PENGUAT MENGGUNAKAN TRANSISTOR

dokumen-dokumen yang mirip
MAKALAH PENGUAT DAYA

BAB 1 DASAR-DASAR SINYAL AUDIO

Transistor Bipolar. III.1 Arus bias

Transistor Bipolar. oleh aswan hamonangan

Prinsip kerja transistor adalah arus bias basis-emiter yang kecil mengatur besar arus kolektor-emiter.

TRANSISTOR Oleh : Agus Sudarmanto, M.Si Tadris Fisika Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo

Gambar 1 Tegangan bias pada transistor BJT jenis PNP

MODUL 06 PENGUAT DAYA PRAKTIKUM ELEKTRONIKA TA 2017/2018

Dioda-dioda jenis lain

I. Tujuan Praktikum. Mampu menganalisa rangkaian sederhana transistor bipolar.

Penguat Kelas B Komplementer Tanpa Trafo Keluaran

BAB VF, Penguat Daya BAB VF PENGUAT DAYA

Penguat Kelas A dengan Transistor BC337

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISA. Pengukuran dan analisa dilakukan bertujuan untuk mendapatkan

Modul Elektronika 2017

PERCOBAAN 4 RANGKAIAN PENGUAT KLAS A COMMON EMITTER

BAB II DASAR TEORI. Modulasi adalah proses yang dilakukan pada sisi pemancar untuk. memperoleh transmisi yang efisien dan handal.

PENGUAT DAYA BAB I PENDAHULUAN. I. 1 Latar Belakang

Modul 05: Transistor

[LAPORAN PENGUAT DAYA KELAS A] BAB I PENDAHULUAN

BAB II LANDASAN TEORI

MODUL 05 TRANSISTOR SEBAGAI PENGUAT

MODUL PRAKTIKUM RANGKAIAN ELEKTRONIKA DASAR

Daerah Operasi Transistor

B B BA I PEN EN A D HU LU N 1.1. Lat L ar B l e ak an Mas M al as ah

1. Pengertian Penguat RF

PERCOBAAN 6 RANGKAIAN PENGUAT KLAS B PUSH-PULL

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN ANALISIS

PERTEMUAN 9 RANGKAIAN BIAS TRANSISTOR (LANJUTAN)

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORI

MODUL 07 PENGUAT DAYA

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1.(a). Blok Diagram Kelas D dengan Dua Aras Keluaran. (b). Blok Diagram Kelas D dengan Tiga Aras Keluaran.

Mono Amplifier Class D menggunakan Semikron SKHI 22B dan IGBT Module Semikron SKM75GB128DN

PENGUAT EMITOR BERSAMA (COMMON EMITTER AMPLIFIER) ( Oleh : Sumarna, Lab-Elins Jurdik Fisika FMIPA UNY )

Rangkaian Penguat Transistor

Praktikum Rangkaian Elektronika MODUL PRAKTIKUM RANGKAIAN ELEKRONIKA

BAB II Transistor Bipolar

Laboratorium Dasar Teknik Elektro - Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

TRANSISTOR 1. TK2092 Elektronika Dasar Semester Ganjil 2012/2013. Hanya dipergunakan untuk kepentingan pengajaran di lingkungan Politeknik Telkom

Pendahuluan. 1. Timer (IC NE 555)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB VII ANALISA DC PADA TRANSISTOR

Nama Kelompok : Agung Bagus K. (01) Lili Erlistantini (13) Rahma Laila Q. (14) PENGUAT RF. Pengertian Penguat RF

Transistor Bipolar BJT Bipolar Junction Transistor

Rangkaian Pembangkit Gelombang dengan menggunakan IC XR-2206

BAB II DASAR TEORI 2.1. Teori Catu Daya Tak Terputus

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

PENGUAT DAYA KELAS A

1. PENGERTIAN PEMANCAR RADIO

TRANSISTOR SEBAGAI SAKLAR DAN SUMBER ARUS

BAB II LANDASAN TEORI

PERTEMUAN 1 ANALISI AC PADA TRANSISTOR

BAB III DESAIN BUCK CHOPPER SEBAGAI CATU POWER LED DENGAN KENDALI ARUS. Pada bagian ini akan dibahas cara menkontrol converter tipe buck untuk

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI. Blok diagram carrier recovery dengan metode costas loop yang

DASAR PENGUKURAN LISTRIK

BAB II LANDASAN TEORI. telur,temperature yang diperlukan berkisar antara C. Untuk hasil yang optimal dalam

BAB 2 LANDASAN TEORI. input mengendalikan suatu sumber daya untuk menghasilkan output yang dapat

Pemodelan Sistem Kontrol Motor DC dengan Temperatur Udara sebagai Pemicu

1. PRINSIP KERJA CATU DAYA LINEAR

Solusi Ujian 1 EL2005 Elektronika. Sabtu, 15 Maret 2014

BAB III RANGKAIAN PEMICU DAN KOMUTASI

Operational Amplifier Karakteristik Op-Amp (Bagian ke-satu) oleh : aswan hamonangan

BAB III DASAR PEMILIHAN KOMPONEN. 3.1 Pemilihan Komponen Komparator (pembanding) Rangkaian komparator pada umumnya menggunakan sebuah komponen

BAB III PERANCANGAN ALAT. Gambar 3.1 Diagram Blok Pengukur Kecepatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konverter elektronika daya merupakan suatu alat yang mengkonversikan

BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA HASIL PENGUJIAN

BAB 4. Rangkaian Pengolah Sinyal Analog

yaitu, rangkaian pemancar ultrasonik, rangkaian detektor, dan rangkaian kendali

LAPORAN PRAKTIKUM ELEKTRONIKA DASAR

KATA PENGANTAR. Surabaya, 13 Oktober Penulis

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN ANALISIS

PERCOBAAN 5 REGULATOR TEGANGAN MODE SWITCHING. 1. Tujuan. 2. Pengetahuan Pendukung dan Bacaan Lanjut. Konverter Buck

MODUL II MERANCANG PENGUAT COMMON EMITTER SATU TINGKAT

PERCOBAAN 7 RANGKAIAN PENGUAT RESPONSE FREKUENSI RENDAH

Elektronika Tak Linier. Yuliman Purwanto 2017

Mata kuliah Elektronika Analog L/O/G/O

RANCANG BANGUN SENSOR PARKIR MOBIL PADA GARASI BERBASIS MIKROKONTROLER ARDUINO MEGA 2560

Materi 3: ELEKTRONIKA DAYA (2 SKS / TEORI) SEMESTER 106 TA 2016/2017 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRONIKA

Penguat Emiter Sekutu

LAPORAN PRAKTIKUM ELKA ANALOG

BAB III PERANCANGAN DAN CARA KERJA RANGKAIAN

TRANSISTOR. Pengantar Teknik Elektronika Program Studi S1 Informatika Sekolah Tinggi Teknologi Telematika Telkom Purwokerto

BAB III METODE PENELITIAN

VOLTAGE PROTECTOR. SUTONO, MOCHAMAD FAJAR WICAKSONO Program Studi Teknik Komputer, Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Komputer Indonesia

Bab V. Motor DC (Direct Current)

Gambar 2.1 Perangkat UniTrain-I dan MCLS-modular yang digunakan dalam Digital Signal Processing (Lucas-Nulle, 2012)

Diode) Blastica PAR LED. Par. tetapi bisa. hingga 3W per. jalan, tataa. High. dan White. Jauh lebih. kuat. Red. White. Blue. Yellow. Green.

1. Perpotongan antara garis beban dan karakteristik dioda menggambarkan: A. Titik operasi dari sistem B. Karakteristik dioda dibias forward

Karakteristik Transistor. Rudi Susanto

RANGKAIAN INVERTER DC KE AC

BAB III PERANCANGAN ALAT

Simulasi Karakteristik Inverter IC 555

Transkripsi:

PENGUAT MENGGUNAKAN TRANSISTOR Sudah menjadi suatu hal yang lumrah jika seseorang selalu mencari sesuatu yang lebih baik. Tak terkecuali di bidang rancang bangun penguat amplifier, perancang, peminat atau insinyur elektronika tak pernah berhenti mencari berbagai macam konsep yang lebih baik. Ada beberapa jenis penguat audio yang dikategorikan antara lain sebagai penguat class A, B, AB, C, D, T, G, H dan beberapa tipe lainnya yang belum disebut di sini. Tulisan berikut membahas secara singkat apa yang menjadi ciri dan konsep dari sistem power amplifier (PA) tersebut. IV.1 Fidelitas dan Efisiensi Penguat audio (amplifier) secara harfiah diartikan dengan memperbesar dan menguatkan sinyal input. Tetapi yang sebenarnya terjadi adalah, sinyal input di-replika (copied) dan kemudian di reka kembali (re-produced) menjadi sinyal yang lebih besar dan lebih kuat. Dari sinilah muncul istilah fidelitas (fidelity) yang berarti seberapa mirip bentuk sinyal keluaran hasil replika terhadap sinyal masukan. Ada kalanya sinyal input dalam prosesnya kemudian terdistorsi karena berbagai sebab, sehingga bentuk sinyal keluarannya menjadi cacat. Sistem penguat dikatakan memiliki fidelitas yang tinggi (high fidelity), jika sistem tersebut mampu menghasilkan sinyal keluaran yang bentuknya persis sama dengan sinyal input. Hanya level tegangan atau amplituda saja yang telah diperbesar dan dikuatkan. Di sisi lain, efisiensi juga mesti diperhatikan. Efisiensi yang dimaksud adalah efisiensi dari penguat itu yang dinyatakan dengan besaran persentasi dari power output dibandingkan dengan power input. Sistem penguat dikatakan memiliki tingkat efisiensi tinggi (100 %) jika tidak ada rugi-rugi pada proses penguatannya yang terbuang menjadi panas. IV.2 PA kelas A Contoh dari penguat class A adalah adalah rangkaian dasar common emiter (CE) transistor. Penguat tipe kelas A dibuat dengan mengatur arus bias yang sesuai di titik tertentu yang ada pada garis bebannya. Sedemikian rupa sehingga titik Q ini berada tepat di tengah garis beban kurva V CE -I C dari rangkaian penguat tersebut dan sebut saja titik ini titik A. Gambar berikut adalah contoh rangkaian common emitor dengan transistor NPN Q1.

Gambar IV.1 Rangkaian dasar kelas A Garis beban pada penguat ini ditentukan oleh resistor R c dan R e dari rumus V CC = V CE + I c R c + I e R e. Jika I e = I c maka dapat disederhanakan menjadi V CC = V CE + I c (R c +R e ). Selanjutnya pembacaa dapat menggambar garis beban rangkaian ini dari rumus tersebut. Sedangkan resistor Ra dan Rb dipasang untuk menentukan arus bias. Pembaca dapat menentukan sendiri besar resistor-resistor padaa rangkaian tersebut dengan pertama menetapkan berapa besar arus I b yang memotong titik Q. Gambar IV.2 Garis beban dan titik Q kelas A Besar arus Ib biasanya tercantum pada datasheet transistor yang digunakan. Besar penguatan sinyal AC dapat dihitung dengan teori analisaa rangkaian sinyal AC. Analisa rangkaian

AC adalah dengan menghubung singkat setiap komponen kapasitor C dan secara imajiner menyambungkan VCC ke ground. Dengan cara ini rangkaian gambar-1dapat dirangkai menjadi seperti gambar-3. Resistor R a dan R c dihubungkan ke ground dan semua kapasitor dihubung singkat. Gambar IV.3 Rangkaian imajimer analisa ac kelas A Dengan adanya kapasitor C e, nilai R e pada analisa sinyal AC menjadi tidak berarti. Pembacaa dapat mencari lebih lanjut literatur yang membahas penguatan transistor untuk mengetahui bagaimana perhitungan nilai penguatan transistor secara detail. Penguatan didefenisikan dengann V out /V in = r c / r e`, dimana r c adalah resistansi R c paralel dengan beban R L (pada penguat akhir, RL adalah speaker 8 Ohm) dan re` adalah resistansi penguatan transitor. Nilai re` dapat dihitung dari rumus r e` = h fe /h ie yang datanya juga ada di datasheet transistor. Gambar-terhadap garis kurva x-y rumus penguatan v out = (r c /r e ) V in menunjukkan ilustrasii penguatan sinyal input serta proyeksinya menjadi sinyal output.

Gambar IV.4 Kurva penguatan kelas A Ciri khas dari penguat kelas A, seluruh sinyal keluarannyaa bekerja pada daerah aktif. Penguat tipe class A disebut sebagai penguat yang memiliki tingkat fidelitas yang tinggi. Asalkan sinyal masih bekerja di daerah aktif, bentuk sinyal keluarannya akan sama persis dengan sinyal input. Namun penguat kelas A ini memiliki efisiensi yang rendah kira-kira hanya 25% - 50%. Ini tidak lain karena titik Q yang adaa pada titik A, sehingga walaupun tidak ada sinyal input (atau ketika sinyal input = 0 Vac) transistor tetap bekerja pada daerah aktif dengann arus bias konstan. Transistor selalu aktif (ON) sehingga sebagian besar dari sumber catu daya terbuang menjadi panas. Karena ini juga transistor penguat kelas A perlu ditambah dengan pendinginn ekstra seperti heatsink yang lebih besar. IV.3 PA kelas B Panas yang berlebih menjadi masalah tersendirii pada penguat kelas A. Maka dibuatlah penguat kelas B dengan titik Q yang digeser ke titik B (pada gambar-5). Titik B adalah satu titik pada garis beban dimana titik ini berpotongan dengan garis arus I b = 0. Karenaa letak titik yang demikian, maka transistor hanya bekerja aktif pada satu bagian phase gelombang saja. Oleh sebab itu penguat kelas B selalu dibuat dengan 2 buah transistor Q1 (NPN) dan Q2 (PNP). Gambar IV.5 Titik Q penguat A, AB dan B

Karena kedua transistor ini bekerja bergantian, maka penguat kelas B sering dinamakan sebagai penguat Push-Pull. Rangkaian dasar PA kelas B adalah seperti pada gambar-6. Jika sinyalnya berupa gelombang sinus, maka transistor Q1 aktif pada 50 % siklus pertama (phase positif 0 o -180 o ) dan selanjutnya giliran transistor Q2 aktif pada siklus 50 % berikutnya (phase negatif 180 o 360 o ). Penguat kelas B lebih efisien dibanding dengan kelas A, sebab jika tidak ada sinyal input ( v in = 0 volt) maka arus bias I b juga = 0 dan praktis membuat kedua trasistor dalam keadaan OFF. Gambar IV.6 Rangkaian dasar penguat kelas B Efisiensi penguat kelas B kira-kira sebesar 75%. Namun bukan berarti masalah sudah selesai, sebab transistor memiliki ke-tidak ideal-an. Pada kenyataanya ada tegangan jepit Vbe kira-kira sebesar 0.7 volt yang menyebabkan transistor masih dalam keadaan OFF walaupun arus Ib telah lebih besar beberapa ma dari 0. Ini yang menyebabkan masalah cross-over pada saat transisi dari transistor Q1 menjadi transistor Q2 yang bergantian menjadi aktif. Gambar-7 menunjukkan masalah cross-over ini yang penyebabnya adalah adanya dead zone transistor Q1 dan Q2 pada saat transisi. Pada penguat akhir, salah satu cara mengatasi masalah cross-over adalah dengan menambah filter cross-over (filter pasif L dan C) pada masukan speaker.

Gambar IV.7 Kurva penguatan kelas B IV.4 PA Kelas AB Cara lain untuk mengatasi cross-overr adalah dengan menggeser sedikit titik Q pada garis beban dari titik B ke titik AB (gambar-5). Ini tujuannyaa tidak lain adalah agar pada saat transisi sinyal dari phase positif ke phase negatif dan sebaliknya, terjadi overlap diantara transistor Q1 dan Q2. Pada saat itu, transistor Q1 masih aktif sementara transistor Q2 mulai aktif dan demikian juga pada phase sebaliknya. Penguat kelas AB merupakan kompromi antara efesiensi (sekitar 50% - 75%) dengan mempertaha ankan fidelitas sinyal keluaran. Gambar IV.8 Overlaping sinyal keluaran penguat kelas AB

Ada beberapa teknik yang sering dipakai untuk menggeser titik Q sedikit di atas daerah cut-off. Salah satu contohnya adalah seperti gambar-9 berikut ini. Resistor R 2 di sini berfungsi untuk memberi tegangan jepit antara base transistor Q1 dan Q2. Pembaca dapat menentukan berapa nilai R2 ini untuk memberikan arus bias tertentu bagi kedua transistor. Tegangan jepit pada R2 dihitung dari pembagi tegangan R 1, R 2 dan R 3 dengan rumus V R2 = (2V CC ) R 2 /(R 1 +R 2 +R 3 ). Lalu tentukan arus base dan lihat relasinya dengan arus Ic dan Ie sehingga dapat dihitung relasiny dengan tegangan jepit R2 dari rumus V R2 = 2x0.7 + I e (R e1 + R e2 ). Penguat kelas AB ternyata punya masalah dengan teknik ini, sebab akan terjadi peng-gemukan sinyal pada kedua transistornya aktif ketika saat transisi. Masalah ini disebut dengan gumming. Gambar IV.9 Rangkaian dasar penguat kelas AB Untuk menghindari masalah gumming ini, ternyata sang insinyur (yang mungkin saja bukan seorang insinyur) tidak kehilangan akal. Maka dibuatlah teknik yang hanya mengaktifkan salah satu transistor saja pada saat transisi. Caranya adalah dengan membuat salah satu transistornya bekerja pada kelas AB dan satu lainnya bekerja pada kelas B. Teknik ini bisa dengan memberi bias konstan pada salah satu transistornya yang bekerja pada kelas AB (biasanya selalu yang PNP). Caranya dengan menganjal base transistor tersebut menggunakan deretan dioda atau susunan satu transistor aktif. Maka kadang penguat seperti ini disebut juga dengan penguat kelas AB plus B atau bisa saja diklaim sebagai kelas AB saja atau kelas B

karena dasarnya adalah PA kelas B. Penyebutan ini tergantung dari bagaimana produk amplifier anda mau diiklankan. Karena penguat kelas AB terlanjur memiliki konotasi lebih baik dari kelas A dan B. Namun yang penting adalah dengan teknik-teknik ini tujuan untuk mendapatkan efisiensi dan fidelitas yang lebih baik dapat terpenuhi IV.5 PA kelas C Kalau penguat kelas B perlu 2 transistor untuk bekerja dengan baik, maka ada penguat yang disebut kelas C yang hanya perlu 1 transistor. Ada beberapa aplikasi yang memang hanya memerlukan 1 phase positif saja. Contohnya adalah pendeteksi dan penguat frekuensi pilot, rangkaian penguat tuner RF dan sebagainya. Transistor penguat kelas C bekerja aktif hanya pada phase positif saja, bahkan jika perlu cukup sempit hanya pada puncak-puncaknya saja dikuatkan. Sisa sinyalnya bisa direplika oleh rangkaian resonansi L dan C. Tipikal dari rangkaian penguat kelas C adalah seperti pada rangkaian berikut ini. Gambar IV.10 Rangkaian dasar penguat kelas C Rangkaian ini juga tidak perlu dibuatkan bias, karena transistor memang sengaja dibuat bekerja pada daerah saturasi. Rangkaian L C pada rangkaian tersebut akan ber-resonansi dan ikut berperan penting dalam me-replika kembali sinyal input menjadi sinyal output dengan frekuensi yang sama. Rangkaian ini jika diberi umpanbalik dapat menjadi rangkaian osilator RF yang sering digunakan pada pemancar. Penguat kelas C memiliki efisiensi yang tinggi bahkan sampai

100%, namun tingkat fidelitasnya memang lebih rendah. Tetapi sebenarnya fidelitas yang tinggi bukan menjadi tujuan dari penguat jenis ini. IV.6 PA kelas D Penguat kelas D menggunakan teknikk PWM (pulse width modulation), dimana lebar dari pulsa ini proporsioal terhadap amplituda sinyal input. Pada tingkat akhir, sinyal PWM men-drive switching yang transistorr switching ON dan OFF sesuai dengan lebar pulsanya. Transistorr digunakan biasanya adalah transistor jenis FET. Konsep penguat kelas D ditunjukkan pada gambar-11. Teknik sampling pada sistem penguat kelas D memerlukan sebuah generator gelombang segitiga dan komparator untuk menghasilkan sinyal PWM yang proporsional terhadap amplituda sinyal input. Pola sinyal PWM hasil dari teknik sampling ini seperti digambarkan pada gambar-12. Paling akhir diperlukan filter untuk meningkatkann fidelitas. Gambar IV.11 Konsep penguat kelas D Gambar IV. 12 Ilustrasi modulasi PWM penguat kelas D

Beberapa produsen pembuat PA meng-klaim penguat kelas D produksinya sebagai penguat digital. Secara kebetulan notasi D dapat diartikan menjadi Digital. Sebenarnya bukanlah persis demikian, sebab proses digital mestinya mengandung proses manipulasi sederetan bit-bit yang pada akhirnya ada proses konversi digital ke analog (DAC) atau ke PWM. Kalaupun mau disebut digital, penguat kelas D adalah penguat digital 1 bit (on atau off saja). IV.7 PA kelas E Penguat kelas E pertama kali dipublikasikan oleh pasangan ayah dan anak Nathan D dan Alan D Sokal tahun 1972. Dengan struktur yang mirip seperti penguat kelas C, penguat kelas E memerlukan rangkaian resonansi L/C dengan transistor yang hanya bekerja kurang dari setengah duty cycle. Bedanya, transistor kelas C bekerja di daerah aktif (linier). Sedangkan pada penguat kelas E, transistor bekerja sebagai switching transistor seperti pada penguat kelas D. Biasanya transistor yang digunakan adalah transistor jenis FET. Karena menggunakan transistor jenis FET (MOSFET/CMOS), penguat ini menjadi efisien dan cocok untuk aplikasi yang memerlukan drive arus yang besar namun dengan arus input yang sangat kecil. Bahkan dengan level arus dan tegangan logik pun sudah bisa membuat transitor switching tersebut bekerja. Karena dikenal efisien dan dapat dibuat dalam satu chip IC serta dengan disipasi panas yang relatif kecil, penguat kelas E banyak diaplikasikan pada peralatan transmisi mobile semisal telepon genggam. Di sini antena adalah bagian dari rangkaian resonansinya. IV.8 PA kelas T Penguat kelas T bisa jadi disebut sebagai penguat digital. Tripath Technology membuat desain digital amplifier dengan metode yang mereka namakan Digital Power Processing (DPP). Mungkin terinspirasi dari PA kelas D, rangkaian akhirnya menggunakan konsep modulasi PWM dengan switching transistor serta filter. Pada penguat kelas D, proses dibelakangnnya adalah proses analog. Sedangkan pada penguat kelas T, proses sebelumnya adalah manipulasi bit-bit digital. Di dalamnya ada audio prosesor dengan proses umpanbalik yang juga digital untuk koreksi timing delay dan phase. IV.9 PA kelas G

Kelas G tergolong penguat analog yang tujuannya untuk memperbaiki efesiensi dari penguat kelas B/AB. Pada kelas B/AB, tegangan supply hanya ada satu pasang yang sering dinotasikan sebagai +V CC dan V EE misalnya +12V dan 12V (atau ditulis dengan +/-12volt). Pada penguat kelas G, tegangan supply-nya dibuat bertingkat. Terutama untuk aplikasi yang membutuhkan power dengan tegangan yang tinggi, agar efisien tegangan supplynya ada 2 atau 3 pasang yang berbeda. Misalnya ada tegangan supply +/-70 volt, +/-50 volt dan +/-20 volt. Konsep ranagkaian PA kelas G seperti pada gambar-13. Sebagai contoh, untuk alunan suara yang lembut dan rendah, yang aktif adalah pasangan tegangan supply +/-20 volt. Kemudian jika diperlukan untuk men-drive suara yang keras, tegangan supply dapat di-switch ke pasangan tegangan supply maksimum +/-70 volt. Gambar IV.13 Konsep penguat kelas G dengan tegangan supply yang bertingkat IV.10 PA kelas H Konsep penguat kelas H sama dengan penguat kelas G dengan tegangan supply yang dapat berubah sesuai kebutuhan. Hanya saja pada penguat kelas H, tinggi rendahnya tegangan

supply di-desain agar lebih linier tidak terbatas hanya ada 2 atau 3 tahap saja. Tegangan supply mengikuti tegangan output dan lebih tinggi hanya beberapa volt. Penguat kelas H ini cukup kompleks, namun akan menjadi sangat efisien.