Menata Peta Perbankan Nasional

dokumen-dokumen yang mirip
Banking Weekly Hotlist (17 Juli 21 Juli 2017)

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 6 /POJK.03/2016 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN JARINGAN KANTOR BERDASARKAN MODAL INTI BANK

DAFTAR PERTANYAAN PAPARAN PUBLIK INVESTOR SUMMIT AND CAPITAL MARKET EXPO 2014 TANGGAL 17 SEPTEMBER 2014 PT BANK MANDIRI PERSERO TBK

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/26/PBI/2012 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN JARINGAN KANTOR BERDASARKAN MODAL INTI BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. membawa kehancuran bagi perekonomian negara Indonesia serta akibatnya sangat

- 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 8 /PBI/2012 TENTANG KEPEMILIKAN SAHAM BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/26/PBI/2012 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN JARINGAN KANTOR BERDASARKAN MODAL INTI BANK

Banking Weekly Hotlist (24 Juli 28 Juli 2017)

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan syariah telah berkembang begitu pesat di Indonesia dengan

BAB I PENDAHULUAN. bank diharapkan menjadi salah satu sektor yang berperan aktif dalam

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Dr. Harry Azhar Azis, MA. WAKIL KETUA KOMISI XI DPR RI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Roadmap Keuangan Syariah Indonesia

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II DESKRIPSI PT BANK INDEX SELINDO

Boks 3 Memperkuat Daya Saing dan Kelembagaan Bank Pembangunan Daerah

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/24/PBI/2012 TAHUN 2012 TENTANG KEPEMILIKAN TUNGGAL PADA PERBANKAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

Menjaga Stabilitas Keuangan di Tengah Berlanjutnya Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 14/ 24 /PBI/2012 TENTANG KEPEMILIKAN TUNGGAL PADA PERBANKAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan bisnis yang semakin ketat persaingannya belakangan ini

BAB IV GAMBARAN UMUM. 51% harus dikuasai oleh pemerintah (Wikipedia, 2017). Persero

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini Indonesia memiliki dua jenis lembaga perbankan, yaitu perbankan

BAB I PENDAHULUAN telah menembus angka 6,6 % pada bulan November, dan diperkirakan akan

BAB I PENDAHULUAN. investasi maupun modal kerja. Perkembangan yang pesat tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, banyak bank konvensional yang bermasalah akibat negative spread,

BAB I PENDAHULUAN. mengidentifikasi kondisi perusahaan. keuangan perusahaan selama ini, antara lain : Metode Rasio Keuangan,

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN

Memperkuat Stabilitas Sistem Keuangan di Tengah Dinamika Tantangan Global dan Domestik

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang

Digital Banking: Meningkatkan Akses dan Pelayanan. Digitalisasi, Pengembangan Perbankan Masa Mendatang. Mewaspadai Penurunan Kredit dan Lonjakan NPL

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 6/ 9 /PBI/2004 TENTANG TINDAK LANJUT PENGAWASAN DAN PENETAPAN STATUS BANK GUBERNUR BANK INDONESIA,

KEYNOTE SPEECH Diskusi dan Peluncuran Buku Inovasi 17 Bank

Roadmap Perbankan Syariah Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 2 /PBI/2011 TENTANG PELAKSANAAN FUNGSI KEPATUHAN BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Sambutan Utama. Gubernur Agus D.W. Martowardojo. Pada Seminar Internasional IFSB. Meningkatkan Keuangan Inklusif melalui Keuangan Islam

BAB 21 PENINGKATAN PENGELOLAAN BUMN

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

BAB I PENDAHULUAN. GAMBAR 1.1 LOGO PT. BANK CIMB NIAGA TBK. Sumber :

Para Direktur Kepatuhan Perbankan dan Pimpinan Perbankan lainnya;

Banking Weekly Hotlist (10 Juli 14 Juli 2017)

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan dengan permodalan yang masih tergolong tinggi seperti pada CAR yang berada

BAB 21 PENINGKATAN PENGELOLAAN BUMN

No Pembiayaan OJK selain bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara juga berasal dari Pungutan dari Pihak. Sebagai pelaksanaan dari

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

ANALISA INDUSTRI PERBANKAN INDONESIA 2012

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 2/ 27 /PBI/2000 TENTANG BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

No. 15/6/DPNP Jakarta, 8 Maret 2013 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan perekonomian suatu negara tidak terlepas dari peran perbankan dan

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 56 /POJK.03/2016 TENTANG KEPEMILIKAN SAHAM BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2015 ANALISIS KINERJA KEUANGAN BANK SETELAH MERGER BERD ASARKAN FORMULA CAMEL

Peresmian Forum Sistem Pembayaran Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Syariah Berdasarkan Modal Inti, maka perbankan diharuskan untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pendapatan yang merata. Namun, dalam

NAIK LAGI, UTANG PEMERINTAH RI KINI RP 3.323,36 TRILIUN

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sebuah bank di Indonesia perlu diperhatikan oleh pemerintah agar tidak merugikan

BAB I PENDAHULUAN. signifikan, hal ini ditandai dengan diterbitkannya paket-paket deregulasi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu negara. Hal ini tercermin pada fungsi perbankan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia dengan nama Citibank N.A (National Association). Citibank

BAB I PENDAHULUAN. waktu Pada pertengahan tahun 1997, industri perbankan akhirnya

Konsolidasi Bukan Basa-Basi. Mengoptimalkan Kinerja Perbankan Sumut Agar Tak Berlarut dan Makan Biaya. Nita Ernawati: Raden Pardede

BAB I PENDAHULUAN. (Pakto 88), menjadi 240 bank pada tahun Sedangkan Bank

- 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/2/PBI/2013 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM KONVENSIONAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dua nasabah yang berbeda, satu pihak merupakan nasabah yang

BAB I PENDAHULUAN. dan lainnya (Hanafi dan Halim, 2009). Sedangkan kinerja keuangan bank dapat

BAB I PENDAHULUAN. kembali dalam bentuk kredit. Artinya, bank memiliki fungsi sebagai lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Sektor perekonomian adalah salah satu sektor yang menjadi fokus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK

BAB I PENDAHULUAN hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka

BAB I PENDAHULUAN. uang giral serta sistem organisasinya. Lembaga keuangan dibagi menjadi lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Pengambilan keputusan strategis sangat bergantung pada hasil analisis yang

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

No.12/ 27 /DPNP Jakarta, 25 Oktober 2010 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA. Perihal : Rencana Bisnis Bank Umum

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 45 /POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA DALAM PEMBERIAN REMUNERASI BAGI BANK UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di suatu negara sangat bergantung kepada

BAB I PENDAHULUAN. menggemparkan dunia. Krisis keuangan ini telah berkembang menjadi masalah

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan

Risk Based Bank Rating (RBBR) Tantangan Perbankan Menangani Krisis Global

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam perekonomian suatu negara,

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN. Kegiatan jual beli saham dan obligasi dimulai pada abad-19. Menurut

Banking Weekly Hotlist (21 Agustus 25 Agustus 2017)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Bernavigasi melewati Kerentanan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang

Transkripsi:

Raden Pardede No.106 l Tahun XXX l Maret-April 2013 Menata Peta Perbankan Nasional Felia Salim: Perbankan Kita Punya Nilai Tambah IBEX 2013: Hitung Mundur Masyarakat Ekonomi ASEAN Ekspektasi Beleid Transparansi

a Segenap Pengurus dan Anggota PERBANAS Mengucapkan Selamat & Sukses atas terpilihnya Bpk. Agus Martowardojo Sebagai Gubernur Bank Indonesia Periode 2013-2018 a

Dari Redaksi PENERBIT Perhimpunan Bank-Bank Nasional (Perbanas) PELINDUNG Pengurus Pusat Perbanas PEMIMPIN REDAKSI Danny Hartono, Wakil Sekretaris Jenderal Perbanas WAKIL PEMIMPIN REDAKSI Rita Mirasari, Ketua Bidang Humas Perbanas REDAKTUR PELAKSANA Eri Unanto SIRKULASI Wara Sri Indriani Adrian Burhan KONSULTAN Infobank Communication Redaksi menerima tulisan dari pihak luar. Panjang tulisan 3.000 6.500 karakter. TARIF IKLAN Cover Depan dalam dan belakang dalam/luar berwarna 1 halaman: Rp5.000.000,00 Isi 1 halaman: Rp4.000.000,00 ½ halaman: Rp2.000.000,00 Probank menerima pemasangan iklan dalam bentuk laporan keuangan, display produk, dan suplemen profil perusahaan. ALAMAT REDAKSI/IKLAN Griya Perbanas Lantai 1 Jalan Perbanas, Karet Kuningan Setiabudi, Jakarta 12940 Telepon: (021) 5255731,5223038 Faksimile: (021) 5223037, 5223339 website: www.perbanas.org e-mail: sekretariat@perbanas.org IZIN PENERBITAN KHUSUS MENPEN No. 1882/SK/DITJEN PPG/ STT/1993, 2 September 1993 ISSN: 0854-4174 Melepas Saham Pada tiap kesempatan, Bank Indonesia (BI) senantiasa menekankan pentingnya pelaku bisnis perbankan memperkuat modalnya guna memperkuat daya saing sekaligus daya jelajah (ekspansi) bisnis mereka ke depan. Belakangan, upaya konkret makin terasa kontekstual ketika pengimplementasian pasar bebas ASEAN makin dekat (pada 2015). Sebagai langkah antisipatif sekaligus menandaskan upaya strategis tersebut, berbagai kebijakan pun digulirkan BI. Salah satu aturan yang lekat dengan penguatan permodalan bagi bank yaitu Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 14/26/PBI/2012 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank. Beleid itu dikeluarkan BI sekitar sebulan setelah acara Bankers Dinner yang dihelat November tahun lalu. PBI tersebut efektif berlaku mulai 2 Januari 2013. Melalui beleid dimaksud, bank sentral terus melecut dan menyuarakan pentingnya perbankan memperkuat modalnya agar dapat memperluas jaringan dan mengembangkan layanan bisnisnya secara lebih variatif. Pada praktiknya kemudian, BI membagi bank ke dalam empat kategori bank umum berdasarkan kegiatan usaha (BUKU). BUKU 1 yaitu bank dengan modal di atas Rp100 miliar-rp1 triliun; BUKU 2 modal Rp1 triliun-rp5 triliun; BUKU 3 modal Rp5 triliun-rp30 triliun; dan BUKU 4 modal di atas Rp30 triliun. Nah, untuk memenuhi kategori-kategori dimaksud, sederet opsi seperti halnya merger, akuisisi, penerbitan obligasi korporasi, dan/atau pelepasan saham ke publik pun santer didengungkan pemangku otoritas perbankan. Sebagai respons positif, sejumlah bank belakangan mulai beraksi menerjemahkan seruan bank sentral. Mereka berani mengambil langkah maju dengan melepas sahamnya melalui mekanisme di lantai bursa. Sebut saja Bank Mestika Dharma, Bank National Nobu, dan menyusul kemudian pada medio April lalu, Bank Muamalat dan Bank Mitraniaga. Sekadar informasi, dua bank yang disebut terakhir kabarnya berniat melepas sahamnya hingga di atas 10%. Bursa Efek Indonesia (BEI) mengungkapkan, aksi sejumlah bank tersebut merupakan reaksi positif terhadap beleid BI di atas. Hingga saat ini, sudah 32 bank terdaftar sebagai emiten. Jumlah itu belum termasuk empat bank yang disebutkan di atas. Pihak BEI menargetkan, tiap tahun setidaknya 20 emiten baru (dari berbagai sektor bisnis) masuk sebagai anggotanya. Di lain pihak, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) belakangan juga rajin melakukan sosialisasi tentang pentingnya pelaku bisnis keuangan, khususnya perbankan (kelas menengah), turut meramaikan pasar saham di Tanah Air melalui penawaran saham perdana. Bahkan, pihak OJK dan BEI bertekad memberikan kemudahan bagi pelaku bisnis di industri perbankan maupun keuangan agar dapat melenggang mulus di lantai bursa. Sebagai langkah konkretnya, OJK kini tengah mencari pola yang paling sederhana dengan tetap dibarengi kehati-hatian dan tanpa mengorbankan faktor keamanan untuk mengakomodasi kebutuhan pelaku bisnis perbankan yang berminat menjadi emiten di BEI. Melalui terobosan tersebut, diharapkan jumlah emiten dari sektor perbankan kian bertambah. Dengan begitu, bank-bank yang melepas sahamnya di bursa pun akan mendapatkan suntikan modal segar dari masyarakat dan bisa berekspansi sesuai dengan kapasitas modal inti masing-masing seperti halnya yang diatur bank sentral. Dus, yang lebih penting lagi, ketika kepemilikan saham bank juga dikantongi publik, pengelolaan bisnis bank di Tanah Air juga kian mantap dan transparan. Alhasil, prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik pun dapat menemukan hakikat yang sebenarnya dalam praktik keseharian bisnis perbankan di republik ini. No. 106 Tahun XXX Maret-April 2013 l PROBANK 1

Daftar Isi Dari Redaksi...1 Perbanas Utama Titah Menggenjot Modal...3 Pengaturan perbankan ke dalam BUKU menuntut bankbank untuk gencar memperbesar modal. Makin besar modal, makin luas ruang ekspansi bagi bank umum. Kini banyak bank kecil yang mencoba naik kelas dengan meningkatkan modalnya. Seperti apa upaya bank menambah modalnya? Antara Dua Pilihan...6 Melampaui Kemustahilan?...8 Liputan Khusus Kuda-Kuda Alih Pengawasan...18 Pengawasan perbankan akan beralih ke OJK pada awal 2014. Agar tidak terjadi guncangan dan beban biaya, perlu disiapkan strategi pengalihan yang matang Menghapus Grey Area...20 Kinerja Dalam Koridor Positif...22 Aktualita Transformer Tembok Thamrin...10 Banyak harapan muncul seiring dengan pelantikan Agus Martowardojo sebagai Gubernur BI periode 2013 2018. Sepak terjang bank sentral pascaterbentuknya OJK tinggal menunggu aba-aba sang komandan. Regulasi Ekspektasi Beleid Transparansi...24 Bank sentral terus menyuarakan agar perbankan lebih transparan menyangkut suku bunga dasar kredit, khususnya untuk segmen mikro. Ekspektasinya, suku bunga kredit mikro menjadi lebih murah dan kompetitif bagi debitor. Internasional Prioritas Gajah Putih...26 IBEX 2013: Hitung Mundur Masyarakat Ekonomi ASEAN...12 Profil Felia Salim: Perbankan Kita Punya Nilai Tambah...14 Suplemen Piutang yang Nyata-Nyata Tidak dapat Ditagih Bank Bukopin...7 PaninBank 2009...11 Bank Syariah Mandiri...17 PaninBank 2010...19 PaninBank 2011...25 Bank Mestika...27 Bank Jatim...28 2 PROBANK l No. 106 Tahun XXX Maret-April 2013

Perbanas Utama Titah Menggenjot Modal Pengaturan perbankan ke dalam BUKU menuntut bank-bank untuk gencar memperbesar modal. Makin besar modal, makin luas ruang ekspansi bagi bank umum. Kini banyak bank kecil yang mencoba naik kelas dengan meningkatkan modalnya. Seperti apa upaya bank menambah modalnya? Kebijakan bank umum berdasarkan kegiatan usaha (BUKU) yang digulirkan regulator membuat banyak bank yang sebelumnya leluasa melakukan banyak kegiatan usaha, kini menjadi terbatasi. Untuk dapat leluasa melakukan ekspansi, bank kini harus menyesuaikan modalnya. Hal itu dilakukan terutama agar bisa naik kelas atau masuk ke dalam kategori BUKU 3 dan BUKU 4. Bank Indonesia (BI) pada akhir November lalu telah mengeluarkan Peraturan BI (PBI) Nomor 14/26/PBI/2012 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank. Berdasarkan ketentuan tersebut, bank-bank kemudian dikelompokkan berdasarkan modal intinya. BUKU 1 terdiri atas bank umum dengan modal inti Rp100 miliar sampai dengan Rp1 triliun. BUKU 2 terdiri atas bank umum dengan modal inti Rp1triliun sampai dengan Rp5 triliun. BUKU 3 bank umum dengan modal inti Rp5 triliun sampai dengan Rp30 triliun. BUKU 4 bank umum dengan modal inti di atas Rp30 triliun. Adanya aturan tersebut tentu saja membuat para pemegang saham bank harus merogoh kocek lebih dalam agar banknya No. 106 Tahun XXX Maret-April 2013 l PROBANK 3

Perbanas Utama dapat melakukan ekspansi lebih leluasa lagi. Bank yang masuk dalam kategori BUKU 1 hanya dapat melakukan kegiatan usaha menghimpun dana dan kredit dalam bentuk aktivitas dasar; pembiayaan perdagangan; keagenan dan kerja sama dalam cakupan terbatas; sistem pembayaran dan electronic banking terbatas; penyertaan modal sementara dalam rangka penyelamatan kredit; jasa lainnya; kegiatan sebagai perdagangan valuta asing; serta kegiatan lainnya yang digolongkan sebagai produk atau aktivitas dasar dalam rupiah yang lazim dilakukan oleh bank dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk BUKU 2 aktivitasnya sedikit lebih luas, tapi hanya dapat melakukan kegiatan usaha di dalam negeri. Hal itu berbeda dengan bank yang masuk ke dalam kategori BUKU 3 dan BUKU 4 yang dapat melakukan ekspansi usaha hingga luar negeri. Direktur Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI, Irwan Lubis, mengatakan, pembagian bank berdasarkan BUKU nantinya akan sangat memengaruhi izin usaha tiap bank. Seperti bank yang masuk dalam kategori BUKU 1 hanya diizinkan BI untuk melakukan bisnis standar perbankan. Beberapa usaha lain, seperti bancassurance, bank devisa, dan internet banking, masih dapat dilakukan tapi dengan seizin BI. Kalau tidak boleh, sama sekali tidak bisa dilakukan, kecuali menambah modal dan berada di BUKU yang lebih tinggi sehingga diperbolehkan di BUKU 2 atau setelahnya, jelas Irwan. Sekarang ini, dari sekitar 120 bank umum konvensional dan 11 bank umum syariah, sebagian besar bank masuk dalam kategori BUKU 1. Jumlahnya sekitar 89 bank umum. Bank umum dalam kelompok ini diwajibkan untuk menyalurkan 55% kreditnya kepada sektor usaha produktif. Sementara itu, jumlah bank yang dikategorikan ke dalam BUKU 2 jumlahnya diperkirakan mencapai 27 bank. Yang masuk dalam kategori BUKU 3 dan BUKU 4 diperkirakan hanya sebanyak 14 bank. Dari 14 bank umum tersebut, empat di antaranya masuk dalam kelompok BUKU 4. BI tampaknya menginginkan agar bank umum yang masuk dalam kelompok BUKU 3 dan BUKU 4 dapat masuk dalam qualified ASEAN banks (QAB) sehingga dapat leluasa melakukan ekspansi usaha ke negara-negara lain di kawasan ASEAN. Kendati ketentuan BUKU tersebut cenderung membatasi kegiatan usaha bank, secara positif regulasi tersebut memotivasi para pelaku bisnis perbankan untuk menggenjot modalnya agar dapat naik ke kelompok BUKU yang lebih tinggi. Bank Jabar Banten (Bank BJB), misalnya. Dengan posisi modal inti saat ini yang mencapai Rp5 triliun, bank tersebut kini masuk dalam jajaran elite bank yang masuk dalam kelompok BUKU 3. Dengan keleluasaan tersebut, rencananya, bank milik Pemerintah Daerah (Pemda) Jawa Barat dan Banten tersebut akan melakukan ekspansi ke negara-negara di kawasan Asia. Ke depan bank tersebut berancang-ancang untuk dapat masuk ke dalam kelompok bank yang berada pada BUKU 4. Menurut Direktur Utama Bank BJB, Bien Subiantoro, rencana ekspansi Bank BJB tersebut tercermin dari upaya kerja sama yang dilakukan bank tersebut dengan sejumlah agensi dalam rangka melayani jasa remitansi (pengiriman uang). Agensi-agensi tersebut itu di antaranya menjangkau Hong Kong, Taiwan, Singapura, Malaysia, dan beberapa negara Timur Tengah. Bank BJB rencananya akan membuat subsidiary office di beberapa negara Asia. Pendirian subsidiary office merupakan langkah paling logis guna memperluas ekspansi di negara lain. Hal tersebut dilakukan karena Bank BJB harus menyesuaikan diri dengan regulasi negara tujuan. Kami fokus ke Asia, ungkap Bien. Sejumlah bank tampaknya memang memberikan respons positif terhadap ketentuan BUKU yang dikeluarkan BI. Salah satunya seperti yang dikemukakan Chief Country Officer Citibank NA Indonesia, Tigor M. Siahaan, yang mendukung langkah BI dalam mengatur bisnis perbankan sesuai dengan kondisi permodalan yang dimiliki tiap bank. Menurut Tigor, jika aturan tersebut berfokus mengatur sistem permodalan bank, dampaknya akan sangat baik bagi industri perbankan Indonesia. Pasalnya, bentuknya dianggap sudah terlihat. Dengan adanya aturan tersebut, para pelaku bisnis perbankan dapat makin fokus dengan bisnis usaha yang tengah digarapnya. (Jadi), kalau pembagian bank berdasarkan permodalan dengan sistem tersebut, ke depan stabilisasi perbankan akan lebih terjaga, tandas Tigor. Sejalan dengan Tigor, Direktur Utama BNI, Gatot M. Suwondo, mengatakan, BUKU akan membuat perkembangan usaha bank secara otomatis menyesuaikan dengan kemampuan permodalan masing-masing. Itu sebabnya, menurut dia, permodalan merupakan faktor utama pengembangan usaha bank. Sekarang ini permodalan BNI telah cukup (untuk mendukung) pertumbuhan ke depan, ucap Gatot. Ditilik dari sisi manfaat yang diterima, pengamat perbankan, Lin Chi Wei, mengatakan, ketentuan BUKU tersebut akan sangat menguntungkan bank-bank BUMN yang umumnya sudah masuk dalam BUKU 4. Dalam ketentuan BUKU tersebut bank-bank yang masuk dalam BUKU 4 atau bank dengan modal inti paling sedikit Rp30 triliun diwajibkan menyalurkan minimal 70% dari total kredit atau pembiayaannya ke usaha produktif. Umumnya bank-bank BUMN tersebut dianggap telah memenuhi persyaratan tersebut. 4 PROBANK l No. 106 Tahun XXX Maret-April 2013

Dari 120 bank umum konvensional dan 11 bank umum syariah, sebagian besar bank masuk dalam kategori BUKU 1. Bank umum dalam kelompok ini diwajibkan untuk menyalurkan 55% kreditnya kepada sektor usaha produktif. Upaya Bank Kecil Naik Kelas Ketentuan BUKU tentunya akan sangat membuat bankbank kecil mencari cara untuk meningkatkan permodalannya, terutama bank-bank kecil yang telanjur telah menjalankan usaha perbankan yang kegiatan usahanya masuk dalam kategori BUKU di atasnya. Tentu saja bank-bank tersebut harus kembali melakukan penyesuaian atau menambah modal agar dapat naik kelas dan beraktivitas dengan kegiatan usaha yang selama ini sudah mereka jalankan. Jika tidak, dengan sangat terpaksa, mereka harus melepas bisnis yang selama ini telah dilakoni. Upaya penambahan modal pastinya akan menjadi prioritas bagi bank-bank yang berada di kelompok BUKU 1 tapi ingin memperluas variasi bisnisnya. BI dalam hal ini memang memberikan masa transisi selama tiga tahun untuk bank umum dan lima tahun untuk bank pembangunan daerah (BPD). Strategi penambahan modal memang tergantung tiap-tiap bank. Merger, akuisisi, atau strategic partner dan sejumlah upaya penambahan modal lain menjadi beragam pilihan bagi bank-bank yang ingin naik kelas. Strategic partner dengan mencari mitra untuk menambah modal merupakan pilihan yang akan dilakukan Bank Saudara. Bank yang berkantor pusat di Bandung tersebut rencananya akan menggandeng Woori Bank, bank asal Korea. Menurut Direktur Bank Saudara, Arief Budiman, saat ini Bank Saudara modal intinya baru mencapai Rp445,26 miliar. Untuk menembus BUKU 2, Bank Saudara harus menambah modal lagi sekitar Rp555 miliar. Dengan target tersebut, menurut Arief, pihaknya harus memiliki strategi yang tepat. Sejak tahun lalu kami sudah mengumumkan akan bermitra dengan Woori Bank, tegasnya. Arief yang juga Ketua Perhimpunan Bank- Bank Nasional (Perbanas) Jawa Barat (Jabar) itu mengatakan, ketentuan BUKU tersebut memang menjadi perhatian khusus bagi bank-bank yang beroperasi di Jawa Barat. Tiap bank di Jawa Barat, terutama bank yang memiliki kantor pusat di Jawa Barat, memiliki strategi yang berbeda-beda untuk meningkatkan permodalannya. Bank lain yang tengah berupaya naik kelas adalah Bank Syariah Mandiri (BSM). Bank yang pada akhir 2012 memiliki modal inti sekitar Rp3,9 triliun itu kini berupaya mencari alternatif dengan melakukan penambahan modal. Tahun depan (rencananya) akan ada penambahan modal dari Bank Mandiri (induk usaha) sehingga bisa mendekati Rp4,5 triliun. Jadi, bisa masuk BUKU 3, ujar Direktur Utama BSM, Yuslam Fauzi. Selain itu, upaya lain yang bisa ditempuh BSM untuk menambah modal adalah dengan menahan perolehan laba. Termasuk juga melihat kemungkinan melakukan penambahan modal melalui pasar modal dengan melakukan penawaran umum saham perdana. Dengan begitu, pada akhir 2013 diharapkan BSM sudah bisa masuk dalam BUKU 3. Keleluasaan bisnis menjadi alasan bagi BSM untuk masuk BUKU 3. Selain upaya menambah modal secara organik ataupun dengan mencari mitra baru, upaya merger dan akuisisi merupakan pilihan lain yang dapat diambil bank agar bisa naik kelas ke BUKU di atasnya. Menurut ekonom Bank Mandiri, Destry Damayanti, bank yang memiliki modal besar memiliki kesempatan untuk melakukan akuisisi. Pilihan akuisisi dikatakannya jauh lebih memungkinkan dibandingkan dengan merger. Alasannya, proses merger jauh lebih sulit dan umumnya banyak dilakukan pada waktu krisis. Sejumlah bank memang telah mengambil ancang-ancang untuk mengantisipasi kebijakan BUKU tersebut. Direktur Utama Bank OCBC NISP, Parwati Surjaudaja, mengatakan, sejumlah peraturan yang dikeluarkan BI belakangan sangat baik dan kondusif dalam rangka mendorong penguatan modal bank dan mendorong daya saing perbankan di Indonesia sebagai antisipasi menghadapi ASEAN banking integration. Termasuk di dalamnya kebijakan BUKU. Hal ini semua merupakan sinyalemen positif untuk terbentuknya sistem perbankan yang sehat dan berkelanjutan (sustainable), tandas Parwati. No. 106 Tahun XXX Maret-April 2013 l PROBANK 5

Perbanas Utama Antara Dua Pilihan Kebijakan bank umum berdasarkan kegiatan usaha (BUKU) yang akan berlaku pada akhir Juni 2016 membuat sebagian besar bank mesti berjibaku menambah modal. Jika tidak, kegiatan bisnis bank akan dibatasi sesuai dengan modal inti yang dimiliki. Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 14/26/ PBI/2012 tanggal 27 Desember 2012 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank telah dirilis Bank Indonesia (BI) beberapa waktu lalu dan akan diberlakukan pada akhir Juni 2016. Berdasarkan PBI tersebut, bank dikelompokkan ke dalam empat kategori usaha (bank umum berdasarkan kegiatan usaha atau BUKU) sesuai dengan modal inti, yakni BUKU 1 dengan modal inti kurang dari Rp1 triliun, BUKU 2 dengan modal inti Rp1 triliun sampai dengan kurang dari Rp5 triliun, BUKU 3 dengan modal inti Rp5 triliun sampai dengan kurang dari Rp30 triliun, dan BUKU 4 dengan modal inti di atas Rp30 triliun. Intinya, kebijakan tersebut menuntut bank-bank melakukan penambahan modal. Jika tidak, kegiatan bisnis yang dijalankan bank akan dibatasi. Pembatasan kegiatan bisnis tersebut terutama bagi bank yang masuk dalam BUKU 1 dan BUKU 2. Berbeda dengan yang ada dalam kategori BUKU 3 dan BUKU 4 yang dalam hal ini bank diperbolehkan melakukan seluruh kegiatan usaha. Bank yang masuk kategori BUKU 1 hanya dapat melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana yang merupakan produk atau aktivitas dasar dalam rupiah. Kegiatan lain yang bisa dilakukan bank di kelompok ini yaitu pembiayaan perdagangan, kegiatan dengan cakupan terbatas untuk keagenan dan kerja sama, kegiatan sistem pembayaran dan electronic banking dengan cakupan terbatas, kegiatan penyertaan modal sementara dalam rangka penyelamatan kredit, dan jasa lainnya dalam rupiah. Selain itu, bank dalam kelompok ini hanya dapat melakukan kegiatan valuta asing (valas) terbatas sebagai pedagang valas. Sementara itu, bank di kelompok BUKU 2 dapat melakukan kegiatan produk atau aktivitas dalam rupiah dan valas. Mereka juga dapat melakukan kegiatan treasury terbatas mencakup spot dan derivative plain vanilla dan melakukan penyertaan sebesar 15% pada lembaga keuangan di dalam negeri. Adanya kebijakan tersebut mendorong bank-bank kecil dan menengah untuk segera melakukan penambahan modal melalui berbagai cara. Bisa dengan initial public offering (IPO), mengundang investor strategis, dan meminta pemilik bank untuk menyuntikkan modal tambahan. Hal itu dilakukan agar bank tersebut bisa naik kelas ke kelompok yang lebih tinggi lagi, yang notabene lebih leluasa dalam menjalankan kegiatan usaha. Tentu saja hal tersebut tidaklah mudah, mengingat jumlah bank yang masuk dalam kelompok BUKU 1 sangat dominan. Cara Menambah Modal Bank-bank kecil yang masuk dalam kelompok BUKU 1 memberikan respons terhadap kebijakan yang termaktub dalam PBI Nomor 14/26/PBI/2012. Bank-bank dalam kelompok ini sudah melakukan ancang-ancang untuk menambah modalnya. Penambahan modal bisa dengan cara suntikan modal dari pemilik saham bank, laba ditahan, dengan mengundang investor strategis, hingga penawaran saham perdana (IPO). Edy Kuntardjo, Direktur Utama Bank Ina Perdana, mengatakan, banknya akan melakukan pertumbuhan secara organik dan penambahan injeksi modal dari pemagang saham yang ada saat ini. Selain itu, bank yang saat ini masuk dalam BUKU 1 sesuai dengan modal inti yang dimilikinya ini akan menambah modal dengan cara mengundang investor strategis. Kami menargetkan modal inti bisa mencapai Rp1 triliun atau lebih, terangnya. 6 PROBANK l No. 106 Tahun XXX Maret-April 2013

Budiarto Santoso, Direktur Bisnis Bank Ina Perdana, menjelaskan bahwa penambahan modal menjadi hal yang mesti dilakukan Bank Ina Perdana. Itu mengingat hal tersebut sudah menjadi ketentuan regulator (BI) melalui peraturan yang ada. Sama halnya dengan Bank Ina Perdana, Bank Mega Syariah juga berencana menambah modal, baik melalui suntikan pemegang saham maupun laba ditahan. Sebenarnya sebagai bank yang masuk dalam kelompok BUKU 1, Edy Kuntardjo menganggap Bank Ina Perdana tetap memiliki peluang bisnis yang bagus dan lebih fleksibel ketimbang bank besar. Bank Ina Perdana menerapkan strategi pengambilan keputusan yang lebih cepat, tapi tetap mengedepankan prudential banking sebab kalau bersaing dari sisi suku bunga sangat sulit. Intinya, kecil atau besar bukanlah pokok utama selama bank sehat dan memiliki prospek bisnis yang bagus. Sebagai informasi, sepanjang 2012 Bank Ina Perdana mampu membukukan total aset sebesar Rp1,51 triliun, kredit yang disalurkan sebesar Rp1,08 triliun, dan dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp1,33 triliun. Tingkat kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) gross Bank Ina Perdana sebesar 0,36%. Di lain pihak, Bank Syariah Mandiri akan menambah modal dari induk usahanya, yakni Bank Mandiri, yang bakal meningkatkan modal inti menjadi Rp4,5 triliun serta menambah modal melalui laba usaha. Melalui cara itu, Yuslam Fauzi, Direktur Utama Bank Syariah Mandiri, meyakini modal inti Bank Syariah Mandiri akan berada di atas Rp5 triliun pada akhir 2013. Dengan demikian, Bank Syariah Mandiri bisa masuk dalam kelompok BUKU 3. Berbeda dengan Bank Syariah Mandiri, Bank National Nobu (Nobu Bank) berencana menambah modal melalui IPO. Menurut Hoesen, Direktur Penilaian Perusahaan PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Nobu Bank akan melepas saham di atas 40% dengan menggunakan laporan keuangan Oktober 2012 dan kemungkinan akan digelar pada Mei 2013. Hingga saat ini, modal inti Nobu Bank masih di bawah Rp1 triliun. Hoesen menjelaskan bahwa aksi korporasi tersebut dilakukan dalam rangka penyesuaian terkait dengan aturan permodalan dari BI, yakni PBI Nomor 14/26/PBI/2012. Dengan menambah modal, bank-bank tersebut berharap bisa masuk dalam kelompok BUKU setingkat lebih tinggi daripada posisi yang ada saat ini. Dengan demikian, ruang gerak atau bisnis yang dijalankannya menjadi lebih lebar. PT BANK BUKOPIN Tbk. PIUTANG YANG NYATA NYATA TIDAK DAPAT DITAGIH PT BANK BUKOPIN Tbk. Sesuai Pasal 6 ayat 1 huruf h Undang Undang Pajak Penghasilan Tahun 2008 dan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak No.KEP-238/PJ./2001, dengan ini, PT Bank Bukopin Tbk. (Bank), mengumumkan Piutang Yang Nyata-Nyata Tidak Dapat Ditagih pada tahun 2011: Rp 176,904 201,014.- Rincian Daftar Piutang Yang Nyata-Nyata Tidak dapat Ditagih adalah sebagaimana tercatat di Bank dan diserahkan ke Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar 1, Direktorat Jenderal Pajak, bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan Badan sebagai lampiran. No. 106 Tahun XXX Maret-April 2013 l PROBANK 7

Perbanas Utama Melampaui Kemustahilan? Kebijakan BI terkait dengan bank umum berdasarkan kegiatan usaha (BUKU) mendorong bank menengah dan kecil untuk menambah modalnya. Tanpa upaya itu, mustahil bank bisa melebarkan sayapnya. Melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 14/26/PBI/2012 Tanggal 27 Desember 2012 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank, Bank Indonesia (BI) akhirnya membagi kelompok usaha bank berdasarkan besaran modal inti. Dengan kata lain, setelah aturan tersebut berlaku, pengembangan bisnis bank di negeri ini, baik menyangkut penambahan jumlah kantor cabang maupun produk atau jasa yang boleh dijalankan, sangat terkait dengan kekuatan permodalannya. Ketika melihat dengan jernih esensi bank sentral merilis kebijakan tersebut, banyak pihak di kalangan perbankan yang tak menampik beleid dimaksud. Pun dengan pihak Perbanas sebagai satu-satunya lembaga yang menjadi wadah bagi perbankan di Tanah Air. Ketua Umum Perbanas, Sigit Pramono, mengungkapkan, pada prinsipnya pelaku usaha di industri perbankan sangat sepakat dengan kebijakan dan langkah BI yang terus mendorong serta meningkatkan kesehatan dan kekokohan perbankan nasional. Namun, Sigit mengingatkan, hendaknya BI berlaku adil dalam prosesnya ke depan, mengingat skala usaha dan ekspansi bank pada akhirnya bukan sekadar masalah ukurannya: bank besar, menengah, atau kecil. Penting untuk dipertimbangkan pula bahwa penguatan dan pengembangan bisnis bank idealnya berbasis risiko. Alhasil, jika ada bank kecil yang modalnya sesuai dengan profil risikonya, seharusnya bank bersangkutan diberi kesempatan yang sama dengan bank lainnya yang notabene lebih besar. Kalau bank itu modalnya harus cukup (dan) sesuai profil risikonya, kami sangat sependapat. Tapi, jika sudah sesuai risikonya, kenapa tidak boleh hidup dan berkembang, ujarnya mempertanyakan. Sigit berpandangan, asumsi bahwa hanya bank dengan besaran modal tertentu yang bisa lebih sehat dan efisien boleh dibilang sangat gegabah. Mengingat, di negeri ini jumlah bank kecil yang sehat dan efisien cukup banyak. Dalam bisnis perbankan, permodalan memang sangat penting. Namun, sekali lagi, hal tersebut sudah barang tentu juga sesuai dengan pilihan bisnis dan risikonya. Sementara itu, menurut Eko B. Supriyanto, Wakil Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab Majalah Infobank, dalam tulisannya yang bertajuk Menggiring Bank Kecil ke Habitatnya, kebijakan yang dirilis BI tersebut justru seperti memberi ruang gerak yang lebih luas bagi bankbank besar yang notabene masuk kelompok bank umum berdasarkan kegiatan usaha (BUKU) 3 dan 4. Di lain sisi, bagi bank yang masuk kelompok BUKU 1 dan 2, hampir pasti mereka kurang diuntungkan lantaran ruang gerak bisnisnya terbatas. 8 PROBANK l No. 106 Tahun XXX Maret-April 2013

Memang, beleid dimaksud menegaskan bahwa bisnis bank harus di-back up dengan modal yang kuat dan dikelola dengan baik. Namun, jangan lupa, aturan itu kian mempertegas konstelasi industri bahwa bank bermodal cekak terpaksa harus kembali ke habitatnya dan hanya menjalankan bisnis di komunitasnya. Nah, celakanya lagi, bagi bank-bank yang kembali ke habitatnya, prosesnya juga tidak mudah. Dalam tulisan yang sama, dia juga menjelaskan bahwa bank-bank kecil yang mendominasi populasi perbankan di Indonesia terbilang kuat di komunitasnya. Praktiknya, bank-bank kecil tersebut dapat melayani nasabah dengan lebih manusiawi dan hangat (dekat). Pelayanan yang sedemikian personal itu diyakini mampu menyuburkan loyalitas nasabahnya. Karena itu, bank-bank kecil hendaknya tidak berperilaku layaknya bank-bank besar yang mulai bergerak ke universal banking. Untuk itu, ada baiknya bankbank kecil lebih masuk ke pasar-pasar baru dengan nasabah kelas menengahbawah. Sejalan dengan hal tersebut, pemilik bank-bank kecil tetap perlu menambah modal atau setidaknya tak usah mengambil bagian dividennya. Dengan demikian, bank-bank kecil tak hanya dapat bertahan, tapi juga semakin kuat. Yang penting untuk dipahami, dengan kembali ke habitatnya, bank-bank kecil diyakini lebih memiliki kekuatan untuk melayani sekaligus mempertahankan nasabahnya sebaik mungkin. Apalagi, bank-bank kecil memiliki kedekatan emosional dengan para nasabahnya. Hal itu tentu sangat baik bagi perekonomian nasional karena financial deepening semakin menemukan hakikatnya di tengah aktivitas ekonomi masyarakat kelas menengah-bawah di pelosok negeri. Yang tak kalah penting, kebijakan BI itu diharapkan tak membuat bank-bank kecil di Tanah Air diobral kepada investor asing. Pemerintah, BI, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hendaknya tak memandang remeh bank-bank kecil yang jumlahnya mayoritas. Bank kecil juga bisa menimbulkan dampak sistemik jika mereka bermasalah saat krisis. Perlu diingat juga bahwa bank-bank kecil bisa menjadi jembatan penting bagi nasabah-nasabah kecil yang membutuhkan pembiayaan saat memulai usahanya. Bagi Destry Damayanti, Kepala Ekonom Bank Mandiri, kebijakan BI tersebut menjadi stimulus bank-bank kelas menengah untuk masuk ke bursa saham atau melakukan initial public offering (IPO). Namun, bank besar, terutama bank badan usaha milik negara (BUMN), kemungkinan besar lebih memilih opsi penerbitan subdebt. Opsi itu dipilih agar kepemilikan pemerintah tidak terdilusi. Kondisi tersebut bisa terjadi jika bank BUMN menerbitkan saham baru. Di lain sisi, efek dari aksi penambahan modal oleh bank kecil akan membuka peluang bagi bank besar untuk melakukan akuisisi. Kecenderungan itu lebih besar ketimbang aksi merger karena lebih sulit dan akan menghilangkan identitas lama bank yang bersangkutan. Namun, akuisisi juga tak mudah dilakukan karena bank harus mempertimbangkan banyak hal, salah satunya kesesuaian profil risiko bank kecil yang akan diakuisisi. Selain pilihan-pilihan tersebut, bankbank kecil dan menengah bisa memilih opsi pengurangan persentase pembagian dividen bagi para pemilik sahamnya (dividen payout). Langkah itu ditempuh Bank Jabar Banten (Bank BJB). Menurut Bien Subiantoro, Direktur Utama Bank BJB, pihaknya akan terus menambah modal melalui pengurangan persentase dividen payout jika sebelumnya sempat berada di angka 65%, kini berkurang jadi 55%. Ke depan, persentase itu akan terus dikurangi. Bien menambahkan, kebijakan itu tentu harus didukung pemegang saham. Melalui kebijakan pengurangan dividen, Bank BJB memastikan upaya penambahan modal secara simultan. Penguatan dan penambahan modal dilakukan sebagai upaya pengembangan bisnis bank secara berkesinambungan. Dengan demikian, bank bisa terus meningkatkan permodalannya dari waktu ke waktu. Hal ini harus bisa dikomunikasikan dengan baik kepada pemegang saham agar berjalan lancar, ungkapnya dalam sebuah acara di salah satu stasiun televisi, medio April lalu. Upaya itu ternyata mendapat apresiasi positif dari Sigit Pramono. Menurutnya, salah satu opsi yang bisa dilakukan bank untuk meningkatkan modal adalah dengan mengurangi pembagian dividen bagi pemilik saham bank. Langkah yang sama mau tidak mau harus dilakukan semua bank agar mereka dapat terus meningkatkan kapasitas bisnis maupun operasionalnya. Opsi itu dinilai tepat karena memang kemampuan pasar modal di Indonesia dalam menyerap aksiaksi korporasi untuk menambah modalnya masih terbatas. Namun, tak ada salahnya juga jika bank memilih opsi lain, yakni penambahan modal melalui investor baru. No. 106 Tahun XXX Maret-April 2013 l PROBANK 9

Aktualita Transformer Tembok Thamrin Banyak harapan muncul seiring dengan pelantikan Agus Martowardojo sebagai Gubernur BI periode 2013-2018. Sepak terjang bank sentral pascaterbentuknya OJK tinggal menunggu aba-aba sang komandan. Tentu saja Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) punya pertimbangan sendiri terkait dengan pemilihan Agus Dermawan Wintarto Martowardojo (Agus D.W. Martowardojo) sebagai calon tunggal Gubernur Bank Indonesia (BI), menggantikan Darmin Nasution yang habis masa jabatannya Mei tahun ini. Nyatanya, sodoran SBY kali ini tak ditampik Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Agus Martowardojo lolos uji kepatutan dan kelayakan yang dihelat oleh Komisi XI DPR pada pengujung Maret lalu. Sebanyak 46 suara dari 57 anggota Komisi XI DPR yang hadir mendukung Agus sebagai orang nomor satu di BI, 7 suara menolak, dan 1 anggota memilih tak memberikan hak suaranya. Ketika menjalani fit and proper test, pria kelahiran Amsterdam, Belanda, 24 Januari 1956, ini mengaku tidak ragu sedikit pun. Jauh-jauh hari, Agus Martowardojo memang sudah melakukan persiapan yang cukup matang. (Pada) fit and proper test (kali) ini saya bisa meyakini (akan dapat berjalan dan dilalui) dengan baik, ujarnya. Adalah soal kompetensi dan integritas seorang Agus Martowardojo yang kemudian banyak ditaksir sejumlah kalangan sebagai modal sekaligus alasan kuat SBY memilihnya sebagai sang komandan bank sentral republik ini. Di industri perbankan dan keuangan, mantan Direktur Utama Bank Mandiri periode Mei 2005-2010 ini tak diragukan lagi kemampuannya. Melalui tangan dinginnya, Agus Martowardojo mampu mengubah performa serta budaya kerja PermataBank dan Bank Mandiri yang notabene sama-sama bank hasil merger. Transformasi yang dilakukannya berbuah manis. Kinerja kedua bank tersebut semakin meningkat dan solid secara organisasi bisnis. Kini, tonggak-tonggak kesuksesan itu terus dilanjutkan peneruspenerusnya. Di ranah perbankan, kisah sukses itu lantas mengantarkannya menjadi Ketua Umum Perhimpunan Bank-Bank Nasional (Perbanas) 2003-2006 dan Ketua Umum Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) 2006-2009. Tak hanya itu, Agus Martowardojo juga pernah menjadi Ketua Umum Ikatan Bankir Indonesia (IBI) 2005-2007 dan 2007-2011. Secara organisasi, sosoknya memang tak perlu diragukan lagi. Pada setiap periode kepemimpinannya, Agus selalu memberikan warna dan terobosan berharga bagi organisasi yang dinakhodainya. Perjuangannya seputar penyelenggaraan uji kompetensi profesi bankir dan manajemen risiko untuk pengurus bank dan bankir yang dilakukan sendiri oleh asosiasi profesi merupakan salah satu pencapaian penting dalam pengembangan kompetensi dan profesionalitas sumber daya manusia (SDM) perbankan di Tanah Air. Sederet pengalamannya tersebut di satu sisi semakin memperdalam pemahamannya perihal pola dan 10 PROBANK l No. 106 Tahun XXX Maret-April 2013

dinamika sektor riil (mikro-ekonomi). Di lain sisi, itu semakin mempertajam intuisinya tentang bagaimana SDM perbankan di negeri ini harus dikembangkan ke arah yang lebih tepat sesuai dengan kebutuhan bisnis yang semakin kompleks. Tenaga dalam yang dimilikinya pun makin kuat ketika SBY melantiknya sebagai Menteri Keuangan RI ke-27, menggantikan Sri Mulyani Indrawati, pada 20 Mei 2010. Kompleksitas tantangan di bidang fiskal dan makroekonomi menjadi konsentrasinya. Ketika bertugas di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Agus Martowardojo dinilai sukses memelihara defisit fiskal sekaligus anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Secara profesional dan prudent, selama tiga tahun terakhir, dia terbukti mampu mengelola keuangan negara dengan cukup baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Kombinasi pengalaman serta wawasan di bidang mikro (perbankan dan sektor riil) dan makro-ekonomi (fiskal dan stabilitas moneter) yang dibalut kuat dengan kompetensi dan integritas itulah yang semakin meyakinkan pemimpin negara memilihnya sebagai Gubernur BI yang baru. Ke depan, Agus Martowardojo akan mengisi amunisi di tubuh bank sentral dengan fungsi dan peran yang semakin fokus, yakni sebagai pengatur stabilitas moneter dan regulator di bidang sistem pembayaran. Relasinya yang apik dengan anggota Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) diharapkan mampu menguatkan soliditas, sehingga forum tersebut dapat segera mengambil keputusan di kala mendesak akibat krisis dan tekanan ekonomi yang bisa datang kapan saja. Sehubungan dengan kepemimpinannya sebagai Gubernur BI yang baru, Ketua Umum Perbanas, Sigit Pramono, berharap, Agus Martowardojo dapat melahirkan dan membawa stimulus yang positif dan konstruktif bagi perekonomian nasional. Selain itu, pihaknya berharap, Gubernur BI yang baru dapat menularkan pemahaman yang lebih baik lagi terhadap lembaganya mengenai bisnis perbankan di Tanah Air. Yang tak kalah penting, Perbanas perlu menyampaikan bahwa Agus Martowardojo dituntut mampu membuat kebijakan makroprudensial yang benar-benar efektif bagi pelaku ekonomi, termasuk perbankan dan membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemajuan ekonomi bangsa. PIUTANG YANG NYATA NYATA TIDAK DAPAT DITAGIH Sesuai dengan Undang-undang No. 36 Tahun 2008 dan Peraturan Menteri Keuangan No.105/PMK.03/2009, dengan ini PT Bank Pan Indonesia Tbk Mengumumkan Piutang Yang Nyata-Nyata Tidak Dapat Ditagih sebagai berikut: Tahun 2009 Rp. 1.159.444.225.605,- Rincian Daftar Piutang Yang Nyata-nyata Tidak Dapat Ditagih adalah sebagaimana tercatat di bank dan yang diserahkan ke Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar 1 Direktorat Jenderal Pajak, sebagai lampiran SPT Tahunan PPh Badan. No. 106 Tahun XXX Maret-April 2013 l PROBANK 11

Aktualita IBEX 2013: Hitung Mundur Masyarakat Ekonomi ASEAN Dalam waktu dekat MEA akan menjadi realitas yang tak bisa dibendung lagi arusnya. Semua stakeholders, terutama sektor perbankan, harus mengonsolidasikan segenap sumber daya yang ada dan terus mempersiapkan SDM-nya sebaik mungkin. Kita tak boleh lengah. Dua tahun ke depan, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan menjadi dinamika perekonomian yang nyata bagi segenap masyarakat di kawasan Asia Tenggara. Tak sedikit pihak yang terlibat di dalamnya merasa yakin bahwa terintegrasinya pasar ASEAN kelak bakal membawa kemaslahatan dan kesejahteraan bagi sebagian besar penduduk yang mendiami wilayah ASEAN dan sekitarnya. Imbas MEA digadang-gadang sangat positif dan konstruktif bagi negara-negara anggota ASEAN. Ekspektasinya, ASEAN menjadi kekuatan ekonomi dunia baru yang layak diperhitungkan di pentas dunia. Itulah kenapa, pemerintah hingga hari ini masih optimistis bahwa MEA akan membuka peluang yang riil bagi republik ini untuk memajukan ekonominya. Pemerintah menilai, ASEAN merupakan partner perdagangan barang dan jasa yang strategis. Kekuatan modal para pelaku usaha di kawasan regional ini juga merupakan sumber penting bagi penguatan ekonomi domestik, khususnya di bidang investasi. Karena itu, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, MEA hendaknya disikapi dengan penuh teliti sebagai dinamika ekonomi baru yang memberi peluang sekaligus sederet tantangan di dalamnya. Ketua Umum Perbanas, Sigit Pramono, pun tak menampik pandangan bahwa MEA akan menyodorkan peluang dan tantangan bagi pelaku ekonomi di Indonesia, termasuk industri perbankan. Jumlah penduduk negeri ini yang begitu besar tentu akan menjadi target pasar yang empuk bagi perbankan negeri jiran, khususnya Singapura dan Malaysia. Pasar di kedua negara tersebut ditengarai makin sesak dan jenuh. Rasio kredit terhadap pendapatan domestik bruto di Singapura sudah mencapai 129%, sementara Malaysia 118%. Di Indonesia sendiri rasio dimaksud baru sekitar 30%. Di lain sisi, Indonesia mengontribusi sekitar 56% dari total penduduk di ASEAN-5. Kendati republik ini akan menjadi target pasar perbankan negeri jiran, praktiknya tak semudah yang dibayangkan. Wakil Direktur Utama Bank Negara Indonesia (BNI), Felia Salim, justru melihat hal itu sebagai peluang bagi perbankan nasional. Menurutnya, pelaku bisnis perbankan di Tanah Air memiliki nilai lebih (keunggulan) dibandingkan dengan perbankan negara ASEAN. Keunggulan itu tak lain adalah pemahaman pasar (market insight). Itu artinya, bank-bank yang ingin masuk ke Indonesia tak bisa serta-merta bermain di pasar Indonesia. Setidaknya, 12 PROBANK l No. 106 Tahun XXX Maret-April 2013

mereka butuh waktu untuk memahami market di negeri ini. Nah, peluang yang muncul kemudian bisa jadi adalah partnership. Sebab, bagaimanapun, investor asing pasti akan membutuhkan local talent untuk menyukseskan bisnis dan investasinya di negeri ini. Namun, jangan lupa juga bahwa hari ini perbankan nasional tengah menghadapi kompetisi yang tidak gampang, terutama dengan sejumlah bank papan atas di kawasan ASEAN. Boleh dibilang, beberapa negara anggota ASEAN telah berhasil mengonstruksi industri perbankan mereka hingga ke titik yang lebih efisien ketimbang Indonesia. Cerita sukses itu lahir karena mereka mampu merevitalisasi infrastruktur perbankan ke arah yang lebih baik, khususnya di bidang teknologi informasi (TI) dan komunikasi serta sumber daya manusia (SDM). Setidaknya, selain peningkatan kinerja yang berkualitas, menurut catatan Sigit, dua hal itulah yang penting untuk dikembangkan pelaku bisnis perbankan di Tanah Air. Dus, perbankan juga perlu berinovasi menciptakan hal ataupun prototipe (model) bisnis baru, sehingga pelayanan perbankan di negeri ini semakin komplet dan inklusif. Indonesia Banking Expo 2013 Berangkat dari kegelisahan untuk menangkap peluang sekaligus menghadapi segudang tantangan MEA 2015 yang akan datang, Perbanas mengusung tema Penguatan Struktur Perbankan Nasional untuk Meningkatkan Daya Saing dalam Menghadapi Era MEA pada pergelaran tahunan Indonesia Banking Expo (IBEX) 2013. IBEX kali ini akan digelar di Assembly Hall Jakarta Convention Center, Jakarta, pada 23-25 Mei 2013. Melalui IBEX 2013, Perbanas berharap, industri perbankan dan pemangku otoritas di bidang perbankan dan keuangan dapat memperoleh gambaran yang konkret dan komplet mengenai kesiapan perbankan nasional menghadapi MEA mendatang. Tentunya, setelah perhelatan ini usai, diharapkan dapat diambil solusi taktis dan strategis yang dirumuskan secara bersama oleh pelaku perbankan maupun regulator. Sehingga, ketika waktunya tiba, perbankan nasional benar-benar siap berkompetisi dengan bank-bank dari negeri seberang. Steering Committee IBEX 2013, Felia Salim, mengungkapkan, tema tersebut sengaja dipilih untuk menumbuhkan kesadaran yang hakiki mengenai betapa penting dan strategisnya MEA bagi pelaku bisnis perbankan dan pebisnis di Tanah Air. Selain mengingatkan tentang peluang ke depan dengan populasi penduduk di ASEAN yang mencapai 600 juta orang pihaknya memiliki kewajiban moral untuk menyemangati bahwasanya perbankan dan pengusaha nasional harus mati-matian mempertahankan keberlangsungan bisnis dan keberadaannya di pekarangan sendiri. Felia menjelaskan, untuk mengakomodasi lahirnya solusi Berangkat dari kegelisahan untuk menangkap peluang sekaligus menghadapi segudang tantangan MEA 2015 yang akan datang, Perbanas mengusung tema Penguatan Struktur Perbankan Nasional untuk Meningkatkan Daya Saing dalam Menghadapi Era MEA pada pergelaran tahunan Indonesia Banking Expo (IBEX) 2013. dan ide-ide konstruktif menghadapi MEA, ajang IBEX 2013 dilaksanakan dalam dua program besar, yakni kegiatan seminar dan diskusi ahli (expert panel) serta kegiatan banking exhibition dan pameran (pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah/umkm). Dalam kegiatan pameran, menurut informasi, IBEX 2013 akan diramaikan oleh sekitar 70-an stan, baik dari perbankan, perusahaan vendor, maupun pelaku UMKM yang sukses dibina dan difasilitasi perbankan. Sementara, seperti halnya kegiatan seminar ataupun expert panel pada event tahun lalu, IBEX 2013 juga menghadirkan sejumlah narasumber (pembicara) yang merepresentasikan pemangku kebijakan ataupun para ahli, baik dari dalam maupun kawasan ASEAN. Melalui seminar dan diskusi ahli yang mengusung tematema seputar manfaat MEA bagi pelaku bisnis di Indonesia, kesiapan menghadapi MEA, SDM, TI dan komunikasi di bidang perbankan, serta regulatory competitiveness, Felia berharap, pelaku bisnis perbankan maupun pemangku kebijakan dapat memperoleh pengetahuan dan deskripsi yang komprehensif mengenai sederet tantangan yang bakal dihadapi ke depan. Dari informasi-informasi yang dihimpun melalui berbagai forum tersebut, IBEX 2013 diharapkan mampu melahirkan upaya-upaya solutif, knowledge bank, serta rekomendasi yang konkret untuk menyokong kesiapan segenap stakeholders industri perbankan dan pelaku usaha lainnya di Tanah Air dalam menghadapi MEA 2015. (Yang pasti), MEA sudah di depan mata. Jadi, ada baiknya kita duduk bersama semua stakeholders untuk melakukan konsolidasi, cetus Felia. Pihak Bank Indonesia (BI) juga sepakat bahwa upaya konsolidasi perbankan merupakan hal yang tak bisa ditawar. Untuk itu, pihak BI memberikan arahan berupa agenda-agenda ke depan yang mesti diterjemahkan secara konkret oleh industri perbankan nasional. Apa saja? Satu, perbankan hendaknya melakukan transformasi bisnis yang di dalamnya meliputi business strategy and development, peningkatan daya saing dan pelayanan, serta peningkatan capacity and institutional building. Dua, menguatkan tingkat kesehatan secara keseluruhan, terutama manajemen risiko, governance, dan permodalan. Tiga, melakukan konsolidasi dan aliansi strategis secara proaktif. Selain berbagai kegiatan tersebut, ada acara yang relatif baru pada perhelatan yang didukung oleh BI, Ikatan Bankir Indonesia (IBI), Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda), Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo), dan Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) ini. Acara dimaksud yaitu Perbanas Innovation Award. Menurut Felia, tujuannya adalah mendorong pelaku bisnis perbankan di Tanah Air untuk mengeksplorasi ide dan inovasi-inovasi mutakhir yang terkait dengan pengembangan bisnis bank ke depan. No. 106 Tahun XXX Maret-April 2013 l PROBANK 13

Profil Felia Salim: Perbankan Kita Punya Nilai Tambah Era pasar bebas membuat persaingan bisnis bank semakin ketat. Agar survive dan tumbuh berkesinambungan, perbankan nasional mesti jeli menganalisis peluang dan mengembangkan kemampuannya. Jangan lupa, perbankan nasional punya nilai tambah yang tak dimiliki pemain asing. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan diimplementasikan pada 2015 dan untuk sektor perbankan pada 2020. Dengan berbagai kondisi yang ada, perbankan nasional harus siap menghadapi era keterbukaan atau pasar bebas yang sudah makin dekat timing-nya. Perbankan nasional pun dituntut mampu bersaing dengan perbankan di kawasan regional sekaligus menjadi pemain utama di negeri sendiri. Sehubungan dengan hal tersebut, Felia Salim, Wakil Direktur Utama Bank Negara Indonesia (BNI), yang tahun ini dipercaya Perbanas sebagai Ketua Steering Committee IBEX 2013, berpandangan, segenap stakeholders perbankan, termasuk pemangku otoritas kebijakan, seyogianya berkonsolidasi untuk mempersiapkan diri menghadapi MEA 2015. Dalam pandangannya, kebijakan Bank Indonesia (BI) dalam menyiapkan perbankan nasional menuju pasar bebas di kawasan ASEAN sudah tepat. Misalnya, kebijakan terkait dengan bank umum berdasarkan kegiatan usaha (BUKU) dalam multiple license policy. Menurutnya, melalui kebijakan tersebut BI terus berupaya menata kembali dan mengonsolidasikan kekuatan perbankan nasional. Di sela-sela kesibukannya, Felia Salim berkenan menerima Probank dalam sebuah sesi wawancara, belum lama ini. Pada kesempatan itu, Felia membagi pandangannya seputar perbankan nasional berikut peluang dan tantangannya ke depan. Tak lupa, dia juga memaparkan sepak terjang BNI menjelang implementasi MEA 2015 dan informasi perhelatan IBEX 2013 itu sendiri. Berikut nukilannya: Pendapat Anda soal ekonomi dan perbankan nasional dewasa ini? Ekonomi nasional dari demand side-nya tak bisa dimungkiri sangat besar. Karena itu, Indonesia menjadi perhatian dunia, termasuk investor asing yang ingin masuk ke sini. Walau sekarang ada 120 bank, tingkat penetrasinya terbilang masih rendah. Ini karena masalah struktural, sebut saja platform infrastrukturnya belum memadai. Hal itu harus menjadi perhatian semua pemangku kepentingan. Di lain sisi, agar ekonomi nasional dapat tumbuh berkesinambungan, perbankan hendaknya tak hanya melayani demand side, yakni kredit konsumsi, namun juga harus melayani supply side, yakni sektor produktif. Sampai dengan tahun 2030 nanti, Indonesia masih memiliki bonus demografi yang besar dengan daya beli (masyarakat) yang kuat. Ini menjadi peluang bagi perbankan untuk dapat memanfaatkannya secara optimal. Pembiayaan ke sektor produktif akan memberikan dampak pengganda yang luas terhadap perekonomian nasional. Ujung-ujungnya akan menaikkan level kesejahteraan rakyat. Di sinilah perbankan bisa masuk menawarkan produk dan jasa keuangan untuk segmen consumer and retail. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan bergerak seimbang. Bagaimana BNI menyikapi paradigma tersebut? Dalam beberapa tahun terakhir, BNI melakukan pengembangan terhadap business model design dan operating model design yang lebih fokus terhadap tatanan tersebut, utamanya untuk mengakomodasi kebutuhan demand side dan supply side. Dalam hal ini kami telah membentuk dua fokus bisnis, yaitu business banking dan consumer and retail banking. Kami benar-benar mendalami sektor produktifnya di sektor riil, yakni melalui penetapan delapan sektor unggulan dan sektor ritel-konsumer. Kedelapan sektor tersebut adalah pertanian; kelistrikan; minyak, gas dan pertambangan; rekayasa dan konstruksi; komunikasi; makanan dan minuman; dan kimia. Dari fokus delapan sektor industri unggulan itu diturunkan ke dalam masing-masing wilayah, di mana BNI membaginya dalam 15 wilayah. Dari setiap wilayah tersebut ada sektor unggulannya, masing-masing wilayah memiliki lima sektor ekonomi unggulan sesuai dengan potensi ekonominya. Melalui pengelompokan dan model tersebut, tentu saja kami juga menyiapkan enabling functions dari sistem, tata kelola, teknologi informasi, human capital, dan sebagainya. Itulah model bisnis yang dikembangkan. Elaborasi seperti apa yang diharapkan BNI ketika fokus pada delapan sektor itu? Sektor-sektor produktif yang saya sebutkan tadi diupayakan dapat memberi multiplier effect, sehingga bisa memperkuat dan memperluas basis perekonomian nasional yang lebih berkualitas, bukan hanya berbasis perdagangan dan jasa. Banyak pengamat dan analisis yang menyatakan bahwa Indonesia akan menjadi kekuatan ekonomi utama dalam beberapa dekade mendatang. Disebutkan bahwa Indonesia akan menjadi negara dengan perekonomian terbesar ketujuh di 14 PROBANK l No. 106 Tahun XXX Maret-April 2013

dunia pada 2030. Bahkan, ada yang menyebutkan Indonesia menjadi negara kelima terbesar di bidang ekonomi pada 2050. Namun, yang terpenting bagi saya justru melihat kenyataan yang ada saat ini dan terus melakukan perbaikan terhadap sejumlah pekerjaan rumah, seperti masalah infrastruktur. Di sini teknologi informasi (TI) dan komunikasi menjadi hal penting bagi perbankan ke depan, termasuk untuk memperluas akses masyarakat ke lembaga keuangan terkait dengan modal atau kredit. Berkaca pada kebijakan BUKU, misalnya, apakah aturan itu benar-benar dapat memperbaiki kondisi perbankan ke depan? Segmentasi bank berdasarkan BUKU oleh Bank Indonesia dimaksudkan untuk menata strata bank-bank atas dasar kepemilikan modal intinya dikaitkan dengan strategi pengembangan jangkauan operasional. Dari sudut pandang pihak asing, kebijakan ini dipandang dengan skeptis atau seolah-olah Indonesia defensif. Saya berpandangan sesungguhnya Indonesia sedang menyiapkan diri dan menyelaraskan kebijakan perbankan dengan kebijakan-kebijakan perbankan yang telah diterapkan oleh negara-negara tetangga. Kalau visi ASEAN menuju pasar yang lebih terintegrasi, maka saya memandang perlunya dilakukan harmonisasi kebijakan. Tentu sebagai pelaku usaha diharapkan ada konsistensi bersama dalam melangkah ke depan. Intinya, siap atau tidak siap, mau atau tidak mau, Indonesia telah meratifikasi berbagai perjanjian di tingkat regional. Pandangan yang lebih konkret mengenai kebijakan BUKU seperti apa? Saya melihat, kebijakan multiple licence itu untuk memetakan atau menyegmentasikan pasar perbankan. Misalnya, bank yang bermodal di bawah Rp1 triliun mungkin diharapkan dapat memilih dan menentukan market niche-nya. Dan, kebijakan BI dimaksud juga untuk penguatan dari sisi prudential management. Dengan demikian, diharapkan bank-bank yang bermodal minim dapat mengukur dirinya masing-masing sejauh mana bisnis yang bisa mereka garap dengan tepat. Intinya, kebijakan tersebut adalah untuk menyelaraskan antara kondisi dan perkembangan perbankan nasional dengan perkembangan trade relationship di kawasan regional yang semakin tinggi. Dan, melalui proses penyelarasan dimaksud, dengan sendirinya sektor keuangan akan semakin terintegrasi. Itu artinya, harus ada harmonisasi di tingkat regulasi dalam mengantisipasi hal tersebut. Jadi, harmonisasi regulasi dimaksud sangat make sense atau masuk akal. Kebijakan dimaksud juga untuk mengantisipasi keterbukaan pasar ekonomi ASEAN pada awal 2016 nanti. Bank kecil mungkin agak sulit menambah modal. Apakah hal itu akan mengundang investor asing masuk? Saya berpikir, yang penting adalah apakah perekonomian kita akan memperoleh manfaat atau tidak dari proses-proses akuisisi dan sejenisnya itu, dan bukan hanya pemilik atau investornya yang memperoleh manfaat. Saya berpikir positif saja, lebih baik bagi kita melihat manfaatnya terhadap perekonomian bangsa. Jadi, lebih baik arah diskusinya didorong kepada apa sebenarnya ultimate goals atau tujuan akhir dari masing-masing pemilik. Selain itu, investor asing tetap akan butuh mitra lokal untuk memahami pasar yang ada di dalam negeri. Melalui partnership itu, diharapkan modal dan sistem yang mereka miliki bisa berjalan dan berhasil. Kebutuhan akan partner lokal itu akan menjadi complementary-nya bagi investor asing. Jadi, ketergantungan tidak hanya ada di satu pihak. Di lain sisi, selama penetrasi perbankan nasional masih rendah, kita harus tetap optimistis bahwa perkembangan perbankan masih akan terus baik. Apalagi, kita sedang mempersiapkan pasar yang lebih besar, yakni pasar regional. Tinggal bagaimana kemampuan dan prioritas masing-masing bank. No. 106 Tahun XXX Maret-April 2013 l PROBANK 15