Abdul Ban Azed : llpayu Penegakan Hukum Dibidang Hak Kekayaan Inteleklual UPAYA PENEGAKAN HUKUM DIBIDANG HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL Abdul Ban Azed ABSTRACT As one of developing countries Indonesia, faced with the challenge of globalization, has taken the necessary measures to reform its laws especially those that are in connection with the protection of intellectual property rights. The policy that has been taken up to the present time is to adjust, that is to adopt and incorporate, laws concerning the regulation of free market and the free movement of goods and services in the coming single global market system. The urgency of making such policy is to assure an adequate legal protection for the creator, inventor and designer of the intellectually created goods or services. With that kind of appreciation it is hoped that, in turn, that will bring economic benefit and advantage to the nation. There are series of laws and regulations being adopted from international instruments as well as national laws. The article deals mainly with the legal analysis of the impact of making the current legal policy. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang sedang menghadapi tantangan globalisasi abad 21 telah mengambil langkah-langkah kebijakan di bidang hukum terutama melalui pengaturan di bidang Hak Kekayaan Intelektual. Kebijakan terutama merupakan bentuk upaya Indonesia menghadapi perubahan mendasar di bidang ekonomi yaitu dengan adanya si stem ekonomi pasar terbukadan regionalisasi ekonomi yang ditandai dengan hilangnya batas wilayah bagi arus barang dan jasa sehingga menciptakan pasar tunggal global. Situasi tersebut menuntut kesiapan semua negara, termasuk Indonesia, untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan daya saing sehingga dapat berperan dalam sistem perdagangan global tersebut. Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property Rights merupakan suatu hak yang 327 Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. V, No.I, Juli 2005
Abdul Ban Azed: Upaya Penegakan Hukum Dibidang Hak Kekayaan Intelektuat timbul karena kemampuan intelektual manusia. Hak atas kekayaan Intelektual baru ada apabila kemampuan intelektual manusia itu telah membentuk sesuatu yang dapat dilihat, didengar, dibaca maupun digunakan. HKI pada intinya terdiri dari beberapa jenis, yang secara tradisional dibagi dalam dua kelompok, pertama Hak Cipta (Copyright), kedua, hak kekayaan industri (Industrial Property Right) yang terdiri dari : paten, merek, desain industri, rahasia dagang, dan desain tata letak sirkuit terpadu. Urgensi latar belakang, perlindungan Hak Kekayaan Intelektual adalah untuk menghormati dan menghargai kreati vitas seseorang baik penemu, pencipta atau pendesain. Dengan penghargaan tersebut diharapkan pencipta khususnya dapat menerima reward atau penghargaan atas kreasinya untuk mneingkatkan kreativitas penemu, pencipta atau pendesain dan dapat memanfaatkan karya-karya dengan maksimal untuk keuntungan ekonominya atau mengembangkan lebih lanjut sehingga memberikan kontribusi kepada Negara dan dapat semakin memajukan kualitas hidup masyarakat secara umum. Selama bertahun-tahun para ahli ekonomi telah mencoba untuk memberikan penjelasan mengenai mengapa sebagian perekonomian berkembang dengan pesat sedangkan sebagian lain tidak. Secara umum disepakati bahwa ilmu pengetahuan dan invensi memegang peranana penting dalam pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Kesadaran tersebut membawa perubahan pada kebijakankebijakan yang berkenaan dengan Hak Kekeyaan Intelektual. Di Indonesia, perlindungan terhadap HKI mmengalami perubahan yang berarti setelah diratifikasinya Konvensi WTO dan Persetujuan TRIPs dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997. Konsekuensi bagi Indonesia setelah meratifikasi Konvensi WTO dan TRIPs adalah Indonesia harus menyesuaikan Prinsip- Prinsip HKI dalam TRIPs pada sistem HKI Nasionalnya. Untuk memenuhi ketentuan TRIPs tersebut diatas, Indonesia telah melakukan perubahan serta pengaturan Undang-undang HKI baru yaitu : a. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten; Law Review, Fakultas Hukum Universitas Harapan, Vol. V, No.l, Juli 2005 328
Abdul Bari Azed : Upaya Penegakan Hukum Dibidang Hak Kekayaan Intelektual b. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek; c. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta; d. Undang-Undang Nomor 30Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang; e. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri; f. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak SirkuitTerpadu; g. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Varietas Tanaman yang pengaturannya dibawah Departemen Pertanian. Sejalan dengan itu Indonesia juga telah meratifikasi enam (6) konvensi internasinal di bidang HKI, yaitu sebagaiberikut; a. Paris Convention for the Protection of Industrial Property (Keputusan Presiden No. 15 Tahun 1997); b. Paten Cooperation Treaty (PCT) (Keputusan Presiden No. 16 Tahun 1997); c. Trademark law Treaty (Keputusan Presiden No. 17 Tahun 1997); d. Berne Convention (Keputusan Presiden No. 18 Tahun 1997); e. WIPO Copyright Treaty (Keputusan Presiden No. 19 Tahun 1997); f. WIPO (Performances and Phonograms Treaty) Keputusan Presiden No. 74 Tahun 2004). Perkembangan sistem Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia banyak mengalami hambatan akibat berbagai pelanggaran Hak Intelektual khususnya Hak Cipta yang terjadi di tengah-tengah mesyarakat. Pihak USTR (United State Trade Representative - Perwakilan Dagang Amerika) memasukan Indonesia dalam daftar priority watch list sejak tahun 2001 hingga kini dikarenakan tingginya angka pelanggaran Hak Cipta, khususnya terhadap ciptaan-ciptaan buku, film dan musik atau lagu. Apabila tidak dilakukan pembenahan dengan segera terhadap sistem HKI Indonesia bukan tidak mungkin posisi Indonesia, atau setidak-tidaknya pencabutan atas 329 Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelila Harapan, Vol. V, No.l, Juli 2005
Abdul Bari Azed: Vpaya Penegakan Hukum Dibidang Hak Kekayaan Intelektual prefensi dagang <fasilitas GSP (Generalized System of Preferences)> yang diberikan terhadap komoditi ekspor Indonesia. Dampak Pelanggaran HKI khususnya pembajakan Hak Cipta di Indonesia akan secara langsung memukul sector industri nasional. Selain itu, masalah pelanggaran HKI juga akan berpengauh terhadap gairah atau keinginan untuk berkreasi dan berinovasi terhadap karya-karya intelektual guna pengembangan teknologi dan industri melalui penciptaan produk-produk baru. Pemerintah sendiri juga terkena dampak langsung dari tingginya angka pembajakan dikarenakan pembajakan mengakibatkan pula turunnya pendapatan negara dari sector pajak. Dengan kata lain, pelanggaran HKI khususnya pembajakan Hak Cipta yang tidak ditindak lanjuti dengan penegakan hukum yang kuat oleh aparatur Negara akan menimbulkan dampak negatif yang fundamental bagi pengembangan perekonomian Indonesia. Dampak tingkat pembajakan yang terjadi di Indonesia juga berpengaruh dalam pergaulan internasional dengan Negara-negara lain. Hal ini disadari karena perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual sama pentingnya dengan perlindungan kepentingan ekonomi, terutama dalam perdagangan internasional. Sengketa antar Negara dibidang HKI sudah tidak lagi menjadi masalah teknis hukum, tetapi juga merupakan pertikaian dagang. Pertikaian dagang ini akan berlanjut pada perselisihan politik antar Negara. Seperti pernah terjadi antara Republik Rakyat China (RRC) dengan Amerika Serikat (AS), pada awalnya bermula dari sengketa di bidang Hak Cipta, yaitu permintaan AS agar RRC dengan tegas memberi perlindungan terhadap Software produk Amerika. Dari data penegakan hukum dibidang Hak Cipta mencatat jumlah kasus pelanggaran Hak Cipta yang ditangani oleh kepolisian RI berjumlah 340 kasus pada tahun 2003 dan 203 pada tahun 2004 kasus khususnya pelanggaran di bidang optical disc (cd/ vcd/dvd bajakan). Kasus4xasus ini sebagian telah dikoordinasikan dengan pihak Ditjen HKI yang membantu dalam hal penyediaan saksi haki. Tercatat Ditjen HKI memberikan keterangan ahli sebanyak 61 kali dari Law Review, FakuUas Hukum Universilas Pelita Harapan, Vol. V, No. I, Juli 2005 330
Abdul Bari Azed : Upaya Penegakan Hukum Dibidang Hak Kekayaan Inteleklual tahun 2001-2004 yang mayoritas adalah dalam kasus optical disc. Akan tetapi data yang diberikan oleh Kejaksaan dalam hal penanganan kasus Hak Cipta dari tahun 2002-2003 adalah hanya sebanyak 39 kaasus yang diajukan penuntutannya. Data tersebut menggambarkan bahwa penanganan penindakan atas kaus pelanggaran Hak Cipta membutuhkan koordinasi yang lebih baik antara para penyidik dan kejaksaan sehingga penanganan pidana dapat secara tuntas dilaksanakan dan menimbulkan efek jera kepada para pelanggar Hak Cipta. Hingga saat ini Pemerintah, dalam hal ini Ditjen HKI tidak ada henti-hentinya melakukan berbagai upaya, apakah itu berbentuk preventif atau reprensif, untuk mengurangi tingkat pelanggaran HKI khususnya Hak Cipta. Untuk itu kiranya dapat kami sampaikan upayaupaya tersebut, yaitu diantaranya: 1) Dalam Hal Pendaftaran Karya Intelektual Sistem pendaftaran Paten, Merek, Desain Industri dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu adalah konstitutif, berarti wajib diperlukan pendaftaran pada Direktorat Jenderal HKI untuk memperoleh perlindungan hukum. Sedangkan Pendaftaran Hak Cipta dengan sistem negative deklaratif, artinya tidak merupakan kewajiban untuk memperoleh perlindungan hukum. Sedangkan Pendaftaran Hak Cipta dengan sistem negative deklaratif, artinya tidak merupakan kewajiban untuk memperoleh perlindungan, akan tetapi Surat Tanda Pendaftaran yang dikeluarkan Direktorat Jenderal HKI berfungsi sebagai bukti awal atas kepemilikan suatu ciptaan, apabila terjadi sengketa. Proses pendaftaran suatu karya cipta dilakukan selama paling lama 9 (sembilan) bulan dengan melaui pemeriksaan administrative dan substantive, setelah itu Direktorat Jenderal HKI baru menerbitkan Surat Tanda Pendaftaran. Penyempurnaan sistem administrasi pengelolaan HKI dilakukan dengan misi memberikan perlindungan hukum dan menggalakan HKI dilakukan dengan misi memebrikan perlindungan hukum dan menggalakkan pengembangan karya-karya intelektual. Pada saat ini Ditjen HKI berdasarkan Keputusan Presiden 331 Law Review, Fakultas Hukum Pelita Harapan, Vol. V, No. I, Juli 2005
Abdul bari Azed: Upaya Penegakan Hukum Dibidang Hak Kekayaan Intelektual No. 189 Tahun 1998 diberi tugas untuk melaksanakan sistem HKI nasional secara terpadu, termasuk untuk mengkoordinasikan dengan instansiinstansi terkait. Prasarana yang ada pada Ditjen. HKI sendiri terus dikembangkan dengan akan diadakannya sistem otomatis. Hal ini tentu saja akan memudahkan akses di Ditjen HKI bagi masyarakat luas. Disamping itu, sekarang ini pendaftaran HKI dapat dilakukan pada kantorkantor wilayah Departeman Hukum dan Hak Asasi Manusia diseluruh provinsi. Hak ini akan memudahkan masyarakat, termasuk masyarakat kecil untuk mengurus pendaftaran HKI mereka. Bahkan program ini sejalan dengan konsep otonomi daerah yang memberikan lebih banyak keweangan kepada daerah, termasuk pemberian izin investasi. 2) Dalam Hal Sosialisasi Bermacam lapisan masyarakat seperti kalangan usaha, seniman, penasehat hukum, Universitas, aparat pemerintah sendiri telah mengikuti pelatihan-pelatihan den seminar tentang HKI. Sosialisasi dilakukan di sekluruh Indonesia dengan bekerja sama dengan pihak-pihak lainnya dengan peserta yang bervariasi. Progam sosialisasi HKI dimaksudkan untuk menumbuhkan sikap tanggap terhadap tanda-tanda perubahan dan kesadaran akan pengaruh HKI pada kehidupan sehari-hari. Sosialisasi yang baru-baru ini kami adakan bekerjasama dengan perguruan Tinggi dan JICA diadakan antara lain di : Bengkulu, Lampung, Surakarta, Kendari, Manado, Jayapura, Jakarta, Padang, Samarinda, Makasar, dan kota-kota lain di Indonesia. Seminar ini bertema Penegakan hukum, Pemanfaatan system HKI Oleh Perguruan Tinggi serta Lembaga Penelitian dan Pengembangan. Kalangan civitas akademika sendiri merasakan kurangnya pemahaman HKI walaupun setiap harinya HKI merupakan hal-hal yang tidak dapat tidak harus mereka kerjakan. Setumpuk lembaran penelitian hanya menjadi suatu prasyarat untuk mendapatkan kenaikan pangkat, tanpa disadari potensi ekonomi yang besar yang ada pada setiap penelitian tersebut. Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. V, No. I, Juli 2005 332
Abdul Ban Azed: Upaya Penegakan Hukum Dibidang Hak Kekayaan Intelektual 3) Dalam hal Koordinasi / Kerjasama dengan instansi terkait Ditjen HKI melakukan koordinasi secara intensif dengan aparat penegak hukum, seperti: Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman, Bea Cukai, dan Instansi terkait lainnya agar lebih terkoordinasi dalam menangani penegakan hukum di baking HKI. Ditjen HKI juga memiliki tenaga Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang berkoordinasi dengan pihak kepolisian dalam rangka penegakan hukum. Ditjen HKI telah mengadakan MoU (Memorandum of Understanding) dengan Pihak Kepolisian dengan Nomor M.ll.PW.07.03 Tahun 2003 N0.P0I.: B/1508.VI/2O03 tanggal 10 Juni 2003 yang ditanda tangani oleh Kepala Kepolisian RI dan Menteri Kehakimman dan HAM RI. Diharapkan dengan nota kesepakatan ini akan menetapkan pembagian kerja yang lebih terkoordinasi dan selaras diantara penegak hukum, sehingga diharapkan kesamaan persepsi akan muncul dalam setiap usaha penegakan hukum yang dilakukan. Kegiatan yang lain adaiah dengan membentuk Tim Koordinasi Penanggulangan Pelanggaran HKI yang beranggotakan para pengambil keputusan di lembaga penegak hukum, seperti : Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, Kepolisian RI, Departemen Kehakiman dan HAM RI, Ditjen Bea Cukai,. Tim ini berlandaskan pada Keputusan Menteri Kehakiman & HAM RI No. M- 72.PR.09.02 Tahun 2003 tanggal 2 September 2003. Tim secara garis besar memiliki tugas dan kewajiban untuk menentukan arah penegakan hukum, memerangi pembajakan secara nasional, mengambil langkah-langkah prioritas dalam penegakan hukum, memonitor penegakan hukum yang dilakukan, serta mengkonsultasikan, mendiskusikan, menganalisa permasalahan dan mengevaluasinya. Direktorat Jenderal HKI akan membentuk tim koordinasi yang baru berdasarkan pada keputusan Keputusan Presiden. Kerjasama di dalam negeri juga dilakukan dengan melakukan penandatanganan nota kesepakatan dengan organisasi profesi di bidang Hak Cipta serta dengan instansiinstansi lain, diantara dengan : Microsoft, YKCI, dll. 333 Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. V, No. J, Juli 2005
Abdul Ban Azed: Upaya Penegakan Hukum Dibidang Hak Kekayaan Intelektual Direktorat Jenderal HKI juga terns meningkatkan kerjasama dengan pihak luar negeri dengan menjalin kerjasama yang erat dengan negaranegara lain baik pada tingakt sub-regional seperti ASEAN, regional (Asia Pasifik) maupun internasional. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah: pelatihan, seminar, diskusi, symposium dan sebagainya. Kerjasama dengan pihak luar menjadi sangat penting, karena melaui kerjasamakerjasama ini, sistem HKI kita selalu menjadi up to date and actual. 4) Dalam hal penegakan hukum a. Ditjen HKI pada Desember 2004 telah melakukan penindakan atas pabrik PT Media Line yang memproduksi CD/VCD/DVD bajakan dengan lokasi di daerah Jakrta Barat. Kausnya telah diserahkan ke Kejaksaan dan akan dilimpahkan kepengadilan dalam waktu dekat. b. Bekerjasama dengan Bea Cukai Tanjung Priok, Ditjen HKI menangani kasus hasil penegahan atas I container Disk Playstation bajakan Law Review, Fakultas Hukum Universitas sebanyak 712.000 keping. Pada bulan Mei telah dimusnakan oleh Ditjen HKI. c. Kegiatan untuk memerangi pembajakan berskala nasional juga dilakukan bekerjasama Ditjen HKI dan Kantor Wilayah Dep. Hukum dan HAM RI Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi dengan tebitnya Surat Edara Direktur Jenderal HKI No.: H-UM.06.02-02 tanggal 30 Juli 2004 yang berisi himbauan kepada Kantor Wilayah Dep. Hukum dan HAM RI - Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi untuk bersamasama melakukan Kegiatan penegakan hukum di mall/ plaza, pengadaan software legal untuk pemerintah, program direct mailer dan pemasangan spanduk anti pembajakan di wilayah masing-masing. d. Penindakan atas toko penjual software di pertokoan ITC Cempaka Mas pada Maret 2005 yang menyita 33.418 software bajakan. Harapan, Vol. V, No. I, Juli 2005 334
Abdul Bari Azed: Upaya Penegakan Hukum Dibidang Hak Kekayaan Intelektual e. Direktorat Jenderal HKI telah melakukan kegiatan penegakan hukum secara bertahap di wilayah Jabotabek, antara lain dengan memberikan surat peringatan (somasi) kepada seluruh pengelola mal untuk tidak memberikan fasilitas penjualan produk-produk bajakan tersebut. Disamping disampaikan secara langsung, surat peringatan tersebut juga dikirim secara elektronik (direct mailing). f. Kerjasama Penegakan Hukum bidang Hak Cipta juga telah terjalin dengan baik antara Ditjen HKI dan Ditjen Bea dan Cukai. Pada tanggal 19 Agustus 2004 telah diadakan pemusnahan barang bajakan berupa CD,VCD,DVD dan Playstation berjumlah 125.100 keping serta 25 keping master dan merupakan hasil penindakan pihak Ditje Bea dan Cukai sejak Febuari hingga Juni 2004 dan telah ditindaklanjuti penyidikannya oleh PNS Ditjen HKI. g. Direktorat Jenderal HKI dalam pelayanan hukumnya kepada masyarakat kerap memberikan keterangan ahli kepada penyidik Polri. Sejak tahun 2002 huingga 2005 Penyidik Polri telah meminta keterangan ahli kepada Ditjen HKI sebanyak 65 kali dengan kasus terbanyak adalah pelanggaran atas perbanyakan lagu/film/ komputer dengan memakai optical disc. h. Data penanganan Kasus Perdata dibidang Hak Cipta sejak tahun 2000 hingga 2005 berjumlah 2005 berjumlah 15 perkara dengan perkara terbanyak adalah gugatan pembatalan ciptaan terdaftar. Penanganan Kasus Pidana bidang Hak Cipta oleh PPNS Ditjen HKI sejak tahun 2002 hingga saat ini berjumlah satu perkara. 5) Dalam Hal Legislasi Selain telah menyesuaikan perundang-undangan dibidang HKI sesuai dengan norma internasional 335 Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. V, No. I, Juli 2005
Abdul Bari Azed: Upaya Penegakan Hukum Dibidang Hak Kekayaan Inteleklual dalam TRIPs dan meratifik&si 6 (enam) treaty, kewajiban yang lain adalah mengundangkan peraturan pelaksana dari Undang-undang di bidang HKI. Saat ini telah diselesaikan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang sarana produksi berteknologi tinggi untuk cakram Optik (optical disc). Yang berisi; 1. Kewajiban mencantumkan kode produksi pada piringan optical disc. 2. Cakram optik impor harus memiliki kode produksi dari Negara asal. 3. Setiap industri cakram optik wajib memasang papan identitas pada pabrik yang memuat; nama perusahaan, alamat dan nomor izin usaha. 4. Pengadaan Mesin, peralatan produksi serta bahan baku cakram optik harus mendapat persetujuan dari menteri 5. Perusahaan Cakram Optik wajib melaporkan kegiatan produksi kepada Menteri. 6. Sanksi atas pelanggaran pengaturan optical disc dapat berupa sanksi pidana, administrative serta sanksi sosial. 7. Terbitnya PP ini juga ditindaklanjuti oleh Departeman Perdagangan dengan menerbitkan SK Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 648/MPP/Kep/ 10/2004 tanggal 18 Oktober 2004 tentang pelaporan dan Pengawasan Perusahaan Industri Cakram Optik. Juga Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 05/M-DAG/PER/ 4/2005 tentang Ketentuan Impor Mesin, Peralatan Mesin, Bahan Baku, dan Cakram Optik. Selain itu juga telah berhasil diselesaikan Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2005 tentang Konsultan HKI, dimana saat ini untuk menjadi konsultan HKI akan melalui standar pelatihan yang merupakan kerjasama Direktorat Jenderal HKI dan Universitas Indonesia.. Demikian tulisan singkat saya simpulkan sebagai berikut: 1. Peran Pemerintah dalam rangka penegakan hukum di bidang HKI perlu lebih ditingkatkan lagi, agar dapat memberikan perlindungan hukum yang lebih baik terhadap para pendesain, penemu dan Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. V, No.l, Juli 2005 336
Abdul Ban Azed: Upaya Penegakan Hukum Dibidang Hak Kekayaan Intelektual pencipta. Penegakan hukum yang efektif diharapkan akan mengurangi tingklat pelanggaran HKI dan sekaligus mendorong lahirnya kreatifitas dalam penemuan dan penciptaan karyakarya intelektual sehingga akan membentuk manusia Indonesia yang berkualitas. 2. Dalam kewajiban sebagai anggota WTO, Indonesia telah melaksanakan kewajibannya untuk menyesuaikan seluruh peraturan perundang-undangan dibidang HKI dengan standard dan norma internasional sesuai dengan TRIPs. Yang masih dirasakan kurang oleh negaranegara lain terhadap sistem HKI di Indonesia adalah masalah penegakan hukum. Hal ini merupakan perhatian utama pemerintah, karena disadari pergaulan dengan negara-negara lain yang kurang harmonis karena perselisihan dagang dalam kerangka Hak Kekayaan Intelektual akan membawa akibat buruk bagi perekonomian Indonesia dan bahkan bisa membawa pengaruh buruk terhadap hubungan diplomasi Indonesia dengan negara-negara lain. 3. Pelanggaran HKI dapat diatasi dengan kerjasama yang erat antara: Aparatur penegak hukum (Ditjen HKI-Kepolisian- Kejaksaan- Hakim), Asosiasi dibidang HKI, Universitas, serta kerjasama internasional yang lebih erat. 337 IMW Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. V, No.I, Juli 2005