oleh Gubernur dengan mengacu pada norma, standar, prosedur dan kriteria yang ditetapkan oleh Menteri; c. bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Gubernur Papua tentang Tata Cara Dan Prosedur Pemberian Izin Pemasukan Dan Penggunaan Peralatan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1969 tentang Pembentukan Propinsi Otonom Irian Barat dan Kabupaten-kabupaten Otonom di Propinsi Irian Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2907); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4412); 4. Undang-Undang.../2

- 2-4. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4151) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 (Lembaran Negara Tahun Republik Indonesis Tahun 2008 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4884) ; 5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53,Tambahan Lembaran Negara, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4452); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4453); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4696) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4814); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 12. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.53/Menhut-II/2009 Tentang Pemasukan dan Penggunaan Alat Untuk Kegiatan Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Atau Izin Pemanfaatan Kayu; 13. Peraturan Daerah Khusus Provinsi Papua Nomor 21 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Di Provinsi Papua (Lembaran Daerah Provinsi Papua Tahun 2008 Nomor 21). MEMUTUSKAN.../3

- 3 - M E M U T U S K A N : Menetapakan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG TATA CARA DAN PROSEDUR PEMBERIAN IZIN PEMASUKAN DAN PENGGUNAAN PERALATAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan : 1. Gubernur ialah Gubernur Papua; 2. Bupati/ Walikota ialah Bupati/Walikota se Provinsi Papua; 3. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang pemanfaatan hutan pada Kementerian Kehutanan Republik Indonesia; 4. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi Papua dan atau Pemerintah Kabupaten/ Kota se Provinsi Papua; 5. Dinas Provinsi adalah Dinas yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan; 6. Dinas Kabupaten/Kota adalah Dinas yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan; 7. Balai adalah Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kehutanan Republik Indonesia yang diserahi tugas dan tanggung jawab memantau kegiatan pemanfaatan hasil hutan di Provinsi Papua; 8. Izin Usaha Pemanfataan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam yang selanjutnya disebut IUPHHK-HA adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu pada hutan alam pada hutan produksi melalui kegiatan pemanenan atau penebangan, pengayaan, pemeliharaan dan pemasaran; 9. Izin Usaha Pemanfataan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman yang selanjutnya disebut IUPHHK-HT adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu pada hutan tanaman pada hutan produksi melalui kegiatan pemanenan atau penebangan, pengayaan, pemeliharaan dan pemasaran; 10. Izin Pemanfaatan Kayu, selanjutnya disebut IPK adalah izin untuk memanfaatkan hasil hutan kayu dan/atau bukan kayu dari kawasan hutan produksi yang dikonversi, penggunaan kawasan hutan produksi atau hutan lindung dengan status pinjam pakai, tukar-menukar dan dari areal penggunaan lain (APL) yang telah diberikan izin penggunaan lahan; 11. Izin pemasukan dan penggunaan peralatan adalah izin peralatan yang akan dimasukkan dan digunakan dalam areal kerja IUPHHK-HA atau IPK atau hasil lelang; 12. Peralatan pemanfaatan hasil hutan adalah peralatan yang digunakan untuk menebang, menyarad, bongkar muat, serta pembangunan jalan angkutan dalam kegiatan pemanfaatan hasil hutan; 13. Izin pemasukan dan penggunaan peralatan adalah izin peralatan yang akan dimasukan dan digunakan dalam areal kerja IUPHHK-HA atau IPK atau hasil lelang; 14. Pemegang izin usaha pemanfaatan hutan adalah badan usaha yang diberi IUPHHK dan bukan kayu pada hutan alam atau hutan tanaman dan/atau IPK. BAB.../4

- 4 - BAB II JENIS PERALATAN DAN JENIS IZIN PERALATAN Bagian Kesatu Jenis Peralatan Pasal 2 Jenis peralatan yang harus mendapatkan izin untuk kegiatan IUPHHK pada hutan alam atau hutan tanaman kegiatan IPK atau pemenang lelang, yaitu: a. traktor, grader, dump-truck, shovel, skidder, excavator, skyline, log-loader, logging truck, crane, lokomotif dan helikopter; dan b. alat yang digunakan untuk menebang, memotong atau membelah pohon seperti gergaji rantai (chainsaw). Bagian Kedua Jenis Izin Peralatan Pasal 3 Jenis izin peralatan berupa : a. izin pemasukan dan penggunaan peralatan; b. perpanjangan izin penggunaan peralatan; dan c. izin pemindahan peralatan. BAB III PERSYARATAN DAN TATA CARA PERMOHONAN IZIN PERALATAN Bagian Kesatu Izin Pemasukan dan Penggunaan Peralatan Pasal 4 (1) Persyaratan permohonan izin pemasukan dan penggunaan peralatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, yaitu : a. surat Keputusan tentang pemberian IPK atau IUPHHK/BK dari pejabat yang berwenang; b. surat keterangan asal usul alat yang dibuktikan dengan invoice/faktur pembelian peralatan apabila peralatan tersebut milik sendiri atau bukti surat keterangan sewa menyewa atau pinjaman apabila peralatan tersebut bukan milik sendiri; c. pertimbangan teknis dari Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang berisi jenis alat, jumlah alat, spesifikasi alat (nomor chasis, nomor mesin, tahun pembuatan) dan hasil pertimbangan kebutuhan optimal peralatan; dan d. bukti pelunasan semua kewajiban pembayaran PSDH dan DR berupa surat keterangan bebas tunggakan dari bidang yang menangani urusan produksi dan peredaran hasil hutan. (2) Bagi pemegang IPK baru, persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, tidak diberlakukan. (3) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak lengkap, Kepala Dinas Provinsi mengembalikan permohonan untuk dilengkapi. Pasal 5 (1) Permohonan Izin Pemasukan dan Penggunaan Peralatan dan kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, diajukan oleh pemohon kepada Gubernur cq. Kepala Dinas Provinsi dengan tembusan kepada : a. Direktur Jenderal.; b. Kepala Dinas Kabupaten/Kota; dan c. Kepala Balai. (2) Kepala.../5

- 5 - (2) Kepala Dinas Provinsi melakukan penilaian pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan perhitungan kebutuhan optimal peralatan, dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan. (3) Dalam jangka waktu penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemohon melengkapi persyaratan administrasi yang belum terpenuhi. (4) Kepala Dinas Kabupaten/Kota dalam waktu 5 (lima) hari sejak diterimanya tembusan permohonan, menyampaikan pertimbangan teknis pemasukan dan penggunaan peralatan kepada Kepala Dinas Provinsi. (5) Kepala Dinas Provinsi dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya pertimbangan teknis izin pemasukan dan penggunaan peralatan, dengan salinannya disampaikan kepada : a. Direktur Jenderal; b. Kepala Dinas Kabupaten/Kota; dan c. Kepala Balai. (6)Perhitungan kebutuhan optimal peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpedoman pada ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Gubernur ini. Pasal 6 (1) Jangka waktu izin pemasukan dan penggunaan peralatan pada IUPHHK berlaku paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang. (2) Jangka waktu izin pemasukan dan penggunaan peralatan pada IPK berlaku paling lama 1 (satu) tahun dan berakhir pada saat keputusan IPK berakhir. (3) Dalam hal masih ada kegiatan pengangkutan hasil tebangan IPK, izin pemasukan dan penggunaan peralatan dapat diperpanjang oleh Kepala Dinas Provinsi sesuai kebutuhan pengangkutan. (4) Peralatan pada IPK tidak dapat dipindahkan keluar dari lokasi kegiatan selama jangka waktu izin. Pasal 7 (1) Paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak menerima salinan keputusan pemberian Izin pemasukan dan penggunaan peralatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, pemegang izin harus melaporkan kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota bahwa peralatan telah dimasukkan ke dalam areal kerjanya. (2) Kepala Dinas Kabupaten/Kota membentuk tim untuk memeriksa jumlah dan jenis peralatan yang telah dimasukkan dan hasilnya dituangkan dalam Berita Acara Hasil Pemeriksaan. (3) Berita Acara Hasil Pemeriksaan Pemasukan Peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaporkan oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota kepada Gubernur c.q. Kepala Dinas Provinsi. (4) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ternyata jumlah maupun jenis peralatan yang dimasukkan lebih besar dan atau tidak sesuai dengan yang tertera dalam izin, maka kelebihan peralatan tersebut dikeluarkan dari areal kerja pemegang izin, disertai dengan Berita Acara yang diketahui oleh kepala Dinas Kabupaten/Kota. (5) Dalam hal ketidaksesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menyangkut spesifikasi (nomor chasis, nomor mesin, tahun pembuatan), pemohon mengajukan revisi kepada Gubernur cq. Kepala Dinas Provinsi dan Kepala Dinas Provinsi menerbitkan Keputusan Revisi Izin Pemasukan dan Penggunaan Peralatan. (6) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ternyata jumlah maupun jenis peralatan yang dimasukkan kurang dari yang tertera dalam izin, maka izin pemasukan dan penggunaan peralatan dapat tetap diberlakukan. Bagian.../6

- 6 - Bagian Kedua Perpanjangan Izin Penggunaan Peralatan Pasal 8 (1) Perpanjangan izin penggunaan peralatan diberikan oleh Kepala Dinas Provinsi. (2) Permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh pemohon kepada Kepala Dinas Provinsi selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum izin berakhir dengan tembusan kepada : a. Gubernur; b. Direktur Jenderal; c. Kepala Dinas Kabupaten/Kota; dan d. Kepala Balai. (3) Permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi dengan: a. keputusan IPK atau rencana kerja tahunan bagi IUPHHK; b. keputusan tentang pemberian izin pemasukan dan penggunaan peralatan; c. berita acara pemeriksaan tentang stock kayu bulat; dan d. bukti pelunasan semua kewajiban pembayaran PSDH dan DR. Pasal 9 (1) Kepala Dinas Provinsi memberikan keputusan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dengan terlebih dahulu melakukan pemeriksaan lapangan yang menyangkut jenis, jumlah dan spesifikasi peralatan dan dituangkan dalam berita acara pemeriksaan. (2) Dalam hal spesifikasi alat telah berubah seperti nomor chasis dan nomor mesin sebagai akibat adanya perbaikan atau rekondisi peralatan dan bukan pemasukan peralatan baru, perpanjangan izin dapat diberikan. (3) Dalam hal ditemukan alat yang spesifikasinya berbeda atau jumlahnya melebihi dari izin yang diberikan oleh Kepala Dinas Provinsi, dibuat berita acara pengeluaran peralatan. (4) Salinan Keputusan Perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada : a. Gubernur; b. Direktur Jenderal; c. Kepala Dinas Kabupaten/Kota; dan d. Kepala Balai. Bagian Ketiga Izin Pemindahan Peralatan Pasal 10 (1) Dalam hal peralatan pemanfaatan hasil hutan akan digunakan diluar areal izin, maka pemegang izin wajib mendapatkan izin dari Kepala Dinas Provinsi. (2) Dalam hal peralatan yang telah diberi izin oleh Kepala Dinas Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) atau perpanjangan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) akan digunakan untuk keperluan diluar kegiatan IPK atau usaha pemanfaatan hutan seperti penanggulangan bencana alam, dapat dilaksanakan berdasarkan permohonan Pemerintah Daerah kepada pemegang izin dan dituangkan dalam berita acara penggunaan peralatan yang diketahui oleh Kepala Dinas Provinsi. (3) Dalam.../7

- 7 - (3) Dalam hal peralatan yang telah diberi izin oleh Kepala Dinas Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) atau perpanjangan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) berakhir, maka pemegang izin harus mengajukan permohonan sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur ini. (4) Peralatan pemanfaatan hasil hutan yang akan dipergunakan diluar areal izin dan masih dalam kawasan hutan wajib mendapat izin dari Kepala Dinas Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 7. (5) Peralatan pemanfaatan hasil hutan yang akan dipergunakan diluar areal izin dan berada diluar kawasan hutan setelah masa berlaku izin peralatan berakhir, maka pemegang izin wajib membuat berita acara pemindahan peralatan dan dilaporkan kepada Kepala Dinas Provinsi dengan tembusan Kepala Dinas Kabupaten/Kota. Bagian Keempat Penggunaan Gergaji Rantai Pasal 11 (1) Pemegang IPK dan Izin Usaha Pemanfaatan Hutan wajib mendaftarkan gergaji rantai miliknya kepada Dinas Kabupaten/ Kota setempat. (2) Dinas Kabupaten/ Kota wajib mencatat data kepemilikan gergaji rantai dan memberikan surat tanda pendaftaran lama 5 (lima) hari kerja setelah diterimanya pendaftaran. BAB IV PENGHAPUSAN PERALATAN Pasal 12 (1) Setiap peralatan yang rusak dan tidak dipergunakan lagi dalam kegiatan IPK dan izin usaha pemanfaatan hutan di dalam kawasan hutan harus dibuatkan berita acara pemeriksaan oleh pemegang izin dan ditandatangani oleh kepala cabang/ manager camp dan diajukan kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Dinas Provinsi untuk proses penghapusan. (2) Dinas Kabupaten/Kota melakukan evaluasi lapangan dan menerbitkan keputusan penghapusan peralatan. (3) Dalam hal pemegang izin mengajukan permohonan penggantian alat yang rusak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), keputusan Kepala Dinas Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilampirkan dalam permohonan pemasukan dan penggunaan peralatan. BAB V KEWAJIBAN DAN LARANGAN Pasal 13 (1) Pemegang izin pemasukan dan penggunaan peralatan pemanfaatan hasil hutan wajib : a. membuat dan menyampaikan laporan penggunaan peralalatan pemanfaatan hasil hutan secara periodik kepada Gubernur dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Dinas Provinsi, Kepala Dinas Kabupaten/Kota dan Kepala Balai; b. menjalankan praktek keselamatan kerja bagi operator peralatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan c. mencegah terjadinya pencemaran lingkungan akibat pembuangan limbah operasional peralatan. (2) Pemegang.../8

- 8 - (3) Pemegang izin pemasukan dan penggunaan peralatan dilarang menggunakan peralatan pemanfaatan hasil hutan untuk kegiatan di luar areal izin tanpa diketahui oleh pejabat yang berwenang. BAB VI HAPUSNYA IZIN Pasal 14 Izin pemasukan dan penggunaan peralatan hapus karena : a. masa berlakunya telah berakhir; b. diserahkan kembali kepada pemberi izin sebelum masa berlakunya berakhir; dan c. dicabut karena pemegang izin melanggar ketentuan peraturan perizinan peralatan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VII PENGENDALIAN Pasal 15 (1) Gubernur melakukan pengendalian terhadap pemasukan dan penggunaan peralatan, pemindahan dan penghapusan peralatan. (2) Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan oleh Dinas Provinsi, Dinas Kabupaten dan Balai dan secara bertahap mengaplikasikan Sistem Informasi Manajemen (SIM) perizinan peralatan. BAB VIII SANKSI Pasal 16 (1) Pemegang izin dikenakan sanksi adminstrasi berupa penghentian pelayanan administrasi apabila tidak membuat dan melaporkan penggunaan peralatan secara periodik. (2) Pemegang izin dikenakan sanksi adminstrasi berupa penghentian sementara kegiatan di lapangan apabila alat yang dimasukan tidak sesuai spesifikasinya atau jumlahnya melebihi dari izin yang diberikan. (3) Pemegang izin yang melakukan pencemaran lingkungan dengan membuang limbah penggunaan peralatan di dalam kawasan hutan dikenakan sanksi pidana sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup. (4) Pemegang IPK yang memasukkan dan menggunakan peralatan tanpa izin ke dalam kawasan hutan dikenakan sanksi pidana sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan. BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 17 Pada saat mulai berlakunya Peraturan Gubernur ini, izin pemasukan dan penggunaan peralatan yang telah diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum ditetapkannya Peraturan Gubernur ini tetap berlaku sampai dengan berakhirnya masa berlaku izin. BAB.../9

- 9 - BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 18 Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Papua. Dindangkan di Jayapura Pada Tanggal 19 November Tahun 2010 SEKRETARIS DAERAH PROVINSI PAPUA CAP/TTD Drh.CONSTANT KARMA BERITA DAERAH PROVINSI PAPUA TAHUN 2010 NOMOR 19 Ditetapkan di Jayapura pada tanggal 19 November 2010 GUBERNUR PAPUA CAP/TTD BARNABAS SUEBU,SH Untuk salinan yang sah sesuai Dengan yang asli SEKRETARIS DAERAH PROVINSI PAPUA Drh.CONSTANT KARMA SALINAN Peraturan Gubernur ini disampaikan kepada Yth : 1. Menteri Dalam Negeri RI di Jakarta; 2. Menteri Kehutanan RI di Jakarta; 3. Direktur Jenderal PUMDA Kementerian Dalam Negeri di Jakarta; 4. Ketua DPRP Provinsi Papua di Jayapura; 5. Ketua BAPPEDA Provinsi Papua di Jayapura; 6. Kepala Inspektorat Provinsi Papua di Jayapura; 7. Kepala Dinas Kehutanan dan Konservasi Provinsi Papua di Jayapura; 8. Para Pimpinan Instansi di Lingkungan Pemerintah Provinsi Papua; 9. Bupati/Walikota se Provinsi Papua.

Lampiran Peraturan Gubernur Papua Nomor : 19 Tahun 2010 Tanggal : 19 November 2010 PEDOMAN PERHITUNGAN KEBUTUHAN OPTIMAL ALAT-ALAT BERAT A. Jenis peralatan berat yang perlu dilakukan perhitungan sebagai dasar dalam pemberian izin adalah alat sarad (traktor/bulldozer), alat angkut (logging truck), alat muat (loader/wheel loader/track loader), excavator dan lokomotif. B. Cara perhitungan masing-masing alat berat adalah sebagai berikut: 1. Traktor Cara penetapan dan perhitungannya sebagai berikut : JPT (m3/th) Traktor = ---------------------------------------------------------------- =... Unit 12 bln x Hari kerja/bln x Trip/hari x Kp (M3/Trip/Unit) Keterangan : - Jatah Produksi Tahunan (JPT) ditetapkan dari Rencana Kerja Tahunan (RKT) atau Bagan Kerja (BKT) pada tahun berjalan dan disahkan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi. - Hari Kerja/bulan = Jumlah hari kerja efektif traktor beroperasi dalam waktu 1 (satu) bulan setelah dikurangi jumlah hari hujan, perbaikan kerusakan alat, libur kerja maka ditetapkan sebesar rata-rata 15 hari kerja/bulan. - Trip/hari = Gerakan traktor pada waktu menarik kayu dari tempat penebangan sampai ke tempat pengumpulan sementara/landing, ditetapkan rata-rata 7 (tujuh) kali dalam 1 (satu) hari. - Kp = Kapasitas traktor (M3/Trip/Unit). Diperkirakan 1 trip traktor dapat mengangkut 1 batang log; 1 batang log = ± 5 M3/trip/unit. 2. Logging Truck Cara penetapan dan perhitungannya sebagai berikut : JPT (m3/th) Logging Truck = ----------------------------------------------------------------- =...Unit 12 bln x Hari kerja/bln x Trip/hari x Kp (M3/Trip/Unit) Keterangan : - Hari Kerja/bulan = Jumlah hari kerja efektif logging truck beroperasi dalam waktu 1 (satu) bulan setelah dikurangi jumlah hari hujan, perbaikan kerusakan alat, libur kerja maka ditetapkan sebesar rata-rata 15 hari kerja/bulan. - Trip/hari = Gerakan logging truck pada waktu mengangkut kayu dari tempat penebangan sampai ke tempat pengumpulan sementara/landing, ditetapkan rata-rata 7 (tujuh) kali dalam 1 (satu) hari. - Kp = Kapasitas logging truck (M3/Trip/Unit). o 1 (satu) logging truck trailer = 31-60 M3/unit (sesuai kapasitas terpasang merk alat berat yang digunakan). o 1 (satu) logging truck engkel = 10-30 M3/unit (sesuai kapasitas terpasang merk alat berat yang digunakan). 3. Wheel loader/track loader Cara penetapan dan perhitungannya sebagai berikut : JPT (m3/th) WL = ------------------------------------------------------------------------ =... Unit 12 bln x Hari kerja/bln x Jam/hari x Kp (M3/Jam/Unit) Keterangan : - HariKerja/bulan = Jumlah hari kerja efektif wheel loader/tracl loader beroperasi dalam waktu 1 (satu) bulan setelah dikurangi jumlah hari hujan, perbaikan kerusakan alat, libur kerja maka ditetapkan sebesar rata-rata 15 hari kerja/bulan. - Jam.../2

- 2 - - Jam/hari = Waktu pergerakan wheel loader/track loader dalam pemuatan kayu ke alat angkut, ditetapkan rata-rata 8 jam/hari. - Kp = Kapasitas wheel loader/track loader dalam hal ini ditetapkan 10 M3 per jam per unit. 4. Excavator Cara penetapan dan perhitungannya adalah sebagai berikut : JPT (m3/th) Exca = ---------------------------------------------------------------------- =... Unit 12 bln x Hari kerja/bln x Jam/hari x Kp (M3/Jam/Unit) Keterangan : - Hari Kerja/bulan = Jumlah hari kerja excavator beroperasi dalam waktu 1 (satu) bulan setelah dikurangi jumlah hari hujan, perbaikan kerusakan alat, libur kerja maka ditetapkan sebesar rata-rata 15 hari kerja/bulan. - Jam/hari = Pergerakan excavator dalam pemuatan/pemindahan kayu ke atas alat angkut ditetapkan rata-rata 8 jam/hari. - Kp = Kapasitas excavator dalam pemuatan dalam hal ini diperhitungkan sebesar 10 m3/jam/unit. 5. Lokomotif Cara penetapan dan perhitungannya adalah sebagai berikut : JPT (m3/th) Loko = ---------------------------------------------------------------------- =... Unit 12 bln x Hari kerja/bln x Trip/hari x Kp (M3/Trip/Unit) Keterangan : - Hari Kerja/bulan = Jumlah hari kerja lokomotif beroperasi dalam waktu 1 (satu) bulan setelah dikurangi jumlah hari hujan, perbaikan kerusakan alat, libur kerja maka ditetapkan sebesar rata-rata 15 hari kerja/bulan. - Trip/hari = Pergerakan lokomotif dalam pengangkutan kayu setiap hari, diperhitungkan rata-rata 5 trip/hari. - Kp = Kapasitas lokomotif dalam pengangkutan kayu diperhitungkan sebesar 50 m3/trip/unit. GUBERNUR PAPUA, CAP/TTD BARNABAS SUEBU, SH Untuk salinan yang sah sesuai Dengan yang asli SEKRETARIS DAERAH PROVINSI PAPUA Drh.CONSTANT KARMA

Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth. : 1. Menteri Kehutanan di Jakarta; 2. Bupati/Walikota seluruh Papua di Tempat; 3. Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua di Jayapura; 4. Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang Kehutanan di daerah Kabupaten/Kota di Tempat; 5. Kepala Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi Wilayah XVII di Jayapura.