BAB I PENDAHULUAN. Presiden, kepolisian negara Republik Indonesia diharapkan memegang teguh nilai-nilai

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bukti yang dibutuhkan dalam hal kepentingan pemeriksaan suatu

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat tersebut, aturan-aturan tersebut disebut juga normanorma

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia segala sesuatu atau seluruh aspek kehidupan diselenggarakan

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia merupakan negara hukum, hal ini tertuang pada

BAB I PENDAHULUAN. demokratis yang menjujung tinggi hak asasi manusia seutuhnya, hukum dan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

I. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seperti yang kita ketahui, semua Negara pasti mempunyai peraturanperaturan

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian

BAB I PENDAHULUAN. keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang

BAB I PENDAHULUAN. penganiayaan adalah: perlakuan yang sewenang-wenang. Pengertian. pidana adalah menyangkut tubuh manusia. Meskipun pengertian

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu

PENGGUNAAN METODE SKETSA WAJAH DALAM MENEMUKAN PELAKU TINDAK PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

I. PENDAHULUAN. Kebebasan dasar dan hak dasar itu yang dinamakan Hak Asasi Manusia (HAM), yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. penegakan hukum berdasarkan ketentuan hukum, maka hilanglah sifat melanggar

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

Presiden, DPR, dan BPK.

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PENANGKAPAN. fakta yang diperoleh melalui hasil penyelidikan bahwa suatu peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

I. PENDAHULUAN. profesi maupun peraturan disiplin yang harus dipatuhi oleh setiap anggota Polri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

BAB I PENDAHULUAN. melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemeriksaan oleh Ankum yang menangani pelanggaran disiplin.

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, sering terjadi tindak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini rasanya cukup relevan untuk membicarakan masalah polisi

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN PELAKSANAAN TUGAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan

BAB I PENDAHULUAN. tua. Bahkan korupsi dianggap hampir sama kemunculanya dengan masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

BAB I PENDAHULUAN. pidana menjadi sorotan tajam dalam perkembangan dunia hukum.

BAB I PENDAHULUAN. dapat diungkap karena bantuan dari disiplin ilmu lain. bantu dalam penyelesaian proses beracara pidana sangat diperlukan.

RUU Perlindungan Korban dan Saksi Draft Sentra HAM UI dan ICW, Juni 2001 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan salah satunya lembaga tersebut adalah Pengadilan Negeri. Saat

V. KESIMPULAN DAN SARAN. terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, adalah : dengan prosedur penyidikan dan ketentuan perundang-undangan yang

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas.

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pembahasan diatas dan dari hasil penelitian yang dilakukan, maka

BAB III PENUTUP. serta pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa peranan hakim adalah

I. PENDAHULUAN. Munculnya gelombang reformasi di akhir dekade 90-an yang ditandai dengan

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

BAB V PENUTUP. 1. Mekanisme Mediasi Penal Pada Tahap Penyidikan : mediasi penal dikenal dengan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS).

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

LAMPIRAN. 1. Apakah ada penyidik khusus untuk judi online? 5. Sebelum melakukan penangkapan, tindakan apa yang dilakukan oleh penyidik?

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak

BAB I PENDAHULUAN. alih hak dan kewajiban individu dalam lintas hubungan masyarakat yang

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP SAKSI, PENYIDIK, PENUNTUT UMUM, DAN HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA TERORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan telah

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Sebagai sebuah institusi negara yang berada secara langsung di bawah Presiden, kepolisian negara Republik Indonesia diharapkan memegang teguh nilai-nilai profesionalisme pada setiap pelaksanaan tugasnya. Merupakan hal yang harus dihindari manakala seorang penyidik Polri bertindak hanya berdasarkan asumsi belaka ataupun tak lebih dari sekedar common-sense saja. Berbagai alasan bisa digelar untuk menjelaskan mengapa begitu besar perhatian masyarakat pada polisi. Dalam kesehariannya, Polisi senantiasa bersinggungan langsung dengan masyarakat dalam segala aspek kehidupan yang ada. Kondisi ini dengan sendirinya membuat masyarakat lebih banyak bertemu dan berdialog dengan polisi dan sebaliknya. Kedekatan polisi dengan masyarakat tidak lain karena tugas-tugas yang diembannya. Selain sebagai penegak hukum (law enforcement official), seorang petugas polisi juga bertugas sebagai pelayan masyarakat (public service) serta sebagai petugas pemelihara ketertiban (order maintenance official). Menurut Prof. Sacipto Raharjo, tugas terakhir itulah sebenarnya yang merupakan tugas terpenting bagi polisi sebagaimana pendekatan tugas kepolisian secara universal.

Keadaan ini memiliki pengaruh yang cukup signifikan bagi seorang petugas polisi itu sendiri. Mereka akan lebih sering menemukan keadaan aparat akan dicaci maki oleh masyarakat terutama ketika kepentingan masyarakat tersebut tidak dapat diakomodir oleh polisi. Karenanya diperlukan sebuah kemauan dan kemampuan kreatif dan inovatif untuk mendukung tugas kepolisian sebagai pelayan masyarakat. Benturanbenturan yang berakibat memunculkan persepsi masyarakat yang kurang menguntungkan bagi aparat kepolisian akan lebih sering dijumpai ketika polisi menjalankan tugas-tugasnya. 1 Polisi mempunyai peran yang sangat besar di dalam penegakkan hukum pidana. Polisi sebagai bagian dari aparat penegak hukum merupakan salah satu subsistem yang bertugas dalam bidang penyidik dan penyelidik tindak pidana. Kedudukan Polri sebagai penegak hukum tersebut ditetapkan dalam Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 2 bahwa : 2 Pasal 1 ayat (1) Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan Pasal 2 Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakkan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku alat Negara yang dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi HAM bertugas untuk memelihara keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang meliputi penyelenggaraan keamanan dan ketertiban masyarakat. Keamanan dalam negeri 1 http://ferli1982.wordpress.com/hari Kamis/ jam 11.45/2011/09/26/diskresi-kepolisian. 2 Undang-Undang R.I. Nomor 2 Tahun 2002 & Peraturan Pemerintah R.I. Tahun 2010 tentang Kepolisian, (Bandung: Citra Umbara, 2010), h 3-5.

merupakan syarat utama terwujudnya masyarakat madani, yang adil, makmur, dan beradab berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Saat ini, sering ditemukan sikap polisi dalam menangani suatu kasus tidak berdasarkan undang-undang atau ketentuan hukum yang berlaku, seperti yang ditemukan penulis pada saat observasi awal yang dilakukan di Polsek Beruntung Baru Kabupaten Banjar. Contoh kasus yang terjadi di masayakat ialah kasus penganiayaan yang mengakibatkan korbannya terluka dan penipuan dan penggelapan sepeda motor. Berdasarkan hukum tertulis bahwa jika polisi akan melakukan penangkapan terhadap tersangka, harus terlebih dahulu membawa surat penangkapan. Hal ini menurut polisi di desa tersebut merepotkan, karena jika membuat surat penangkapan terlebih dahulu maka pencurinya sempat melarikan diri. Oleh sebab itu, keputusan yang diambil oleh polisi yang bersangkutan ialah melakukan penangkapan terlebih dahulu barulah dibuat surat penangkapan tersebut. Sangat jelas bahwa tindakan yang dilakukan aparat kepolisian yang berwenang di desa tersebut keluar dari hukum yang ditentukan. Sedangkan perintah penangkapan terhadap seseorang berdasarkan Pasal 17 KUHAP, dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup. 3 Bukti permulaan yang cukup yaitu bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana sesuai Pasal 1 ayat (14) KUHAP. 4 Dengan demikian, ketentuan Pasal 17 KUHAP 3 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA Lengkap Dengan Penjelasan, (Surabaya: KARYA ANDA), h. 13 4 Ibid., h. 5

mengatur bahwa perintah penangkapan tidak dapat dilakukan dengan sewenangwenang, akan tetapi hanya dapat dilakukan terhadap mereka yang betul-betul telah melakukan tindak pidana. Tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh polisi yang bersangkutan mempunyai alasan yang dapat dibenarkan, yaitu jika ia menunggu keluarnya surat penangkapan, dikhawatirkan tersangka mempunyai waktu untuk melarikan diri. Sedangkan bukti dan laporan telah jelas bahwa tersangka tersebut benar-benar melakukan tindak kejahatan berupa pencurian sepeda bermotor. Menurut kepolisian yang bersangkutan sebelum melakukan penangkapan harus terlebih dahulu dapat buktibukti yang jelas dan cukup untuk mengeluarkan surat penangkapan sehingga penangkapan terhadap pelaku tindak pidana dapat dilakukan. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis ingin mengetahui dan mengkaji lebih dalam tentang diskresi kepolisian tersebut yang dituangkan dalam sebuah karya ilmiah berupa skripsi yang diberi judul DISKRESI KEPOLISIAN TERHADAP PENAHANAN PELAKU TINDAK PIDANA DI POLSEK BERUNTUNG BARU KABUPATEN BANJAR. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah yang perlu dibahas terkait dengan Diskresi Polisi melakukan penahanan

seseorang dalam melakukan tindak pidana di Kecamatan Beruntung Baru Kabupaten Banjar, adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana diskresi polisi melakukan penahanan seseorang dalam melakukan tindak pidana di Kecamatan Beruntung Baru Kabupaten Banjar? 2. Bagaimana diskresi polisi tidak melakukan penahanan seseorang dalam melakukan tindak pidana di Kecamtan Beruntung Baru Kabupaten Banjar? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui diskresi polisi melakukan penahanan seseorang dalam melakukan tindak pidana di Kecamatan Beruntung Baru Kabupaten Banjar. 2. Untuk mengetahui diskresi polisi tidak melakukan penahanan seseorang dalam melakukan tindak pidana di Kecamatan Beruntung Baru Kabupaten Banjar. D. Signifikansi Penelitian Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan berguna sebagai: 1. Bahan masukan dan sumbangan pemikiran kepada pihak-pihak yang berkewajiban dan memotivasi agar polisi dalam melakukan penahanan seseorang melakukan tindak pidana dapat diterapkan dengan sepatutnya.

2. Acuan dan masukan bagi penelitian selanjutnya untuk meneliti permasalahan yang lebih mendalam lagi, baik melanjutkan masalah yang ada atau spesifikasi yang berbeda. 3. Untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan serta sumbangan untuk memperkaya bahan kepustakaan. 4. Tambahan wawasan pengetahuan bagi para pembaca. E. Definisi Operasional Agar lebih memperjelas maksud dari judul di atas dan untuk menghindari penafsiran yang keliru dalam memahaminya, maka penulis mengemukakan definisi operasional sebagai berikut: 1. Diskresi Kepolisian adalah suatu tindakan pihak yang berwenang berdasarkan hukum untuk bertindak pasti atas dasar situasi dan kondisi, menurut pertimbangan dan keputusan nuraninya sendiri. Jadi, sesuai dengan penelitian maka yang diinginkan di sini adalah diskresi merupakan kewenangan polisi untuk mengambil keputusan atau memilih berbagai tindakan dalam menyelesaikan masalah pelanggaran hukum atau perkara pidana yang ditanganinya. 2. Penahanan yang dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana yaitu berdasarkan bukti yang cukup,

dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana. Penahanan tersebut dilakukan terhadap tersangka atau terdakwa dengan memberikan surat perintah penahanan atau penetapan hakim yang mencatumkan identitas tersangka atau terdakwa dan menyebutkan alasan penahanan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan atau didakwakan serta tempat ia ditahan. Selanjutnya, tembusan surat perintah penahanan harus diberikan kepada keluarganya. F. Sistematika Penulisan sebagai berikut: Penulisan skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab dengan sistematika penulisan Untuk bab I pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, signifikasi penelitian, definisi operasional, serta sistematika penulisan. Kemudian bab II landasan teoritis berisi beberapa ketentuan teori tentang diskresi kepolisian, penyidik, penahanan, tindak pidana, dasar dalam melakukan penahanan terhadap pelaku tindak pidana, dan penerapan diskresi kepolisian dalam penegakan hukum pidana. Untuk bab III metode penelitian. Penulis akan mengemukakan metode penelitian yang berfungsi sebagai penuntun yang memuat jenis, sifat, dan lokasi

penelitian, subjek dan objek penelitian, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan data dan analisis data. Bab IV merupakan laporan hasil penelitian di lapangan oleh peneliti. Bab ini berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian dan penyajian data dan analisis data. Terakhir bab VI penutup, berisikan simpulan dan saran-saran.