BAB II LANDASAN TEORI Pengertian-Pengertian Dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara

dokumen-dokumen yang mirip
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

BAB II LANDASAN TEORI

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2015 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 31/PJ/2012 TENTANG

BAB III PEMBAHASAN HASIL KERJA PRAKTEK. Pratama Bandung Cicadas di Bagian Pelayanan, Tempat Pelayanan Terpadu

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2012 TENTANG

PER - 32/PJ/2015 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PA

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2009 TENTANG

Makalah Tentang Pajak Penghasilan Karyawan Pasal 21 / PPh21

LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 1

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: PER- -1 /PJ/2012 TENTANG

Pajak Penghasilan Pasal 21/26

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR. kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri (Waluyo,

MAKALAH PERPAJAKAN II PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK PEGAWAI, PEGAWAI LEPAS, DAN PENERIMA HONORARIUM

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: 15/PJ/2006 TENTANG

PPH 21 Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

Pajak Penghasilan Pasal 21/26

SOAL LATIHAN: JAWABLAH SOAL SOAL BERIKUT INI, TERKAIT DENGAN: PER - 16 / PJ / 2016 (Terlampir)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

AGENDA. PPh Pasal 26

Pengertian Pajak Penghasilan 21

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/20

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

ANALISIS PERENCANAAN PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA PERUSAHAAN DI KOTA MEDAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipungut dengan ketentuan-ketentuan dari Undang-Undang sampai dengan

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang

BAB II DASAR TEORI. wajib, berupa uang dan/atau barang, yang dipungut oleh penguasa. berdasarkan norma-norma hukum, guna untuk menutup biaya produksi

BAB II LANDASAN TEORETIS. 1. Pengertian Pajak dan Fungsi Pajak Secara Umum

BAB II LANDASAN TEORI. Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pajak digunakan untuk membiayai

MINGGU KE DUA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 GAJI DAN BONUS

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

BAB III SISTEM PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 ATAS PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) PADA KANTOR DPRD PROVINSI JAWA TENGAH

Update. Pajak Penghasilan Sehubungan dengan. Pekerjaan atau Jabatan, Jasa dan kegiatan, Yang dilakukan Wajib Pajak Orang Pribadi

MODUL PPh PASAL 21/26 & espt PPh Pasal 21

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam Undang-Undang No.28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Dan

BAB II LANDASAN TEORI

Pertemuan 2 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (G + B)

PEMOTONGAN PPh PASAL 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara. langsung, untuk memeliahara negara secara umum.

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

Peraturan Menteri Keuangan 107/PMK.011/2013 tgl 30 Juli 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


BAB II LANDASAN TEORI. Wajib Pajaknya adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar

BAB II LANDASAN TEORI. sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/2012

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB II PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 DAN PASAL 26

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

No II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Ayat (1) Ayat (2) Peredaran bruto merupakan peredaran bruto dari usaha, termasuk dari usaha cabang, se

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Bab ini berisi kajian landasan teori dan hasil penelitian sebelumnya yang. digunakan untuk menjawab masalah penelitian.

DASAR HUKUM. KEP -545/PJ./1998 jo. PER-15/PJ./2006. PMK No. 252/PMK.03/2008. UU No. 7 Th stdd. Update. UU No. 36 Th UU No. 17 Th 2000.

badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 BAB II

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. Pengertian pajak menurut Adriani dalam Waluyo (2013:2) disebutkan

BAB II. rutin maupun pengeluaran pembangunan. Pajak digunakan untuk membiayai. untuk membiayai penyelenggaraan negara.

Pajak Penghasilan psl 21

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Pengungkapan beberapa para ahli mengenai pajak sebagai berikut :

BAB I P E N D A H U L U A N. dan dilakukan secara bersama-sama oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia.

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pajak Penghasilan

BAB II LANDASAN TEORI. sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa

Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Terhadap Dosen Tetap Pada Universitas Krisnadwipayana. Meitri Megawati DA03

No dan investasi Harta ke dalam wilayah NKRI, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak, dan bagi Wajib Pajak yang tidak mengik

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian pajak memilki dimensi yang berbeda beda menurut

Menglngat : l. DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Contoh Isi Proposal Penelitian Konsentrasi Perpajakan ( Akuntansi) Part 4

PPh Pasal 21. Lingkungan Kewajiban Pajak 12/21/2017

PENGARUH TARIF PAJAK DAN PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK BARU TERHADAP PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

LAMPIRAN. Universitas Kristen Marantha

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21. JUMLAH PENERIMA PENGHASILAN (Orang)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Undang-undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

BAB III TINJAUAN TEORI DAN PRAKTIK PEMOTONGAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA ANGGOTA KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH

BAB II URAIAN TEORITIS

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21. JUMLAH PENERIMA PENGHASILAN (Orang) 8. JUMLAH (6 + 7) 8

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI. pembiayaan pembangunan yaitu menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri

BAB II. pembiayaan pembangunan yaitu menggali sumber dana yang berasal dari dalam

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. kualitas tersebut. Salah satunya adalah dengan melakukan kegiatan Praktik Kerja

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Fransisca Hanita Rusgowanto S,Kom. M,Ak

BAB III TATA CARA PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PEGAWAI PADA PT JASA MARGA (PERSERO) Tbk.

BAB III. SISTEM INFORMASI AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 PADA PEGAWAI DINAS PERINDUSTRIAN PEMERINTAH KOTA MEDAN

PAJAK PAJAK DEPARTEMEN IKK - IPB

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

Transkripsi:

7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian-Pengertian Dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Beberapa istilah atau pengertian umum dalam membicarakan perpajakan sesuai pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 adalah sebagai berikut (Resmi, 2013:18/19) 1. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langung dan guna untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 2. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, yang meliputi pembayaran pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan undang-undang perpajakan. 3. Masa pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar dasar bagi wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam undangundang ini. Masa pajak sama dengan 1 (satu) bulan kalender atau jangka

8 waktu lain yang yang diatur dengan peraturan menteri keuangan paling lambat 3 (tiga) bulan kalender. 2.2. Pengertian Pegawai Tetap dan Pegawai Tidak Tetap Pengertian pegawai tetap dan pegawai tidak tetap adalah sebagai berikut. 2.2.1. pengertian pegawai tetap Pengertian pegawai tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur. 2.2.2. Pengertian Pegawai Tidak Tetap Pengertian pegawai tidak tetap adalah pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja. 2.3. Fungsi Pajak Terdapat 2 fungsi pajak, yaitu fungsi budgeter dan fungsi regularend (Resmi, 2013:3) :

9 2.3.1. Fungsi Budgeter (Sumber Keuangan Negara) Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemeritah berupaya memasukan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagi jenis pajak seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan lain-lain. 2.3.2. Fungsi Regularend (Pengatur) Pajak mempunyai fungsi pengaturan, artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu diluar bidang keuangan. Beberapa contoh penerapan dibidang penerapan pajak sebagai fungsi pengatur sebagi berikut : 1. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dikenakan pada sesaat terjadi transaksi jual beli barang mewah. Makin mewah suatu barang maka tarif pajaknya makin tinggi sehingga barang tersebut makin mahal harganya. 2. Tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan : dimaksudkan agar pihak yang memperoleh penghasilan tinggi memberikan kontribusi

10 (membayar pajak) yang tinggi pula, sehingga menjadi pemerataan pendapatan. 3. Tarif pajak ekspor sebesar 0% dimaksudkan agar para pengusaha terdorong mengekspor hasil produksinya dipasar dunia sehingga dapat memperbesar devisa negara. 4. Pajak penghasilan dikenakan atas penyerahan barang hasil industri tertentu seperti industri semen, industri rokok, industri baja, dan lain-lain: dimaksudkan agar terdapat penekanan produksi terhadap industri tersebut karana dapat mengganggu lingkungan atau posisi (membahayakan kesehatan). 5. Pembebasan pajak penghasilan atas sisa hasil usaha koperasi: dimaksudkan untuk mendorong perkembangan koperasi di Indonesia. 6. Pemberlakuan tax holiday: dimaksudkan untuk menarik investor asing agar menanamkan modalnya di Indonesia. 2.4. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak Hak-hak dan kewajiban wajib pajak adalah sebagai berikut (Resmi, 2013:176) : 2.4.1. Hak-hak Wajib Pajak 1. Wajib pajak berhak meminta bukti pemotongan PPh pasal 21 kepada pemotong pajak. Jumlah PPh pasal 21 yang telah dipotong dapat dikreditkan dan PPh untuk tahun pajak yang bersangkutan, kecuali PPh pasal 21 yang bersifat final.

11 2. Wajib pajak berhak mengajukan surat keberatan kepada direktur jendral pajak, jika PPh pasal 21 yang dipotong oleh pemotong pajak tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pengajukan surat keberatan ini dilakukan dalam bahasa Indonesia dengan mengemukaan jumlah pajak yang dipotong menurut penghitungan wajib pajak dengan disertai alasan-alasan yang jelas. Pengajuan surat keberatan ini dilakukan dalam jangka waktu 3 bulan setelah pemotongan, kecuali apabila wajib pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan yang diluar kekuasaan. 3. Wajib pajak berhak mengajukan permohonan banding secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas kepada badan penyelesaian sengketa pajak terhadap keputusan mengenai keberataanya yang ditetapkan oleh direktur jendral pajak. Permohonan banding ini diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas, dan dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan diterima, dilampirin salinan surat keputusan tersebut. Apabila badan perailan pajak belum terbentuk, maka permohonan banding dapat diajukan kepada badan penyelesaian sengketa pajak. Putusan badan penyelesaian sengketa pajak bukan merupakan keputusan tata usaha negara.

12 2.4.2. Kewajiban wajib pajak 1. Wajib pajak (penerimaan penghasilan) wajib menyerahkan surat pernyataan kepada pemotong pajak, yang menyatakan jumlah tanggungan pada suatu tahun takwim, untuk mendapatkan pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Penyerahan terssebut dilakukan pada saat mulai bekerja, atau pada permulaan menjadi subjek pajak dalam negeri, atau mulai pensiun, atau dalam hal terjadi perubahan tanggungan keluarga menurut keadaan pada saat permulaan tahun takwim. Wajib pajak untuk menyerahkan bukti pemotongan PPh pasal 21 kepada. a. Pemotong pajak kantor cabang baru dalam hal yang bersangkutan dipindah tugaskan. b. Pemotong pajak tempat kerja yang baru dalam hal yang bersangkutan. c. Pemotong pajak dana pensiun salama hal yang bersangkutan mulai merima pensiun dalam tahun berjalan 2. Wajib pajak berkewajiban menyerahkan SPT tahunan PPh wajib pajak orang pribadi, jika wajib pajak mempunyai penghasilan lebih dari satu pemberi kerja. 2.5. Pengertian Pajak Penghasilan Pajak penghasilan menurut pasal 1 undang-undang pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan pada subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak (Radianto, 2010).

13 2.6. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21 Pajak Penghasilan Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 31/PJ/2009, pajak penghasilan pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan. Dengan pajak penghasilan pasal 21 dapat disimpulkan bahwa pajak penghasilan pasal 21 adalah pajak atas penghasilan wajib pajak orang pribadi dari penghasilannya yang akan dipotong oleh pemberi kerja 2.7. Subjek PPh Pasal 21 Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 31/PJ/2009, yang di maksud subjek pajak PPh pasal 21 adalah sebagai berikut: 1. Pegawai. 2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya. 3. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi:

14 a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris. b. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan atau peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya. c. Olahragawan. d. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator. e. Pengarang, peneliti, dan penerjemah. f. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan. g. Agen iklan. h. Pengawas atau pengelola proyek. i. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara. j. Petugas penjaga barang dagangan. k. Petugas dinas luar asuransi. l. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya. 4. Kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi :

15 a. Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olahraga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya. b. Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja. c. Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu. d. Peserta pendidikan, pelatihan, dan magang. e. Peserta kegiatan lainnya. 2.8. Objek PPh Pasal 21 Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 31/PJ/2009 pasal 5: 1. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah: a) Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur b) Penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya. c) Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis. d) Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan.

16 e) Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan. f) Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun. 2.9. Penghasilan Yang Tidak Dipotong PPh Pasal 21 Penghasilan yang tidak dapat dipotong PPh pasal 21 (Radianto, 2010) yaitu : 1. Pembayaran asuransi dari asuransi perusahaan kesehatan,dll. 2. Penerimaan dalam bentuk natura kecuali yang diberi oleh bukan wajib pajak. 3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan menkeu, iuran tabungan hari tua atau Tunjangan Hari Tua (THT) kepada badan penyelenggara jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja. 4. Penerimaan dalam bentuk natura yang diberikan pemerintah. 5. Kenikmatan berupa pajak yang ditanggung pemberi kerja. Pajak yang ditanggung pemberi kerja merupakan kenikmatan yang diberikan oleh pemberi kerja sehingga kariyawan tidak membayar pajak yang bersangkutan. Hal ini berbeda dengan tunjangan pajak dimana tunjangan pajak merupkan penambah penghasilan kariyawan.

17 6. Pembayaran THT 7. Zakat yang diterima oleh pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan pemerintah. 2.10. Biaya-Biaya Yang boleh Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto Biaya-biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan wajib pajak orang pribadi yang memperoleh penghasilan dari pemberi kerja (karyawan, pegawai) adalah sebagai berikut (Radianto, 2010) : 1. Biaya jabatan Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Biaya jabatan merupakan hak pengurang yang hanya diberikan kepada pegawai tetap baik yang memiliki jabatan stuktural maupun tidak. Besarnya biaya jabatan adalah 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp500.000 sebulan atau Rp6.000.000 setahun. 2. Biaya pensiun bagi penerima pensiun Biaya pensiun yang diperkenakan adalah sebesar 5% dari uang pensiun setinggi-tingginya Rp36.000 sebulan atau Rp432.000 setahun. 3. Iuran pensiun, iuran Tabungan Hari Tua (THT) dan Jaminan Hari Tua (JHT) Iuran pensiun adalah hak pengurang yang diberikan kepada pegawai. Iuran pensiun, iuran THT dan iuran JHT yang dapat jadi pengurang adalah yang dibayarkan oleh pegawai/kariyawan yang bersangkutan. Seluruh iuran tersebut pendiriannya telah disahkan oleh Meteri Keuangan.

18 4. Pendapatan Tidak Kena Pajak PTKP merupakan batasan minimun pengahasilan yang tidak dikenakan pajak bagi wajib pajak orang pribadi yang berstatus sebagai pegawai yang mencangkup pegawai tetap, pegawai tidak tetap, pemagang, calon pegawai, pegawai lepas, pegawai harian, distributor MLM maupun kegiatan yang sejenis. 2.11. Tarif Pajak Dalam undang-undang pajak no. 36 tahun 2008 terdapat perubahan tarif pajak yaitu wajib pajak orang pribadi dengan tarif terendah adalah 5% dan tarif tertinggi adalah 30% sedangkan untuk wajib pajak badan diberikan tarif tunggal. Tarif juga dibedakan untuk wajib pajak yang memiliki NPWP dan yang tidak memiliki NPWP (Radianto, 2010:54). 2.11.1. Wajib pajak orang pribadi. Penghasilan Tarif Sampai dengan Rp50 juta 5% RP50 juta sampai dengan Rp250 juta 15% Rp250 juta sampai dengan Rp500 juta 25% Rp500juta keatas 30% 2.12. Tarif PTKP Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan jumlah penghasilan tertentu yang tidak dikenakan pajak. Untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak

19 wajib pajak orang pribadi dalam negeri, penghasilan netto dikurangi dengan jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak. PTKP yang ditetepkan salam pasal 17 ayat (1) undang-undang nomor 17 tahun 2000 mengalami beberapa perubahan seiring dengan perkembangan ekonomi dan moneter serta perkembangan harga kebutuhan pokok setiap tahunnya. Penyesuaian besarnya PTKP terakhir diatur dalam peraturan menteri keuangan No. 162/PMK.011/2012 yang berlaku efektif 1 januari 2013. Penyesuaian PTKP dapat dilihat pada tabel beriku (Resmi, 2013:96). Keterangan PMK162/PMK.011/2012 (mulai berlaku 1 januari 2013 1.diri wajib pajak 2.tambahan untuk wajib pajak yang Rp.24.300.000 Rp.2.025.000 sudah kawin 3.tambahan untuk seorang istri yang Rp.24.300.000 menerima atau mempeoleh pengha - silan yang digabung dengan penghasilan suami 4.tambahan untuk setiap anggota Rp.2.025.000 keluarga sedarah semenda dalam garis keturunan lurus menjadi tanggungannya (maksimal 3)

20 2.13. Penghitungan PPh Pasal 21 Bagi Pegawai Tetap atas Penghasilan Yang Bersifat Tetap Penghitungan PPh pasal 21 bagi pegawai tetap atas penghasilan yang bersifat tetap secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut (Resmi, 2013: 190) : Penghasilan bruto 1.gaji sebulan 2.tunjangan PPh 3.tunjangan dan honorarium lainnya 4.premi asuransi yang dibayar pemberi kerja 5.penerimaan dalam bentuk natura yang diknakan pemotongan PPh ps 21 6.jumlah penghasilan bruto(jumlah1 s.d 5) Pengurangan 7.Biaya jabatan (5% X penghasilan bruto, maksimal Rp500.000 sebualan 8.iuran pensiun atau iuran THT/JHT(yang dibayarkan oleh penerima penghasilan 9.jumlah pengurangan Penghitugan PPh pasal 21 10. penghasilan neto sebulan (6 9) 11.penghasilan neto setahun/disetahunkan (10 X 12) 12.Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) 13.penghasilan kena pajak setahun (11 12) 14.PPh pasal 21 yang terutang (13 X tarif pasal 17 ayat (1) huruf a 15.PPh pasal 21 yaqng dipotong sebulan (14 : 12bulan)

21 Contoh soal pegawai tetap dengan gaji bulanan yang disetahunkan : Bambang Yuliawan pegawai pada perusahaan PT. Yasa Buana, menikah tanpa anak memperoleh gaji sebulan Rp. 3.000.000. PT Yasa Buana, mengikuti program jamsostek, premi jaminan kecelakaan kerja dan premi jaminan kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0,50% dan 0,30% dari gaji. PT Yasa Buana menanggung iuran jaminan hari tua setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji sedangkan Bambang Yuliawan membayar iuran jaminan hari tua sebesar 2,00% dari gaji setiap bulan. Disamping itu PT Yasa Buana juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya. PT Yasa Buana membayar iuran pensiun untuk Bambang Yuliawan kedana pensiun, yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri keuangan, setiap bulan sebesar Rp 100.000, sedangkan Bambang Yuliawan iuran pensiun sebesar Rp 50.000 penghitungan PPh pasal 21 : gaji sebulan (12xRp3.000.000) Rp 36.000.000 premi jaminan kecelakaan kerja (0,5% x Rp 36.000.000) Rp 180.000 premi jaminan kematian (0,3% x Rp 36.000.000) Rp 108.000 penghasilan bruto Rp 36.288.000 pengurangan 1. Biaya jabatan (5% x Rp 36.288.000) Rp 1.814.400 2. Iuran pensiun (12 x Rp 50.000) Rp 600.000 3. Iuran JHT (2% x Rp36.000.000) Rp 720.000 Rp 3.134.400 Penghasilan neto setahun Rp 33.153.600 PTKP (k/0) Rp 26.325.000

22 Penghasilan kena pajak Rp 6.918.600 Pembulatan Rp 6.828.000 PPh pasal 21 terutang (5% x Rp 6.918.000) Rp 345.900 2.14. Tahapan Penghitungan PPh Pasal 21 atas Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja Lepas Secara umum penghitungan PPh pasal 21 untuk TKL ini dibedakan kedalam dua penghitungan, pertama penghitungan PPh pasal 21 untuk TKL yang dibayarkan tidak secara bulanan dan yang kedua adalah penghitungan PPh pasal 21 untuk TKL yang dibayarkan secara bulanann, penghitungan pasal 21 atas gaji dan penghasilan kepada TKL yang dibayarkan secara bulanan relatif lebih mudah jika dibandingkan dengan yang dibayarkan tidak secara bulanan. Jika gaji dan penghasilan kepada TKL bibayarkan secara bulanan sebagai pemberi kerja yang harus memotong PPh pasal 21 hanya perlu mengalikan gaji dan penghasilan untuk bulan yang bersangkutan dengan 12 bulan (setahun). Kemudian hasil kali kurangkan dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk TKL tadi sehingga diperoleh penghasilan kena pajak. Selanjutnya, penghasilan kena pajak tadi dikalikan dngan tarif PPh umu yaitu tarif pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh. Seandainya terhadap TKL tadi ada pembayaran iuran premi atau iuran pnsiun, maka premi asuransi yang ditanggung perusahaan pemberi kerja ditambahkan terlebih dahulu sebelum dikali dengan 12 bulan. Begitu juga jika misalnya ada

23 iuran pensiun yang ditanggung oleh TKL, maka iuran pensiun tersebut dikurangkan terlebih dahulu dari penghasilan bulanan sebelum dikalikan 12 bulan. Dalam penghitungan PPh pasal 21 terhadap Tenaga Kerja Lepas (TKL), tidak ada pengurangan biaya jabatan, unsur pengurangan berupa biaya jabatan hanya diterapkan terhadap pegawai tetap.