PENGEMBANGAN SILABUS PELATIHAN DALAM RANGKA PENINGKATAN KOMPETENSI PETUGAS PROTEKSI RADIASI BIDANG MEDIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAPETEN. Petugas Tertentu. Bekerja. Instalasi. Sumber Radiasi Pengion. Bekerja. Surat Izin. Pencabutan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

Pengembangan Pelatihan Pengangkutan Zat Radioaktif untuk Pemangku Kepentingan yang Terkait

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

PENINGKATAN MUTU HASIL UJI KOMPETENSI PERSONIL PPR SEBAGAI STRATEGI PENGAWASAN TENAGA NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR FORMULIR PERMOHONAN SURAT IZIN BEKERJA PETUGAS TERTENTU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

Kajian Soal Tertulis Sertifikasi Personel PPR Tahun 2015 Review of the Written Test Question for RPO Sertification Year of 2015

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN RADIASI

Peningkatan Mutu Hasil Uji Kompetensi Personil Sebagai Strategi Pengawasan Tenaga Nuklir. Aris Sanyoto Balai DIKLAT - BAPETEN

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 04-P/Ka-BAPETEN/I-03 TENTANG PEDOMAN PELATIHAN OPERATOR DAN SUPERVISOR REAKTOR NUKLIR

Widyanuklida, Vol. 15 No. 1, November 2015: ISSN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

Pengembangan Peraturan Perundang-undangan berkaitan dengan Uji Kesesuaian Pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik dan Intervensional

PENINGKATAN SISTEM PROTEKSI RADIASI DAN KESELAMATAN KAWASAN NUKLIR SERPONG TAHUN 2009

TANTANGAN BADAN PENGAWAS MENGIMPLEMENTASIKAN PERATURAN PENGGUNAAN PESAWAT SINAR X UNTUK DIAGNOSTIK.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

URGENSI AMANDEMEN TERHADAP PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TINJAUAN PROGRAM PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM FRZR

HUKUM KETENAGANUKLIRAN; Tinjauan dari Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja, oleh Eri Hiswara Hak Cipta 2014 pada penulis

KAJIAN PERSYARATAN OPERATOR DAN SUPERVISOR REAKTOR KARTINI

REVIU PERATURAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF DI INDONESIA

Ruang Lingkup Perizinan Instalasi dan Bahan Nuklir meliputi:

BATAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL,

2015, No Tenaga Nuklir tentang Penatalaksanaan Tanggap Darurat Badan Pengawas Tenaga Nuklir; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 te

2 Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan Pengawas Tenaga Nuklir; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar N

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

KAJIAN PROTEKSI RADIASI DALAM PENGOPERASIAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) BERDASARKAN NS-G-2.7

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2000 (63/2000) TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

Direktur Jendaral Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan RI

ISSN Volume 13, Januari 2012

BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 01 A Latar Belakang 01 Tujuan Instruksional Umum 02 Tujuan Instruksional Khusus. 02

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG

TUPOKSI FISIKAWAN MEDIS

OPTIMASI ASPEK KESELAMATAN PADA KALIBRASI PESAWAT RADIOTERAPI

oleh Werdi Putra Daeng Beta, SKM, M.Si

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG IZIN BEKERJA PETUGAS INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

DIREKTORAT PERIZINAN FASILITAS RADIASI DAN ZAT RADIOAKTIF BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

UPAYA/TINDAKAN HUKUM DALAM PENGAWASAN KEGIATAN PEMANFAATAN KETENAGANUKLIRAN : Preventif, Represif dan Edukatif

EVALUASI KESIAPSIAGAAN NUKLIR DI INSTALASI RADIOMETALURGI BERDASARKAN PERKA BAPETEN NOMOR 1 TAHUN 2010

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG IZIN BEKERJA PETUGAS IBN

KETENTUAN KESELAMATAN DEKOMISIONG REAKTOR NUKLIR 1

2 Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir tentang Keamanan Sumber Radioaktif; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran (L

Keamanan Sumber Radioaktif

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KAJIAN DAMPAK PENERAPAN BSS-115 DI FASILITAS RADIOTERAPI DAN INDUSTRI DI INDONESIA

PENGAWASAN UNTUK OPTIMALISASI PROTEKSI DALAM KEGIATAN RADIOGRAFI INDUSTRI

2015, No Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2013 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 N

SISTEM MANAJEMEN DOSIS PADA PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF DENGAN KENDARAAN DARAT

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG INSPEKTUR KESELAMATAN NUKLIR BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

TATA CARA DAN ETIKA INSPEKSI. Oleh : SUYATI

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. tubuh manusia karena terpapari sinar-x dan gamma segera teramati. beberapa saat setelah penemuan kedua jenis radiasi tersebut.

2017, No Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan

PENINGKATAN EFEKTIVITAS INSPEKSI TERHADAP PENGGUNAAN ZAT RADIOAKTIF UNTUK KEGIATAN WELL LOGGING

SISTEM DAN MEKANISME PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

PENDEKATAN ANALISIS KEBUTUHAN PELATIHAN (TRAINING NEEDS ASSESSMENT) PADA BADAN PENGAWAS PEMANFAATAN TEKNOLOGI NUKLIR

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL,

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PEMANTAUAN KESEHATAN UNTUK PEKERJA RADIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

OPTIMASI ASPEK KESELAMATAN PADA KALIBRASI PESAWAT TERAPI 60 Co atau 137 Cs

PERAN PPR DALAM RADIOLOGI DIAGNOSTIK DAN INTERVENSIONAL

BERITA NEGARA. No.83, 2013 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Keselamatan Nuklir. Inspektur. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KAJIAN TERHADAP PERATURAN TENTANG SEIFGARD DAN KEAMANAN BAHAN NUKLIR MENGGUNAKAN KUESIONER US DOE (UNITED STATES DEPARTMENT OF ENERGY)

STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) BIDANG NUKLIR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN INSPEKSI DALAM PENGAWASAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

KAJIAN KESELAMATAN PADA PROSES PRODUKSI ELEMEN BAKAR NUKLIR UNTUK REAKTOR RISET

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 23, Tam

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 780/MENKES/PER/VIII/2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN RADIOLOGI

OLEH : Dra. Suyati INSPEKSI FASILITAS RADIASI DAN INSPEKSI FASILITAS RADIASI DAN ZAT RADIOAKTIF ZAT RADIOAKTIF

3. PRINSIP-PRINSIP DASAR PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

PENGEMBANGAN SILABUS PELATIHAN DALAM RANGKA PENINGKATAN KOMPETENSI PETUGAS PROTEKSI RADIASI BIDANG MEDIS Nanang Triagung Edi Hermawan Direktorat Pengaturan Pengawasan Fasilitas Radiasi dan Zat Radioaktif BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR Jln. Gajah Mada No.8 Jakarta Pusat 10120 Telp. (021) 63855360 n.triagung@bapeten.go.id Abstrak Radiasi pengion sebagai bagian dari tenaga nuklir telah diterapkan di bidang medis untuk tujuan diagnostik maupun terapi. Salah satu faktor penting untuk mencapai keselamatan radiasi dalam penggunaan sumber radiasi pengion adalah keberadaan personil yang kompeten. Telah dilakukan kajian pustaka mengenai standar kompetensi Petugas Proteksi Radiasi bidang Medis (PPR Medis) dalam rangka pengembangan peraturan perundang-undangan. Pengembangan peraturan mengenai kompetensi PPR Medis harus mencakup pengaturan mengenai tugas dan kewenangan, ketentuan jenjang dan klasifikasi, kualifikasi pendidikan dan pelatihan, serta standar kompetensi personil. Jenjang PPR Medis diperingkat berdasarkan risiko bahaya radiasi menjadi PPR Medis Tingkat 1, PPR Medis Tingkat 2, dan PPR Medis Tingkat 3. Standar kompetensi PPR Medis harus memperhatikan aspek pengetahuan (knowledges), ketrampilan (skills), dan sikap (attitudes) dengan memperhatikan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang disesuaikan untuk masing-masing jenjang. Standar kompetensi yang diidentifikasi selanjutnya diwujudkan ke dalam mata pelatihan yang bersifat umum, dasar, utama, serta praktikum. Untuk setiap mata pelatihan harus dirumuskan rincian kompetensi dasar dan indikator keberhasilan kerja yang menjadi acuan dalam penyusunan kurikulum, silabus, hingga bahan ajar dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Standar kompetensi merupakan landasan bagi Lembaga Diklat Personil (LDP) untuk menyelenggarakan pelatihan, maupun bagi Lembaga Sertifikasi Personil (LSP) untuk penyusunan dan pelaksanaan pengujian kompetensi PPR Medis. Kata kunci: radiasi pengion, personil, kompetensi, pelatihan, dan PPR Medis Abstract Ionizing radiation as part of nuclear energy has been implemented in medical fields for diagnostic and therapy intention. An important factor for achieving radiation safety in the utilizations of ionizing radiation sources is the presence of competent personal. A literature study on standard competencies of Radiation Protection Officer (RPO) for improving of regulation has been conducted. The improvement of regulation on RPO competencies should cover requirements for responsibility and authority, leveling and classification, education and training qualification, also personal competencies standards. Based on radiation risk in the utilization of ionizing radiation in medical fields, Medical RPO is leveling in to Medical RPO Level 1, 2, and 3. Medical RPO competencies standards should consider knowledge, skills, and attitudes aspects that comply with National Working Competency Standards that suitable for each RPO level. The identified competencies standard than should be expressed in to training subjects that divided as general, basic, main, and practical subjects. For each training subjects should be created detail basic competencies and working success indicators. This parameter becomes a basic for curricula, syllabus, teaching material and planning. The competency standard is basic for conducting training by personal training agency, and for arranging and conducting personal testing by personal certification agency. Keywords: ionizing radiation, personal, competencies, training, and Medical RPO. 1. Pendahuluan Teknologi nuklir merupakan salah satu penerapan ilmu fisika atom dan fisika inti. Di bidang medis, teknologi nuklir telah diterapkan untuk kegiatan diagnostik maupun terapi terhadap berbagai penyakit. Untuk menunjang dipenuhinya semua standar dan peraturan keselamatan radiasi, pada setiap penggunaan sumber radiasi pengion dan zat radioaktif dipersyaratkan adanya Petugas Proteksi Radiasi (PPR). Khusus untuk penerapan di bidang medis disebut sebagai PPR Medis. Keberadaan PPR menjadi SNF2015-V-17

salah satu persyaratan dalam pemanfaatan tenaga nuklir. Petugas Proteksi Radiasi adalah petugas yang ditunjuk oleh pemegang izin dan oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) dinyatakan mampu melaksanakan pekerjaan yang berhubungan dengan proteksi radiasi.[1] Kemampuan atau kompetensi seorang PPR secara legal dinyatakan dalam bentuk Surat Izin Bekerja (SIB) yang diterbitkan oleh Kepala BAPETEN. Untuk mendapatkan SIB, calon PPR terlebih dahulu harus mengikuti dan lulus pelatihan proteksi radiasi maupun pengujian SIB. Ketentuan mengenai kualifikasi dan kompetensi, termasuk mekanisme pengajuan SIB untuk PPR telah diatur dalam Peraturan Kepala BAPETEN Nomor 15 Tahun 2008 tentang Persyaratan untuk Memperoleh SIB bagi Petugas Tertentu di Instalasi yang Memanfaatkan Sumber Radiasi Pengion[2] yang merupakan penjabaran dari amanat Pasal 19 Undangundang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran.[3] Seiring dengan tuntutan perkembangan teknologi dan peningkatan standar keselamatan radiasi, peraturan tersebut harus senantiasa ditinjau dan dievaluasi. Kajian dalam rangka pengembangan silabus pelatihan untuk meningkatkan kompetensi petugas proteksi radiasi bidang medis ini dilaksanakan dalam rangka amandemen Peraturan Kepala BAPETEN Nomor 15 Tahun 2008 [2]. Adapun tujuan dari kajian dimaksud untuk menyusun konsep pengaturan PPR Medis, antara lain: a. peranan PPR; b. penentuan jenjang dan klasifikasi PPR Medis; c. pengaturan kualifikasi pendidikan dan pelatihan PPR Medis; dan d. pengaturan standar kompetensi PPR Medis. 2. Metode Penelitian Kajian dalam rangka pengembangan pengaturan dalam rangka peningkatan kompetensi PPR Medis ini dilakukan melalui studi pustaka terhadap standar internasional di bidang keselamatan radiasi yang diterbitkan oleh Internatioan Atomic Energy Agency dan ketentuan peraturan perundangan yang ada. standar IAEA kurikulum; silabus kompetensi dasar Pengumpulan Literatur Analisis mata pelatihan peraturan perundangan mata pelatihan; bhn ajar indikator keberhasilan Gambar 1. Alur proses kajian Tahapan yang dilalui dalam kegiatan kajian, sebagaimana ditampilkan dalam Gambar 1, meliputi proses pengumpulan literatur dan informasi pendukung, analisis, diskusi dan pembahasan, serta penyusunan laporan. 3. Hasil dan Pembahasan Berdasarkan hasil kajian pustaka terhadap beberapa standar keselamatan radiasi, diantaranya IAEA BSS 115 [4] dan IAEA GSR Part 3 [5], serta dengan mempertimbangkan kebutuhan hukum secara nasional, maka beberapa konsep pengaturan berkaitan dengan peranan, jenjang dan klasifikasi, kualifikasi pendidikan dan pelatihan, serta standar kompetensi PPR Medis dapat sampaikan dalam paparan sebagai berikut: 3.1. Peranan PPR Medis Sebagaimana definisi PPR yang merupakan petugas yang ditunjuk oleh pemegang izin dan oleh BAPETEN dinyatakan mampu melaksanakan pekerjaan yang berhubungan dengan proteksi radiasi, PPR memiliki peranan yang sangat strategis dalam mewujudkan keselamatan radiasi, baik terhadap pekerja radiasi yang lain, anggota masyarakat, maupun kelestarian lingkungan hidup. PPR merupakan personil yang paling mengerti atau memiliki kompetensi mengenai teori dan penerapan prinsip-prinsip proteksi radiasi di lapangan sebagaimana makna SIB yang dimilikinya. Sebagai konsekuensi penunjukan PPR oleh pemegang izin, PPR memerankan tugas dan fungsi sebagai sosok supervisor yang harus merencanakan, memimpin, mengarahkan serta mengendalikan pekerjaan radiasi sesuai prinsip proteksi dan keselamatan radiasi. Ia juga berperan sebagai pengawas internal yang harus memastikan semua persyaratan dan ketentuan peraturan perundangundangan yang terkait terlaksana dengan baik. Peranan terakhir secara tidak langsung menyatakan bahwa PPR merupakan kepanjangan tangan BAPETEN pada suatu fasilitas. Secara umum tugas seorang PPR di lingkungan fasilitas pemanfaatan sumber radiasi pengion, antara lain [6]: a. menerapkan dan mengkaji penerapan program proteksi radiasi; b. memastikan bahwa kegiatan penggunaan sumber radiasi pengion sesuai dengan batasan kondisi izin dan peraturan yang berlaku; c. meninjau dan menyetujui secara internal terhadap perubahan program proteksi radiasi; d. melakukan identifikasi dan investigasi permasalan keselamatan radiasi; e. melakukan inisiasi, rekomendasi, atau tindakan pencegahan terhadap permasalahan keselamatan radiasi; f. melaporkan kepada pemegang izin jika terdapat masalah, operasional yang tidak selamat, maupun tindakan perbaikan; serta SNF2015-V-18

g. berperan sebagai penghubung antara pemegang izin dan badan pengawas. Untuk memerankan tugas di atas, seorang PPR juga harus diberikan kewenangan untuk menerapkan program proteksi radiasi, mengidentifikasi permasalahan penerapan program proteksi radiasi, menghentikan operasional yang tidak selamat, maupun melakukan tindakan perbaikan. 3.2. Jenjang dan Klasifikasi PPR Medis Petugas tertentu pada instalasi yang memanfaatkan sumber radiasi pengion terdiri atas petugas keahlian dan PPR. Berdasarkan ruang lingkup kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir, PPR di bidang fasilitas radiasi dan zat radioaktif terdiri atas PPR bidang Industri dan PPR bidang Medis. PPR Medis selanjutkan berdasarkan jenjang kompetensi yang disesuaikan dengan tingkat risiko atau bahaya radiasi dalam penggunaan sumber radiasi pengion diklasifikasikan menjadi PPR Medis Tingkat 1, PPR Medis Tingkat 2, dan PPR Medis Tingkat 3. PPR Medis Tingkat 1 merupakan PPR yang dipekerjakan untuk kegiatan pemanfaatan sumber radiasi pengion dengan tingkat risiko tertinggi, berturut-turut untuk PPR Medis Tingkat 2 dengan tingkat risiko sedang, dan PPR Medis Tingkat 3 dengan tingkat risiko rendah. Klasifikasi PPR Medis dan bidang kegiatan pemanfaatan sumber radiasi pengion untuk keperluan medis sesuai dengan tingkat risiko bahaya sebagaimana diuraikan di atas dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi dan Bidang Kegiatan Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion Klasifikasi PPR Medis PPR Medis Tk.1 PPR Medis Tk.2 PPR Medis Tk.3 Kegiatan Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion ekspor zat radioaktif; pengalihan zat radioaktif dan/atau pembangkit radiasi pengion; impor dan pengalihan zat radioaktif dan/atau pembangkit radiasi pengion; produksi radioisotop berupa radiofarmaka; dan penggunaan dan/atau litbang dalam: 1. radioterapi; 2. kedokteran nuklir diagnostik in vivo; dan 3. kedokteran nuklir terapi. impor pembangkit radiasi pengion; dan penggunaan dan/atau litbang dalam radiologi diagnostik dan intervensional. penggunaan dan/atau litbang dalam kedokteran nuklir diagnostik in vitro. 3.2. Kualifikasi Pendidikan PPR Medis Persyaratan kualifikasi pendidikan minimum untuk menjadi PPR Medis adalah lulusan D-III jurusan eksakta atau teknik. Seorang PPR Medis diharapkan memiliki dasar pengetahuan ilmu fisika dan penerapannya. Pengetahuan lain yang berkaitan dengan bidang ilmu eksakta tentu saja akan sangat berguna untuk menunjang tugas seorang PPR Medis. Di samping bidang ilmu, seorang PPR Medis juga harus mampu bertindak selaku seorang supervisor yang memimpin semua pekerja radiasi di lingkungan kerjanya dalam melakukan suatu pekerjaan yang berkaitan langsung dengan radiasi pengion. Dengan demikian, kapasitas seorang lulusan jenjang pendidikan D-III dipandang memadai untuk tujuan tersebut. Di samping jenjang pendidikan formal, pengetahuan, ketrampilan, serta sikap seorang PPR Medis pada saat berhadapan dengan pancaran atau paparan radiasi juga merupakan hal yang sangat penting. Untuk memastikan kompetensi tersebut dimiliki oleh seorang calon PPR Medis, maka yang bersangkutan dipersyaratkan harus terlebih dahulu mengikuti dan lulus pelatihan PPR Medis yang diselenggarakan oleh suatu Lembaga Diklat Personil (LDP) yang telah terakreditasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau memiliki penunjukan dari BAPETEN selaku LDP PPR Medis. Setelah mengikuti dan lulus pelatihan PPR Medis, calon yang bersangkutan harus mengikuti dan lulus ujian SIB yang diselenggarakan oleh BAPETEN. Dalam hal ini BAPETEN bertindak selaku Lembaga Sertifikasi Personil (LSP). Sebagaimana sistem standar kompetensi kerja nasional, pelaksanaan pelatihan dan pengujian terhadap kompetensi tertentu harus diselenggarakan oleh institusi yang berbeda. Hal tersebut diterapkan untuk memastikan independensi masing-masing pihak dalam memerankan tugas dan fungsinya masingmasing. Namun demikian, baik LDP mapun LSP harus mengacu terhadap standar kompetensi kerja nasional yang telah ditetapkan oleh Kementerian Tenaga Kerja atau mengacu sistem lain yang telah diakui atau memiliki dasar hukum pengaturan yang sesuai. Bagi peserta ujian SIB yang lulus, BAPETEN selanjutnya menerbitkan SIB bagi personil dimaksud SNF2015-V-19

untuk masa berlaku masing-masing 3 tahun untuk SIB PPR Medis Tk.1, 4 tahun untuk SIB PPR Medis Tk.2, dan 5 tahun untuk SIB PPR Medis Tk.3. Jangka waktu masa berlaku SIB tersebut ditetapkan dengan mempertimbangkan tingkat risiko bahaya radiasi untuk masing-masing penerapan penggunaan radiasi pengion di bidang medis. Untuk mempertahankan dan meningkatkan kompetensi PPR Medis, dalam selang waktu SIB berlaku, personil bersangkutan harus mengikuti sekurang-kurangnya satu kali pelatihan penyegaran. Hal ini merupakan prasyarat untuk perpanjangan SIB yang berakhir masa berlakunya. Gambaran proses pelaksanaan pelatihan dan pengujian calon PPR Medis berdasarkan standar kompetensi kerja yang berlaku dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Mekanisme pelatihan dan pengujian PPR Medis 3.3. Standar Kompetensi PPR Medis Secara umum standar kompetensi kerja nasional untuk suatu bidang keahlian tertentu ditetapkan melalui Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang dikembangkan oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dan ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja. Namun demikian dalam hal tertentu, pelaksanaan sertifikasi kompetensi kerja yang telah dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan/atau telah diakui oleh lembaga internasional tetap dilaksanakan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi yang bersangkutan.[7] Tabel 2. Penerapan standar kompetensi PPR Medis dalam Pelatihan Aspek Kompetensi Materi Pelatihan Mata Pelatihan Sikap (attitudes) Umum 1. Sistem Manajemen dan Organisasi Proteksi Radiasi 2. Pengantar Budaya Keselamatan Kerja Pengetahuan (knowledges) Dasar 1. Dasar-dasar Fisika Radiasi 2. Dasar-dasar Proteksi Radiasi 3. Dosimetri Radiasi 4. Alat Ukur Radiasi Utama 5. Efek Biologi Radiasi 1. Peraturan Perundang-undangan Ketenaganukliran 2. Program Proteksi Radiasi 3. Proteksi Radiasi terhadap Paparan Kerja 4. Proteksi Radiasi terhadap Paparan Medik 5. Pengangkutan Zat Radioaktif 6. Pengelolaan Limbah Radioaktif 7. Penangangan Keadaan Darurat 8. Keamanan Sumber Radioaktif Ketrampilan (skills) Praktikum 1. Penggunaan Peralatan Sumber Radiasi Pengion 2. Penerapan Proteksi Radiasi Eksterna 3. Penerapan Proteksi Radiasi Interna SNF2015-V-20

4. Penanganan Keadaan Darurat Sumber Terbungkus 5. Penanganan Keadaan Darurat Sumber Terbuka 6. Penanganan Kontaminasi Permukaan Berdasarkan ketentuan sebagaimana telah diuraikan di atas, khusus untuk pengaturan kompetensi personil PPR, termasuk untuk PPR Medis sebagaimana amanat UU Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, ditetapkan oleh BAPETEN. Perumusan standar kompetensi PPR Medis harus mempertimbangkan aspek pengetahuan (knowledges), ketrampilan (skills), dan sikap (attitudes). Standar kompetensi PPR Medis menjadi landasan dalam perumusan dan pengembangan kurikulum, silabus, hingga rencana pelaksanaan pembelajaran. Ketiga aspek kompetensi yang telah dirumuskan dan dikembangkan menjadi kurikulum dan silabus selanjutnya diwujudkan menjadi materi pelatihan umum, dasar, utama dan praktikum sebagaimana dapat dilihat dalam Tabel 2. Berdasarkan judul mata pelatihan sebagaimana pada Tabel 2, selanjutnya dirumuskan secara lebih rinci Kompetensi Dasar (KD) dan Indikator Keberhasilan Kerja (IKK) untuk setiap mata pelatihan. Perumusan, pengembangan, dan penerapan KD maupun IKK untuk setiap jenjang PPR Medis harus berkesesuaian dengan bobot kompleksitas materi ataupun jumlah jam pelatihan setiap materi berdasarkan pertimbangan risiko bahaya radiasi yang dihadapi oleh personil PPR Medis di lapangan. Dengan demikian pelatihan untuk PPR Medis Tingkat 1 dimana potensi risiko bahaya radiasinya paling tinggi tentu membutuhkan personil dengan kompetensi paling tinggi harus diiringi dengan kedalaman materi yang lebih lengkap, terperinci, kompleks, serta jumlah jam pelajaran yang lebih banyak. Adapun untuk pelatihan PPR Medis Tingkat 2 dan Tingkat 3 lebih sederhana dengan jumlah jam pelatihan yang lebih sedikit. Materi pelatihan PPR Medis yang telah terinci dengan masing-masing KD dan IKK merupakan landasan bagi Lembaga Diklat Personil untuk menyelenggarakan pelatihan. Dokumen yang sama sekaligus juga menjadi acuan bagi Lembaga Sertifikasi Personil pada saat melakukan pengujian terhadap lulusan pelatihan PPR Medis yang ingin memiliki sertifikat kompetensi dan Surat Izin Bekerja (SIB) dari Kepala BAPETEN. rincian kompetensi dasar dan indikator keberhasilan kerja. Peraturan yang ditetapkan merupakan landasan hukum dan teknis bagi Lembaga Diklat Personil dalam menyelenggarakan pelatihan, maupun bagi Lembaga Sertifikasi Personil untuk melaksanakan pengujian dan penerbitan Surat Izin Bekerja. Dengan penetapan peraturan mencakup standar kompetensi PPR Medis diharapkan akan tercetak personil PPR Medis yang kompeten dalam menjalankan tugas maupun fungsi untuk mewujudkan tercapainya keselamatan radiasi bagi pekerja, anggota masyarakat, maupun kelestarian lingkungan hidup. Daftar Acuan [1] BAPETEN, Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif, BAPETEN, Jakarta (2007). [2] BAPETEN, Peraturan Kepala BAPETEN Nomor 15 Tahun 2008 tentang Persyaratan untuk Memperoleh SIB bagi Petugas Tertentu di Instalasi yang Memanfaatkan Sumber Radiasi Pengion, BAPETEN, Jakarta (2008). [3] BAPETEN, Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, BAPETEN, Jakarta (1997). [4] IAEA, Radiation Protection and Safety of Radiation Sources, BSS-115, IAEA, Vienna (1996). [5] IAEA, Radiation Protection and Safety of Radiation Sources: International Basic Safety Standards Interim Edition, GSR Part 3, IAEA, Vienna (2011). [6] AAPM, Radiation Safety Officer Qualifications for Medical Facilities, AAPM Report No.160, Madison (2010). [7] BNSP, Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2004 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi, BNSP, Jakarta (2004). 4. Kesimpulan PPR Medis merupakan personil yang memiliki kompetensi proteksi dan keselamatan radiasi bidang medis. Untuk mencetak PPR Medis yang kompeten harus dirumuskan standar kompetensi kerja yang mencakup pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skills), dan sikap (attitudes). Sesuai ketentuan peratuan perundang-undangan, Kepala BAPETEN menetapkan standar kompetensi PPR Medis yang selanjutnya dituangkan ke dalam kurikulum, silabus, hingga materi pelatihan dengan masing-masing SNF2015-V-21

SNF2015-V-22