PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 51 TAHUN 1960 TENTANG LARANGAN PEMAKAIAN TANAH TANPA IZIN YANG BERHAK ATAU KUASANYA

dokumen-dokumen yang mirip
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang No. 51 Tahun 1960 Tentang : Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Ijin Yang Berhak Atau Kuasanya

Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 48 TAHUN 1960 TENTANG PENGAWASAN PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SELAKU PENGUASA PERANG TERTINGGI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1961 TENTANG PENCABUTAN HAK-HAK ATAS TANAH DAN BENDA-BENDA YANG ADA DI ATASNYA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SELAKU PENGUASA PERANG TERTINGGI,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1956 TENTANG PERATURAN-PERATURAN DAN TINDAKAN-TINDAKAN MENGENAI TANAH-TANAH PERKEBUNAN

PERATURAN PENGUASA PERANG TERTINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1960 TENTANG PENGHENTIAN SEMENTARA SEGALA KEGIATAN-KEGIATAN POLITIK

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 7 TAHUN 1960 (7/1960) Tanggal: 26 SEPTEMBER 1960 (JAKARTA)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1954 (LN 1954/96; TLN NO. 692) TENTANG PENUNJUKAN PENGUASA-PENGUASA MILITER

Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1955 TENTANG DEWAN KEAMANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 1960 TENTANG PERUNTUKAN DAN PENGGUNAAN TANAH ANCOL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1955 TENTANG DEWAN KEAMANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1961 TENTANG PENCABUTAN HAK-HAK ATAS TANAH DAN BENDA-BENDA YANG ADA DIATASNYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1960 TENTANG PENGUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 1957 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah

PERPU 56/1960, PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN. Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1956 TENTANG PENGAWASAN TERHADAP PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH-TANAH PERKEBUNAN

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 1960 TENTANG PERTAMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1951 TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1954 TENTANG PENYELESAIAN SOAL PEMAKAIAN TANAH PERKEBUNAN OLEH RAKYAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1998 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang No. 44 Tahun 1960 Tentang : Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

Menimbang: Mengingat:

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SELAKU PENGUASA PERANG TERTINGGI,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 1960 TENTANG PERTAMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1982 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1982 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR: 3 TAHUN 1979 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1960 TENTANG PERMINTAAN DAN PELAKSANAAN BANTUAN MILITER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 1957 TENTANG VETERAN PEJUANG KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1982 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN-PERATURAN DAN TINDAKAN-TINDAKAN MENGENAI TANAH-TANAH PERKEBUNAN KONSESI Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 1956 tanggal 31 Desember 1956

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIV/2016 Penggusuran Paksa

Sawah atau Tanah kering (hektar) (hektar) 1. Tidak padat Padat: a. kurang padat b. cukup padat 7,5 9 c.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1961 TENTANG PENCABUTAN HAK-HAK ATAS TANAH DAN BENDA-BENDA YANG ADA DIATASNYA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 224 TAHUN 1961 TENTANG PELAKSANAAN PEMBAGIAN TANAH DAN PEMBERIAN GANTI KERUGIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK (LNRI. No. 38, 1977; TLNRI No. 3107)

Tentang: VETERAN PEJUANG KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA *) VETERAN PEJUANG KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA.

PERATURAN PENGUASA PERANG TERTINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1960 TENTANG KEGIATAN-KEGIATAN POLITIK SELAMA DALAM KEADAAN BAHAYA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1960 TENTANG PERTAMBANGAN. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1994 TENTANG PENGHUNIAN RUMAH OLEH BUKAN PEMILIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI DALAM NEGERI

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 49 TAHUN 1960 TENTANG PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1961 TENTANG PENCABUTAN HAK-HAK TANAH DAN BENDA-BENDA YANG ADA DIATASNYA *)

ORDONANSI UAP 1930 (Stoom Ordonnantie 1930) S , s.d.u. dg. S terakhir s.d.u. dg. S

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK. Presiden Republik Indonesia,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG NO.11 TAHUN 1967 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PD. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 1960 TENTANG PERTAMBANGAN MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN KEGIATAN PEDAGANG KAKI LIMA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1962 TENTANG WABAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1961 TENTANG BARANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1974 TENTANG PENGAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1994 TENTANG PENGHUNIAN RUMAH OLEH BUKAN PEMILIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1956 TENTANG PERATURAN-PERATURAN DAN TINDAKAN-TINDAKAN MENGENAI TANAH-TANAH PERKEBUNAN KONSESI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SELAKU PENGUASA PERANG TERTINGGI,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1960 TENTANG PENGUASAAN BENDA-BENDA TETAP MILIK PERSEORANGAN WARGA NEGARA BELANDA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB I PANITIA KERJA LIKWIDASI TANAH-TANAH PARTIKELIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 14 TAHUN TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

RUMAH SUSUN BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BONE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 26 TAHUN 2009 DISUSUN OLEH

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 1960 TENTANG PENYALURAN MILITER WAJIB DARURAT KEDALAM RANGKA WAJIB MILITER

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06 TAHUN 1964 TENTANG

NOMOR 16 TAHUN 1964 TENTANG BAGI HASIL PERIKANAN

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 5 TAHUN 1974 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN MENGENAI PENYEDIAAN DAN PEMBERIAN TANAH UNTUK KEPERLUAN PERUSAHAAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG PENEMPATAN TENAGA ASING *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I. PENGATURAN PERUSAHAAN-PERUSAHAAN.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

GUBERNUR MILITER IBU KOTA. PENCABUTAN KEMBALI. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG IJIN MEMAKAI TANAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G NOMOR 8 TAHUN 1997 SERI C.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 1959 TENTANG SUMPAH KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA BADAN PENGAWAS KEGIATAN APARATUR NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1959 TENTANG KEADAAN BAHAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 04 TAHUN 2007 TENTANG KETENTRAMAN DAN KETERTIBAN UMUM DI KABUPATEN LAMONGAN

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1963 TENTANG TELEKOMUNIKASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 51 TAHUN 1960 TENTANG LARANGAN PEMAKAIAN TANAH TANPA IZIN YANG BERHAK ATAU KUASANYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa oleh Kepala Staf Angkatan Darat selaku Penguasa Perang Pusat untuk daerah Angkatan Darat berdasarkan Undang-undang No. 74/1957 tentang Keadaan Bahaya (Lembaran Negara tahun 1957 No. 16) telah dikeluarkan Peraturan Penguasa Perang Pusat No. Prt/Peperpu/011/1958 tentang Larangan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya, yang kemudian ditambah dan diubah dengan Peraturan Penguasa Perang Pusat No. Prt/Peperpu/041/1959; b. bahwa berhubung dengan ketentuan dalam pasal 61 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 23 tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya (Lembaran Negara tahun 1959 No. 139) jo. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 22 tahun 1960 (Lembaran Negara tahun 1960 No. 66) waktu berlakunya Peraturanperaturan Penguasa Perang Pusat tersebut akan berakhir pada tanggal 16 Desember 1960; c. bahwa dewasa ini perlindungan tanah-tanah terhadap pemakaian tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah masih perlu dilangsungkan, lagi pula kepada penguasa-penguasa yang bersangkutan masih perlu diberikan dasar hukum bagi tindakantindakannya untuk menyelesaikan pemakaian tanah demikian itu; d. bahwa ketentuan-ketentuan dalam Ordonansi Onrechtmatigeoccupatie van gronden (Staatsblad 1948 No.110) dan Undang-undang Darurat No.8/1954 (Lembaran Negara tahun 1954 No. 65) serta Undang-Undang Darurat No. I/1956 (Lembaran Negara tahun 1956 No. 45) karena berbagai pertimbangan tidak dapat dipakai lagi; e. bahwa berhubung dengan hal-hal tersebut diatas dan mengingat sifat masalahnya sebaiknya soal termaksud sekarang diatur dalam bentuk peraturan perundang-undangan biasa; f. bahwa karena keadaan yang memaksa soal tersebut diatur dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang. Mengingat : a. pasal 22 ayat (1) Undang-undang Dasar; b. Undang-undang Pokok Agraria (Undang-undang No. 5 tahun 1960;

- 2 - Mendengar : Musyawarah Kabinet Kerja pada tanggal 13 Desember 1960; MEMUTUSKAN : Dengan mencabut : a. Ordonansi Onrechtmatige occupatie van gronden (Staatsblaad 1948 No. 110); b. Undang-undang Darurat No. 8 tahun 1954 (Lembaran Negara tahun 1954 No. 65); c. Undang-undang Darurat No. 1 tahun 1956 (Lembaran Negara tahun 1956 No. 45); Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG TENTANG LARANGAN PEMAKAIAN TANAH TANPA IZIN YANG BERHAK ATAU KUASANYA. Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. tanah ialah : a. tanah yang langsung dikuasai oleh Negara; b. tanah yang tidak termasuk huruf a yang dipunyai dengan sesuatu hak oleh perseorangan atau badan hukum. 2. yang berhak : ialah jika mengenai tanah yang termaksud dalam : 1/a. Negara dalam hal ini Menteri Agraria atau pejabat yang ditunjuknya; 1/b. orang atau badan hukum yang berhak atas tanah itu, 3. memakai tanah : ialah menduduki, mengerjakan dan/atau menguasai sebidang tanah atau mempunyai tanaman atau bangunan diatasnya, dengan tidak dipersoalkan apakah bangunan itu dipergunakan sendiri atau tidak. 4. Penguasa Daerah ialah : a. untuk daerah-daerah yang tidak berada dalam keadaan bahaya seperti yang dimaksudkan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 23 tahun 1959 (Lembaran Negara tahun 1959 No. 139): Bupati atau Walikota/Kepala Daerah yang bersangkutan, sedang untuk Daerah Tingkat I Jakarta Raya : Gubernur/Kepala Daerah Jakarta Raya ; b. untuk daerah-daerah yang berada dalam keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat sipil, darurat militer atau keadaan perang, masing-masing Penguasa Darurat Sipil Daerah, Penguasa Darurat Militer Daerah atau Penguasa Perang Daerah yang bersangkutan, seperti yang dimaksudkan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 23 tahun 1959 (Lembaran Negara tahun 1959 No. 139) Pasal 2 Dilarang memakai tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah. Pasal 3 (1) Penguasa Daerah dapat mengambil tindakan-tindakan untuk menyelesaikan pemakaian tanah yang bukan perkebunan dan bukan hutan tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah, yang ada didaerahnya masing-masing pada suatu waktu.

- 3 - (2) Penyelesaian tersebut pada ayat (1) pasal ini diadakan dengan memperhatikan rencana peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan. Pasal 4 (1) Dalam rangka menyelesaikan pemakaian tanah sebagai yang dimaksudkan dalam pasal 3, maka Penguasa Daerah dapat memerintahkan kepada yang memakainya untuk mengosongkan tanah yang bersangkutan dengan segala barang dan orang yang menerima hak dari padanya. (2) Jika setelah berlakunya tenggang waktu yang ditentukan didalam perintah pengosongan tersebut pada ayat (1) pasal ini perintah itu belum dipenuhi oleh yang bersangkutan, maka penguasa Daerah atau pejabat yang diberi perintah olehnya melaksanakan pengosongan itu atas biaya pemakai tanah itu sendiri. Pasal 5 (1) Pemakaian tanah-tanah perkebunan dan hutan yang menurut Undang-undang Darurat No. 8 tahun 1954 (Lembaran Negara 1954 No. 65) jo. Undang-undang Darurat No. 1 tahun 1956 (Lembaran Negara tahun 1956 No. 45) harus diselesaikan, dan yang pada tanggal mulai berlakunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini belum diselesaikan menurut ketentuan-ketentuan dalam undang-undang darurat tersebut, selanjutnya akan diselesaikan menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Agraria, setelah mendengar Menteri Pertanian. (2) Dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan dalam ayat (1) pasal ini, maka Menteri Agraria dengan mendengar Menteri Pertanian, dapat pula mengambil tindakan-tindakan untuk menyelesaikan pemakaian tanah-tanah perkebunan dan hutan tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah, yang dimulai sejak tanggal 12 Juni 1954. (3) Didalam rangka menyelesaikan pemakaian tanah-tanah perkebunan dan hutan itu Menteri Agraria dan instansi yang ditunjuknya mempunyai wewenang pula sebagai yang dimaksud dalam pasal 4. (4) Didalam menggunakan wewenangnya sebagai yang dimaksud dalam pasal ini, maka mengenai penyelesaian pemakaian tanah-tanah perkebunan Menteri Agraria harus memperhatikan kepentingan rakyat pemakai tanah yang bersangkutan, kepentingan penduduk lainnya didaerah tempat letaknya perusahaan kebun dan luas tanah yang diperlukan perusahaan itu untuk menyelenggarakan usahanya, dengan ketentuan, bahwa terlebih dahulu harus diusahakan tercapainya penyelesaian dengan jalan musyawarah dengan pihak-pihak yang bersangkutan. Pasal 6 (1) Dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan dalam pasal-pasal 3, 4 dan 5, maka dapat dipidana dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah); a. barangsiapa memakai tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah, dengan ketentuan, bahwa jika mengenai tanah-tanah perkebunan dan hutan dikecualikan mereka yang akan diselesaikan menurut pasal 5 ayat (1); b. barangsiapa mengganggu yang berhak atau kuasanya yang sah didalam menggunakan haknya atas suatu bidang tanah;

- 4 - c. barangsiapa menyuruh, mengajak, membujuk atau menganjurkan dengan lisan atau tulisan untuk melakukan perbuatan yang dimaksud dalam pasal 2 atau huruf b dari ayat (1) pasal ini; d. barangsiapa memberi bantuan dengan cara apapun juga untuk melakukan perbuatan tersebut pada pasal 2 atau huruf b dari ayat (1) pasal ini. (2) Ketentuan-ketentuan mengenai penyelesaian yang diadakan oleh Menteri Agraria dan Penguasa Daerah sebagai yang dimaksud dalam pasal-pasal 3 dan 5 dapat memuat ancaman pidana dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah) terhadap siapa yang melanggar atau tidak memenuhinya. (3) Tindak pidana tersebut dalam pasal ini adalah pelanggaran. Pasal 7 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal 16 Desember 1960. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 14 Desember 1960. Presiden Republik Indonesia, ttd SOEKARNO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 14 Desember 1960. Pejabat Sekretaris Negara ttd SANTOSO

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 51 TAHUN 1960 TENTANG LARANGAN PEMAKAIAN TANAH TANPA IZIN YANG BERHAK ATAU KUASANYA 1. Dewasa ini banyak sekali tanah-tanah, baik yang ada di dalam maupun di luar kota-kota besar, dipakai oleh orang-orang tanpa izin dari penguasa yang berwajib atau yang berhak. Pemakaian tanah tersebut meliputi pula tanah-tanah perkebunan. Pemerintah pada umumnya dapat memahami keadaan yang tidak sewajarnya itu, yang disebabkan karena sangat kurangnya persediaan tanah bagi rakyat, baik untuk perumahan maupun untuk bercocok tanam. 2. Dalam pada itu untuk pembangunan Negara, penggunaan tanah haruslah dengan cara yang teratur. Pemakaian tanah secara tidak teratur, lebih-lebih yang melanggar norma-norma hukum dan tata tertib, sebagaimana terjadi dibanyak tempat, benar-benar menghambat, bahkan sering kali sama sekali tidak memungkinkan lagi dilaksanakan bangunan-bangunan di dalam kota untuk tempat tinggal, berjualan dan lain sebagainya yang berjejal-jejal dan tidak teratur letak dan tempatnya, dari bahan-bahan yang mudah terbakar, tidak saja menambah besarnya kemungkinan kebakaran, tetapi dipandang dari sudut kesehatan dan tata tertib keamanan sungguh tidak dipertanggungjawabkan. Belum lagi diperhitungkan berapa kerugian yang diderita Negara dan Masyarakat. Misalnya dari tindakan-tindakan yang berupa perusakaan hutan-hutan di pegunungan, perusakan tanah-tanah perkebunan, yang merupakan salah satu cabang produksi yang penting bagi perekonomian Negara dewasa ini, pun telah sama kita maklumi pula. Demikianlah maka bagaimanapun juga pemakaian tanah-tanah secara demikian itu, sungguhpun dapat dipahami sebab musababnya tetapi tidak dapat dibenarkan, dan karena itu harus dilarang. 3. Berhubung dengan itu maka oleh penguasa Militer/Kepala Staf Angkatan darat telah dikeluarkan Peraturan Penguasa Militer KSAD Nomor. Prt/PM/014/1957 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Pemiliknya atau Kuasanya, yang didasarkan atas Regeling op de staat van oorlog en beleg (S.1939-582). Berhubung dengan berlakunya Undang-Undang No.74/1957 (LN 1957-160) tentang Keadaan Bahaya Peraturan tersebut diganti dengan Peraturan KSAD selaku Penguasa Perang Pusat untuk daerah Angkatan Darat No.Prt/Peperpu/011/1958. Peraturan ini kemudian ditambah dan diubah dengan Peraturan Penguasa Perang Pusat No.Prt/Peperpu/041/1959 hingga meliputi pula tanahtanah perkebunan. Kini Undang_undang No.74/1957 tersebut telah diganti pula dengan Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang No.23/1959 tentang Keadaan Bahaya (LN 1959-139). Berhubung dengan itu maka Peraturan-Peraturan Penguasa Perang Pusat No.Prt/Peperpu/011/1958 dan Prt/Peperpu/041/1950 itu waktu berlakunya akan berakhir pada tanggal 16 Desember 1960 berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang No.22/1960.

- 2-4. Dengan tidak berlakunya lagi Peraturan-Peraturan Penguasa Perang Pusat tersebut, maka berlakulah kembali Ordonansi Onrechtmatige occupatie van gronden (S.1948-110) dan Undang-Undang Darurat No.8/1954 (LN 1954-65) dan No.1/1956 (LN 1956-45) tentang Penyelesaian soal pemakaian tanah perkebunan oleh rakyat. Tetapi ordonansi tersebut dalam S.1948-110 itu karena keberatan-keberatan, baik politis maupun teknis, kini tidak dapat dilaksanakan. Demikian pula atas dasar keberatan-keberatan praktis kedua Undangundang Darurat tersebut perlu diganti. Berhubung dengan itu maka oleh karena perlindungan tanah-tanah terhadap pemakaian yang tidak teratur dan melawan hukum itu dewasa ini masih perlu dilangsungkan, lagi pula kepada penguasa-pengusa yang bersangkutan masih perlu diberikan dasar hukum bagi tindakan-tindakannya untuk menyelesaikan pemakaian tanah yang demikian itu, perlu diadakan peraturan baru yang dapat dilaksanakan secara lebih efektif. Mengingat masalahnya yang tidak bersifat sementara maka dipandang lebih baik jika peraturan itu tidak dikeluarkan lagi dalam bentuk peraturan yang didasarkan atas ketentuan Undang-Undang Keadaan Bahaya, melainkan dalam bentuk perundang-undangan biasa. Oleh karena keadaannya kini telah sangat mendesak maka terpaksalah peraturan yang dimaksudkan itu ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang. 5. Pemerintah menginsyafi, bahwa pemecahan masalah pemakaian tanah secara tidak sah itu memerlukan tindakan-tindakan dalam lapangan yang luas yang mempunyai bermacammacam aspek, yang tidak saja terbatas pada bidang agraria dan pidana, melainkan juga mengenai lapangan-lapangan sosial, perindustrian, transmigrasi dan lain-lain. Tetapi sebagai langkah pertama Pemerintah memandang perlu mengambil tindakan untuk mencegah meluasnya perbuatan yang dimaksudkan diatas dan mengeluarkan peraturan sebagi dasar hukumnya dalam bentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini. 6. Pertama-tama Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (disingkat: PERPU) ini menyatakan bahwa pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah adalah perbuatan dilarang dan diancam pula dengan hukuman pidana (pasal 2 jo pasal 6 ayat (1)a). Mengingat akan sifat perbuatannya maka yang dapat dipidana itu tidak saja terbatas pada pemakaian-pemakaian tanah yang dimulai sesudah berlakunya PERPU ini, tetapi juga pemakaian yang terjadi (dimulai) sebelum dan kini masih tetap berlangsung. Dalam pada itu tidaklah selalu harus dilakukan tuntutan pidana menurut pasal 6 tersebut. Menteri Agraria dan Penguasa Daerah menurut pasal 3 dan 5 dapat mengadakan penyelesaian secara lain, pula dengan mengingat rencana peruntukan dan penggunaan yang dipakai itu. Pemakaian tanah tanpa izin yang berhak itu tidak diperbolehkan. Tetapi juga tidak dibenarkan jika yang berhak itu membiarkan tanahnya dalam keadaan terlantar. Bahkan menurut Pasal 27, 34, 40 Undang-Undang Pokok Agraria hak milik, hak guna bangunan dan hak guna usaha hapus jika tanahnya ditelantarkan. Agar supaya usaha untuk memperoleh penyelesaian dapat diselenggarakan secara efektif, maka jika dipandang perlu Menteri Agraria dan Pengasa Daerah dapat memerintahkan kepada yang memakainya untuk mengosongkan tanah yang bersangkutan (pasal 4 dan 5 ayat 3). Dengan demikian maka untuk mengadakan barang tertentu jika memang perlu, selain perintah pengosongan dapat pula dilakukan tuntutan pidana. Dengan demikian maka tindakan-tindakan untuk mengatasi dan menyelesaikan soal pemakaian tanah-tanah secara tidak sah itu dapat disesuaikan dengan keadaan dan keperluannya, dengan mengingat faktor-faktor tempat waktu, keadaan tanah dan kepentingan pihak-pihak yang bersangkutan. 7. Mengingat bahwa dewasa ini Negara kita masih dalam keadaan bahaya dalam berbagai tingkatan keadaan perang, keadaan darurat militer dan keadaan darurat sipil, maka selama keadaan bahaya itu masih berlangsung dipandang perlu untuk mengikutsertakan Penguasa- Penguasa Keadaan Bahaya daerah dalam pelaksanaannya (pasal 3 dan 4).

- 3 - Oleh karena pemakaian tanah-tanah yang dimaksudkan itu tidak sama di semua tempat maka titik berat kebijaksanaan dalam pelaksanaannya diserahkan kepada Penguasa- Penguasa Daerah, hingga dapatlah diperhatikan segi-segi dan coraknya yang khusus, sesuai keadaan setempat. Dalam pada itu mengingat akan faktor-faktor yang membedakan tanah-tanah perkebunan (dan hutan) dengan tanah-tanah lainnya maka khusus mengenai tanah-tanah perkebunan (dan hutan) itu dipandang untuk memusatkannya pada Menteri Agraria (dan Menteri Pertanian), hingga terjamin garis kebijaksanaan yang seragam, terutama karena soal perkebunan itu kebanyakan tidaklah dapat hanya dilihat sebagai persoalan daerah sedaerah semata-mata (pasal 5). Sebagai dasar kebijaksanaan di dalam menggunakan wewenang-wewenang yang dimaksud dalam pasal 5 ayat (1) dan (2) ditetapkan dalam ayat (4), bahwa terlebih dahulu haruslah diusahakan tercapainya dengan jalan musyawarah dengan pihak-pihak yang bersangkutan. Jika jalan musyawarah tidak membawa hasil maka Menteri Agrarialah (setelah mendengar Menteri Pertanian) yang akan menetapkan penyelesaiannya dengan memperhatikan kepentingan rakyat pemakai tanah letaknya perusahaan itu untuk menyelenggarakan usahanya. Di dalam pasal 5 diadakan perbedaan antara pemakaian tanah perkebunan dan hutan yang dimulai sejak tanggal 12 juni 1954 dan sebelumnya (ayat (2) dan (1)). Pemakaian tanah sebelum tanggal tersebut, yaitu tanggal mulai berlakunya Undang-Undang Darurat No.8/1954, harus diselesaikan, karena memang ditentukan demikian. Pemakaian tanah sejak tanggal itu perlu diselesaikan pula, tetapi karena mulai tanggal tersebut sudah ada peraturan yang tegas melarang pemakaian tanah yang dimaksudkan, maka di dalam usaha penyelesaiannya sudah sewajarnya jika diambil sikap yang lain terhadap para pemakai sebelum tanggal 12 Juni 1954 itu. Terhadap para pemakai yang terakhir ini pun tidak dapat dilakukan tuntutan pidana (pasal 6 ayat (1) a; 8. Dengan adanya penjelasan tersebut di atas kiranya tidak perlu lagi diberikan penjelasan pasal demi pasal.