LANDASAN TEORI Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang

dokumen-dokumen yang mirip
1. PENDAHULUAN. merupakan salah satu unsur belanja langsung. Belanja modal merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

PEMERINTAH KOTA LUBUKLINGGAU NERACA Per 31 Desember 2008 dan 2007

LAPORAN KEUANGAN POKOK

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

KEBIJAKAN AKUNTANSI NO. 03 NERACA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua

LAPORAN KEUANGAN POKOK. PEMERINTAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NERACA AUDITED Per 31 Desember 2008 dan 2007

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

PEMERINTAH PROVINSI LAMPUNG. LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN Desember 2015 dan 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran menurut Yuwono (2005:27) adalah rencana terinci yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Belanja Pemeliharaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA LAPORAN REALISASI ANGGARAN UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2014 DAN 2013 URAIAN REF ANGGARAN 2014

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA INSPEKTORAT KABUPATEN N E R A C A PER 31 DESEMBER 2012 DAN 2011 (Dalam Rupiah)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai hakekat dan arah dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT RINGKASAN LAPORAN REALISASI ANGGARAN TAHUN ANGGARAN 2013

PEMERINTAH KOTA BANDUNG NERACA

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dibahas lebih mendalam mengenai teori-teori dan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

SEKILAS PAJAK DAERAH DI INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Laporan Anggaran dan Realisasi Pendapatan dan Belanja Kabupaten Aceh Utara Tahun Anggaran 2006

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. pedoman tindakan yang akan dilaksanakan pemerintah meliputi. rencana pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan yang diukur

PEMERINTAH KOTA BANDUNG NERACA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 29 TAHUN 2013 TENTANG KAPITALISASI ASET TETAP KABUPATEN LUWU TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI LUWU

PEMERINTAH KOTA BANDUNG NERACA

BAB 1 BUKU SAKU PERPAJAKAN BAGI UMKM

PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG DINAS PERUMAHAN, PENATAAN RUANG DAN KEBERSIHAN N E R A C A

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

PENGANTAR. PEMERINTAH KABUPATEN BINTAN NERACA PER 31 Desember 2014 dan 2013

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

1. Neraca Komparatif PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO NERACA PER 31 DESEMBER 2014 DAN 31 DESEMBER 2013

APBD KABUPATEN GARUT TAHUN ANGGARAN ) Target dan Realisasi Pendapatan

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan oleh Pemda untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab

KERTAS KERJA PENYUSUNAN NERACA KONSOLIDASI POSISI PER TANGGAL.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bersangkutan, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. MPR No.IV/MPR/1973 tentang pemberian otonomi kepada Daerah. Pemberian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam

BAB V PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN SKPD

LAPORAN KEUANGAN BERBASIS AKRUAL SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROFIL KEUANGAN DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAHAN PRESENTASI KELAS PROGRAM MAKSI UNDIP OLEH: MARYONO DS

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN BAGIAN HUMAS SETDA KABUPATEN KUDUS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

LAPORAN KEUANGAN POKOK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. APBN/APBD. Menurut Erlina dan Rasdianto (2013) Belanja Modal adalah

Transkripsi:

8 II. LANDASAN TEORI 2.1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, struktur APBD merupakan satu kesatuan terdiri dari: a. pendapatan daerah; 1. pendapatan asli daerah; 2. dana perimbangan; 3. lain-lain pendapatan daerah yang sah; b. belanja daerah; 1. urusan wajib; 2. urusan pilihan; 3. urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan; c. pembiayaan; penerimaan pembiayaan: 1. sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SiLPA);

9 2. pencairan dana cadangan; 3. hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan; 4. penerimaan pinjaman daerah; 5. penerimaan kembali pemberian pinjaman; dan 6. penerimaan piutang daerah. Pengeluaran pembiayaan: 1. pembentukan dana cadangan; 2. penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah; 3. pembayaran pokok utang; dan 4. pemberian pinjaman daerah. 2.2. Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, Laporan Realisasi Anggaran mengungkapkan kegiatan keuangan pemerintah pusat/daerah yang menunjukkan ketaatan terhadap APBN/APBD. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi dan penggunaan sumber daya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah dalam satu periode pelaporan. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan sekurang-kurangnya unsur-unsur sebagai berikut: a. pendapatan-lra; b. belanja; c. transfer;

10 d. surplus/defisit-lra; e. pembiayaan; f. sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran. 2.3. Neraca Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban dan ekuitas pada tanggal tertentu. Neraca menyajikan secara komparatif dengan periode sebelumnya pos-pos berikut: a. kas dan setara kas; b. investasi jangka pendek; c. piutang pajak dan bukan pajak; d. persediaan; e. investasi jangka panjang; f. aset tetap; g. kewajiban jangka pendek; h. kewajiban jangka panjang; i. ekuitas. 2.4. Belanja Modal Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 Tahun 2011 Pasal 53, belanja modal adalah belanja yang digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan asset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas)

11 bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya. Nilai pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud sebagaimana dimaksud di atas, dianggarkan dalam belanja modal hanya sebesar harga beli/bangun aset. Belanja honorarium panitia pengadaan dan administrasi pembelian/pembangunan untuk memperoleh setiap aset yang dianggarkan pada belanja modal, dianggarkan pada belanja pegawai dan/atau belanja barang dan jasa. Belanja modal terdiri dari : a. belanja publik yaitu belanja yang manfaatnya dapat dinikmati secara langsung oleh masyarakat. Belanja publik merupakan belanja modal (capital expenditure) yang berupa investasi fisik (pembangunan infrastruktur) yang mempunyai nilai ekonomis lebih dari satu tahun dan mengakibatkan terjadinya penambahan aset daerah, b. belanja aparatur adalah belanja yang manfaatnya tidak secara langsung dinikmati oleh masyarakat, tetapi dirasakan secara langsung oleh aparatur. Belanja aparatur menyebabkan terjadinya penambahan aktiva tetap dan aktiva tidak lancar lainnya. Belanja aparatur diperkirakan akan memberikan manfaat pada periode berjalan dan periode yang akan datang.

12 Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 Tahun 2011 Pasal 5, belanja modal untuk melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah dianggarkan pada belanja SKPD berkenaan. Belanja modal terdiri dari: 1) belanja modal pengadaan tanah 2) belanja modal pengadaan alat-alat berat 3) belanja modal pengadaan alat-alat angkutan darat bermotor 4) belanja modal pengadaan alat-alat angkutan darat tidak bermotor 5) belanja modal pengadaan alat-alat angkutan di air bermotor 6) belanja modal pengadaan alat-alat angkutan di air tidak bermotor 7) belanja modal alat-alat angkutan udara 8) belanja modal pengadaan alat-alat bengkel 9) belanja modal pengadaan alat-alat pengolahan pertanian dan peternakan 10) belanja modal pengadaan peralatan kantor 11) belanja modal pengadaan perlengkapan kantor 12) belanja modal pengadaan komputer 13) belanja modal pengadaan mebeuler 14) belanja modal pengadaan peralatan dapur 15) belanja modal pengadaan penghias ruangan rumah tangga 16) belanja modal pengadaan alat-alat studio 17) belanja modal pengadaan alat-alat komunikasi 18) belanja modal pengadaan alat-alat ukur 19) belanja modal pengadaan alat-alat kedokteran

13 20) belanja modal pengadaan alat-alat laboratorium 21) belanja modal pengadaan konstruksi jalan 22) belanja modal pengadaan konstruksi jembatan 23) belanja modal pengadaan konstruksi jaringan air 24) belanja modal pengadaan penerangan jalan, taman dan hutan kota 25) belanja modal pengadaan instalasi listrik dan telepon 26) belanja modal pengadaan konstuksi/pembelian bangunan 27) belanja modal pengadaan buku/kepustakaan 28) belanja modal pengadaan barang bercorak kesenian, kebudayaan 29) belanja modal pengadaan hewan/ternak dan tanaman 30) belanja modal pengadaan alat-alat persenjataan/keamanan. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 71 Tahun 2010, klasifikasi aset tetap dalam neraca adalah sebagai berikut: 1) tanah 2) peralatan dan mesin 3) gedung dan bangunan 4) jalan, irigasi dan jaringan 5) aset tetap lainnya 6) konstruksi dalam pengerjaan. 2.5. Kemandirian Daerah (Halim, 2001 dalam Dwirandra, 2007) menjelaskan bahwa ciri utama suatu daerah yang mampu melaksanakan otonomi yaitu:

14 1. kemampuan keuangan daerah, artinya daerah harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahannya, dan 2. ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, agar Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat menjadi bagian sumber keuangan terbesar sehingga peranan pemerintah daerah menjadi lebih besar. Kemandirian Fiskal daerah merupakan salah satu aspek yang sangat penting dari otonomi daerah secara keseluruhan. Menurut Mardiasmo (1999) disebutkan bahwa manfaat adanya kemandirian fiskal adalah: 1. mendorong peningkatan partisipasi prakarsa dan kreativitas masyarakat dalam pembangunan serta akan mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan (keadilan) di seluruh daerah dengan memanfaatkan sumber daya serta potensi yang tersedia di daerah, 2. memperbaiki alokasi sumber daya produktif melalui pergeseran penghambilan keputusan publik ketingkat pemerintahan yang lebih rendah yang memiliki informasi lebih lengkap. Kemandirian fiskal daerah menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) seperti pajak daerah, retribusi dan lain-lain. Karena itu otonomi daerah dan pembangunan daerah bisa diwujudkan hanya apabila disertai kemandirian fiskal yang efektif. Ini berarti bahwa pemerintahan daerah secara finansial

15 harus bersifat independen terhadap pemerintah pusat dengan jalan sebanyak mungkin menggali sumber-sumber PAD seperti pajak, retribusi dan sebagainya (Elia Radianto,1997). Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber keuangan yang digali dari dalam wilayah yang bersangkutan. Sumbersumber Pendapatan Asli Daerah terdiri dari: 1. sesuai dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009, pajak daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat, 2. menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009, retribusi daerah, yang selanjutnya disebut retribusi, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan, 3. hasil perusahaan milik daerah, merupakan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis penerimaan yang termasuk hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan antara lain bagian laba, deviden dan penjualan saham milik daerah, 4. lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, antara lain hasil penjualan aset negara dan jasa giro.

16 Menurut Undang-undang No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, jenis pajak dibagi menjadi: 1. Jenis Pajak provinsi terdiri atas: a. Pajak Kendaraan Bermotor; b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; d. Pajak Air Permukaan; dan e. Pajak Rokok. 2. Jenis Pajak kabupaten/kota terdiri atas: a. Pajak Hotel; b. Pajak Restoran; c. Pajak Hiburan; d. Pajak Reklame; e. Pajak Penerangan Jalan; f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; g. Pajak Parkir; h. Pajak Air Tanah; i. Pajak Sarang Burung Walet; j. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan; dan k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No.21 tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, kelompok pendapatan dana perimbangan/transfer dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas: a. dana bagi hasil (pajak dan bukan pajak;

17 b. dana alokasi umum; dan c. dana alokasi khusus. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, penerimaan pinjaman daerah digunakan untuk menganggarkan penerimaan pinjaman daerah termasuk penerimaan atas penerbitan obligasi daerah yang akan direalisasikan pada tahun anggaran berkenaan. 2.6. Pertumbuhan Ekonomi Tambunan (2006) mengatakan, pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama atau suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan. Karena jumlah penduduk bertambah setiap tahun yang dengan sendirinya kebutuhan konsumsi sehari-hari juga bertambah setiap tahun, maka dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahun. Selain dari sisi permintaan (konsumsi), dari sisi penawaran, pertumbuhan penduduk juga membutuhkan pertumbuhan kesempatan kerja (sumber pendapatan). Pertumbuhan ekonomi tanpa dibarengi dengan penambahan kesempatan kerja akan mengakibatkan ketimpangan dalam pembagian dari penambahan pendapatan tersebut (cateris paribus), yang selanjutnya akan menciptakan suatu kondisi pertumbuhan ekonomi dengan peningkatan kemiskinan. Pemenuhan kebutuhan konsumsi dan kesempatan kerja itu sendiri hanya bisa dicapai dengan peningkatan output agregat (barang dan jasa) atau PDB yang terus-menerus. Dalam pemahaman ekonomi makro,

18 pertumbuhan ekonomi adalah penambahan PDB, yang berarti peningkatan Pendapatan Nasional. 2.7. Jumlah Penduduk Penduduk menurut Badan Pusat Statistik adalah mereka yang sudah menetap disuatu wilayah paling sedikit enam bulan atau kurang dari enam bulan tetapi bermaksud untuk menetap. Penduduk atau warga suatu negara atau daerah bisa didefinisikan menjadi dua: a. orang yang tinggal di daerah tersebut, b. orang yang secara hukum berhak tinggal di daerah tersebut, dengan kata lain orang yang mempunyai surat resmi untuk tinggal di daerah itu. Misalkan bukti kewarganegaraan, tetapi memilih tinggal di daerah lain. 2.8. Model Penelitian Model penelitian ini disusun berdasarkan variabel-variabel penelitian, yaitu: Gambar 1. Model Penelitian Kemandirian daerah Pertumbuhan ekonomi Belanja Modal Jumlah Penduduk

19 2.9. Pengembangan Hipotesis 2.9.1. Kemandirian Daerah dan Belanja Modal Kemandirian dihitung melalui rasio kemandirian daerah dengan cara membandingkan jumlah penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibagi dengan jumlah pendapatan transfer dari pemerintah pusat dan provinsi serta pinjaman daerah. Semakin tinggi angka rasio ini menunjukkan semakin tinggi kemandirian keuangan daerahnya (Mahmudi, 2011). Hal ini menunjukkan keterkaitan erat antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan kemandirian daerah. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang menguji tentang adanya keterkaitan atau hubungan antara Pendapatan Asli Daerah dengan Belanja Modal yang dilakukan oleh Priyo Hari Adi (2007). Berdasarkan penjelasan tersebut dibentuklah hipotesis: H 1: Kemandirian daerah berpengaruh positif terhadap belanja modal. 2.9.2. Pertumbuhan Ekonomi dan Belanja Modal Kajian empiris tentang pertumbuhan ekonomi oleh Lin dan Liu dalam Darwanto dan Yustikasari (2007) menunjukkan desentralisasi memberikan dampak yang sangat berarti bagi pertumbuhan ekonomi daerah. Nanga dalam Harianto dan Adi (2007) mengindikasikan terjadinya ketimpangan fiskal antar daerah dapat mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi daerah. Ketimpangan fiskal antar daerah ini memunculkan tuntutan yang semakin kuat untuk mengubah struktur belanja ke belanja modal,

20 khususnya pada daerah-daerah yang mengalami kapasitas fiskal rendah (Halim dalam Adi, 2007). Berdasarkan penjelasan tersebut dibentuklah hipotesis: H 2: Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap belanja modal. 2.9.3. Jumlah Penduduk dan Belanja Modal Menurut Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Daerah, dalam evaluasi dana desentralisasi dan perekonomian daerah; Rasio belanja modal terhadap jumlah penduduk merupakan Rasio Belanja Modal per kapita menunjukkan seberapa besar belanja yang dialokasikan pemerintah untuk pembangunan infrastruktur daerah per penduduk. Rasio Belanja Modal per kapita memiliki hubungan yang erat dengan pertumbuhan ekonomi karena Belanja Modal merupakan salah satu jenis belanja pemerintah yang menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi. Rasio ini bermanfaat untuk menunjukkan perhatian pemerintah dalam meningkatkan perekonomian penduduknya dari pembangunan infrastruktur yang dikeluarkan. Hasil penelitian tesis Akbar (2011) membuktikan bahwa secara simultan Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah kabupaten/kota di Sumatera Utara dengan Adjusted R 2 sebesar 74,10%. Secara parsial variabel Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Jumlah Penduduk berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah. Berdasarkan penjelasan tersebut dibentuklah hipotesis: H 3: Jumlah Penduduk berpengaruh positif terhadap belanja modal.