BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP SAKSI, PENYIDIK, PENUNTUT UMUM, DAN HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA TERORI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI PELAPOR DAN SAKSI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI PELAPOR DAN SAKSI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 5 TAHUN 2005 TENTANG

PP 2/2002, TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN DAN SAKSI DALAM PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA YANG BERAT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

BERITA NEGARA. No.711, 2013 MAHKAMAH AGUNG. Penyelesaian. Harta. Kekayaan. Tindak Pidana. Pencucian Uang. Lainnya PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN REGISTER PERKARA ANAK DAN ANAK KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-026/A/JA/10/2013 TENTANG

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 17 TAHUN 2005 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

2011, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lemba

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2011, No b. bahwa Tindak Pidana Korupsi adalah suatu tindak pidana yang pemberantasannya perlu dilakukan secara luar biasa, namun dalam pelaksan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Le

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan pr

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG SEKRETARIAT PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 158/PMK. 01/2012 TENTANG BANTUAN HUKUM DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BONTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA NEGARA. No.726, 2013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Pendaftaran. Kurator. Pengurus. Syarat. Tata Cara.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN PELAKSANAAN TUGAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2014, No c. bahwa dalam praktiknya, apabila pengadilan menjatuhkan pidana tambahan pembayaran uang pengganti, sekaligus ditetapkan juga maksimu

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tamba

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kedelapan, Permintaan Keterangan Kepada PPATK (Berdasarkan Informasi PPATK

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG HAK KEUANGAN DAN FASILITAS HAKIM AD HOC DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Mahkamah Agung tentang Pedoman Beracar

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN KETERANGAN AHLI

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, T

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Restitusi adalah pembayaran ganti kerugian yang d

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

2 Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembar

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PASURUAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR

Transkripsi:

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.790, 2014 BNPT. Perkaran Tindak Pidana Terorisme. Perlindungan. Saksi. Penyidik. Penuntut Umum. Hakim dan Keluarganya. Pedoman PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-05/K.BNPT/11/2013 TENTANG PEDOMAN KOORDINASI PERLINDUNGAN TERHADAP SAKSI, PENYIDIK, PENUNTUT UMUM, HAKIM DAN KELUARGANYA DALAM PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan perlindungan saksi, penyidik, penuntut umum, dan hakim dalam perkara tindak pidana terorisme sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap Saksi, Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam Perkara Tindak Pidana Terorisme, dipandang perlu untuk mengkoordinasikan pelaksanaannya agar terselenggara secara efektif; b. bahwa untuk memenuhi maksud tersebut pada butir (a) perlu ditetapkan Pedoman Koordinasi Perlindungan Terhadap Saksi, Penyidik, Penuntut Umum, Hakim dan Keluarganya dalam Penanganan Perkara Tindak Pidana Terorisme;

2014, No.790 2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia; 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang; 3. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2003 tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap Saksi, Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim dalam Perkara Tindak Pidana Terorisme; 4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010 Tentang Badan Nasional Penanggulangan Terorisme; 5. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol 5 Tahun 2005 Tentang Teknis Pelaksanaan Perlindungan Terhadap Saksi, Penyidik, Penuntut Umum, Hakim Dan Keluarganya Dalam Perkara Tindak Pidana Terorisme; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME TENTANG PEDOMAN KOORDINASI PERLINDUNGAN TERHADAP SAKSI, PENYIDIK, PENUNTUT UMUM, HAKIM DAN KELUARGANYA DALAM PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA TERORISME. Pasal 1 KETENTUAN UMUM Dalam Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme yang dimaksud dengan: 1. Perlindungan adalah jaminan rasa aman yang diberikan oleh negara kepada aparat penegak hukum beserta keluarganya dari kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dalam penanganan perkara tindak pidana 2. Penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan dalam penanganan perkara tindak pidana

3 2014, No.790 3. Penuntut umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh Undang- Undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan Hakim dalam penanganan perkara tindak pidana 4. Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili perkara tindak pidana 5. Keluarga adalah keluarga inti yang terdiri dari suami/istri dan anak dari aparat penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana 6. Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang yang menangani perkara tindak pidana 7. Ahli adalah seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara tindak pidana terorisme guna kepentingan pemeriksaan. 8. Panitera adalah panitera dan atau panitera pengganti pada pengadilan negeri yang memeriksa dan mengadili perkara tindak pidana 9. Petugas Pemasyarakatan adalah pejabat fungsional penegak hukum yang melaksanakan tugas pembinaan, pengamanan, dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan. 10. Tindak Pidana Terorisme adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam undang undang yang mengatur pemberantasan tindak pidana Pasal 2 MAKSUD DAN TUJUAN Maksud peraturan ini adalah sebagai acuan didalam koordinasi perlindungan terhadap saksi, penyidik, penuntut umum, hakim dan keluarganya serta pihak terkait dalam penanganan perkara tindak pidana Tujuan peraturan ini untuk mengkoordinasikan pelaksanaan perlindungan terhadap saksi, penyidik, penuntut umum, hakim dan keluarganya serta pihak terkait dalam penanganan perkara tindak pidana Pasal 3 RUANG LINGKUP Ruang lingkup peraturan ini mengatur tentang koordinasi perlindungan terhadap saksi, penyidik, penuntut umum, hakim dan keluarganya serta

2014, No.790 4 pihak-pihak terkait dalam penanganan perkara tindak pidana terorisme meliputi advokat, ahli, panitera dan petugas pemasyarakatan. (1) Bentuk perlindungan meliputi: Pasal 4 BENTUK PERLINDUNGAN a. perlindungan atas keamanan pribadi dari ancaman fisik dan mental; b. kerahasiaan identitas saksi; c. pemberian keterangan pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan tanpa bertatap muka dengan tersangka. (2) Perlindungan atas keamanan pribadi dari ancaman fisik dan mental berupa pengamanan terhadap pribadi, keluarga dan harta benda yang dimiliki serta pengawalan pada saat menjalankan tugas. (3) Perlindungan atas kerahasiaan identitas saksi dan pemberian keterangan pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan tanpa bertatap muka dengan tersangka adalah perlindungan yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan tentang perlindungan saksi. Pasal 5 MEKANISME PEMBERIAN PERLINDUNGAN TERHADAP PENYIDIK, PENUNTUT UMUM DAN HAKIM (1) Perlindungan terhadap Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim dilaksanakan dalam semua tingkat pemeriksaan perkara dengan cara pengamanan terhadap pribadi dan harta benda yang dimiliki serta pengawalan pada saat menjalankan tugas. (2) Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana terorisme, disamping memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, penyidik juga menyampaikan tembusan kepada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan pemberian perlindungan. (3) Untuk menentukan pemberian perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Badan Nasional Penanggulangan Terorisme melakukan koordinasi dengan Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung dan Kepolisian Negara Republik Indonesia pada semua tingkat pemeriksaan untuk mendapatkan informasi terkait penanganan perkara tindak pidana terorisme dan potensi ancaman terhadap penyidik, penuntut umum dan hakim.

5 2014, No.790 (4) Berdasarkan hasil koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme menentukan tingkat kekerasan dan atau ancaman kekerasan yang membahayakan diri, jiwa dan atau harta penyidik, penuntut umum dan hakim serta menentukan bentuk perlindungan yang akan diberikan. (5) Setelah menentukan tingkat kekerasan dan atau ancaman kekerasan serta bentuk perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme melakukan koordinasi dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk memberikan perlindungan kepada penyidik, penuntut umum dan hakim yang memerlukan perlindungan serta memberitahukan kepada instansi terkait. (6) Dalam hal perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) belum diberikan, aparat penegak hukum dapat mengajukan permohonan perlindungan kepada pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal penyidik, penuntut umum dan hakim, selanjutnya pejabat Kepolisian Negara dimaksud memberitahukan kepada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme. Pasal 6 MEKANISME PEMBERIAN PERLINDUNGAN TERHADAP KELUARGA PENYIDIK, PENUNTUT UMUM DAN HAKIM (1) Perlindungan terhadap keluarga Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim dilaksanakan dalam semua tingkat pemeriksaan perkara dengan cara pengamanan ditempat tinggal keluarga tersebut baik terhadap pribadi maupun harta bendanya. (2) Bilamana menyangkut kegiatan anggota keluarga diluar tempat tinggal, pelaksanaan perlindungan disesuaikan dengan situasi, kondisi dan keadaan. Pasal 7 MEKANISME PEMBERIAN PERLINDUNGAN TERHADAP PANITERA, AHLI DAN PETUGAS PEMASYARAKATAN Ketentuan pemberian perlindungan sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 berlaku juga untuk pemberian perlindungan terhadap panitera, ahli dan petugas pemasyarakatan. Pasal 8 MEKANISME PEMBERIAN PERLINDUNGAN TERHADAP ADVOKAT (1) Perlindungan terhadap advokat diberikan berdasarkan permohonan advokat yang menangani perkara tindak pidana

2014, No.790 6 (2) Permohonan perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kerja atau tempat sidang pengadilan dilaksanakan, dan selanjutnya pejabat Kepolisian Negara dimaksud memberitahukan kepada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme. Pasal 9 JANGKA WAKTU PERLINDUNGAN (1) Pemberian perlindungan dilaksanakan sejak diterbitkan surat perintah perlindungan sampai dengan dihentikannya perlindungan. (2) Pemberian perlindungan dihentikan: a. berdasarkan penilaian Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berwenang setelah berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme bahwa perlindungan tidak diperlukan lagi; atau b. atas permohonan yang bersangkutan. (3) Penghentian pemberian perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, harus diberitahukan secara tertulis kepada penyidik, penuntut umum, hakim, keluarganya dan pihak terkait yang diberi perlindungan. Pasal 10 MONITORING DAN EVALUASI PEMBERIAN PERLINDUNGAN Badan Nasional Penanggulangan Terorisme melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap perlindungan penyidik, penuntut umum, hakim, keluarganya dan pihak terkait yang menangani perkara tindak pidana terorisme, secara terus menerus sampai dengan pemberian perlindungan dihentikan. Pasal 11 PEMBIAYAAN PEMBERIAN PERLINDUNGAN Segala biaya yang diperlukan berkaitan dengan koordinasi pemberian perlindungan ini dibebankan kepada Anggaran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme. Pasal 12 PENUTUP Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

7 2014, No.790 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Kepala Badan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia Diundangkan di Jakarta Pada Tanggal 12 Juni 2014 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, AMIR SYAMSUDIN Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Nopember 2013 KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME REPUBLIK INDONESIA, ANSYAAD MBAI