Penghormatan dan Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN

BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM

BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

BAB III PEMBANGUNAN HUKUM

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang.

BAB III POLITIK HUKUM PEMBANGUNAN HUKUM TAHUN

Partisipasi Masyarakat dalam Pencegahan Pelanggaram HAM dan Pengingkaran Kewajiban

BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM

BAGIAN II AGENDA MENCIPTAKAN INDONESIA YANG ADIL DAN DEMOKRATIS

BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

WALIKOTA AMBON PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 5 TAHUN 2014 TENTANG

Peningkatan Keamanan dan Ketertiban serta Penanggulangan Kriminalitas

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN MADIUN

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

Materi Kuliah HAK ASASI MANUSIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TAHUN : 2005 NOMOR : 04

LAMPIRAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG

JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA I N S T R U K S I JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : INS 002/A/JA/1/2005 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

PEMERINTAH KOTA KEDIRI KEDIRI KEDIRI

BAB 8 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN BANYUWANGI

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PERATURAN DAERAH KOTA TEGAL

Agenda dan Prioritas Pembangunan Jawa Timur

RPJM PROVINSI JAWA TIMUR (1) Visi Terwujudnya Jawa Timur yang Makmur dan Berakhlak dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

*40931 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 32 TAHUN 2004 (32/2004) TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

PEMERINTAH KOTA BATU

BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM

BAB V PEMBANGUNAN BIDANG HUKUM

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2016 SERI D.5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG,

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PROVINSI BANTEN

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2018 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LAHAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR 04 TAHUN 2013 T E N T A N G

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN

BUPATI JAYAPURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JAYAPURA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI NGAWI PERATURAN BUPATI NGAWI NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS, FUNGSI, KEWENANGAN, HAK DAN KEWAJIBAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

Institute for Criminal Justice Reform

BUPATI KEEROM PERATURAN DARAH KABUPATEN KEEROM NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

Mengetahui hak manusia yang melekat sejak lahir RINA KURNIAWATI, SHI, MH

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH

RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

RANCAANPERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 1 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BUKITTINGGI

NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PURWAKARTA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

dilibatkan, diminta pendapatnya sehingga materi konstitusi benar-benar mewakili masyarakat secara keseluruhan.

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA BANJAR

KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2012 NOMOR 10

Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional

RANCANGAN QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG

BAB 14 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN

BAB I PENDAHULUAN. hidup masyarakat Indonesia sejak dahulu hingga sekarang. banyaknya persoalan-persoalan yang mempengaruhinya. Salah satu persoalan

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PROVINSI SUMATERA BARAT

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 1 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN ORGANISASI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA TASIKMALAYA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 8 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 06 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN PESAWARAN

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN BANDUNG

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

BUPATI MOJOKERTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 06 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

Oleh: Prof. Dr. Gayus T. Lumbuun, S.H., M.H. 2

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2007 NOMOR 9 SERI D

Transkripsi:

XVIII Penghormatan dan Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia Pasal 1 ayat (3) Bab I, Amandemen Ketiga Undang-Undang Dasar 1945, menegaskan kembali: Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Artinya, Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasar atas kekuasaan (machtstaat), dan pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi (hukum dasar), bukan absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Karena itu, tiga prinsip dasar wajib dijunjung oleh setiap warganegara, yaitu supremasi hukum, kesetaraan di hadapan hukum, dan penegakan hukum dengan caracara yang tidak bertentangan dengan hukum. Peraturan perundang-undangan yang baik akan membatasi, mengatur, dan sekaligus memperkuat hak warganegara. Pelaksanaan hukum yang transparan dan terbuka di satu sisi dapat menekan dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindakan warganegara, sekaligus meningkatkan dampak positif dari aktivitas warganegara. Dengan demikian hukum pada dasarnya memastikan munculnya aspek-aspek positif dari kemanusiaan, dan menghambat aspek negatif dari kemanusiaan. Penerapan hukum yang ditaati dan diikuti akan menciptakan ketertiban dan memaksimalkan ekspresi potensi masyarakat. Penghormatan terhadap hukum dan hak asasi manusia RPJMD Propinsi Jawa Timur 2009-2014 Bab XVIII - 352

(HAM) merupakan suatu keharusan, dan tidak perlu ada tekanan dari pihak mana pun untuk melaksanakannya. Pembangunan pada dasarnya juga ditujukan untuk memenuhi hak-hak asasi rakyat. Pemenuhan hak asasi manusia merupakan suatu keharusan agar warganegara dapat hidup sesuai kemanusiaannya. Hak asasi tidak sebatas pada kebebasan berpendapat ataupun berorganisasi, tetapi juga menyangkut pemenuhan hak atas keyakinan, hak atas pangan, pekerjaan, pendidikan, kesehatan, rasa aman, penghidupan yang layak, dan lainnya, sebagaimana tercantum dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia Tahun 1948. Hak asasi merupakan hak yang bersifat dasar dan pokok. Semuanya itu tidak hanya merupakan tugas pemerintah, tetapi juga seluruh rakyat untuk memastikan, hak tersebut dapat dipenuhi secara konsisten dan berkesinambungan. Penegakan hukum dan ketertiban merupakan syarat mutlak bagi upaya-upaya penciptaan Jawa Timur yang damai dan sejahtera. Apabila hukum ditegakkan dan ketertiban diwujudkan, maka kepastian, rasa aman, tenteram, ataupun kehidupan yang rukun dan damai akan dapat terwujud. Ketiadaan penegakan hukum dan ketertiban akan menghambat pencapaian masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Damai, adil, dan sejahtera saling terkait. Perbaikan pada aspek keadilan akan memudahkan pencapaian kesejahteraan dan kedamaian. XVIII.1 Permasalahan a. Penegakan Hukum Masih Diskriminatif Bagi sebagian masyarakat, hukum dirasakan belum memberikan rasa keadilan, kesetaraan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia, khususnya bagi masyarakat kecil dan tidak mampu. Penegakan hukum dan kepastian hukum masih bergantung pada status sosial ekonomi seseorang. Demikian pula pelaksanaan putusan pengadilan, sering berpihak kepada yang kuat dan kaya. Hukum dalam pengadilan hanya sekadar diberlakukan sebagai aturan-aturan tertulis. Penggunaan interpretasi hukum dan yurisprudensi belum digunakan secara optimal oleh hakim untuk memberikan putusan yang sesuai rasa keadilan masyarakat. RPJMD Propinsi Jawa Timur 2009-2014 Bab XVIII - 353

b. Kurangnya Independensi dan Akuntabilitas Independensi dan akuntabilitas lembaga hukum merupakan dua sisi dari mata uang yang sama. Karena itu, independensi lembaga hukum harus disertai akuntabilitas. Namun dalam praktik, pengaturan tentang akuntabilitas lembaga hukum tidak dilakukan dengan jelas, baik kepada siapa atau lembaga mana ia harus bertanggung jawab, maupun tata cara bagaimana yang harus dilakukan untuk memberikan pertanggungjawabannya, sehingga terkesan tidak transparan. c. Kurang Transparan dan Terbukanya Sistem Peradilan Sistem peradilan yang kurang transparan dan terbuka mengakibatkan hukum belum sepenuhnya memihak pada kebenaran dan keadilan, karena tiadanya akses masyarakat untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan peradilan. Kondisi tersebut juga diperlemah dengan profesionalisme dan kualitas sistem peradilan yang masih belum memadai, sehingga membuka kesempatan terjadinya penyimpangan kolektif di dalam proses peradilan sebagaimana dikenal dengan istilah mafia peradilan. d. Degradasi Budaya Hukum Masyarakat Gejala ini ditandai meningkatnya apatisme seiring menurunnya tingkat apresiasi masyarakat, baik pada substansi hukum maupun struktur hukum yang ada -- yang tercermin dari peristiwa-peristiwa nyata di masyarakat. Pada tataran akar rumput, maraknya kasus main hakim sendiri, pembakaran para pelaku kriminal, pelaksanaan sweeping oleh sebagian anggota masyarakat yang terjadi secara terus menerus, tidak seharusnya dilihat sebagai sekadar euforia di era pasca-reformasi. Di balik itu tercermin rendahnya budaya hukum masyarakat, karena kebebasan telah diartikan sebagai serba boleh. Padahal hukum adalah instrumen untuk melindungi kepentingan individu dan sosial. Akibatnya, timbul ketidakpastian hukum yang tercipta melalui proses pembenaran perilaku kolektif yang salah dan menyimpang. RPJMD Propinsi Jawa Timur 2009-2014 Bab XVIII - 354

e. Menurunnya Kesadaran akan Hak dan Kewajiban Hukum Masyarakat Kesadaran masyarakat terhadap hak dan kewajiban hukum tetap mensyaratkan, antara lain tingkat pendidikan yang memungkinkan untuk dapat memahami dan mengerti berbagai permasalahan yang terjadi. Masyarakat dan kualitas aparat yang bertugas melakukan penyebarluasan hukum dan berbagai peraturan perundang-undangan merupakan pihak yang berperan penting. Walau tingkat pendidikan sebagian masyarakat masih kurang memadai, namun dengan kemampuan dan profesionalisme dalam melakukan pendekatan penyuluhan hukum kepada masyarakat, maka pesan akan dapat diterima secara baik, dan diterapkan bila masyarakat menghadapi berbagai persoalan yang terkait hak dan kewajiban mereka. Masalah lainnya adalah ketidaksetaraan antara perempuan dan laki-laki dalam memperoleh akses dan manfaat dari kegiatan penyuluhan, penyadaran dan pelayanan hukum. f. Belum Tuntasnya Penegakan Hukum Pemberantasan Korupsi Pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang berlandaskan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi merupakan titik kulminasi tuntutan masyarakat terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi yang selama ini meresahkan, dan menghambat pencapaian kesejahteraan masyarakat. Maraknya praktik korupsi di Indonesia juga telah membuat posisi Indonesia makin terpuruk dalam lingkungan pergaulan masyarakat internasional. Era reformasi yang seharusnya lebih memberikan peluang dan harapan untuk mengembalikan berbagai penyimpangan dan penyelewengan yang selama ini terjadi, dalam kenyataanya justru makin memperluas praktik korupsi, tidak saja pada lembaga eksekutif, tapi juga legislatif, dan yudikatif. Pelaksanaan otonomi daerah pun makin menyuburkan praktik korupsi yang melibatkan tidak saja aparat pemerintah daerah, tetapi juga lembaga legislatif daerah. Cukup banyak laporan dan informasi dari masyarakat mengenai terjadinya korupsi, namun dalam kenyataannya hanya RPJMD Propinsi Jawa Timur 2009-2014 Bab XVIII - 355

sedikit perkara korupsi yang sampai ke pengadilan. Dengan alasan tidak cukup bukti, pada tingkat kejaksaan pelaku tindak pidana korupsi akhirnya dibebaskan. Kenyataan ini membuat masyarakat menjadi kurang percaya terhadap penegakan hukum, khususnya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. g. Banyaknya Impunitas Pelanggar HAM Pelanggar hak asasi manusia (HAM) yang tidak dapat bertanggung jawab dan tidak dapat dihukum (impunitas) makin meluas, dan terjadi hampir di setiap kasus pelanggaran HAM. Kenyataan ini dikhawatirkan akan melemahkan kedudukan korban pelanggaran HAM dalam mencari keadilan atas hak-hak mereka yang telah dilanggar. h. Belum Maksimalnya Institusi Negara yang Berwenang dan Wajib Tegakkan HAM Seluruh institusi negara yang berwenang dan wajib menegakkan HAM belum maksimal menjalankan fungsinya, karena terjebak dalam alasan prosedural hukum, politik birokrasi, tidak adanya good-will, dan aksi saling lempar tanggungjawab. Upaya meningkatkan penghormatan dan pengakuan terhadap HAM harus dilakukan terus menerus dengan proses yang lebih transparan, dan melibatkan tidak saja instansi/lembaga pemerintah, tetapi juga berbagai organisasi non-pemerintah dan organisasi lainnya. Dengan demikian berbagai pemikiran bersama yang dihasilkan diharapkan menjadi milik bersama untuk dilaksanakan bersama-sama. XVIII.2 Sasaran Sasaran yang hendak dicapai upaya penghormatan, dan pemenuhan, serta penegakan terhadap hukum dan hak asasi manusia (HAM), adalah terlaksananya berbagai langkah Rencana Aksi yang terkait dengan penghormatan, pemenuhan, dan penegakan terhadap hukum dan HAM, antara lain Rencana Aksi Hak Asasi Manusia 2004 2009; Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi; Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak; Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak; dan Program Nasional Bagi Anak Indonesia (PNBAI) 2015. RPJMD Propinsi Jawa Timur 2009-2014 Bab XVIII - 356

Sasaran lainnya adalah terciptanya penegakan hukum yang bersih, profesional, adil, konsekuen, dan tidak diskriminatif (termasuk tidak bias gender); terjaminnya konsistensi seluruh peraturan perundang-undangan pada tingkat pusat dan daerah, serta tidak bertentangan dengan peraturan dan perundangan yang lebih tinggi, dalam upaya memulihkan kembali kepercayaan hukum masyarakat secara keseluruhan, yang tercermin antara lain pada: 1. Meningkatnya kesadaran hukum dan penghormatan HAM di dalam masyarakat, termasuk kalangan aparatur pemerintah. 2 Menurunnya angka pelanggaran hukum, dan tindak pidana, serta angka pelanggaran terhadap HAM. 3. Meningkatnya penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi. 4. Meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap hukum, sejalan dengan makin meningkatnya penegakan hukum yang adil dan transparan. XVIII.3 Arah Kebijakan Untuk mewujudkan sasaran tersebut, upaya penghormatan, pemenuhan dan penegakan terhadap hukum dan HAM diarahkan pada kebijakan untuk meningkatkan pemahaman dan menciptakan penegakan dan kepastian hukum yang konsisten terhadap HAM, perlakuan yang adil dan tidak diskriminatif, yang dilaksanakan dalam kerangka arah kebijakan: 1. Meningkatkan upaya pemajuan, perlindungan, penegakan, pemenuhan dan penghormatan HAM. 2. Menegakkan hukum secara adil, konsekuen, tidak diskriminatif, dan memihak pada rakyat kecil. 3. Penggunaan nilai-nilai budaya lokal sebagai salah satu sarana mewujudkan terciptanya kesadaran hukum masyarakat. 4. Meningkatkan kerja sama yang harmonis antara kelompok atau golongan dalam masyarakat, agar mampu saling memahami dan menghormati keyakinan dan pendapat masing-masing. 5. Memperkuat konsolidasi demokrasi, terutama demokrasi yang partisipatoris. RPJMD Propinsi Jawa Timur 2009-2014 Bab XVIII - 357

XVIII.4 Program Berdasarkan sasaran dan arah kebijakan tersebut di atas, maka langkah-langkah yang akan dilaksanakan dijabarkan ke dalam program-program pembangunan, yang dibagi menjadi dua kategori, yaitu program prioritas dan penunjang, disertai kegiatan-kegiatan pokok yang akan dijalankan. XVIII.4.1 Program Prioritas a. Program Peningkatan Penegakan Hukum dan HAM Program ini bertujuan melakukan tindakan preventif dan korektif terhadap penyimpangan kaidah hukum, norma sosial dan pelanggaran HAM di dalam proses penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Penegakan hukum dan HAM dilakukan secara tegas, tidak diskriminatif, serta konsisten. Kegiatan pokok yang dilaksanakan dititikberatkan, antara lain, pada: 1. Penguatan upaya pemberantasan korupsi melalui pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi 2004 2009; Penguatan pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia 2004 2009; Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak; Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak; dan Program Nasional Bagi Anak Indonesia (PNBAI) 2015. 2. Fasilitasi peningkatan penegakan hukum memberantas tindak pidana penyalahgunaan narkotika, serta obat berbahaya lainnya. 3. Peningkatan upaya-upaya penghormatan persamaan terhadap setiap warganegara di depan hukum, melalui keteladanan kepala pemerintahan dan jajarannya untuk mematuhi dan mentaati hukum dan HAM secara konsisten dan konsekuen. 4. Fasilitasi peningkatan berbagai kegiatan operasional penegakan hukum dan HAM dalam rangka menyelenggarakan ketertiban sosial agar dinamika masyarakat dapat berjalan dengan sewajarnya. 5. Fasilitasi peningkatan koordinasi dan kerja sama yang menjamin efektivitas penegakan hukum dan HAM. RPJMD Propinsi Jawa Timur 2009-2014 Bab XVIII - 358

6. Peningkatan profesionalisme Satuan Polisi Pamong Praja dalam penegakan hukum dan HAM. 7. Peningkatan profesionalisme Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam penegakan hukum dan HAM. 8. Peningkatan perlindungan dan pemberian jaminan atas perlakuan yang adil, tidak diskriminatif, dan manusiawi bagi masyarakat yang berurusan dengan aparat pemerintah. 9. Penataan dan sinkronisasi peraturan tingkat pusat, propinsi, dan kabupaten/kota untuk mencegah tumpang tindih dan kontradiksi peraturan, dengan memperhatikan hierarki peraturan perundangan dan landasan aturannya, dalam rangka menciptakan kepastian hukum. XVIII.4.2 Program Penunjang a. Program Peningkatan Kesadaran Hukum dan HAM Program ini bertujuan menumbuhkembangkan, dan meningkatkan kesadaran hukum dan HAM masyarakat, termasuk para aparatur pemerintah agar tidak hanya mengetahui dan menyadari hak dan kewajibannya, tapi juga mampu berperilaku sesuai kaidah hukum, serta menghormati HAM. Dengan program tersebut diharapkan akan terwujud penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, serta memberikan penghormatan dan perlindungan terhadap HAM. Kegiatan pokok yang dilaksanakan dititikberatkan, antara lain, pada: 1. Pemantapan metode pengembangan dan peningkatan kesadaran hukum dan HAM yang disusun berdasarkan pendekatan dua arah, agar masyarakat tidak hanya dianggap sebagai objek pembangunan, tapi juga sebagai subjek pembangunan, serta benar-benar memahami dan menerapkan hak dan kewajibannya sesuai ketentuan yang berlaku. 2. Peningkatan penggunaan media komunikasi dalam rangka pencapaian sasaran penyadaran hukum pada berbagai lapisan masyarakat. 3. Pengayaan metode pengembangan dan peningkatan kesadaran hukum dan HAM secara terus menerus untuk mengimbangi RPJMD Propinsi Jawa Timur 2009-2014 Bab XVIII - 359

pluralitas sosial yang ada dalam masyarakat Jawa Timur, maupun sebagai implikasi dari globalisasi. 4. Peningkatan kemampuan dan profesionalisme tenaga penyuluh, tidak saja dari kemampuan substansi hukum, tapi juga sosiologi, serta perilaku masyarakat lokal, sehingga komunikasi penyampaian materi dapat lebih tepat, dipahami dan diterima dengan baik oleh masyarakat. 5. Fasilitasi penyelenggaraan berbagai seminar dan lokakarya di bidang hukum dan HAM untuk lebih meningkatkan wawasan dan pengetahuan masyarakat dan aparatur pemerintah. 6. Pemberdayaan organisasi kemasyarakatan dan lembaga swadaya masyarakat dalam mencegah, dan mengevaluasi ketidakadilan, diskriminasi, serta pelanggaran HAM lainnya, sebagai bagian penguatan civil society. RPJMD Propinsi Jawa Timur 2009-2014 Bab XVIII - 360