1. Sistem Pemilu Anggota legislatif dengan sistem proporsional terbuka (vide Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2008) tidak konsisten dengan penetapan

dokumen-dokumen yang mirip
PEDOMAN TEKNIS VERIFIKASI SYARAT CALON PENGGANTI ANTARWAKTU ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH PEMILIHAN UMUM TAHUN 2009

UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM DPR, DPD DAN DPRD. Komisi Pemilihan umum

DAFTAR INFORMASI PUBLIK KOMISI INDEPENDEN PEMILIHAN KOTA BANDA ACEH

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (3)

BANTUAN DAN FASILITAS PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PELAKSANAAN PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2014

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMILIHAN UMUM Pemilihan. Kepala Daerah. Pedoman.

Lampiran: Keputusan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi selatan Nomor : 01/Pilgub/Kpts-KPU-Prov-025/VI/2012 Tanggal : 19 Juni 2012

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

APA DAN BAGAIMANA PEMILU 2004?

LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI

UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 2012

PEMILIHAN UMUM TAHUN Agustus Februari PENYUSUNAN PERATURAN KPU 1 Agustus Januari 2019

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG

Pimpinan dan anggota pansus serta hadirin yang kami hormati,

BAB III Pastikan proses penetapan calon terpilih berdasarkan rekapitulasi hasil penghitungan suara sesuai tingkatannya

No. Pasal Kualifikasi Delik Unsur Tindak Pidana Sanksi Setiap orang. kehilangan hak Menyebabkan orang lain

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi Yuliani Paris, M.Sc. Nomor Anggota : A-183 FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (1)

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI GORONTALO NOMOR : 01/Kpts/Pilgub/KPU-Prov-027/2011

I. PENDAHULUAN. ini merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia. DPR dan DPRD dipilih oleh rakyat serta utusan daerah dan golongan

Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, serta Pelaksanaan Cuti Pejabat Negara dalam Kampanye Pemilu

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No d. bahwa Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2011 tent

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR : 32 TAHUN 2009 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG

KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI MALUKU UTARA KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI MALUKU UTARA. NOMOR: 22/Kpts/KPU Prov-029/TAHUN 2012 TENTANG

Muchamad Ali Safa at

2 Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pengawasan Pemilihan Umum; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembar

-2- BAB I KETENTUAN UMUM

PILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah)

MATERI TES TERTULIS DAN WAWANCARA PPK Materi test tulis : Pancasila dan UUD

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TAHAPAN PROGRAM DAN JADWAL PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH KABUPATEN TUBAN TAHUN 2011 PUTARAN PERTAMA JADWAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

2012, No Mengingat membentuk Undang-Undang tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

Disampaikan oleh : Drs. AL MUZZAMIL YUSUF Nomor anggota A-249. Dibacakan pada Raker Pansus PEMILU dengan Pemerintah Kamis, 12 Juli 2007

TAHAPAN, PROGRAM DAN JADUAL PEMILIHAN UMUM GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2012

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG TAHAPAN, PROGRAM DAN JADWAL PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM TAHUN 2019

URGENSI MENYEGERAKAN PEMBAHASAN RUU KITAB HUKUM PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 17 Juli 2016; disetujui: 15 September 2016

BAB III BAWASLU DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILU. A. Kewenangan Bawaslu dalam Menyelesaikan Sengketa Pemilu

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012

MEKANISME PENYELENGGARAAN PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR JATENG DAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI KUDUS TAHUN 2018

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KOMISI PEMILIHAN UMUM,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DAFTAR INVENTARIS MASALAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG PEMILIHAN UMUM DAN MASALAH KETERWAKILAN PEREMPUAN PDIP PPP PD

BAHAN RATAS RUU PENYELENGGARAAN PEMILU SELASA, 13 SEPTEMBER 2016

RANCANGAN PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG PEMBENTUKAN DAN TATA KERJA PANITIA PEMILIHAN KECAMATAN, PANITIA PEMUNGUTAN SUARA, DAN KELOMPOK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Daftar Isi Undang undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA PANGKALPINANG. NOMOR : 17/Kpts/KPU-Kota /2013 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,

LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan Persetujuan Bersama

Tahap Penetapan Hasil. Pemungutan Suara. Kampanye. Tahap Jelang Pemungutan Dan Penghitungan Suara. Tahap Pencalonan. Tahap Pendaftaran Pemilih

SEKILAS PEMILU PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Komisi ini yang dimaksud dengan: 1. Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adala

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR : 09 TAHUN 2008 TENTANG

TAHAPAN, PROGRAM DAN JADWAL PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM BUPATI DAN WAKIL BUPATI KUBU RAYA TAHUN 2013

UNDANG-UNDANG NO.7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 89/PUU-XIV/2016 Bilangan Pembagi Pemilihan

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BANDUNG PENGUMUMAN. NOMOR : 94/KPU-Kab /VII/2015

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BANGKA. NOMOR : 01/Kpts/KPU-KAB /2012 TENTANG

Transkripsi:

POKOK-POKOK PENJELASAN KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM PADA RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM (RDPU) DENGAN BADAN LEGISLASI DPR-RI UNTUK PENYAMPAIAN MASUKAN RUU TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NO 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILU ANGGOTA DPR, DPD, DAN DPRD RABU, 14 JULI 2010 Bismillahirrahamnirrahim Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Yth. Bapak/Ibu Pimpinan Badan Legislasi DPR-RI Yth. Bapak/Ibu Anggota Badan Legislasi DPR-RI. Puji syukur kita panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena dengan rahmat dan karunia-nya pada hari ini kita dapat bertemu dalam rangka Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) antara Badan Legislasi DPR-RI dengan KPU. Kami bersama seluruh jajaran KPU menyampaikan ucapan terimakasih atas undangan Bapak Pimpinan Badan Legislasi DPR-RI untuk menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum pada hari ini, Rabu Tanggal 14 Juli 2010. Sesuai dengan surat Pimpinan DPR-RI Nomor LG.01/5101/DPR- RI/VII/2010 tanggal 12 Juli 2010 perihal Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), perkenankanlah kami menyampaikan masukan RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD, sebagai berikut: 1

1. Sistem Pemilu Anggota legislatif dengan sistem proporsional terbuka (vide Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2008) tidak konsisten dengan penetapan calon terpilih yang diterapkan dalam Pemilu 2009 (vide Pasal 214 UU Nomor 10 Tahun 2008) yaitu berdasarkan suara terbanyak calon pada suatu daerah pemilihan. Saran/usul perlu dicarikan rumusan mengenai system Pemilu legislative yang dalam penetapan calon terpilih dari Parpol yang mendapat kursi di suatu daerah pemilihan didasarkan atas suara terbanyak calon yang mewakili daerah pemilih tersebut, tidak lagi berdasarkan nomor urut dan prosentase perolehan suara calon agar tidak menimbulkan standar ganda, termasuk dalam penjelasan umum juga perlu disempurnakan. Pertimbangan saran/usul tersebut juga didasarkan atas putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 22-24 Tahun 2008, mengingat tanpa melakukan perubahan Pasal 214 UU Nomro 10 Tahun 2008 KPU dalam penetapan calon terpilih Pemilu 2009 berdasarkan suara terbanyak calon di suatu daerah pemilihan. Konsekwensi lanjutannya adalah bahwa dalam penyusunan DCS maupun DCT pada setiap daerah pemilihan, tidak perlu mencantumkan nomor urut calon tetapi dapat berdasarkan abjad nama calon (vide Pasal 55 ayat (1), Pasal 61 ayat (3) dan Psal 65 ayat (4) UU Nomor 10 tahun 2008). 2. Metode penetapan daerah pemilihan Anggota DPRD Provinsi (vide Pasal 24 ayat (2) UU Nomor 10 Tahun 2008) yang menyatakan bahwa jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPRD provinsi ditetapkan sama dengan Pemilu sebelumnya. Ketentuan ini akan bertentangan dengan Pasal 25 ayat (3) UU Nomor 10 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa dalam hal terjadi pembentukan provinsi baru setelah Pemilu, dilakukan penataan daerah pemilihan di provinsi induk sesuai dengan jumlah penduduk. Ketentuan tersebut apabila dilaksanakan khususnya pada daerah pemekaran provinsi baru menjadi sangat tidak realistis, karena jumlah penduduk di provinsi induk pasti berkurang sehingga jumlah kursi di provinsi tersebut tentunya juga akan berkurang. 2

Saran/usul jumlah kursi di provinsi induk harus sesuai dengan jumlah riil di provinsi yang bersangkutan setelah dikurangi jumlah penduduk yang masuk di provinsi pemekaran. Pengaturan tersebut secara mutatis mutandis berlaku pula penentuan jumlah kursi di kabupaten induk apabila terdapat pemekaran kabupaten/kota baru (vide Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 29 ayat (3) UU Nomor 10 Tahun 2008). 3. Metode penetapan daerah pemilihan Anggota DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota kaitannya dengan batasan minimal 3 kursi dan maksimal 12 kursi tiap daerah pemilihan, perlu penyempurnaan terutama untuk mengatur mengenai penggabungan kecamatan yang apabila dihitung jumlah kursinya lebih dari 12 kursi, dan karena kondisi letak geografis apabila dipisah tidak mungkin. Dengan kata lain disarankan/diusulkan perlu diatur mengenai penetapan daerah pemilihan Anggota DPRD Kabupaten/Kota yang berdasarkan hasil perhitungan jumlah kursinya lebih dari 12 kursi. 4. Metode penetapan daerah pemilihan Anggota DPRD Provinsi yang harus disesuaikan dengan penetapan daerah pemilihan Anggota DPR karena jumlah dan nama kabupaten/kotanya sama, kiranya tidak serta merta dapat dijadikan ukuran karena dimungkinkan untuk beberapa daerah pemilihan Anggota DPRD provinsi kalau harus disesuaikan dengan daerah pemilihan Anggota DPR alokasi kursi di daerah pemilihan tersebut dapat lebih dari 12 kursi (vide Pasal 314 ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2008). Kondisi demikian apabila dipaksakan akan melanggar ketentuan bahwa alokasi kursi untuk Pemilu Anggota DPRD Provinsi tiap daerah pemilihan paling banyak 12 kursi, kecuali ditentukan bahwa alokasi kursi tiap daerah pemilihan Anggota DPRD Provinsi batasan maksimalnya tidak perlu ditentukan, termasuk dalam hal ini alokasi kursi tiap daerah pemilihan Anggota DPRD Kabupaten/Kota. 3

Alasan demikian ini dapat dipahami karena untuk menetapkan alokasi kursi tiap daerah pemilihan Anggota DPRD Provinsi didasarkan atas Bilangan Pembagi (BPP) Penduduk dan BPP Penduduk tersebut diperoleh dari hasil bagi total jumlah penduduk di provinsi tersebut dengan jumlah kursi DPRD Provinsi yang sudah ditentukan secara pasti yaitu paling sedikit 35 kursi dan paling banyak 100 kursi (vide Pasal 23 UU Nomor 10 Tahun 2008). Dengan jumlah penduduk yang sama untuk penetapan daerah pemilihan Anggota DPR, tetapi dengan jumlah kursi yang berbeda untuk menetapkan BPP Penduduk, maka hasil bagi antara jumlah penduduk di provinsi tersebut dengan jumlah kursi DPRD Provinsi yang lebih banyak dari pada jumlah kursi DPR akan menghasilkan BPP Penduduk yang kecil dan dengan BPP Penduduk yang kecil sebagai pembagi untuk menetapkan alokasi kursi tiap daerah pemilihan akan menghasilkan jumlah alokasi kursi yang besar (dapat melebihi 12 kursi). Oleh karenanya disarankan/diusulkan agar tidak perlu dibatasi batas maksimal alokasi kursi tiap daerah pemilihan Anggota DPRD Provinsi, demikian pula terhadap daerah pemilihan Anggota DPRD Kabupaten/Kota. 5. Metode pencalonan Anggota legislatif khususnya mengenai pemenuhan syarat calon tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih (vide Pasal 12 huruf g dan Pasal 50 ayat (1) huruf g UU Nomor 10 Tahun 2008), disarankan/diusulkan untuk diubah menganalog dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 4/PUU-VII/2009. Mengingat pelaksanaan dalam pemeriksaan terhadap syarat calon, KPU selama ini mendasarkan bahwa yang dilihat dalam pemenuhan syarat calon memenuhi 5 tahun atau lebih adalah ancaman pidana yang sudah pasti dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pengenaan dakwaan, dan pada umumnya secara tegas disebutkan ancaman pidananya tanpa batasan minimal dan maksimal ancaman pidananya. 4

Permasalahannya KPU kesulitan menentukan ancaman pidana bagi calon yang terkena kasus korupsi dan telah mendapat putusan pengadilan yang ancaman pidananya dalam UU Korupsi terdapat batasan minimal dan maksimal ancaman pidananya (paling rendah 1 tahun dan paling tinggi 20 tahun). Oleh karenanya disarankan/diusulkan ukuran ancaman pidana yang dikenakan adalah ancaman pidana yang maksimal atau sesuai dakwaan penuntut umum karena jaksa boleh menentukan ancaman pidana yang dikenakan sepanjang minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun. 6. Metode pencalonan Anggota legislatif disarankan/diusulkan agar dapat diatur secara tegas dan dibedakan mengenai pengertian pemenuhan syarat pengajuan calon, pemenuhan syarat calon dan pemenuhan keanggotaan, karena ketiga hal tersebut mempunyai makna yang berbeda. 7. Metode pencalonan Anggota legislatif khususnya mengenai syarat menjadi anggota legislative perlu diperlakukan sama pemenuhan syaratnya dengan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta Pemilukada. Oleh karenanya disarankan/ diusulkan perlu ditambah syarat baru yaitu tidak dinyatakan pailit oleh pengadilan niaga yang ditetapkan oleh MA mengingat tidak semua kab/kota terdapat pengadilan niaga dan syarat baru wajib melaporkan harta kekayaannya sesuai mekanisme yang diatur oleh KPK (vide Pasal 12, Pasal 50 dan Pasal 67 ayat (2) UU Nomor 10 Tahun 2008). 8. Metode pencalonan Anggota legislative khususnya mengenai syarat keterwakilan perempuan 30 % yang diajukan oleh Parpol, disarankan/diusulkan untuk diatur mengenai sanksi apabila Parpol yang bersangkutan setelah diberikan kesempatan untuk memperbaiki pada masa perbaikan syarat calon tidak pula dipenuhi (vide Pasal 58 UU Nomor 10 Tahun 2008). 5

9. Metode pencalonan Anggota DPD yang diatur dalam UU Nomor 10 tahun 2008 antara pendaftaran sebagai peserta Pemilu dan pencalonan dijadikan satu kegiatan. Disarankan/diusulkan agar pendafataran perseorangan sebagai peserta Pemilu Anggota DPD dipisahkan kegiatannya dengan kegiatan pengajuan syarat calon, pemeriksaan syarat calon dan penetapan calon dalam DCS dan DCT Anggota DPD. 10. Metode pencalonan Anggota DPD yang mengatur mengenai syarat calon, disarankan/diusulkan agar syarat calon perseorangan harus tidak menjadi anggota Parpol dan ditentukan batasan waktu yang tegas berapa lama calon yang bersangkutan tidak menjadi anggota Parpol (vide Pasal 12 UU Nomor 10 Tahun 2008). 11. Metode kampanye yang berupa visi, misi, dan program dari Partai Politik Peserta Pemilu yang dilaksanakan oleh calon dan calon perseorangan DPD, disarankan/ diusulkan agar visi, misi, dan program tersebut lebih menjabarkan RPJP dan RPJM yang telah ditetapkan baik di tingkat pusat maupun daerah (vide Pasal 80 UU Nomor 10 tahun 2008). 12. Metode kampanye yang bagi Parpol yang telah ditetapkan sebagai peserta Pemilu yaitu 3 hari setelah penetapan Parpol sebagai peserta Pemilu, disarankan/diusulkan agar mengenai bentuk kampanye apa yang dapat dilakukan oleh Parpol sebagai peserta Pemilu dan bentuk sanksi apa yang dikenakan apabila melanggar larangan kampanye tersebut mengingat sangsi pelanggaran kampanye hanya terhadap kampanye rapat umum (vide Pasal 82 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 10 Tahun 2008). Disamping itu perlu diberikan criteria yang tegas mengenai apa yang disebut kampanye baik kampanye oleh Parpol setelah 3 hari ditetapkan sebagai peserta Pemilu maupun kampanye dalam bentuk rapat umum selama 21 hari. 13. Metode pemberian suara sebagai bentuk aplikasi system Pemilu yang digunakan/ diubah, disarankan/diusulkan metode pemberian suara dilakukan dengan memberikan tanda satu kali pada salah satu nama calon dari Parpol yang diwakili (vide Pasal 153 UU Nomor 10 Tahun 2008). 6

14. Rekapitulsi hasil penghitungah suara di PPK sarat dengan kecurangan, sama halnya ketika PPS diberi kewenangan melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari KPPS, oleh karenanya disarankan/diusulkan agar PPK tidak diberi kewenangan melakukan rekapitulasi, tetapi dari KPPS langsung ke KPU Kabupaten/Kota melalui PPS dan PPK (vide Pasal 182, Pasal 184 dan Pasal 185 UU Nomor 10 tahun 2008). 15. Penentuan angka prosentase 2,5 % perolehan suara sah Parpol secara nasional untuk menetapkan Parpol yang dapat diikutsertakan dalam penghitungan kursi DPR, disarankan/diusulkan untuk dipertegas mengenai apa yang dimaksud dengan suara sah Parpol secara nasional, apakah hanya terhadap suara Parpol dalam Pemilu anggota DPRD atau termasuk suara Parpol baik untuk Pemilu Anggota DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Disamping itu disarankan/diusulkan pula penentuan angka prosentase perlu diperbesar, dan hal ini merupakan salah satu upaya untuk mengurangi jumlah Parpol secara alamiah (vide Pasal 202 ayat (1) UU Nomor 10 tahun 2008). 16. Metode penetapan kursi/pembagian perolehan kursi DPR, tidak diatur mengenai penempatan kursi hasil perhitungan kursi Tahap III, oleh karenanya disarankan/diusulkan agar diatur secara tegas bahwa Parpol yang mendapat kursi Tahap III baik berdasarkan BPP DPR baru maupun peringkat sisa suara penempatan kursinya didasarkan atas sisa suara terbanyak suatu Parpol di daerah pemilihan yang masih tersedia sisa kursi yang belum terbagi dan sisa suara Parpol tersebut juga lebih banyak dari pada sisa suara Parpol lain di daerah pemilihan yang bersangkutan (vide Pasal 205 ayat (5), ayat (6) dan ayat (7), Pasal 206 dan Pasal 208 UU Nomor 10 tahun 2008). Hal ini perlu mendapat perhatian karena Pasal tersebut menjadi obyek gugatan di MK sehingga MK mengeluarkan putusan Nomor : 74-80-94-59-67/PHPU.C-VII/2009. 7

17. Metode penetapan kursi/pembagian perolehan kursi DPRD Tahap II, disarankan/diusulkan agar ditentukan secara tegas bahwa Parpol yang tidak mendapat kursi Tahap I maka suara Parpol tersebut dikategorikan sebagai sisa suara untuk diperhitungkan dalam perhitungan kursi Tahap II (Pasal 205 ayat (4), Pasal 211 ayat (3) dan Pasal 212 ayat (3) UU Nomor 10 tahun 2008). Hal ini perlu secara tegas dinyatakan mengingat ketentuan tersebut diajukan uji materiil ke Mahkamah Agung terhadap Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2009 maupun ke Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 205 ayat (4), Pasal 211 ayat (3) dan Pasal 212 ayat (3) UU Nomor 10 Tahun 2008. 18. Penentuan kriteria Parpol menjadi peserta Pemilu 2014 yang disyaratkan harus memiliki prosentase tertentu perolehan kursi DPR atau kursi DPRD Provinsi atau kursi DPRD Kabupaten/Kota (vide Pasal 315 UU Nomor 10 Tahun 2008), disarankan/diusulkan agar prosentasenya dinaikkan sehingga akan mengurangi jumlah Parpol peserta Pemilu secara alamiah dan pengaturannya langsung pada batang tubuh undang-undang tidak dalam ketentuan peralihan. 19. Penentuan Parpol menjadi peserta Pemilu 2014 apabila sudah ditentukan prosentasenya berdasarkan perolehan kursi DPR atau kursi DPRD Provinsi atau kursi DPRD Kabupaten/Kota, sudah tidak perlu lagi diatur bahwa Parpol yang memperoleh kursi sesedikit apapun tetap dapat menjadi peserta Pemilu 2014, karena hal ini justru akan bertentangan dengan pengaturan mengenai prosentase berdasarkan jumlah kursi yang diperoleh Parpol untuk dapat menjadi peserta Pemilu (vide Pasal 316 huruf d UU Nomor 10 Tahun 2008). Dan hal ini terbukti dengan diajukannya gugatan oleh 4 (empat) Parpol peserta Pemilu 2004 ke pengadilan tata usaha negara dan diputuskan bahwa sesedikit apapun perolehan kursi DPR yang diperoleh Parpol tersebut tetap harus ditetapkan sebagai peserta Pemilu 2009. Oleh karenanya disarankan/diusulkan agar ketentuan tersebut dihapuskan saja. 8

20. Ketentuan yang mengatur mengenai criteria persyaratan Parpol menjadi peserta Pemilu dan pendaftaran Parpol sebagai peserta Pemilu (vide Pasal 8 sampai dengan Pasal 10 dan Pasal 14 sampai dengan Pasal 16 UU Nomor 10 Tahun 2008) tidak jauh berbeda dengan persyaratan Parpol menjadi badan hukum berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 2007 yang dilakukan oleh Kementrian Hukum dan Hak Azasi Manusia. Disarankan/ diusulkan ketentuan tersebut cukup diatur dalam perubahan UU Nomor 2 Tahun 2007. Artinya Keputusan Kementrian Hukum dan HAM yang menetapkan Parpol sebagai badan hukum sekaligus juga Parpol sebagai peserta Pemilu. 21. Ketentuan yang mengatur pendaftaran/pemutakhiran data pemilih (vide Pasal 33 ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2008), disarankan/diusulkan agar mekanismenya perlu dikembalikan seperti masa lalu yaitu dilakukan oleh Pantarlih dengan pendataan rumah ke rumah, bahkan yang tidak ber-ktp didaftar. Data kependudukan dari Pemda digunakan sebagai data awal dan pembanding. Hasil pendataan oleh Pantarlih tersebut setelah ditetapkan dan digunakan untuk penyelenggaraan Pemilu legislatif, dimutakhirkan untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, serta Pemilukada. Data pemilih hasil pendataan Pantarlih ditetapkan oleh PPS, diumumkan oleh PPS, diperbaiki oleh PPS dan disampaikan kepada KPU Kab/Kota untuk ditetapkan menjadi DPT. 22. Logistik Pemilu berupa surat suara, disarankan/diusulkan agar tidak perlu ditentukan secara pasti jumlahnya mengenai surat suara yang akan digunakan dalam pelaksanaan pemungutan suara ulang, mengingat dapat terjadi untuk pemungutan suara ulang di suatu daerah pemilihan jumlah pemilihnya lebih dari 1.000 pemilih (vide Pasal 145 ayat (4) UU Nomor 10 Tahun 2008). 9

23. Logistik Pemilu berupa surat suara cadangan sebanyak 2 % dari jumlah pemilih tetap, disarankan/diusulkan agar prosentase tersebut ditambah karena dalam kenyataannya surat suara cadangan tersebut tidak hanya untuk mengganti surat suara yang keliru coblos atau surat suara yang rusak, tetapi juga untuk pemilih yang menggunakan hak pilihnya di TPS lain (vide Pasal 145 ayat (2) dan Pasal 150 ayat (3) UU Nomor 10 Tahun 2008). 24. Penyelesaian sengketa hasil Pemilu legislatif yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi untuk hasil Pemilu DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, disarankan/diusulkan agar dilakukan di tingkat provinsi dengan membentuk perwakilan MK di provinsi yang bersifat adhoc. Dan tanpa melampaui kewenangan MK yang diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK, diusulkan agar setiap putusan MK dalam amarnya dicantumkan secara tegas jumlah suara Parpol atau calon yang benar dan suara Parpol lain atau calon lain yang benar setelah dikurangi suara Parpol atau calon yang benar menurut MK. Hal ini perlu mengingat pengalaman Pemilu 2009 apabila amar putusan MK tersebut dilaksanakan oleh KPU mengalami kesulitan karena apabila begitu saja dimasukkan dalam rekapitulasi hasil suara kemungkinan aka terjadi total suara sah di suatu daerah pemilihan akan melebihi jumlah pemilih yang menggunakan hak pilih dan suaranya dinyatakan sah, atau bahkan melebihi jumlah pemilih terdaftar di daerah pemilihan tersebut. Dengan demikian KPU tidak selalu bertanya kepada MK mengenai pelaksanaan amar putusan MK tersebut. 10

Demikianlah pokok-pokok masukan untuk Rancangan Undang- Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 yang dapat kami sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Badan Legislasi DPR-RI. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Wassalamu alaikum Warohmatullohi Wabarakatuh JAKARTA, 14 Juli 2010 KETUA PROF. DR H. A. HAFIZ ANSHARY AZ, MA 11