Dr. Mudzakkir, S.H., M.H Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
PERKEMBANGAN RUMUSAN TINDAK PIDANA YANG TERKAIT DENGAN KARYA JURNALISTIK DALAM RUU KUHP. Dr. Mudzakkir, S.H., M.H

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

PERPU ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM PERSPEKTIF ASAS DAN TEORI HUKUM PIDANA OLEH DR. MUDZAKKIR, S.H., M.H

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

Etika Jurnalistik dan UU Pers

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 32/PUU-VI/2008 Tentang Iklan Kampanye Dalam Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 2/PUU-XVI/2018 Pembubaran Ormas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I KETENTUAN UMUM

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

PENTINGNYA DEKRIMINALISASI PERS DALAM RUU KUHP

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 58/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

LEMBARAN NEGARA PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

SISTIM HUKUM INDONESIA POKOK BAHASAN

PERSPEKTIF DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PIDANA ALTERNATIF

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XV/2017

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA : 33/PUU-X/2012

Hukum dan Pers. Oleh Ade Armando. Seminar Nasional Mengurai Delik Pers Dalam RUU KUHP Hotel Sofyan Betawi, Kamis, 24 Agustus 2006

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 /PM.4/2008 TENTANG

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA [LN 1999/66, TLN 3843]

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

APA ITU CACAT HUKUM FORMIL?

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Rumah Sakit

BAB II PENGATURAN MENGENAI MALPRAKTEK YANG DILAKUKAN OLEH BIDAN. 1. Peraturan Non Hukum (kumpulan kaidah atau norma non hukum)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Apa yang perlu dokter ketahui agar tidak masuk penjara? Dr. Budi Suhendar, DFM, Sp.F PIT IDI Tangerang 11 Februari 2018

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 49/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. didasarkan atas kekuasaan. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (3)

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Rumah Sakit

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG P E R S DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

A. Penerapan Bantuan Hukum terhadap Anggota Kepolisian yang. Perkembangan masyarakat, menuntut kebutuhan kepastian akan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA [LN 1997/67, TLN 3698]

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mengeluarkan pendapatnya secara bebas. Hal ini tertuang dalam

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Penegakan Hukum dan Penegakan Hukum pidana. Penegakan hukum adalah proses di lakukannya upaya untuk tegaknya atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

PUTUSAN MK DAN PELUANG PENGUJIAN KEMBALI TERHADAP PASAL PENCEMARAN NAMA BAIK. Oleh: Muchamad Ali Safa at

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2018 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 48/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila Dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Penjelasan Pemohon mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

2017, No kekosongan hukum dalam hal penerapan sanksi yang efektif; d. bahwa terdapat organisasi kemasyarakatan tertentu yang dalam kegiatannya

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 003/PUU-IV/2006 Perbaikan 3 April 2006

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan jaman mengakibatkan semakin banyaknya kebutuhan

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK

UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA [LN 2009/4, TLN 4959]

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Public Review RUU KUHP

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 84/PUU-IX/2011 Tentang Ketentuan Pidana Bagi Akuntan Publik

Transkripsi:

PERKEMBANGAN RUMUSAN TINDAK PIDANA YANG TERKAIT DENGAN KARYA JURNALISTIK DALAM RUU KUHP Oleh Dr. Mudzakkir, S.H., M.H Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Makalah disampaikan pada seminar "Perkembangan Rumusan Tindak Pidana yang Terkait dengan Karya Jurnalistik" yang diselenggarakan oleh Aliansi Nasional Reformasi KUHP bekerjasama dengan Komnas HAM di Hotel Santika Jakarta, 4 Juli 2007.

POKOK BAHASAN Perbedan rumusan tindak pidana yang terkait dengan karya jurnalistik dari setiap versi RUU KUHP Implikasi dari hukuman pencabutan profesi dalam RUU KUHP Kemungkinan ada klausul terhadap perlindungan karya jurnalistik

ISTILAH Perlindungan karya jurnalistik Perlindungan pers Perlindungan wartawan Perlindungan profesi

RUMUSAN TINDAK PIDANA YANG TERKAIT DENGAN PERS DALAM KUHP DAN RUU KUHP Tindak pidana dalam KUHP ditujukan kepada semua subjek hukum, kecuali disebutkan secara khusus Tidak ada ketentuan khusus yang mengatur tindak pidana pers (delik pers) dalam KUHP dan RUU KUHP Psl 61 dan 62 KUHP memuat ketentuan penuntutan terhadap penerbit dan pencetak. Psl 483 dan 484 KUHP memuat ancaman pidana kepada penerbit dan pencetak. Dalam RUU KUHP tidak mengatur tentang asas penuntutan kepada penerbit dan pencetak (seperti Psl 61 dan 62), tetapi memuat tindak pidana oleh penerbit dan pencetak dalam Psl 737 dan 738 RUU KUHP.

PIDANA PENCABUTAN UNTUK MELAKUKAN PEKERJAAN PROFESI DI BIDANG PERS DAN IMPLIKASINYA Pidana pencabutan untuk melakukan pekerjaan profesi tidak diatur secara eksplisit dalam KUHP. Pasal 10 huruf b nomor 1 KUHP memuat pidana pencabutan hak-hak tertentu sebagai pidana tambahan. RUU KUHP mengatur lebih rinci tentang pidana tambahan dan lebih banyak jenisnya dibandingkan dengan ketentuan yang ada dalam KUHP, sebagaimana dimuat dalam Pasal 67 Ayat (1).

PIDANA TAMBAHAN DALAM RUU KUHP Pasal 67 Ayat (1) Pidana tambahan terdiri atas : a. pencabutan hak tertentu; b. perampasan barang tertentu dan/atau tagihan; c. pengumuman putusan hakim; d. pembayaran ganti kerugian; dan e. pemenuhan kewajiban adat setempat dan/atau kewajiban menurut hukum yang hidup dalam masyarakat

Paragraf 12: Pidana Tambahan Pasal 91 ayat (1) Hak-hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1) huruf a terpidana yang dapat dicabut adalah : a. hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu; b. hak menjadi anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia; c. hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; d. hak menjadi penasihat hukum atau pengurus atas penetapan pengadilan; e. hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu, atau pengampu pengawas, atas orang yang bukan anaknya sendiri; f. hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampu atas anaknya sendiri; dan/atau g. hak menjalankan profesi tertentu.

PENJATUHAN PIDANA TAMBAHAN Pasal 94 ayat (1) Jika pidana pencabutan hak dijatuhkan, maka wajib ditentukan lamanya pencabutan sebagai berikut: a. dalam hal dijatuhkan pidana mati atau pidana seumur hidup, pencabutan hak untuk selamanya; b. dalam hal dijatuhkan pidana penjara, pidana tutupan, atau pidana pengawasan untuk waktu tertentu, pencabutan hak paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun lebih lama dari pidana pokok yang dijatuhkan; c. dalam hal pidana denda, pencabutan hak paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun.

PENJATUHAN PIDANA TAMBAHAN PENCABUTAN HAK UNTUK MENJALANI PROFESI RUU KUHP telah memasukkan ketentuan pencabutan hak untuk menjalankan profesi tertentu yang semula diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk menjalankan profesi diancamkan dalam berbagai pasal dalam Buku II tentang Tindak Pidana. Pencantuman ancaman sanksi pidana tambahan tersebut sebagai syarat agar sanksi pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk menjalani pekerjaan profesi tertentu dapat dijatuhkan.

WEWENANG MENCABUT HAK UNTUK MENJALANI PROFESI Siapa yang berwenang untuk mencabut hak seseorang untuk menjalani profesi tertentu? Apakah hakim, pemerintah, atau organisasi profesi? Ada dua alasan pencabutan untuk menjalani profesi tertentu, yaitu sebagai sanksi pidana karena menyalahgunakan profesi untuk melakukan tindak pidana dilakukan olehhakim sebagai sanksi administratif karena melanggar atau tidak lagi memenuhi syarat administratif yang diatur dalam hukum administrasi dilakukan oleh organisasi profesi atau hakim

MENJALANKAN PROFESI YANG MEMPEROLEH KEKEBALAN HUKUM sesuai dengan etika profesi yang dimuat dalam Kode Etik Profesi yang ditetapkan oleh organisasi profesi; perbuatan yang dilakukan sesuai dengan ilmu pengetahuan tertentu sebagai dasar untuk menjalankan profesinya yang dirumuskan dalam norma standar profesi yang ditetapkan oleh organisasi profesi; sesuai dengan hukum atau tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

HUBUNGAN ANTARA PELANGGARAN PROFESI DAN HUKUM Melanggar Kode Etik Profesi Melanggar Standar Profesi Melanggar Kode Etik Profesi dan Standar Profesi Melanggar Kode Etik Profesi dan/atau Standar Profesi + melanggar hukum Melanggar hukum + Melanggar Kode Etik Profesi dan/atau Standar Profesi

SANKSI BAGI ORANG YANG MENJALANKAN PROFESI 1. Murni Pelanggaran Hukum (berdiri sendiri): A. Sengaja melanggar hukum pidana dalam menjalankan profesinya (menyalahgunakan profesi). B. Sengaja melanggar hukum administrasi atau hukum perdata dalam menjalankan praktek profesinya. Pelanggaran hukum pidana tersebut sesungguhnya juga melanggar kode etik profesi dan standar profesi. Yang berwenang untuk menjatuhkan sanksi pidana dan sanksi administrasi atau perdata adalah hakim.

2. Melanggar hukum yang dihubungkan dengan pelanggaran kode etik profesi dan/atau standar profesi: A. Melanggar kode etik profesi dan/atau standar profesi dan pelanggaran tersebut sebagai perbuatan melawan hukum dalam hukum pidana (mal praktek) B. Melanggar kode etik profesi dan/atau standar profesi dan pelanggaran tersebut sebagai perbuatan melawan hukum dalam hukum admistrasi atau hukum perdata.

3. Pelanggaran hukum tersebut terjadi bergantung kepada ada tidaknya pelanggaran kode etik profesi dan/atau standar profesi. Yang berwenang untuk menjatuhkan sanksi pidana dan sanksi administrasi atau perdata adalah hakim. A. Melanggar standar profesi Menajalankan profesi yang tidak sesuai dengan standar profesi, diselesaikan melalui internal organisasi profesi yang bersangkutan. B. Melanggar kode etik profesi Menjalankan profesi yang melanggar kode etik profesi, diselesaikan melalui internal organisasi profesi yang bersangkutan.

PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM MENJALANKAN PROFESI Penyalahgunaan Profesi (melawan hukum murni): Menyalahgunakan pelaksaan tugas profesionalnya untuk kepentingan lain yang bertentangan dengan hukum (adminisrasi, hukum perdata atau hukum pidana) Terjadi Malpratek (melawan hukum profesi): Terjadi malpraktek (dalam arti luas), sering dihubungkan dengan Kode Etik Perbuatan malpraktek tersebut termasuk Melawan Hukum. Hukum administrasi Hukum perdata Hukum pidana

PROBLEM PENETAPAN SIFAT MELAWAN HUKUM Siapa yang berkompeten menetapkan bahwa suatu perbuatan dokter dalam melaksanakan pekerjaan profesionalnya yang dikategorikan melawan hukum? Apa yang menjadi ukuran yang dapat memberi jaminan kepastian baik bagi dokter, pasien dan aparat penegak hukum agar memiliki tafsir yang sama? Jika atas dasar pelanggaran profesi yang ditetapkan oleh internal profesi yang bersangkutan, apakah dapat bertindak secara objektif? Jika pelanggaran profesi tersebut ditetapkan oleh pihak luar profesi, apakah dapat dilakukan secara objektif mengingat penguasaan materinya sangat terbatas?

Pengaruh POSITIF Penjatuhan Sanksi Pencabuatan Hak Menjalani Profesi: 1. Berhati-hati dalam menjalani pekerjaan profesi dan mendorong (memaksa) anggota profesi untuk mentaati kode etik profesi dan menjalani profesi sesuai dengan standar profesi. 2. Citra baik, nama baik dan kehormatan organisasi profesi tetap terjaga. 3. Menjaga citra profesionalitas organisasi profesi dan anggotanya dari melakukan perbuatan tercela dan tidak profesional. 4. Bobot kualitas hasil pekerjaan profesi akan meningkat atau lebih baik serta dipercaya oleh masyarakat. 5. Organisasi profesi akan melakukan evaluasi diri dan mengefektifkan kontrol secara internal untuk menjaga anggotanya dari tuntutan pidana. 6. Anggota profesi yang memiliki komitmen terhadap profesinya dan berkualitas dapat mengembangkan profesinya secara maksimal, karena memperoleh jaminan perlindungan hukum. 7. Memberikan jaminan perlindungan masyarakat dari perbuatan yang merugikan yang dilakukan oleh kalangan profesi.

Pengaruh NEGATIF Penjatuhan Sanksi Pencabuatan Hak Menjalani Profesi: 1. Dampak psikologis kepada anggota profesi dalam menjalani pekerjaan profesi 2. Sikap ragu-ragu, hawatir dan perasaan takut dalam menjalani profesi dan bayang-bayang ancaman sanksi dan kehilangan pekerjaan. 3. Kualitas hasil pekerjaan profesi akan menurun karena kalangan profesi tidak dapat menjalankan tugasnya secara maksimal hawatir berbuat kesalahan. 4. Ancaman sanksi dan penjatuhan sanksi pencabutan hak untuk menjalani profesi tertentu akan mengganggu dalam menjalani profesi yang dijamin oleh konstitusi dan undang-undang. 5. Melahirkan sikap secara kolektif untuk membela anggota profesi yang dijatuhi sanksi karena merasa senasib.

BIAS PENEGAKAN HUKUM PIDANA 1. Terjadinya bias dalam penegakan hukum pidana terkait dengan orang menjalankan profesi dan cenderung mengorbankan orang yang menjalankan profesi. 2. Bias penegakan hukum pidana yang terkait dengan pers antara lain: a. Praktek penafsiran hukum pidana yang berhubungan dengan orang yang melaksanakan profesi wartawan ditafsirkan sama dengan tindak pidana yang dilakukan oleh orang yang tidak dalam/sedang menjalani profesi. b. Penafsiran melawan hukum dalam menjalani pekerjaan profesi dipisahkan dan tidak dikaitkan dengan pelanggaran profesi. c. Penguasaan materi hukum pidana dan hukum yang terkait dengan profesi oleh kalangan aparat penegakan hukum rendah, tidak sama dan cenderung ditafsirkan yang tidak sesuai dengan doktrin hukum pidana. d. Beberapa issu hukum mengenai pasal-pasal RUU KUHP yang dapat dikenakan orang yang melaksanakan pekerjaan profesi di bidang pers

KLAUSUL PERLINDUNGAN PROFESI DI BIDANG PERS DALAM RUU KUHP Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers mengatur tentang perlindungan hukum bagi wartawan, sebagaimana dimuat dalam Pasal 8 yang menyatakan: Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum. Ketentuan Pasal 8 tersebut tidak secara eksplisit memberi jaminan perlindungan hukum terhadap wartawan dalam arti kekebalan dari tuntutan hukum atau tuntutan pidana karena menjalankan pekerjaan profesinya sebagaimana yang dimaksud sebelumnya

Penjelasan Pasal 8: Yang dimaksud dengan "perlindungan hukum" adalah jaminan perlindungan Pemerintah dan atau masyarakat kepada wartawan dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers huruf c yang menyatakan bahwa pers nasional sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi, dari pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban dan peranannya dengan sebaikbaiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari manapun;

MODEL PERLINDUNGAN HUKUM UNTUK PROFESI Dimuat dalam undang-undang yang mengatur profesi; Dimuat dalam ketentuan umum hukum pidana sebagai asas hukum umum hukum pidana dalam Buku I KUHP; atau Dimuat dalam ketentuan umum hukum pidana dalam Buku I KUHP dan dipertegas atau diperkuat dalam undang-undang yang mengatur profesi.

DIMASUKKAN SEBAGAI ASAS UMUM HUKUM PIDANA BUKU I RUU KUHP Sebagai bagian dari sifat melawan hukum materiil sebagaimana yang diatur dalam Pasal 11 RUU KUHP. Sebagai salah satu orang yang tidak dapat dipidana Sebagai salah satu dari alasan pembenar.

KELOMPOK ORANG YANG TIDAK DAPAT DIPIDANA Pasal... (1) Setiap orang yang menjalankan profesi yang diakui dan diatur oleh undang-undang, tidak dipidana. (2) Ketentuan ayat (1) tidak berlaku bagi setiap orang yang menjalankan profesinya yang tidak sesuai dengan standar profesi, melanggar kode etik profesi, dan tidak sesuai dengan undang-undang.

ALASAN PEMBENAR (BUKAN ALASAN PEMAAF, Ralat hlm 23) Pasal... Tidak dipidana, setiap orang yang menjalankan profesinya yang diakui dan diatur oleh undang-undang, dilakukan sesuai dengan standar profesi, tidak melanggar kode etik profesi dan sesuai dengan undangundang.

JAMINAN PERLINDUNGAN PROFESI DI BIDANG PERS DALAM BUKU I RUU KUHP SEBAGAI ASAS UMUM PERTANGGUNG- JAWABAN PIDANA ORANG YANG MENALANI PROFESI DIATUR LEBIH LANJUT DALAM UNDANG-UNDANG YANG MENGATUR PROFESI YANG BERSANGKUTAN.

REVISI UNDANG-UNDANG NO. 40 TAHUN 1999 TTG PERS 1. memberi jaminan hukum terhadap kebebasan pers; 2. mengatur bagaimana dalam menggunakan kebebasan pers agar tidak melanggar hak orang lain yang dijamin oleh Konstitusi; 3. Pertanggngjawaban pidana orang yang menjalani profesi di bidang pers 4. larangan dan ancaman sanksi pidana kepada orang yang melakukan perbuatan yang mengganggu atau menghambat penggunaan kebebasan pers; 5. larangan dan ancaman sanksi pidana kepada orang yang menggunakan kebebasan pers yang mengganggu hak orang lain; dan 6. larangan dan ancaman sanksi pidana kepada orang yang melakukan pelanggaran hukum pidana dengan cara menggunakan pers atau menyalahgunakan profesi di bidang pers.

PERLINDUNGAN HUKUM WARTAWAN KODE ETIK WARTAWAN / PERS STAN DAR PRO- FESI