BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

TINJAUAN PROGRAM PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM FRZR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

TEORI DASAR RADIOTERAPI

BAB V Ketentuan Proteksi Radiasi

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR FORMULIR PERMOHONAN SURAT IZIN BEKERJA PETUGAS TERTENTU

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENGGUNAAN ZAT RADIOAKTIF UNTUK WELL LOGGING

BAPETEN. Petugas Tertentu. Bekerja. Instalasi. Sumber Radiasi Pengion. Bekerja. Surat Izin. Pencabutan.

Dasar Proteksi Radiasi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

MAKALAH PROTEKSI RADIASI

PENGUKURAN RADIASI. Dipresentasikan dalam Mata Kuliah Pengukuran Besaran Listrik Dosen Pengajar : Dr.-Ing Eko Adhi Setiawan S.T., M.T.

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

BAB II Besaran dan Satuan Radiasi

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

pelaksanaan program proteksi dan keselamatan sumber radioaktif yang berada di Batakan base PT. Halliburton Indonesia Balikpapan-Kalimantan Timur dapat

: Panduan Penyusunan Program Proteksi dan Keselamatan Radiasi Dalam Kegiatan Well Logging LEMBAR PENGESAHAN

Widyanuklida, Vol. 15 No. 1, November 2015: ISSN

SUB POKOK BAHASAN. I. Dosis Radiasi & Satuan Pengukur. Dosis Radiasi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Bab 2. Nilai Batas Dosis

HUKUM KETENAGANUKLIRAN; Tinjauan dari Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja, oleh Eri Hiswara Hak Cipta 2014 pada penulis

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

OPTIMASI ASPEK KESELAMATAN PADA KALIBRASI PESAWAT RADIOTERAPI

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

PREDIKSI DOSIS PEMBATAS UNTUK PEKERJA RADIASI DI INSTALASI ELEMEN BAKAR EKSPERIMENTAL

PEMERIKSAAN KESEHATAN PEKERJA RADIASI DI PTKMR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2000 (63/2000) TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

ASPEK KESELAMATAN TERHADAP BAHAYA RADIASI NUKLIR, LIMBAH RADIOAKTIF DAN BENCANA GEMPA PADA PLTN DI INDONESIA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. massanya, maka radiasi dapat dibagi menjadi radiasi elektromagnetik dan radiasi

PENGUKURAN LAJU DOSIS PAPARAN RADIASI EKSTERNAL DI AREA RADIOTERAPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG. Diterima: 6 Juni 2016 Layak Terbit: 25 Juli 2016

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan para tenaga kerjanya (Siswanto, 2001). penting. Berdasarkan data International Labour Organization (ILO) tahun 2003

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENGGUNAAN PERALATAN RADIOGRAFI INDUSTRI

BAB I PENDAHULUAN. Congrat Roentgen tahun 1895 dan unsur Radium oleh Fierre dan Marie Curie, 3

FUNGSI PROGRAM PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

OPTIMASI ASPEK KESELAMATAN PADA KALIBRASI PESAWAT TERAPI 60 Co atau 137 Cs

Paparan radiasi dari pekerja radiasi sejak tahun berdasarkan kriteria dan lama kerja

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI. BAB I. PENDAHULUAN.. 01 A. Latar Belakang 01 Tujuan Instruksional Umum. 02 Tujuan Instruksional Khusus 02

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sangat di pengaruhi oleh upaya pembangunan dan kondisi lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tindakan tertentu, maupun terapetik. Di antara prosedur-prosedur tersebut, ada

Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2000 Tentang : Keselamatan Dan Kesehatan Terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion

SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN RADIASI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN TINGKAT PANDUAN PAPARAN MEDIK ATAU DIAGNOSTIC REFERENCE LEVEL (DRL) NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBAR PENGESAHAN. No. Dok : Tanggal : Revisi : Halaman 1 dari 24

2015, No Tenaga Nuklir tentang Penatalaksanaan Tanggap Darurat Badan Pengawas Tenaga Nuklir; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 te

DIREKTORAT PERIZINAN FASILITAS RADIASI DAN ZAT RADIOAKTIF BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

KAJIAN DAMPAK PENERAPAN BSS-115 DI FASILITAS RADIOTERAPI DAN INDUSTRI DI INDONESIA

2 Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir tentang Keamanan Sumber Radioaktif; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran (L

ANALISIS DOSIS RADIASI PEKERJA RADIASI IEBE BERDASARKAN KETENTUAN ICRP 60/1990 DAN PP NO.33/2007

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM KEGIATAN IMPOR, EKSPOR, DAN PENGALIHAN BARANG KONSUMEN

BAB III BESARAN DOSIS RADIASI

PENGUKURAN DOSIS PAPARAN RADIASI DI AREA RUANG CT SCAN DAN FLUOROSKOPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG. Novita Rosyida

X. ADMILNISTRASI. 1. Konsep satuan-satuan radiasi. Besaran-besaran radiologis yang banyak digunakan dalam proteksi radiasi adalah :

PEMANTAUAN DOSIS PERORANGAN DI PUSAT TEKNOLOGI NUKLIR BAHAN DAN RADIOMETRI - BATAN BANDUNG

PENENTUAN DOSIS RADIASI EKSTERNAL PADA PEKERJA RADIASI DI RUANG PENYINARAN UNIT RADIOTERAPI RUMAH SAKIT DR.KARIADI SEMARANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

Data Responden. I. Mohon diisi dengan huruf cetak Umur: Lama bekerja:

2015, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENELITIAN DAN NUKLIR ABSTRAK PEKERJA BKTPB 1,27. msv. BEM. merupakan. tahun. ABSTRACTT. for radiation. carried out. on radiation.

Spektrum Gelombang Elektromagnetik

Widyanuklida, Vol. 14 No. 1, November 2014: ISSN

Keamanan Sumber Radioaktif

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PEMANTAUAN KESEHATAN UNTUK PEKERJA RADIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Upaya keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk memberikan

2 instalasi nuklir adalah instalasi radiometalurgi. Instalasi nuklir didesain, dibangun, dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pemanfaatan tenaga

RENCANA PROGRAM KEGIATAN. Prasyarat : 1. Deteksi Dan Pengukuran Radiasi 2. Fisika Atom Dan Inti

Proteksi Radiasi dalam Pekerjaan

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA

PENGARUH TEGANGAN TABUNG (KV) TERHADAP KUALITAS CITRA RADIOGRAFI PESAWAT SINAR-X DIGITAL RADIOGRAPHY (DR) PADA PHANTOM ABDOMEN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PRODUKSI BARANG KONSUMEN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1975 TENTANG KESELAMATAN KERJA TERHADAP RADIASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMANTAUAN LINGKUNGAN DI SEKITAR PUSAT PENELITIAN TENAGA NUKLIR SERPONG DALAM RADIUS 5 KM TAHUN 2005

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENINGKATAN SISTEM PROTEKSI RADIASI DAN KESELAMATAN KAWASAN NUKLIR SERPONG TAHUN 2009

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian a. Tempat Kerja Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan terbuka atau tertutup, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air dan di udara (Tarwaka, 2008). Tempat kerja menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja adalah ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja atau sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan sesuatu usaha dan dimana terdapat sumber-sumber bahaya. Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian atau berhubungan dengan tempat kerja. b. Potensi Bahaya Potensi bahaya adalah sesuatu yang berpotensi menyebabkan terjadinya kerugian, kerusakan, cedera, sakit, kecelakaan atau bahkan dapat mengakibatkan kematian yang berhubungan dengan proses atau sistem kerja (Tarwaka, 2008). 5

6 Di tempat kerja, potensi sebagai sumber risiko khususnya terhadap keselamatan atau kesehatan di perusahaan akan selalu dijumpai, antara lain : 1) Potensi bahaya dari bahan-bahan berbahaya (Hazardous Substances). 2) Potensi bahaya udara bertekanan (Pressure hazard). 3) Potensi bahaya udara panas (Thermal Hazard). 4) Potensi bahaya kelistrikan (Electrical Hazard). 5) Potensi bahaya mekanik (Mechanical Hazard). 6) Potensi bahaya gravitasi dan akselerasi (Gravitational and Acceleration Hazard). 7) Potensi bahaya radiasi (Radiation hazard) 8) Potensi bahaya mikrobiologi (Microbiological Hazard). 9) Potensi bahaya kebisingan dan vibrasi (Vibration and Noise Hazard) 10) Potensi bahaya ergonomi (Hazard Relating to human factors) 11) Potensi bahaya lingkungan kerja (Enviromental Hazard) 12) Potensi bahaya yang berhubungan dengan kualitas produk dan jasa, proses produksi, property, image public, dan lain-lain. (Tarwaka, 2008)

7 c. Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) (2008), menyatakan bahwa Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk panas, partikel atau gelombang elektromagnetik/cahaya (foton) dari sumber radiasi. Ada beberapa sumber radiasi yang kita kenal di sekitar kehidupan kita, contohnya adalah televisi, lampu penerangan, alat pemanas makanan (microwave oven), komputer, dan lain-lain. Radiasi dalam bentuk gelombang elektromagnetik atau disebut juga dengan foton adalah jenis radiasi yang tidak mempunyai massa dan muatan listrik. Misalnya adalah gamma dan sinar-x, dan juga termasuk radiasi tampak seperti sinar lampu, sinar matahari, gelombang microwave, radar dan handphone. Gambar 1. Radiasi pengion dan non-pengion Sumber : Ensiklopedi BATAN, 2008

8 Secara garis besar radiasi digolongkan ke dalam radiasi pengion dan radiasi non-pengion (BATAN, 2008). 1) Radiasi Pengion Radiasi pengion adalah jenis radiasi yang dapat menyebabkan proses ionisasi (terbentuknya ion positif dan ion negatif) apabila berinteraksi dengan materi. Jenis radiasi pengion adalah partikel alpha, partikel beta, sinar gamma, sinar-x dan neutron. Setiap jenis radiasi memiliki karakteristik khusus. Yang termasuk radiasi pengion adalah partikel alfa (α), partikel beta (β), sinar gamma (γ), sinar-x dan partikel neutron (BATAN, 2008). 2) Radiasi Non-Pengion Radiasi non-pengion adalah jenis radiasi yang tidak akan menyebabkan efek ionisasi apabila berinteraksi dengan materi. Radiasi non-pengion tersebut berada di sekeliling kehidupan kita. Jenis radiasi non-pengion antara lain adalah gelombang radio (yang membawa informasi dan hiburan melalui radio dan televisi), gelombang mikro (yang digunakan dalam microwave oven dan transmisi seluler handphone), sinar inframerah (yang memberikan energi dalam bentuk panas), cahaya tampak (yang bisa kita lihat), dan sinar ultraviolet (yang dipancarkan matahari) (BATAN, 2008). Satuan radiasi ada beberapa macam. Satuan radiasi ini tergantung pada kriteria penggunaannya, yaitu (BATAN, 2008) :

9 1) Satuan untuk Paparan Radiasi Paparan radiasi dinyatakan dengan satuan Rontgen, atau sering disingkat dengan R, satuan Rontgen adalah suatu satuan yang menunjukkan besarnya intensitas sinar-x atau sinar gamma yang dapat menghasilkan ionisasi di udara dalam jumlah tertentu. Satuan Rontgen penggunaannya terbatas untuk mengetahui besarnya paparan radiasi sinar-x atau sinar gamma di udara. Satuan Rontgen belum bisa digunakan untuk mengetahui besarnya paparan yang diterima oleh suatu medium, khususnya oleh jaringan kulit manusia. 2) Satuan Dosis Absorbsi Medium Radiasi pengion yang mengenai medium akan menyerahkan energinya kepada medium. Dalam hal ini medium menyerap radiasi. Mengetahui banyaknya radiasi yang terserap oleh suatu medium digunakan satuan dosis radiasi terserap atau Radiation Absorbed Dose yang disingkat Rad. Jadi dosis absorbsi merupakan ukuran banyaknya energi yang diberikan oleh radiasi pengion kepada medium. Dalam satuan SI, satuan dosis radiasi serap disebut dengan Gray yang disingkat Gy. Dalam hal ini 1 Gy sama dengan energi yang diberikan kepada medium sebesar 1 Joule/kg. Dengan demikian maka, 1 Gy = 100 Rad. Hubungan antara Rontgen dengan Gray adalah : 1 R = 0,00869 Gy

10 3) Satuan Dosis Ekuivalen Satuan untuk dosis ekuivalen lebih banyak digunakan berkaitan dengan pengaruh radiasi terhadap tubuh manusia atau sistem biologis lainnya. Dosis ekuivalen ini semula berasal dari pengertian Rontgen Equivalen Of Man atau disingkat dengan Rem yang kemudian menjadi nama satuan untuk dosis ekuivalen. Hubungan antara dosis ekuivalen dengan dosis absobrsi dan quality faktor adalah sebagai berikut : Dosis ekuivalen (Rem) = Dosis serap (Rad) X Q Dosis ekuivalen dalam satuan SI mempunyai satuan Sievert yang disingkat dengan Sv. Hubungan antara Sievert dengan Gray dan Quality adalah sebagai berikut : Dosis ekuivalen (Sv) = Dosis serap (Gy) X Q Berdasarkan perhitungan : 1 Gy = 100 Rad, maka 1 Sv = 100 Rem. United States Nuclear Regulatory Commision (NRC) adalah salah satu sumber informasi resmi yang dijadikan standar di beberapa negara untuk penetapan garis pedoman pada proteksi radiasi. NRC telah menyatakan bahwa dosis individu terpapar radiasi maksimal adalah 0.05 Sv atau 5 rem/tahun. Walaupun NRC adalah badan resmi yang berkenaan dengan batas pencahayaan ionisasi radiasi, namun ada kelompok lain yang juga merekomendasikan hal serupa. Salah satu kelompok tersebut adalah National Council on Radiation Protection

11 (NCRP), yang merupakan kelompok ilmuwan pemerintah yang rutin mengadakan pertemuan untuk membahas riset radiasi terbaru dan mengupdate rekomendasi mengenai keamanan radiasi. Menurut NCRP (2009), tujuan dari proteksi radiasi adalah : 1) Mencegah radiasi klinis yang penting, dengan mengikuti batas dosis minimum yang tidak melebihi 50 msv (5 rem) per tahun. 2) Membatasi resiko terhadap kanker dan efek kelainan turunan pada masyarakat. Maximum Allowable Dose Index (MADI) menyatakan bahwa dosis maksimum yang diijinkan adalah jumlah maksimum penyerapan radiasi yang sampai pada seluruh tubuh individu, atau sebagai dosis spesifik pada organ tertentu yang masih dipertimbangkan aman. Aman dalam hal ini berarti tidak adanya bukti bahwa individu mendapatkan dosis maksimal yang telah ditetapkan, dimana cepat atau lambat efek radiasi tersebut dapat membahayakan tubuh secara keseluruhan atau bagian tertentu. d. Efek Radiasi Pengion Terhadap Tubuh Manusia Radiasi pengion adalah radiasi radiasi yang mampu menimbulkan ionisasi pada suatu bahan yang dilalui. Ionisasi tersebut diakibatkan adanya penyerapan tenaga radiasi pengion oleh bahan yang terkena radiasi. Dengan demikian banyaknya jumlah ionisasi tergantung dari jumlah tenaga radiasi yang diserap oleh bahan (BATAN, 2008).

12 Sel dalam tubuh manusia terdiri dari sel genetik dan sel somatik. Sel genetik adalah sel telur pada perempuan dan sel sperma pada lakilaki, sedangkan sel somatik adalah sel-sel lainnya yang ada dalam tubuh. Berdasarkan jenis sel, maka efek radiasi dapat dibedakan atas efek genetik dan efek somatik. Efek genetik atau efek pewarisan adalah efek yang dirasakan oleh keturunan dari individu yang terkena paparan radiasi. Sedangkan, efek somatik adalah efek radiasi yang dirasakan oleh individu yang terpapar radiasi (BATAN, 2008). Ditinjau dari dosis radiasi (untuk kepentingan proteksi radiasi), efek radiasi dibedakan atas efek deterministik dan efek stokastik. Efek deterministik adalah efek yang disebabkan karena kematian sel akibat paparan radiasi, sedangkan efek stokastik adalah efek yang terjadi sebagai akibat paparan radiasi dengan dosis yang menyebabkan terjadinya perubahan pada sel (BATAN, 2008). Efek deterministik pada organ reproduksi atau gonad adalah sterilitas atau kemandulan. Pajanan radiasi pada testis akan mengganggu proses pembentukan sel sperma yang akhirnya akan mempengaruhi jumlah sel sperma yang akan dihasilkan. Dosis radiasi 0,15 Gy merupakan dosis ambang terjadinya sterilitas yang bersifat sementara karena sudah mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah sel sperma selama beberapa minggu. Pengaruh radiasi pada sel telur sangat bergantung pada usia. Semakin tua usia, semakin sensitif terhadap radiasi karena semakin sedikit sel telur yang masih tersisa

13 dalam ovarium. Selain sterilitas, radiasi dapat menyebabkan menopuse dini sebagai akibat dari gangguan hormonal sistem reproduksi (BATAN, 2008). Dosis ambang sterilitas menurut International Commission on Radiological Protection (ICRP) 60 adalah 2,5 6 Gy. Pada usia yang lebih muda (20-an), sterilitas permanen terjadi pada dosis yang lebih tinggi yaitu mencapai 12 15 Gy. e. Proteksi dan Keselamatan Radiasi Keselamatan radiasi merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah kesehatan manusia maupun lingkungan yang berkaitan dengan pemberian perlindungan kepada seseorang atau sekelompok orang ataupun kepada keturunannya terhadap kemungkinan yang merugikan kesehatan akibat paparan radiasi. Keselamatan radiasi adalah bagian dari keselamatan secara keseluruhan. Terminologi keselamatan radiasi dan proteksi radiasi sering digunakan secara bersamaan. Proteksi radiasi berhubungan dengan pembatasan dosis radiasi sedangkan keselamatan radiasi berhubungan dengan mengurangi potensi kecelakaan radiasi. Menurut PP No. 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif, keselamatan radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk melindungi pekerja, anggota masyarakat dan lingkungan hidup dari bahaya radiasi, sedangkan proteksi radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi pengaruh radiasi yang merusak akibat papaparan radiasi.

14 Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif menyatakan bahwa Petugas Proteksi Radiasi (PPR) adalah petugas yang ditunjuk oleh Pemegang Izin dan oleh BAPETEN dinyatakan mampu melaksanakan perkerjaan yang berhubungan dengan Proteksi Radiasi. Pengelompokan sumber radioaktif berdasarkan sumber radiasi, pemancar partikel, dan aktivitas yang telah dikategorisasikan tercantum dalam lampiran 1. Dari Lampiran 1, maka sebagaimana ditetapkan oleh Peraturan Kepala BAPETEN No. 6 Tahun 2015 tentang Keamanan Sumber Radioaktif untuk Kegiatan Well Logging PT. Halliburton Indonesia disusun berdasarkan : 1) Kelompok Keamanan B 2) Kategorisasi Sumber 3 3) Jenis Pemanfaatan Gauging untuk Well Logging f. Program Proteksi dan Keselamatan Radiasi Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) No. 5 Tahun 2009 tentang Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Zat Radioaktif untuk Well Logging, menyatakan bahwa Program Proteksi dan Keselamatan Radiasi tidak perlu disetujui oleh Kepala BAPETEN sebagaimana salah satu persyaratan izin dalam hal keselamatan radiasi. Oleh karena itu, Program Proteksi dan Keselamatan Radiasi sangat terbuka untuk dikembangkan secara periodik sesuai situasi dan kondisi

15 baik atas inisiatif pihak pengguna sendiri maupun berdasarkan masukan yang disampaikan oleh BAPETEN, antara lain melalui inspektur pada saat pelaksanaan inspeksi. Perka BAPETEN No. 1 Tahun 2010 tentang Kesiapsiagaan dan Penaggulangan Kedaruratan Nuklir menyatakan bahwa, keselamatan radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk melindungi pasien, pekerja, anggota masyarakat dan lingkungan hidup dari bahaya radiasi. Sedangkan proteksi radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi pengaruh radiasi yang merusak akibat paparan radiasi. Paparan radiasi merupakan penyinaran radiasi yang diterima oleh manusia atau materi, baik disengaja atau tidak, yang berasal dari radiasi interna maupun eksterna. Dari segi ilmiah dan teknik, ruang lingkup proteksi radiasi meliputi: 1) Pengukuran fisika berbagai jenis radiasi dan zat radioaktif. 2) Menentukan hubungan antara tingkat kerusakan biologi dengan dosis radiasi yang diterima organ/jaringan. 3) Penelaahan transportasi radionuklida di lingkungan. 4) Melakukan desain terhadap perlengkapan kerja, proses dan sebagainya untuk mengupayakan keselamatan radiasi baik di tempat kerja maupun lingkungan. Proteksi radiasi dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu: 1) Proteksi radiasi kerja yang merupakan perlindungan pekerja. 2) Proteksi radiasi medis yang merupakan perlindungan pasien dan

16 pekerja radiasi. 3) Proteksi radiasi masyarakat yang merupakan perlindungan individu, anggota masyarakat dan penduduk secara keseluruhan. Prosedur yang biasa dipakai untuk mencegah dan mengendalikan bahaya radiasi adalah: 1) Meniadakan bahaya radiasi dengan mentaati dan melaksanakan peraturan proteksi radiasi. 2) Mengisolasi bahaya radiasi dari manusia dengan merancang tempat kerja dan menggunakan peralatan proteksi radiasi yang baik serta penahan radiasi yang memadai sehingga kondisi kerja dan lingkungannya aman. 3) Mengisolasi manusia dari bahaya radiasi yang memerlukan pemonitoran dan pengawasan secara terus menerus baik pekerja radiasi maupun lingkungannya. g. Tujuan Umum Program Proteksi dan Keselamatan Radiasi Tujuan Umum Program Proteksi dan Keselamatan Radiasi adalah menunjukkan tanggung jawab manajemen untuk Proteksi dan Keselamatan Radiasi melalui penerapan struktur manajemen, kebijakan, prosedur, dan susunan rencana organisasi yang sesuai dengan sifat dan tingkat risiko (Perka BAPETEN No. 5 Tahun 2009). Proteksi radiasi dimaksudkan agar seseorang menerima atau terkena dosis radiasi sekecil mungkin. Falsafah baru tentang proteksi muncul dengan diterbitkannya Publikasi ICRP No. 26 Tahun 1977.

17 Adapun tujuan utama dari proteksi radiasi adalah: 1) Mencegah terjadinya efek non stokastik (deterministik) yang membahayakan. 2) Meminimalkan terjadinya efek stokastik hingga ke tingkat yang cukup rendah yang masih dapat diterima oleh individu dan lingkungan di sekitarnya. Efek stokastik adalah efek yang kemungkinan terjadinya merupakan akibat dari dosis radiasi yang diterima oleh seseorang tanpa suatu nilai ambang, sedangkan efek deterministik adalah efek yang tingkat keparahannya tergantung pada dosis radiasi yang diterima dan memerlukan suatu nilai ambang. Efek negatif ini disebut efek somatik apabila diderita oleh orang yang terkena radiasi dan disebut efek genetik apabila dialami oleh keturunannya. Tujuan utama program proteksi dan keselamatan radiasi adalah menunjukkan tanggung jawab Pemegang Izin melalui penerapan struktur manajemen, kebijakan dan prosedur yang sesuai dengan sifat dan tingkat risiko. Ketika inspeksi dilakukan di suatu fasilitas, dokumen program proteksi dan keselamatan radiasi menjadi salah satu topik diskusi antara tim inspeksi dengan Pemegang Izin, Petugas Proteksi Radiasi (PPR) dan petugas terkait radiasi lainnya. International Atomic Energy Agency (IAEA) tidak menggunakan terminologi prinsip atau asas proteksi radiasi (Radition Protection Principle) dalam BSS No. 115 tetapi dengan terminologi persyaratan.

18 Pemahaman ini diuraikan dalam BSS pada bagian ke dua, Persyaratan untuk Pemanfaatan (Requirement for Practices), salah satu unsurnya adalah Persyaratan Proteksi Radiasi (Radiation Protection Requirements) yang harus berurutan, sebagai berikut : 1) Justifikasi Pemanfaatan Setiap jenis pemanfaatan harus terlebih dahulu dijustifikasi antara manfaat dan risiko, dalam hal ini manfaat harus lebih besar dari risiko. Jenis pemanfaatan yang telah dijustifikasi inilah yang diberi otorisasi oleh Badan Pengawas (BP) tiap negara anggota. Namun demikian tidak ada yang absolut atau mutlak, artinya semuanya dinamis, dapat berubah, dalam konteks sains nuklir, hari kemarin dan pada saat ini adalah justifikasi (justify) tetapi besok dan lusa dapat menjadi tidak justifikasi atau dilarang (not justify or unjustified). 2) Limitasi Dosis Limitasi dosis yang diberlakukan untuk paparan kerja (occupational exposure) dan paparan masyarakat (public exposure) melalui penerapan Nilai Batas Dosis (NBD). Harus diingat bahwa Limitasi Dosis tidak berlaku untuk paparan medik (medical exposure) dan paparan yang berasal dari alam. 3) Optimalisasi Proteksi dan Keselamatan Radiasi. Optimalisasi Proteksi dan Keselamatan Radiasi yang harus diupayakan agar besarnya dosis yang diterima serendah mungkin

19 atau disebut As Low As Reasonably Achievable (ALARA) dengan mempertimbangkan faktor sosial dan ekonomi. Namun demikian, dalam penerapan Optimalisasi Proteksi dan Keselamatan Radiasi harus juga mempertimbangkan: a. Pembatas Dosis (Dose Constraint), dan b. Tingkat Panduan (Guidance Level for Medical Exposure). 2. Organisasi Proteksi dan Keselamatan Radiasi International Commision Radiological Protection (ICRP) adalah organisasi ilmiah non pemerintah yang dibentuk tahun 1928 dan yang kompeten dalam memberikan rekomendasi dan pedoman mengenai proteksi radiasi. ICRP pertama kali menerbitkan publikasinya tahun 1928 yang awalnya hanya memberikan perhatian pada penggunaan radiasi dalam bidang medik dan selanjutnya berkembang mencakup kegiatan nuklir lainnya. Rekomendasi ICRP membentuk dasar standar proteksi radiasi ke seluruh dunia, meskipun ICRP bukan suatu badan pengawas maupun bukan standar nasional dan internasional. IAEA adalah salah satu badan yang berada di bawah Persatuan Bangsa- Bangsa-PBB (United Nations-UN), dibentuk tahun 1957 dan memiliki kewenangan khusus mengenai pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir oleh negara-negara anggota. Tujuan dibentuk IAEA secara legal adalah mempercepat dan memperluas penggunaan tenaga atom untuk perdamaian, kesehatan dan kesejahteraan di seluruh dunia.

20 IAEA menerbitkan dokumen dalam berbagai jenis sebagai Standar Keselamatan Nuklir (Nuclear Safety Standards) yang terdiri dari 3 (tiga) kategori sebagai berikut: a. Safety Fundamentals dengan warna sampul putih; b. Safety Requirements dengan warna sampul merah; dan c. Safety Guides dengan warna sampul hijau. Publikasi IAEA sebagai dokumen dasar yang menjelaskan secara rinci mengenai Program P & KR, antara lain: a. Safety Guide, No. RS-G-1.1, 1999. b. TECDOC No. 1113, 1999. c. TECDOC No. XXX, Radiation Safety in Radiotherapy, May 2000. Selain dokumen tersebut, dokumen lain juga masih ada berupa dokumen teknis (technical document TECDOC). Salah satu dokumen IAEA yang paling tersohor saat ini adalah BSS No. 115 yang diadopsi dari rekomendasi ICRP No. 60. IAEA merekomendasikan agar tiap negara anggota IAEA mengikuti BSS No.115 supaya ketentuan keselamatan tiap negara anggota menjadi standar dan harmonis secara internasional. Berdasarkan Peraturan kepala BAPETEN No. 5 Tahun 2009 tentang Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Zat Radioaktif untuk Well Logging, menyatakan bahwa pemegang izin wajib melaksanakan persyaratan manajemen yang meliputi penanggung jawab keselamatan radiasi, pelatihan proteksi dan keselamatan radiasi, dan personil yang terkait dengan penggunaan peralatan well logging.

21 3. Fasilitas dan Perlengkapan Proteksi Radiasi Berdasarkan Peraturan Kepala BAPETEN No. 8 Tahun 2014 tentang Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Peralatan Radiografi Industri, fasilitas proteksi radiasi terbagi menjadi 2 yaitu, sebagai berikut : a. Fasilitas terbuka Adalah tempat kegiatan radiografi industri dengan peralatan radiografi tidak terpasang secara tetap dimana zat radioaktif dan/atau pembangkit radiasi pengion dapat dicapai dari berbagai akses b. Fasilitas tertutup Adalah kegiatan radiografi industri dengan peralatan radiografi terpasang tetap di mana zat radioaktif dan/atau pembangkit radiasi pengion hanya dapat dicapai melalui suatu akses berupa pintu Berdasarkan Peraturan Kepala BAPETEN No. 8 Tahun 2014 tentang Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Peralatan Radiografi Industri menyatakan tempat penyimpanan peralatan radiografi dengan zat radioaktif harus didesain dengan memenuhi persyaratan berikut : a. Diberi pembatas yang kuat dan terkunci. b. Tingkat radiasi di luar tempat penyimpanan tidak boleh melebihi 0,5 µsv/jam (lima per sepuluh mikrosievert per jam). c. Memperhitungkan jumlah zat radioaktif. d. Monitoring pemantauan oleh Petugas Proteksi Radiasi. e. Dilengkapi plakat yang berisi informasi tentang, 1) Nama personil yang harus dihubungi, dan

22 2) Nomor telepon. f. Diberi tanda radiasi yang jelas, dan g. Tidak boleh berada di : 1) Dekat bahan peledak, bahan yang mudah terbakar, dan bahan yang dapat menyebabkan karat. 2) Daerah rawan banjir atau potensi bahaya lainnya yang dapat merusak tempat penyimpanan serta isinya, atau 3) Dekat tempat umum atau tempat keramaian masyarakat. Berdasarkan Peraturan Kepala BAPETEN No. 5 Tahun 2009 tentang Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Zat Radioaktif untuk Well Logging, menyatakan peralatan well logging adalah peralatan yang digunakan dalam kegiatan well logging di bidang industri dan peralatan tersebut harus sessuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar lain yang diterbitkan oleh pihak pabrikan atau laboratorium yang terakreditasi. Berdasarkan Peraturan Kepala BAPETEN No. 5 Tahun 2009 tentang Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Zat Radioaktif untuk Well Logging, menyatakan perlengkapan yang digunakan juga harus berfungsi dengan baik sesuai dengan jenis sumber dan energi yang digunakan yaitu meliputi : a. Peralatan pemantau tingkat radiasi dan/atau kontaminasi radioaktif di daerah kerja, adapun peralatan pemantauan radiasi (surveymeter) harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

23 1) Respon energi yang sesuai dengan energi peralatan well logging yang digunakan 2) Rentang pengukuran yang cukup dengan tingkat radiasi yang diukur, dan 3) Terkalibrasi b. Peralatan pemantau dosis perorangan c. Peralatan pemantau radioaktivittas lingkungan, dan/atau d. Peralatan protektif radiasi paling kurang meliputi : 1) Kendaraan pengangkutan 2) Tang penjepit bertangkai dengan panjang paling kurang 1 (satu) meter. 3) Lempeng Pb atau perisai radiasi lain yang setara dengan ukuran yang memadai. 4) Tanda radiasi. 4. Prosedur Proteksi dan Keselamatan Radiasi Perka BAPETEN No. 6 Tahun 2009 tentang Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Zat Radioaktif dan Pesawat Sinar-X untuk Peralatan Gauging, menyatakan pemegang izin wajib membuat prosedur untuk memudahkan konsultasi dan kerja sama antar semua pihak yang terkait dengan keselamatan radiasi, termasuk didalamnya prosedur rencana penanggulangan keadaan darurat.

24 5. Rencana Tanggap Darurat Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko bencana baik melalui pengurangan ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana. Peraturan Kepala BAPETEN No. 7 Tahun 2009 tentang Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Peralatan Radiografi Industri, menyatakan prosedur rencana penanggulangan keadaan darurat paling kurang meliputi : a. Kejadian dan kecelakaan radiasi yang dapat diprediksikan dan tindakan untuk mengatasinya. b. Orang yang bertanggung jawab untuk mengambil tindakan kedaruratan. c. Tanggung jawab tiap personil dalam prosedur kedaruratan. d. Alat dan perlengkapan untuk melaksanakan penanggulangan kedaruratan. e. Pelatihan dan penyegaran secara periodik. f. Sistem perekaman dan pelaporan, dan g. Prosedur penanggulangan keadaan darurat atas kejadian.

25 B. Kerangka Pemikiran Tempat Kerja Sumber Radioaktif Radiasi Perka BAPETEN Halliburton Management System HMS PP RI No. 33 Tahun 2007 Terkendali Gambar 2. Kerangka Pemikiran