BAB II PERJANJIAN EKSTRADISI DALAM SIYA>SAH SYAR IYYAH

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI LAMONGAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PEMERASAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

PERSATUAN DAN KERUKUNAN

UKHUWAH ISLAMIYYAH Oleh : Agus Gustiwang Saputra

BAB IV. pembiayaan-pembiayaan pada nasabah. Prinsip-prinsip tersebut diperlukan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SANKSI PIDANA PELANGGARAN HAK PEMEGANG PATEN MENURUT UU NO. 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGALIHAN NAMA ATAS HARTA WARIS SEBAB AHLI WARIS TIDAK PUNYA ANAK

BAB IV. A. Pandangan Hukum Pidana Islam Terhadap Sanksi Hukuman Kumulatif. Dari Seluruh Putusan yang dijatuhkan oleh Hakim, menunjukkan bahwa

MATAN. Karya Syaikh Al Imam Muhammad bin Abdul Wahhab

??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????

RATIOLEGIS HUKUM RIDDAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PEMALSUAN MEREK SEPATU DI KELURAHAN BLIMBINGSARI SOOKO MOJOKERTO

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

BAB IV. Islam juga berlaku bagi tindak pidana yang dilakukan oleh penduduk da>r alsala>m

Kedudukan Mu amalah Konsep Dasar Mu amalah Landasan Perekonomian Islam Kegiatan dan Pengembangan Perekonomian Prinsip-prinsip dalam Penataan Ekonomi

Bahaya Zina dan Sebab Pengantarnya

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI PEMBAYARAN DENGAN CEK LEBIH PADA TOKO SEPATU UD RIZKI JAYA

Taat Kepada Pemimpin Kaum Muslimin

BAB IV. Setelah mempelajari putusan Pengadilan Agama Sidoarjo No. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda tentang izin poligami, penulis dapat

Pendidikan Agama Islam

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM DALAM PASAL 55 KUHP TERHADAP MENYURUH LAKUKAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN

5 Oktober 2011 AAEI ITB K-07

Al Fajri Asbahri Rifan Ahmad Fauzi Dedi Sutarma Ecep Hidayat Fakhri Muhammad Hanif Indra

PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN CUTI BERSYARAT DI RUTAN MEDAENG MENURUT UU NO. 12 TENTANG PEMASYARAKATAN

FATWA FIQIH JINAYAH : BOM BUNUH DIRI Oleh: Nasruddin Yusuf ABSTRAK

PEMBAHASAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

ija>rah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam memenuhi

c. QS. al-ma idah [5]: 6: 78.9&:;8&<,-.,, &DEF2 4A0.0BC 78#1 #F7"; 1, 4&G5)42 # % J5#,#;52 #HI Hai orang yang beriman, janganlah ke

BAB IV ANALISIS FIQH JINAYAH TERHADAP PEMBELAAN TERPAKSA YANG MELAMPAUI BATAS MENURUT PASAL 49 KUHP

BAB I PENDAHULUAN. perubahan besar yang terjadi. Salah satunya yang menandai. perubahan orientasi masyarakat muslim dari urusan ibadah yaitu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Perkawinan Beda Agama Menurut Agama Islam. Berdasarkan ajaran Islam, deskripsi kehidupan suami-istri yang tentram

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

Persatuan Dalam al-quran dan Sunnah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang dilihat dari letak geografis

BAB IV. A. Mekanisme Penundaan Waktu Penyerahan Barang Dengan Akad Jual Beli. beli pesanan di beberapa toko di DTC Wonokromo Surabaya dikarenakan

PERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF ISLAM Oleh Dr. ABDUL MAJID Harian Pikiran Rakyat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VI/2008

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA ANAK DALAM HUKUM PIDANA ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV. A. Analisis Hukum Pidana Islam tentang Kejahatan Korporasi Sebagaimana Diatur

Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia

BAB IV ANALISIS TERHADAP BATAS USIA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK DIBAWAH UMUR DALAM KASUS PIDANA PENCURIAN

BAB IV ANALISIS Mekanisme PAW Anggota DPR/DPRD Menurut UU RI No 27 Tahun 2009 dalam Persepektif Fiqh Siyasah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1979 TENTANG EKSTRADISI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV. Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Remisi Kepada Pelaku Tindak Pidana. Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam konsep Islam penyelesaian dengan jalan damai disebut dengan

Disebarluaskan melalui: website: TIDAK untuk tujuan KOMERSIL

PERNYATAAN UMUM TENTANG HAK-HAK ASASI MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian

FATWA MAJLIS ULAMA INDONESIA Tentang Perayaan Natal Bersama

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN

BAB IV. Dasar Pertimbangan Hakim Terhadap Putusan Pengadilan Negeri. Pidana Hacker. Negeri Purwokerto No: 133/Pid.B/2012/PN.

Sebagai contoh, anda boleh lihat Piagam Madinah di bawah.

Mulia Quran Terjemahan Bahasa Indonesia. Surah Mumtahinah

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PROBOLINGGO NO. 179/PID.B/PN.PBL TENTANG TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING

Standar Kompetensi : 4. Membiasakan perilaku terpuji.

Perempuan dan UU no. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai. Dalam memahai batasan diskriminasi terhadap perempuan, maka tidak

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III TINJAUAN TENTANG KEDUDUKAN DAN TUGAS LEMBAGA JURU DAMAI DALAM PENYELESAIAN PERKARA SYIQAQ

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PERSYARATAN TEKNIS DAN SANKSI HUKUM MODIFIKASI KENDARAAN BERMOTOR YANG

BAB IV ANALISIS TENTANG SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA PASAL 1320 TERHADAP JUAL BELI HANDPHONE BLACK MARKET DI MAJID CELL

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan kehidupan sehari-hari setiap individu memiliki kepentingan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KONTRAK OPSI SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG JUAL BELI SUKU CADANG MOTOR HONDA DI DEALER HONDA CV. SINARJAYA KECAMATAN BUDURAN KABUPATEN SIDOARJO

"PEMIMPIN ADIL NEGARA MAKMUR"

Berpegang kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah, dan tidak bertaqlid kepada seseorang

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRODUK KEPEMILIKAN LOGAM MULIA (KLM) DI PT. BRI SYARIAH KCP SIDOARJO

Rasulullah saw. memotong tangan pencuri dalam (pencurian) sebanyak seperempat dinar ke atas. (Shahih Muslim No.3189)

JABAT TANGAN ANTARA PRIA DAN WANITA

BAB V PENUTUP. dapat dijerat dengan pasal-pasal : (1) Pasal 285 Kitab Undang-undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. benua dan lautan yang sangat luas, maka penyebaran agama-agama yang dibawa. melaksanakan kemurnian dari peraturan-peraturannya.

E٤٢ J٣٣ W F : :

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan

REVIEW. Disampaikan pada perkuliahan PENDIDIKAN AGAMA ISLAM kelas PKK. Dr. Dede Abdul Fatah, M.Si. Modul ke: Fakultas EKONOMI. Program Studi AKUNTANSI

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur

Ceramah Ramadhan 1433 H/2012 M Bagaimana Kita Merespon Perintah Puasa

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

BAB IV ANALISIS TENTANG SANKSI PENGGELAPAN PAJAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS APLIKASI PEMBERIAN UPAH TANPA KONTRAK DI UD. SAMUDERA PRATAMA SURABAYA

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG

BAB IV. A. Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Meulaboh dalam Putusan No. 131/Pid.B/2013/PN.MBO tentang Tindak Pidana Pembakaran Lahan.

MEMILIH PEMIMPIN YANG BENAR PERSPEKTIF ISLAM Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV JUAL BELI SEPATU SOLID DI KECAMATAN SEDATI SIDOARJO DALAM PERSPEKTIF MASLAHAH MURSALAH

PIAGAM MADINAH. Pasal 1 Sesungguhnya mereka adalah satu bangsa negara (ummat), bebas dari (pengaruh dan kekuasaan) manusia lainnya.

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN NO. 488/PID.B/2015/PN.SDA TENTANG PERCOBAAN PENCURIAN

Konversi Akad Murabahah

Munakahat ZULKIFLI, MA

Persatuan Islam dalam Perspektif Imam Shadiq

BAB IV MAKNA IDEAL AYAT DAN KONTEKSTUALISASINYA

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 17 Tahun 2013 Tentang BERISTRI LEBIH DARI EMPAT DALAM WAKTU BERSAMAAN

dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus be

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TAUHID. Aku ciptakan jin dan manusia tiada lain hanyalah untuk beribadah kepadaku (QS. Adz-Dzariyat : 56)

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi

Transkripsi:

25 BAB II PERJANJIAN EKSTRADISI DALAM SIYA>SAH SYAR IYYAH A. Prinsip Internasionalitas dalam Siya>sah Syar iyyah Secara sederhana, Siya>sah Syar iyyah merupakan ketentuan kebijaksanaan pengurusan masalah kenegaraan yang berdasarkan syari at. 33 Sehubungan dengan prinsip Internasionalitas, hukum Islam disamping mengatur soal-soal agama mengatur juga persoalan-persoalan dunia, termasuk mengatur hubungan antara bangsa dan negara. 34 Munculnya Siya>sah Syar iyyah disini adalah untuk mengatasi masalah-masalah umum bagi pemerintahan Islam, dimana Siya>sah Syar iyyah itu sendiri menyerukan agar seluruh umat manusia yang berlainan kebangsaan, warna kulit dan agamanya menegakkan persaudaraan kemanusiaan secara menyeluruh sehingga dapat menjamin terciptanya kemaslahatan dan terhindarnya kemudharatan dari masyarakat Islam. Dalam firman Allah surat al-hujurat ayat 13 disebutkan: Artinya: hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan 33 Muhammad Iqbal, Fiqih Siyasah (Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam), 4 34 L. Amin Widodo, Fiqih Siasah dalam Hubungan Internasional, 11 25

26 bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. 35 Adanya prinsip Internasionalitas dalam Siya>sah Syar iyyah itulah kaum Muslimin dapat mengunjungi negara-negara Islam tanpa mendapat rintangan dan kesulitan. Seorang Muslim dapat berkelana kemana saja, bahkan berdomisili dalam satu negeri sampai kapan saja dan bekerja apa saja, menjabat pangkat tinggi dalam pemerintahan, berdagang, mengikat diri dalam tali perkawinan dengan penduduk negeri atau untuk mencari ilmu pengetahuan. Berbicara mengenai Siya>sah Syar iyyah, ada beberapa firman Allah yang berkaitan dengan prinsip Internasionalitas, diantaranya: 36 1. Kemestian mewujudkan persatuan dan kesatuan umat, sebagaimana tertuang dalam al-qur an: Artinya: sesungguhnya (agama Tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan aku adalah Tuhanmu, Maka bertakwalah kepada- Ku. (Q.S. al-mu minun: 52) 2. Kemestian mendamaikan konflik antar kelompok dalam masyarakat Islam 35 Depertemen RI, Al-Qur an Terjemah Indonesia 36 A. Djazuli, Fiqh Siyasah (Implementasi Kemaslahatan Umat dalam Rambu-Rambu Syari ah), 21

27 Artinya: dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya. (Q.S. al-hujurat: 9) 3. Keharusan menepati janji Artinya: dan tepatilah Perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. (Q.S. Al-Nahl: 91) B. Hubungan Antar Negara Menurut Siya>sah Syar iyyah Peranan Siya>sah Syar iyyah dalam kehidupan bernegara adalah mengatur bagaimana hubungan antar negara. Hubungan dalam hal ini berarti hubungan Internasional, disini maksudnya adalah hubungan antara suatu negara dengan negara lainnya. Hubungan antar negara bagaimanapun tidak dapat dihindari dalam kehidupan pergaulan dunia. Bermacam kebutuhan antara satu negara dengan negara lainnya yang mengakibatkan mereka harus selalu berhubungan antara satu negara dengan negara lainnya. Karena itu untuk mengatur agar teraturnya hubungan ini diperlukan hukum Internasional. Berdasarkan kenyataan bahwa semua orang tidaklah mau menerima, apalagi mentaati hukum Islam itu sebagai hukum Internasional. Hukum Internasional adalah hukum yang membicarakan masalah tata hukum dengan

28 ketentuan-ketentuan yang mengatur pergaulan antar negara. Maka dari itu para fuqaha/sarjana ahli hukum Islam secara ilmu pengetahuan membagi hubungan Internasional menjadi dua kelompok, yaitu: 37 1. Hubungan Antar Bangsa dan Negara dalam Da>r al-sala>m Menurut Javid Iqbal, Da>r al-sala>m adalah negara yang pemerintahannya dipegang umat Islam, mayoritas penduduknya beragama Islam dan menggunakan hukum Islam sebagai undang-undangnya karena kekuasaan mutlak atau kedaulatan puncak berada pada Allah, maka Da>r al- Sala>m harus menjunjung tinggi supremasi hukum islam, selanjutnya karena masyarakat Muslim harus diperintah menurut hukum Islam, maka pemimpin pemerintahannya juga haruslah Muslim agar mereka dapat melaksanakan hukum Islam. 38 Sehubungan dengan itu maka penduduk negeri dalam Da>r al- Sala>m dapat dibedakan atas tiga golongan yakni: 39 1. Muslim, yaitu semua orang Islam baik warga negara maupun orang asing; 2. Zimmi, yaitu semua warga negara Da>r al-sala>m yang beragama lain seperti Yahudi, Nasrani, Majusi, Hindu, Budha, aliran kepercayaan bahkan mungkin atheis sama sekali tidak beragama; 37 L. Amin Widodo, Fiqh Siasah dalam Hubungan Internasional, 13 38 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah (Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam), 211 39 L. Amin Widodo, Fiqh Siasah dalam Hubungan Internasional, 13

29 3. Musta min atau Mu ahid, yaitu warga negara asing non Muslim yang mukim untuk sementara di negeri Da>r al-sala>m untuk satu keperluan seperti berdagang, sebagai anggota korp diplomatik seperti duta besar negara sahabat dan sebagainya. Bagi Muslim, baik warga negara atau orang asing yang berada di negara Da>r al-sala>m diperlakukan sama dalam ketentuan-ketentuan hukum Islam. Adapun orang-orang Zimmi selaku warga negara Da>r al-sala>m diharuskan melaksanakan atau mematuhi ketentuan-ketentuan hukum Islam yang berlaku sebagai perundang-undangan negara, tanpa melihat keyakinan agama yang mereka anut, terkecuali dalam urusan beribadah makanan dan minuman serta beberapa perkara di bidang hukum keluarga, dibenarkan menurut keyakinan agama dan kepercayaan masing-masing. Sedang kepada orang-orang Musta min atau Mu ahid yang berada di dalam negara Da>r al- Sala>m, mereka diharuskan tunduk dan patuh kepada hukum perundangundangan negara berlaku, sesuai dengan isi perjanjian Internasional yang telah diadakan secara bilateral antara kedua belah pihak. 40 Bagi penduduk Muslim maupun penduduk Zimmi dijamin keselamatan jiwa dan hartanya, sebab jaminan keselamatan bisa diperoleh dengan dua jalan yaitu keimanan dan keamanan. Pengertian keimanan ialah mempercayai agama Islam, sedang pengertian keamanan ialah suatu janji 40 Ibid., 14

30 keselamatan yang diberikan kepada penduduk Zimmi berdasarkan suatu perjanjian tertentu. 41 Rasulullah SAW: Jaminan keselamatan karena keimanan didasarkan atas kata-kata Aku disuruh memerangi orang-orang sehingga mereka mengucapkan (mengakui bahwa): tidak ada Tuhan selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Kalau mereka sudah mengatakan demikian, maka mereka telah menjamin jiwa dan harta bendanya dari padaku, kecuali kalau ada alasan yang benar. 42 2. Hubungan Antar Bangsa dan Negara dalam Da>r al-kuffa>r Yang dimaksud dengan Da>r al-kuffa>r menurut Jumhur Fuqaha ialah semua negara yang tidak berada di bawah kekuasaan umat Islam, atau yang didalamnya tidak nampak berlakunya ketentuan-ketentuan hukum Islam baik terhadap penduduknya yang beragama Islam, ataupun non Muslim. Selama orang-orang Islam dimana mereka bermukim secara tetap dan tidak mampu melahirkan hukum Islam sebagai hukum perundangundangan negara maka dapat dikategorikan dalam kelompok negara Da>rul Kuffa>r. 43 Negara-negara Da>rul Kuffa>r penduduk negerinya dapat dibedakan atas dua kelompok, yakni: 44 41 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah (Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam), 212 42 Ibid 43 L. Amin Widodo, Fiqh Siasah dalam Hubungan Internasional, 15 44 Ibid

31 1. Muslim ialah yang beragama Islam; 2. Non Muslim/kafir, ialah yang beragama lain. Penduduk non Muslim yang tinggal menetap di Da>r al-kuffa>r dan sebagai warga negara dinamai orang kafir Harbiyin. Dalam teori Siya>sah Syar iyyah orang-orang kafir tersebut tidak terpelihara kehormatan, darah dan hartanya dan tidak terjamin keselamatannya di negeri Da>r al- Sala>m sebelum ada diantara mereka suatu perjanjian dengan negara-negara Da>r al-sala>m, karena menurut kaedah Siya>sah Syar iyyah menegaskan bahwa terpeliharanya kehormatan, darah dan harta bagi seseorang ditentukan oleh adanya keimanan dan atau keamanan. Arti keimanan adalah beragama Islam dan maksud keamanan adalah mendapat jaminan keamanan dengan adanya perjanjian selaku penduduk Zimmi, atau adanya perjanjian damai dan juga yang serupa itu. 45 Apabila orang-orang Harbi memasuki negeri Islam tanpa izin maka bisa ditawan dengan akibat-akibat tertentu, kalau tidak diberi ampunan. Apabila ia msuk dengan izin atau karena perjanjian keamanan tertentu, maka ia disebut Musta min, dan terjamin jiwa dan hartanya selama waktu tertentu, yaitu selama ia tinggal di negeri Islam. Apabila izin yang diberikan kepadanya telah selesai, tetapi ia ingin menetap di negeri itu, maka menurut sebagian fuqaha, ia dianggap orang Zimmi, karena 45 L. Amin Widodo, Fiqih Siasah dalam Hubungan Internasional, 15

32 pilihannya untuk menetap dan mendapat jaminan selama-lamanya bagi keselamatan jiwa dan hartanya. 46 Adapun orang-orang Muslim yang bertempat (menetap) di negeri bukan Islam dan tidak pindah ke negeri Islam maka menurut Imam-imam Malik, Syafi I dan Ahmad sama kedudukannya dengan penduduk Muslim yang menetap di negeri Islam, yakni mendapat jaminan keselamatan jiwa dan hartanya dari negeri Islam, karena Islam mereka. Apabila mereka hendak memasuki negeri Islam, maka tidak diperlukan syarat-syarat tertentu seperti yang dilakukan terhadap orang-orang Musta min. 47 Akan tetapi menurut Imam Abu Hanifah, orang Muslim yang menetap di negeri bukan Islam tidak mendapat jaminan jiwa dan hartanya hanya karena Islamnya semata-mata, sebab jaminan keselamatan tidak hanya diperoleh karena Islam semata-mata, tetapi karena terjaminnya negeri Islam dan kekuatannya yang diperoleh dari kekuatan dan kesatuan kaum Muslimin sendiri, sedang orang-orang Muslim di negeri bukan Islam tidak mempunyai pertahanan dan kekuatan. Akan tetapi meskipun demikian sewaktu-waktu mereka bisa memasuki negeri Islam, dan dengan demikian, mereka bisa memperoleh jaminan keselamatan. 48 46 Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, 93 47 Ibid., 94 48 Ibid

33 C. Acuan Dalam Melakukan Hubungan Internasional Beberapa buku menyebutkan dalil-dalil yang mendasari adanya Hubungan Internasional dalam Islam, baik dalam al-qur an maupun h{adis}. Ayat-ayat al-qur an yang menjadi dasar dalam Hubungan Internasional dalam Islam adalah firman Allah yang artinya: Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal 49 Menurut Quraish Shihab, ayat ini menegaskan kesatuan asal-usul manusia dengan menunjukkan kesamaan derajat kemanusiaan manusia 50. Selain itu masih banyak lagi dalil-dalil yang menjadi acuan dalam Fikih Dauli>.Dalil-dalil tersebut diambil berdasarkan prinsip-prinsip yang mendasari Hubungan Internasional dalam Islam.Prinsip-prinsip tersebut adalah; prinsip kesatuan umat manusia, prinsip keadilan, prinsip persamaan, prinsip kerjasama kemanusiaan, prinsip kebebasan, dan prinsip perilaku moral yang baik 51. Dengan adanya dalil di atas menunjukkan bahwa Allah menganjurkan umatnya 49 Departemen Agama RI, al-qur an dan Terjemahannya, Cet.10 (Bandung: Penerbit Diponegoro, 2006), 517 261 50 M. Quraish Shihab, Tafsi<r al-mishbah13, Cet.7 (Tangerang: Penerbit Lentera Hati, 2007), 51 A.Djazuli, Fiqh Siya<sah: Implementasi Kemaslahatan Umat dalam Rambu-Rambu Syariah, Cet.4 (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), 122-130

34 untuk menjalin ukhwah satu sama lain dengan tidak memandang suku maupun bangsa tertentu. D. Perjanjian-perjanjian Internasional dalam Siya>sah Syar iyyah Perjanjian (treaty) dalam hukum Internasional ialah persetujuan antara dua negara atau lebih guna mengatur hubungan-hubungan hukum dan hubunganhubungan Internasional dan meletakkan dasar yang harus dipatuhi. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa hukum Internasional yang berlaku sekarang lahir dari kebiasaan-kebiasaan yang berlaku antara negara dan dari perjanjianperjanjian yang mengikat negara-negara itu. Adapun hukum Islam Internasional, mengambil kekuataannya dari dasar (prinsip-prinsip) kemanusiaan umum, termasuk didalamnya memenuhi janji. 52 Pada mulanya perkataan perjanjian (Mu ahadah) itu dipakai bagi persetujuan-persetujuan Internasional yang penting-penting dan yang berbentuk politik, seperti perjanjian-perjanjian damai atau persekutuan. Adapun perjanjianperjanjian yang tidak bercorak politik disebut persetujuan Ittifa>qiyah (convention) atau persepakatan Ittifa>q (record). 53 52 Ali Mansur, Syari at Islam dan Hukum Internasional Umum, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), 107 53 M. Abu Zahrah, Hubungan-hubungan Internasional dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1989), 91

35 Ada beberapa ketentuan mengenai perjanjian-perjanjian Internasional dalam Islam, yaitu: 54 1. Syarat-syarat mengikat suatu perjanjian Suatu perjanjian di dalam hukum Islam adalah sah dan mengikat apabila memenuhi empat syarat: a. Yang melakukan perjanjian memiliki kewenangan b. Kerelaan c. Isi perjanjian dan objeknya tidak dilarang oleh Syari ah Isla>miyyah d. Penulisan perjanjian 2. Perjanjian selamanya dan perjanjian sementara. 3. Perjanjian terbuka dan tertutup. 4. Menaati perjanjian. E. Ekstradisi dalam Siya>sah Syar iyyah Ekstradisi menurut Siya>sah Syar iyyah adalah perjanjian antara dua negara di bidang hukum dalam hal penyerahan penjahat antar negara Da>r al- Sala>m. Mengenai dasar hukum dari perjanjian ekstradisi dalam al-qur an tidak menyebutkan secara pasti mengenai aturan yang jelas dari al-qur an. Akan tetapi, ada salah satu ayat al-qur an yang dianggap mirip, yaitu: 54 A. Djazuli, Fiqh Siyasah (Implementasi Kemaslahatan Umat dalam Rambu-rambu Syari ah), 137

36 Artinya: hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka;maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman. Maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami suami) mereka, mahar yang telah mereka bayar, dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkannya di antara kamu. Dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Q.S. Al-Mumtahanah: 10) 55 1. Penyerahan penjahat antar negara Da>r al-sala>m Menurut teori Siya>sah Syar iyyah setiap negara yang termasuk Da>r al-sala>m dipandang sebagai wakil yang mutlak bagi negara lain untuk 55 Departemen RI, al-qur an Terjemah Indonesia

37 menjalankan hukum Islam. Bahkan menurut teori Siya>sah Syar iyyah menghadapkan seorang penjahat tindak kejahatan kehadapan seorang hakim, di tempat kejadian kejahatan itu dipandang lebih baik dari pada menyeretnya ke hadapan hakim di tempat yang lain, yakni ditempat yang bukan tempat kejadiannya itu. 56 Teori Siya>sah Syar iyyah mengatakan bahwa tidak ada larangan antar negara-negara Islam untuk menyerahkan penjahat yang melakukan satu tindak kejahatan, baik penjahat yang diserahkan itu seorang Muslim, Zimmi, atau seorang Musta min yang melakukan sesuatu tindak kejahatan di salah satu daerah-daerah negara-negara Islam itu, asalkan negara-negara yang bersangkutan belum menjatuhkan hukuman tindak kejahatan itu sesuai dengan ketentuan hukum Islam yang berlaku sesuai perundang-undangan. Apabila sudah dijatuhi hukuman terhadap si pelaku kejahatan, negara yang telah menjatuhi hukuman tersebut tidak lagi boleh menyerahkannya ke negara lain, sebab menurut kaidah hukum Islam suatu tindak kejahatan tidak boleh dijatuhi hukuman dua kali. Tidak ada masalah dalam penyerahan pelaku kejahatan karena negara-negara Islam dipandang sebagaimana negeri sendiri, sehingga merupakan wakil mutlak bagi negara dan pemerintahannya sendiri. 57 56 Syari ah), 31 57 Ibid., 33 A. Djazuli, Fiqh Siyasah (Implementasi Kemaslahatan Umat dalam Rambu-rambu

38 2. Penyerahan penjahat ke negara Da>r al-kuffa>r Siya>sah Syar iyyah tidak membenarkan bagi penguasa negara Da>r al-sala>m menyerahkan rakyatnya, baik Muslim atau Zimmi untuk diperiksa perkaranya di Da>r al-kuffa>r mengenai tindak kejahatan yang telah dilakukan di negara itu dan demikian juga halnya tidak diperbolehkan bagi penguasa negara Da>r al-sala>m menyerahkan rakyatnya yang bersembunyi di negara Da>r al-sala>m yang lain kepada penguasa Da>r al-kuffa>r untuk diperiksa perkaranya, hanya karena mereka ini dipandang dari segi kaedah hukum Islam wajib dihukum sebagai rakyatnya sendiri. 58 Siya>sah Syar iyyah juga tidak boleh menyerahkan seseorang Islam yang berasal dari negeri bukan Islam, apabila ia telah pindah ke negeri Islam meskipun negerinya yang semula (bukan negeri Islam) menuntutnya, selama tidak ada perjanjian sebelumnya. Apabila diadakan perjanjian maka tidak boleh berlaku surut, yakni yang dimaksudkan untuk menyerahkan orangorang Islam yang mengungsi sebelum terjadinya perjanjian untuk diserahkan. Dan jika telah ada perjanjian, maka wajiblah dipenuhi kecuali jika terdapat syarat-syarat yang batal dan dipandang persetujuan itu tidak sah. 59 58 Ibid., 110 59 Ibid

39 Hal-hal yang menyangkut penyerahan wanita-wanita Islam yang mengungsi juga tidak dapat dibenarkan sama sekali, meskipun mereka adalah warga negaranya yang asli dan mereka mempunyai anak dan suami serta keluarga di negeri bukan islam. Hal ini berdasarkan firman Allah surat al-mumtahanah: 10 yang artinya: Wahai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orangorang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. 60 Para fuqaha berbeda-beda pendapatnya tentang syarat penyerahan orang-orang lelaki Muslim sesudah ada perjanjian. Menurut Imam Ahmad dan beberapa fuqaha madzhab Maliki, syarat tersebut harus dipenuhi. Menurut Imam Abu Hanifah dan beberapa fuqaha lain dikalangan madzhab Maliki, syarat tersebut tidak dapat dibenarkan, karena penguasaan orang bukan Muslim atas orang Muslim tidak boleh terjadi sama sekali. 61 Fuqaha madzhab Syafi i mengadakan pemisahan, apakah mereka mempunyai keluarga di negeri bukan Islam yang dapat melindunginya atau tidak. Kalau mempunyai, maka boleh diserahkan, dan kalau tidak, maka 60 Departemen RI, Al-Qur an Terjemah Indonesia 61 L. Amin Widodo, Fiqih Siasah dalam Hubungan Internasional, 17

40 tidak boleh. Dasar larangan menyerahkan ialah kekhawatiran terhadap keselamatan orang yang diserahkan itu. 62 Sebenarnya penduduk negeri Islam yang telah memeluk Islam dan berhijrah ke negeri Islam, dianggap sebagai penduduk dan warganegara negeri Islam yang dihijrahi. Oleh karena itu ketika negeri Islam tersebut tidak mau menyerahkannya sebenarnya tidak menyerahkan warganegaranya sendiri, dan tindakan ini merupakan penerapan terhadap aturan syari at yang tidak memperbolehkan penyerahan warganegaranya kepada negeri bukan Islam. Akan tetapi ketika menyerahkannya kepada negeri Islam yang lain, maka tidak ada pelanggaran terhadap aturan tersebut, karena semua negeri Islam dianggap satu. 63 Bagi penguasa negeri Da>r al-sala>m menyerahkan orang Musta min ke salah satu negeri Da>r al-sala>m untuk penyelesaian tindak kejahatan yang dilakukan ditempat itu atas permintaan penguasa negeri tersebut, dalam hal ini dibolehkan, asal sudah ada pesetujuan yang menghendaki demikian sebelumnya. Namun penguasa negeri Da>rus Sala>m tidak boleh menyerahkan Musta min untuk keperluan penyelesaian suatu tindak kejahatan yang dilakukan dari salah satu negeri Da>rul Kuffa>r, sebab hal ini berlawanan dengan prinsip jaminan keamanan yang telah diberikan antara penguasa 62 Ibid 63 Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, 110-111

41 negeri Da>rus Sala>m dengan penguasa negara lain (Da>rul Kuffa>r), kecuali yang meminta itu telah ada persetujuan yang meghendaki penyerahan itu. 64 Kaedah hukum Islam yang menghendaki agar penguasa Da>rus Sala>m tidak menyerahkan rakyatnya ke negara lain dalam hal penyelesaian kejahatan (terkecuali ada sebab memenuhi isi perjanjian) adalah sesuai dengan prinsip yang dipegang oleh ketentuan hukum Internasional sekarang. Tetapi Inggris dan Amerika berselisih mengenai prinsip ini, sebab kedua negara tersebut membolehkan penyerahan rakyatnya untuk penyelesaian tindak kejahatan tanpa suatu syarat apapun. Kedua negara tersebut dalam hukum Internasional memakai prinsip domisili. Kaedah hukum islam adalah menggunakan perpaduan dua prinsip yakni nasionalitas dan prinsip domisili. Dalam menggunakan antara kedua prinsip itu dalam keadaan-keadaan tertentu. Sedang hukum Internasional sebagian negara mengambil salah satu prinsip saja. 65 Negara-negara modern dewasa ini pada umumnya tidak suka menyerahkan penjahat ke negara lain, sekalipun yang melakukan tindak kejahatan adalah orang asing. Dalam praktek Mahkamah Internasional senantiasa berusaha mematahkan hukuman atas orang yang berbuat salah siapapun orangnya yang melakukan tindak kejahatan itu. Hal ini merupakan 64 Ibid., 111 65 L. Amin Widodo, Fiqih Siasah dalam Hubungan Internasional, 18

42 salah satu penerapan prinsip yang sesuai dengan prinsip-prinsip hukum Islam. 66 Salah satu contoh pelaksanaan Siya>sah Syar iyyah dalam hal ini adalah perjanjian ekstern antara komunitas Muslim dengan komunitas non Muslim. Sekalipun kendali kekuasaan dipegang oleh komunitas Muslim dalam hal ini Rasulullah SAW, namun perjanjian yang dibuat tidak mengganggu keyakinan komunitas non Muslim. Hal ini tercipta karena Rasulullah SAW, mendasarkan kebijakannya atas prinsip Al-Ukhuwah Al-Insa>niyyah yang diwujudkan dalam Piagam Madinah. Kedua prinsip diatas, yaitu Al-Ukhuwah Al-Isla>miyyah dan Al-Ukhuwah Al-Insa>niyyah merupakan pola interaksi antar penduduk negara dan kota Madinah, baik hubungan antara Muslim dengan Muslim atau Muslim dengan non Muslim. 67 Disanalah letak peranan Siya>sah Syar iyyah dalam membentuk suatu perjanjian eks\tradisi, dimana lebih berperan dalam mengatur hubungan Internasional. Dan diterapkan ketika timbulnya kejahatan antar negara, baik Da>rus Sala>m maupun Da>rul Kuffa>r. F. Praktek Tindak Pidana Pencucian Uang dalam Hukum Islam Pencucian uang adalah proses untuk menyembunyikan atau menyamarkan harta kekayaan yang diperoleh dari hasil kejahatan untuk 66 Ibid,. 36 67 A. Djazuli, Fiqh Siyasah (Implementasi Kemaslahatan Umat dalam Rambu-rambu Syari ah), 14

43 menghindari penuntutan dan penyitaan. Pencucian uang merupakan salah satu kejahatan yang sering dibicarakan dewasa ini, perbuatan pencucian uang sangat merugikan masyarakat, juga negara, karena dapat mempengaruhi atau merusak stabilitas perekonomian nasional khususnya keuangan negara. Hal ini sangat bertentangan dengan tujuan tasyri' yaitu mencegah mafsadah dan menciptakan mashlahah. Pencucian uang menimbulkan kerusakan, kerugian, mudharat, sekaligus menjauhkan kemaslahatan dari kehidupan manusia. Pencucian uang dalam hukum Islam tidak dijelaskan secara tekstual dalam al-qur an maupun Al-Sunnah, tetapi al-qur an mengungkap prinsipprinsip umum untuk mengantisipasi perkembangan zaman, dimana dalam kasuskasus yang baru dapat diberikan status hukumnya, pengelompokan jari>mahnya, dan sanksi yang akan diberikan. Dalam hal ini Islam sangat memperhatikan adanya kejelasan dalam perolehan harta benda seseorang. Oleh karena itu dalam al-qur an surat al-nisa ayat 29 disebutkan: Artinya: wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah

44 kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha penyayang kepadamu. (al-nisa : 29). 68 Kejahatan pencucian uang merupakan suatu penyalahgunaan kewenangan (publik) untuk kepentingan pribadi yang merugikan kepentingan umum. Sebab uang adalah benda, dan benda tidak dapat disifati/dihukumi dengan halal atau haram, yang dapat disifati/dihukumi halal atau haram adalah perbuatan (perilaku) manusia. Kalau dalam pergaulan kita sahari-hari ada yang mengatakan uang haram atau uang halal, maksudnya adalah uang yang diperoleh lewat jalan haram atau halal. Oleh karena itu, perbuatan pencucian uang secangih apapun melalui teknologi dan cara yang digunakan untuk proses pencucian uang adalah haram dan dilarang oleh agama, 69 karena akibat yang ditimbulkannya pun sangat besar terhadap kehidupan manusia. Hukum pidana Islam secara eksplisit tidak pernah menyebutkan pelarangan perbuatan pencucian uang. Secara umum, ajaran Islam mengharamkan mencari rejeki dengan cara-cara yang bathil dan penguasaan yang bukan hak miliknya, seperti perampokan, pencurian, atau pembunuhan yang ada korbannya dan menimbulkan kerugian bagi orang lain atau korban itu sendiri. Namun, berangkat dari kenyataan yang meresahkan, membahayakan, 68 Departemen RI, Al-Qur an Terjemah Indonesia 69 Budak Kelape, Money Loundring dalam Perspektif Hukum Pidana Islam, dalam http://budak-kelape.bangkapos.com/2011/10/money-loundring-dalam-perspektif-hukum-pidanaislam.html ( 24 Oktober 2011 )

45 dan merusak, maka hukum pidana Islam perlu membahasnya, bahwa kejahatan pencucian uang bisa diklasifikasikan sebagai jari>mah ta zi>r. Jari>mah ta zi>r menurut bahasanya adalah mashdar dari azzara yang berarti menolak atau mencegah kejahatan maupun juga berarti menguatkan, memuliakan, dan membantu. Secara terminologis, jari>mah ta zi>r adalah perbuatan maksiat yakni meninggalkan perintah yang diwajibkan dan melakukan perbuatan yang diharamkan, dimana perbuatan itu tidak dikenakan hukuman had maupun kifarat. 70 Sedangkan kaidah yang berkenaan dengan jari>mah ta zi>r, disebutkan bahwa: setiap perbuatan maksiat yang tidak dikenai sanksi had atau kaffarat adalah jari>mah ta zi>r. Yang dimaksud dengan perbuatan maksiat dalam kaidah tersebut adalah meninggalkan kewajiban dan melakukan hal-hal yang dilarang. 71 Money laundering dimasukkan ke dalam jari>mah ta zi>r karena memenuhi berbagai kategori sebagai berikut: 72 1. Perbuatan tersebut tercela menurut ukuran moralitas agama, sebab merusak, merugikan, dan membahayakan kehidupan manusia; 2. Perbuatan tersebut mencegah terwujudnya kemaslahatan bagi kehidupan manusia; 70 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI Press, 1965), 28 71 Jaih Mubarok, Enceng Arif Faizal, Kaidah Fiqih Jinayah (Asas-asas Hukum Pidana Islam), (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), 176 72 Budak Kelape, Money Loundring dalam Perspektif Hukum Pidana Islam

46 3. Adanya unsur merugikan kepentingan umum; 4. Perbuatan tersebut mengganggu kepentingan umum dan ketertiban umum; 5. Perbuatan itu merupakan maksiat yang dilarang; 6. Perbuatan tersebut mengganggu kehidupan dan harta orang serta kedamaian dan ketentraman masyarakat. Pada hukuman ta zi>r, model kejahatan seperti itu tidak dapat ditentukan kadar ukurannya, keputusan ta zi>r 100% diserahkan kepada ijtihad hakim atau imam yang berwenang, dengan catatan, hukuman itu dapat mencegah pelakunya untuk tidak mengulanginya kembali. Hukuman yang dijatuhkan untuk tindak pidana pencucian uang ini sebagaimana diatur dalam UU No. 25 tahun 2003 sudah sesuai dengan hukum Islam, yang mana pola hukuman yang ditetapkan minimal dan maksimal, dan juga tujuan dari penjatuhan hukuman dalam tindak pidana ini terwujudnya rasa keadilan. 73 Berdasarkan pembahasan diatas, dapat dinyatakan bahwa hukum Islam dengan tegas menyatakan bahwa tindak pidana pencucian uang termasuk kategori perbuatan yang diharamkan karena dua hal, yakni : 74 1. Dari proses memperolehnya, uang diperoleh melalui perbuatan yang diharamkan (misalnya dari judi, perjualan narkoba, korupsi, atau perbuatan curang lainnya); 73 Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, 187 74 Budak Kelape, Money Loundring dalam Perspektif Hukum Pidana Islam

47 2. Dari proses pencuciannya, yaitu berupa menyembunyikan uang hasil kemaksiatan dan bahkan menimbulkan kemaksiatan dan kemudharatan berikutnya.