Permasalahan BUMN di Indonesia



dokumen-dokumen yang mirip
BAB 21 PENINGKATAN PENGELOLAAN BUMN

Dasar Hukum Privatisasi

BAB 21 PENINGKATAN PENGELOLAAN BUMN

BAB I PENDAHULUAN. BUMN adalah sebuah badan usaha yang mempunyai peranan penting

BAB 21 PENINGKATAN PENGELOLAAN BUMN

BAB 21 PENINGKATAN PENGELOLAAN BUMN

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB 20 PENINGKATAN PENGELOLAAN BUMN

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan perusahaan dan mempertahankan kelangsungan hidupnya.

BAB 21 PENINGKATAN PENGELOLAAN BUMN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PRIVATISASI PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)

BAB I PENDAHULUAN. dibawah pemerintahan disebut dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Badan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PRIVATISASI PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebuah organisasi yang didirikan oleh seseorang atau sekelompok orang

BAB I PENDAHULUAN. usaha. Mengingat keberadaan sumber daya yang bersifat ekonomis sangat terbatas

BAB I PENDAHULUAN. Perumusan masalah menjelaskan mengenai butir-butir permasalahan yang akan

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi persaingan tersebut,

b. bahwa Badan Usaha Milik Negara mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat;

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. dalam tujuannya yaitu mengentaskan kemiskinan dan juga menjadi industry yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Salah satu upaya untuk mewujudkan sistem pemerintahan yang baik

BAB I PENDAHULUAN. dengan perusahaan-perusahaan lainnya yang datang dari dalam negeri maupun

-2- salah satu penyumbang bagi penerimaan Daerah, baik dalam bentuk pajak, dividen, maupun hasil Privatisasi. BUMD merupakan badan usaha yang seluruh

BERKEMBANG WACANA HAPUS IZIN DPR BAGI BUMN UNTUK GO PUBLIC

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan istilah asing Good Corporate Governance (GCG) tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. BUMN yang ditujukan menjadi agent of development, serta mengambil posisi

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2001 TENTANG TIM KONSULTASI PRIVATISASI BADAN USAHA MILIK NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) merupakan salah satu dari empat

BAB I PENDAHULUAN. dimana hal ini menciptakan persaingan antar perusahaan-perusahaan yang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. mengakibatkan perusahaan dituntut untuk meningkatkatkan daya saingnya dalam

1. PENDAHULUAN. perusahaan energi berkelas dunia yang berbentuk Perseroan, yang mengikuti

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

b. bahwa Badan Usaha Milik Negara mempunyai peranan penting

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

BAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Perusahaan korporasi pada awalnya dibentuk agar badan usaha dapat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ekonomi, pemerintah merupakan agen, dimana peran pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi yang semakin cepat telah membawa perubahan-perubahan dan

BAB I PENDAHULUAN. Setelah beberapa tahun kemudian atau di tahun 1970-an, fakta

BAB I. perusahaan dengan membayar bunga yang lebih besar (Vito, 2014). harus dikeluarkan perusahaan untuk mendapatkan modal (Andhika, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. Kesadaran untuk menerapkan prinsip Good Corporate Governance (GCG)

BAB I PENDAHULUAN. semakin banyak tuntutan publik agar terciptanya tata kelola yang baik, agar

RINGKASAN PUTUSAN. 1. Pemohon : Mohammad Yusuf Hasibuan Reiza Aribowo

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Gambaran Umum BUMN

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

STATUS KEKAYAAN NEGARA PADA BUMN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

21 Universitas Indonesia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 33 TAHUN 2005

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 58/PUU-VI/2008 Tentang Privatisasi BUMN

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan nilai perusahaan. Sedangkan Perum mempunyai maksud

BAB 1 LATAR BELAKANG. dengan munculnya krisis budaya moral. Di beberapa negara Asia pondasi

BAB I PENDAHULUAN. selalu berhadapan dengan masalah pengelolaan perusahaan dalam pengawasan aset.

, 2015 PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA KEUANGAN PADA PERUSAHAAN YANG MENGIKUTI SURVEI IICG PERIODE

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

menyebabkan harga saham tinggi (Dharmastuti, 2004:17-18). sebagaimana yang diharapkan oleh pemegang saham.

BAB I PENDAHULUAN. adanya administrasi perpajakan, untuk administrasi pajak pusat, diemban oleh

BAB II LANDASAN TEORI. BUMN menurut undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 bab I pasal 1 adalah badan

WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat, tidak terkecuali BUMN. Para pelaku bisnispun dihadapkan pada

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang

BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa Lalu

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan dana pensiun dapat dilihat dari tingkat pencapaian tujuan nya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Strategi Pengelolaan BUMN Di Masa Mendatang

BAB I PENDAHULUAN. Corporate Governance. Prinsip-prinsip Good Corpotrate Governance dapat

MENTERI BADAN USAIIA MIEIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu pelaku kegiatan ekonomi di Indonesia, keberadaan Badan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada pertengahan tahun 1997, yang melanda sebagian besar wilayah dunia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan ekonomi, dan juga kemampuan untuk bertahan hidup, merupakan hasil implementasi misi organisasi untuk memuaskan

BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Sejak pertengahan tahun 1997 Indonesia dan negara-negara Asia lainnya mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Logo PT. PERTAMINA Persero

BAB I PENDAHULUAN. bendanya. Agar perusahaan dapat bertahan dan berkembang dengan baik

Bab 6 Kesimpulan dan Implikasi

I. PENDAHULUAN. terdiri dari tiga bentuk badan usaha yaitu swasta, BUMN dan koperasi. Badan

BAB I PENDAHULUAN. Program privatisasi pertama kali dikenalkan di Inggris pada masa

b. bahwa Badan Usaha Milik Negara mempunyai peranan penting

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. sumbangan bagi perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan. koperasi. (UU RI No 19 tahun 2003 tentang BUMN).

RINGKASAN INFORMASI JABATAN PIMPINAN TINGGI PRATAMA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN BUMN

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan sistem perbankan nasional di Indonesia. Tidak sedikit bank-bank yang

ARTIKEL PASAR MODAL MEMBANTU PEREKONOMIAN Purbaya Yudhi Sadewa Senior Economist Danareksa Research Institute

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Mandatory Spending, SAL dan Kelebihan Pembiayaan (overfinancing) APBN

EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI BUMN (BADAN USAHA MILIK NEGARA) DALAM RANGKAH MENINGKATKAN DEVISA NEGARA Andi Wardhana

BAB II SEJARAH DAN PERKEMBANGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN)

REALISASI PENDAPATAN NEGARA SEMESTER I 2012

MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik, prospek usaha yang selalu berkembang, dan dapat memenuhi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bentuk Hukum Perusahaan Perseroan (Persero) Perusahaan merupakan istilah ekonomi yang dipakai dalam perundang-undangan,

KINERJA PENDAPATAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) SUMBER DAYA ALAM NON MIGAS

Transkripsi:

Permasalahan BUMN di Indonesia Pendapatan Bagian Pemerintah atas Laba BUMN Berdasarkan data Nota Keuangan APBN 2013 dalam kurun waktu kurun waktu 2007 2011, kinerja badan usaha milik negara (BUMN) terus menunjukkan perkembangan yang positif, baik dari sisi aktiva, ekuitas, pendapatan dan laba, serta kapitalisasi BUMN terbuka. Hal ini dibuktikan dengan tumbuhnya total aktiva BUMN rata rata 14 persen, ekuitas tumbuh rata rata 11 persen, sedangkan pendapatan dan laba masing meningkat rata rata 14 persen dan 22 persen. Sampai dengan Januari 2012, terdapat 141 BUMN yang terdiri atas 14 BUMN berbentuk Perum, 109 BUMN berbentuk Persero dan 18 BUMN yang merupakan Perseroan Terbuka. 1 Pada table 1, dapat dilihat rata rata kontribusi BUMN terhadap APBN terus mengalami peningkatan sebesar 7,9 persen. Dari jumlah tersebut, 20,4 persen berasal dari pendapatan dividen, 78,8 persen berasal dari penerimaan perpajakan, dan 0,8 persen berasal dari privatisasi. Tabel 1: Kontribusi BUMN terhadap APBN 2007-2011 (dlm triliun) Sumber: Nota Keuangan 2013 Sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi diproyeksikan Penerimaan Pemerintah untuk laba BUMN dalam jangka menengah juga akan mengalami peningkatan. Penerimaan BUMN diproyeksikan dapat mencapai sebesar Rp33,3 triliun pada 2014, dan meningkat menjadi Rp34,6 triliun pada 2016. Peningkatan tersebut terjadi terutama terkait dengan usaha Pemerintah untuk terus melakukan optimalisasi terhadap payout ratio dividen BUMN. Permasalahan BUMN Indonesia Meski kinerja BUMN telah menunjukkan adanya peningkatan, namun peningkatan kinerja itu harus diakui masih belum optimal.khusus untuk kebijakan dividen BUMN, Pemerintah menghadapi tantangan dalam menetapkan pay out ratio yang tepat dalam optimalisasi dividen BUMN. 1 Nota Keuangan RAPBN 2013,hal- 3-19 Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI 1

Belum optimalnya kinerja pengelolaan BUMN itu, antara lain, disebabkan oleh masih lemahnya koordinasi kebijakan antara langkah perbaikan internal perusahaan dan kebijakan industrial serta pasar tempat beroperasinya BUMN tersebut, belum terpisahkannya fungsi komersial dan pelayanan masyarakat pada sebagian besar BUMN, dan belum terimplementasikannya secara utuh di seluruh BUMN prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance). Di samping itu, belum utuhnya kesatuan pandangan dalam kebijakan restrukturisasi dan privatisasi di antara para pemilik kepentingan (stakeholders) juga berpotensi memberikan dampak negatif dalam pelaksanaan dan pencapaian kebijakan yang ada 2. Berikut adalah beberapa penyakit BUMN menjadi permaslahan, antara lain; 1. Kebiasaan BUMN untuk merambah semua sektor usaha. Hal itu sebagai kebiasaan buruk karena tidak semua bidang usaha sesuai dengan kegiatan utama BUMN tsb. Dalam hal ini sebuah BUMN seharusnya fokus dan maksimal dalam bidang usaha yang menjadi kegiatan utamanya. Perilaku yang tidak fokus dan merambah semua bidang usaha, tanpa strategi yang matang bisa menjadi penyebab kebangkrutan BUMN. 2. Penyakit kedua adalah kondisi ketika BUMN menjadi sapi perahan. BUMN memang harus memberikan sumbangan kepada pertumbuhan ekonomi negara. Namun demikian, kewajiban BUMN itu harus disesuaikan dengan kondisi, sehingga tidak meruntuhkan kondisi keuangan BUMN. 3. Penyakit terakhir adalah menjadi obyek eksploitasi bersama. Situasi ini terjadi ketika satu atau sekelompok orang berusaha mendapat keuntungan pribadi dari setiap kegiatan BUMN. Kondisi tersebut akan sangat merugikan BUMN karena keuntungan yang seharusnya disumbangkan kepada masyarakat justru dinikmati oleh segelintir orang saja. 3 Privatisasi Sesuai Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 Pasal 74, maksud dan tujuan kebijakan privatisasi adalah memperluas.kepemilikan masyarakat atas Persero, meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan, menciptakan struktur keuangan dan manajemen keuangan yang baik/kuat, menciptakan struktur industri yang sehat dan kompetitif, menciptakan Persero yang berdaya saing dan berorientasi global, dan menumbuhkan iklim usaha, ekonomi makro, dan kapasitas pasar. 4 Pada tahun 2007, realisasi penerimaan privatisasi mencapai Rp3,0 triliun yang berasal dari privatisasi Bank BNI. Selanjutnya pada tahun 2008 Pemerintah menyetujui program privatisasi terhadap 44 BUMN, yang antara lain bergerak pada sektor pekerjaan umum, perkebunan, industri, dan keuangan. Namun, karena kondisi pasar keuangan yang tidak kondusif, program privatisasi pada tahun 2008 tidak dapat dilaksanakan. Realisasi penerimaan privatisasi pada tahun 2008 hanya mencapai Rp82,3 miliar, yang berasal dari penutupan saldo privatisasi Bank 2 Sofyan A. Djalil, Strategi Kebijakan dan Pemberdayaan BUMN, Sekretariat Negara Repuplik Indonesia. 3 Dalam sambutan pembukaan Indonesia Business-BUMN Expo and Conference (IBBEX) 2010 di JCC, Presiden Yudhoyono 4 Jurnal Fakultas Ekonomi Universitas Jember,Indonesia- Memberdayakan BUMN di Indonesia Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI 2

BNI pada tahun 2007. Pada tahun 2009, Pemerintah tidak menargetkan pembiayaan dari hasil penerimaan privatisasi. Hal tersebut terkait dengan kebijakan Pemerintah dalam pengelolaan BUMN dan faktor-faktor ekternal, antara lain krisis keuangan global yang belum mengalami perbaikan, fluktuasi harga komoditi yang sulit diperkirakan, dan faktor geopolitik yang tidak pasti. Pada tahun 2010, realisasi penerimaan privatisasi mencapai Rp2,1 triliun, yang berasal dari hasil penjualan saham greenshoe PT Bank BNI sebesar Rp1,35 triliun, Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) PT Bank BNI sebesar Rp741,6 miliar, divestasi saham Pemerintah pada PT Kertas Blabak sebesar Rp0,5 miliar, dan divestasi saham Pemerintah pada PT Intirub sebesar Rp6,3 miliar. Selanjutnya pada tahun 2011, realisasi penerimaan privatisasi mencapai Rp425,0 miliar, yang berasal dari HMETD PT Bank Mandiri, PT Basuki Rahmat, kekurangan setoran Bank BNI, PT Atmindo, dan Jakarta International Hotels Development. Sedangkan pada tahun 2012, Pemerintah tidak menargetkan pembiayaan dari hasil penerimaan privatisasi. 5 Tabel 2 : Perkembangan Penerimaan Privatisasi BUMN 2007-2012 Sumber: Nota Keuangan APBN 2013, Kementrian Keuangan Strategi Sinergi BUMN di Indonesia Profesionalisme SDM dalam menghadapi persaingan yang lebih kompetitif ditunjukkan dengan diberikannya otoritas dan otonomi yang berarti kebebasan mengelola secara fleksibel, inisiatif, kecepatan, dan berorientasi pada hasil. Struktur dan sistem organisasi BUMN berdampak pada biaya tenaga kerja di BUMN yang lebih besar karena jumlah tenaga kerja lebih yang banyak dari pada kebutuhan. Sebagian besar BUMN memiliki struktur organisasi yang gemuk sehingga banyak pekerjaan yang dilakukan dengan tidak ekonomis. Hal ini didasarkan pada perencanaan sumber daya manusia yang tidak tepat dan kurang terkoordinasi. 6 Pengelolaan organisasi menuntut strategi dan gaya yang lebih dinamis. BUMN sebagai salah satu pelaku ekonomi nasional harus menerapkan strategi yang tepat agar mampu bersaing di tengah situasi yang semakin ketat. Langkah yang harus ditempuh oleh BUMN adalah melakukan perbaikan yang menyangkut struktur, kultur, dan sistem internal organisasi. Langkah dalam memberdayakan manaj emen BUMN menjadi prioritas agar lebih tanggap terhadap perubahan lingkungan pasar. Strategi yang akan digunakan dalam BUMN perlu diikuti dalam hal adaptasi terhadap struktur maka kultur organisasi sehingga diperlukan pembenahan. Pembenahan organisasi terutama dikaitkan dengan perombakan mendasar menyangkut 5 Nota Keuangan APBN 2013, hal 6-5 6 Sunarsip, Strategi Pengelolaan BUMn di masa mendatang Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI 3

struktur organisasi yang mampu mengadaptasi dan mengadopsi inovasi yang muncul dari lingkungan eksternal. 7 Permasalahan mendasar bagi setiap BUMN adalah kesulitan keuangan. Tentunya dalam permasalahan ini bagi BUMN yang sehat dan memperoleh laba setiap tahunnya memiliki peluang untuk diprivatisasi guna mendapatkan pendanaan. Privatisasi merupakan pengalihan sebagian atau seluruh aset dan kontrol BUMN kepada sektor swasta. Melalui privatisasi diharapkan akan terjadi sinergi antara efisiensi, kompetisi, dan laba. Penerapan Good Corporate Governance di setiap BUMN sangat mendesak dilaksanakan. Dengan penerapan GCG di setiap BUMN maka tujuan mencari laba serta melayani masyarakat menjadi lebih efektif dan efis ien. BUMN didorong menjadi perusahaan negara yang menjalankan misinya secara transparan. Penerapan GCG ini mampu mendongkrak kinerja BUMN menjadi lebih baik. PT. Perkebunan Nusantara III yang telah menerapkan GCG mampu meningkatkan laba secara signifikan. Kementerian negara BUMN juga telah menunjukkan keseriusan dalam penerapan GCG dengan dibentuknya Inspektorat BUMN serta dilakukan kerja sama dengan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam percepatan pemberantasan korupsi dan pelaksanaan tata k elola perusahaan yang baik. 8 BUMN yang merugi sesungguhnya telah menjadi penghalang kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Semakin besar kerugian BUMN maka semakin kecil dana yang bisa dialokasikan pemerintah untuk kesejahteraan masyarakat. Karena itu pengelolaan BUMN merupakan salah satu aspek yang penting dalam menjalankan kebijakan pemerintah. Menyadari kondisi ini kementerian negara BUMN sejak kepemimpinan Sugiharto telah membuat master plan BUMN 2005 sampai dengan 2009 yang mana salah satunya adalah dengan penggabungan beberapa BUMN, pembentukan holding company yang dari jumlah semula 158 BUMN menjadi 80 BUMN. 9 Ada tiga kategori dalam proses perombakan BUMN yaitu dengan mempertahankan beberapa BUMN (stand alone), merger sesama BUMN sejenis (roll up), dan pembentukan perusahaan induk (holding company). Hingga pertengahan tahun 2006 rencana penggabungan beberapa BUMN belum juga terealisasi. Penggabungan BUMN perkebunan dan pupuk yang merupakan prioritas Menneg BUMN pada awal program ini digulirkan hingga saat ini masih belum jelas nasibnya. Meskipun BUMN merupakan tumpuan dalam mengatasi persoalan ekonomi nasional, namun dalam kenyataan BUMN masih menjadi permainan tarik tambang berbagai kepentingan. Ini tercermin dari sulitnya proses program revitalisasi BUMN seperti yang dituangkan dalam BUMN Summit. Sudah pasti bila terjadi penggabungan BUMN maka akan banyak direksi, komisaris, dan pejabat BUMN yang tidak terpakai lagi. Persoalan lainnya adalah, bagaimana merumuskan kembali visi dan misi BUMN dalam perekonomian nasional. Apabila mengacu pada program reformasi yang selama ini dijalankan, ada indikasi kuat bahwa visi dan misi BUMN di masa 7 Andriati Fitiningrum- Indonesia experience in Managing the State Companies, OECD-ASIAN Roundtable 8 Kajian BUMN incorporated sebuah wacana menuju Indonesia baru, Kementrian BUMN 9 Sofyan A. Djalil, Strategi Kebijakan dan Pemberdayaan BUMN, Sekretariat Negara Repuplik Indonesia. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI 4

depan akan diarahkan menjadi perusahaan-perusahaan dengan semangat mengejar keuntungan dan sebagai penyumbang penerimaan negara. Kebijakan dividen BUMN Pemerintah harus melakukan perbaikan perbaikan yang berkaitan dengan kebijakan dividen BUMN yang optimal terhadap penerimaan APBN dan pengembangan usaha BUMN. Dalam hal ini terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi besarnya dividen BUMN selama ini. Pertama, kinerja BUMN terkait, ini berarti semakin besar laba bersih yang diperoleh, maka semakin besar pula yang akan disetorkan ke APBN. Selain kinerja BUMN terkait, yang juga perlu diperhatikan adalaha status BUMN terkait, misalnya : bila pemerintah ingin menjaga mayoritas kepemilikan saham di BUMN yang kepemilikannya tinggal 5 % seperti PT. Semen Gresik dan PT. Adhi Karya maka pemerintah justru perlu mengurangi porsi dividennya. Seandainya dividen diperbesar, sementara BUMN perlu melakukan ekspansi, BUMN tersebut harus melakukan right issue yang dapat berdampak pada berkurangnya kepemilikan saham pemerintah. Sedangkan jka tidak dilakukan right issue, BUMN bersangkutan tidak bisa melakuna ekspansi yang ujungnya bisa berdampak pada berkurangnya pangsa pasar BUMN. Kedudukannya sebagai milik negara menyebabkan BUMN selalu berada pada posisi tawar yang lemah. Ketika negara kurang profesional dan proporsional dalam mengambil haknya, hal ini dapat membahayakan kinerja BUMN itu sendiri, akibatnya apa yang dilakukan pemerintah secara tidak sadar adalah upaya kearah pengkerdilan BUMN itu sendiri. Kedua, besarnya Pay Out Ratio (POR) dividen BUMN. Peningkatan dividen yang disetor ke APBN disamping karena perbaikan keuntungan BUMN, juga karena kebijakan pemerintah untuk meningkatkan POR rata rata 20 % sebelum krisis 1997/1998 menjadi sekitar 40 % (setelah krisis moneter), bahkan beberapa BUMN dikenakan lebih 50 %. Di sisi lain kebijakan dividen BUMN sebaiknya tidak memberlakukan pay out ratio (POR) secara absolut, misalnya sejak dulu Pertamina POR-nya tidak pernah kurang dari 50 %. Pendekatan dividen POR dividen BUMN semestinya menggunakan pendekatan korporasi.dimana, BUMN diberi ruang untuk menentukan besaran dividen terleih dahulu dengan mengukur kebutuhan unutk investasi. Dengan pendekatan ini kesinambungan usaha BUMN akan lebih terjamin dan kontribusi jangka panjangnya terhadap APBN juga akan lebih besar. 10 Ketiga, Sekitar 50 % dividen BUMN yang disetor ke APBN berasal dari dividen yang disetorkan pertamina, hal ini menyebabkan dividen BUMN menjadi relatif tergantung pada situasi harga minyak, ini terjadi karena produksi minyak pertamina yang tidak bisa lagi ditingkatkan secara signifikan.ini juga menyebabkan, ekspansi bisnis pertamina menjadi tidak bisa berkembang dengan pesat. Keempat, Kebijakan dividen interim. Kebijakan ini adalah dividen yang diambil lebih awal dari yang seharusnya. Normalnya dividen diambil dari laba dibagi dari kinerja BUMN tahun sebelumnya bukan tahun berjalan, ini ibaratnya pemerintah ngutang dividen pada BUMN. 10 Sunarsip, Kebijakan Deviden BUMN dalam diskusi mencermati problematika di BUMN Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI 5

Dalam beberapa tahun terakhir terdapat kecendrungan untuk menarik bagian laba pemerintah di muka. Kementrian BUMN memperkirakan pada tahun 2009 kinerja perusahaan milik negara akan merosot 6% dibandingkan dengan perolen tahun 2008. Salah satu opsi yang akan digunakan adalah pengenaan dividen interim. Dividen interim biasanya diambil dari BUMN- BUMN dengan laba yang besar seperti Pertamina dan Telkom. Akan tetapi kebijakan dividen interm yang selama ini diterapkan kepada beberapa BUMN besar juga menjadi salah satu faktor pengganggu likuiditas. Kas yang semestinya digunakan untuk operasi tahun berjalan tapi harus dibayarkan kepada pemerintah. 11 Langkah yang diperlukan Ke depan, perlu dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan kebijakan reformasi BUMN yang menyelaraskan secara optimal kebijakan internal perusahaan dan kebijakan industrial serta pasar tempat beroperasinya BUMN itu, memisahkan fungsi komersial dan pelayanan masyarakat pada BUMN, serta mengoptimalkan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) secara utuh dalam rangka revitalisasi BUMN. Dalam rangka pelaksanaan kebijakan ini,langkah tindak lanjut yang akan dilakukan antara lain: 1) meningkatkan upaya revitalisasi bisnis yaitu meningkatkan nilai pemegang saham (shareholder value) BUMN yang ada; 2) meningkatkan efektifitas manajemen BUMN, baik di tingkat komisaris, direksi, maupun karyawan; 3) meningkatkan kualitas operasi, pelayanan dan pendapatan BUMN; 4) menyempurnakan sistem pengadaan barang dan jasa di lingkungan BUMN sehingga tercipta tingkat efisiensi yang semakin tinggi; 5) melanjutkan pelaksanaan restrukturisasi, termasuk pemetaan secara bertahap masingmasing BUMN di berbagai sektor; 6) meningkatkan sosialisasi tentang privatisasi BUMN di semua pemilik kepentingan (stakeholders) agar pelaksanaan privatisasi menghasilkan pendapatan yang optimal; dan melanjutkan privatisasi BUMN. Kebijakan privatisasi akan lebih ditujukan untuk meningkatkan nilai perusahaan (value creation) dan daya saingnya di pasar global tanpa mengabaikan pemenuhan anggaran untuk APBN. Dengan demikian maka program privatisasi akan lebih mengutamakan peningkatan pendapatan negara dibanding hanya sekedar pemenuhan kewajiban setoran ke APBN. Setoran ke APBN akan dipacu melalui peningkatan deviden perusahaan dan pajak. Temuan BPK Ditengah persaingan global dengan perusahaan swasta Badan Pemeriksaan Keuangan menemukan potensi kerugian sebesar Rp 1,73 trilliun pada 6 perusahaan BUMN. Perusahaan tersebut adalah PT Hotel Indonesia Natour, PT PAL Indonesia, PT Semen Gresik Tbk, PT Industri Kereta Api, PT. Surabaya Industrial Estate Rungkut dan PT. Pertamina. Menurut BPK beberapa temuan terkait dengan pengelolaan BUMN tsb diantaranya system pengendalian inern yang lemah, penyimpangan administrasi dan juga ketidakpatuhan terhadap ketentuan 11 Study Kebijakan Deviden BUMN dalam memberikan kontribusi optimal terhadap APBN Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI 6

undang-undang, selain itu menyimpangan yang paling banyak ditemukan adalah pengelembungan harga proyek. Selain hal itu khusus untuk pertamina, pemicu kerugiannya adalah akibat ketidakefisienan dan ketidakmampuan perusahaan membangun kilang tepat waktu. Kerugian ini disebabkan karena pendapatan dari sector minyak tertunda. Untuk mengantipasi hal ini Pertamina sudah membebankan denda kepada para kontraktor akibat keterlambatan ini meskipun prosesnya memakan waktu yang lama. Di sisi lain seperti diungkapkan Menteri BUMN Dahlan Iskan, tidak semua BUMN dalam kondisi yang optimal dan sehat. Dari 141 BUMN, hanya 110 yang sehat dan sisanya sudah tidak aktif lagi dan bahkan hanya tinggal nama. 12 Tabel 2 hasil pemeriksaan BPK Semester I tahun 2012 pada BUMN mengungkapkan 5 kasus senilai Rp 642,26 juta sebagai akibat adanya ketidak patuhan terhadap ketentuan perundang undangan dan sebanyak 51 kasus senilai Rp 138.598,38 atas LK badan lainnya sebagai akibat adanya ketidakpatuhan terhadap perundang undangan. Tabel 3 :Temuan Pemeriksaan Keuangan Semester I Tahun 2012 pada BUMN dan Badan Lainnya Sumber: IHPS Semester I tahun 2012 Dari total temuan pemeriksan atas LK BUMN dan badan lainnya sebanyak 17 kasus merupakan temuan yang berdampak finansial yaitu temuan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang undangan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, kekurangan penerimaan senilai Rp 135.146,90 juta. Hasil pemeriksaan BPK atas LK BUMN dan badan lainnya selama Semester I Tahun 2012 menunjukkan kasus kasus yang sering terjadi antara lain kekurangan penerimaan yang belum/tidak ditetapkan atau dipungut/diterima/disetor ke kas negara/perusahaan. 12 Artikel 6 BUMN merugi 1,73 trilliun- electronic sources : http://www.bpk.go.id Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI 7

Kekurangan penerimaan (selain denda keterlambatan) yang belum/tidak ditetapkan atau dipungut/diterima/disetor ke kas negara/daerah/perusahaan yang terjadi di BUMN dan badan lainnya sebanyak 6 kasus senilai Rp 105.427,90 juta. Kasus kasus tersebut antara lain disebabkan belum adanya peraturan yang mengatur secara rinci penghitungan penerimaan perusahaan serta belum melaksanakan kewajiban sebagai pengusaha kena pajak (PKP) 13 Penulis : Freesca Syafitri 13 IHPS-Semester I, 2012. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI 8