BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam literatur-literatur politik. Masing-masing definisi memberi penekanan yang

dokumen-dokumen yang mirip
Tahap penyusunan agenda Tahap formulasi kebijakan Tahap adopsi kebijakan Tahap implementasi kebijakan Tahap evaluasi kebijakan

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, yang penting adalah adanya suatu standar pelayanan publik, yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. secara umum memberikan penafsiran yang berbeda-beda akan tetapi ada juga yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah

TINJAUAN PUSTAKA. keputusan atau usulan-usulan dari para pembuat kebijakan. Para ahli administrasi

TINJAUAN PUSTAKA. Berikut adalah beberapa pengertian kebijakan menurut para ahli yakni:

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Implementasi Kebijakan Publik. a. Konsep Implementasi:

BAB I PENDAHULUAN. orang yang mempunyai kekuasaaan dan lembaga yang mengurus masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat banyak definisi mengenai apa yang dimaksud dengan kebijakan publik

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam literatur-literatur politik. Masing-masing definisi memberi penekanan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tersebut yaitu mengenai Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 46 tentang

BAB I PENDAHULUAN. potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan

Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Sendang Kabupaten Tulungagung

Kebijakan publik didefinisikan sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya. Pengertian ini sangat luas dan kurang pasti karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori good governance mengharuskan penggunaan atau upaya untuk merancang

PERMASALAHAN PELAYANAN PUBLIK PADA PEMERINTAH DAERAH Oleh : Davy Nuruzzaman ABSTRAKSI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebijakan publik atau public policy merupakan salah satu bidang kajian yang

IV. GAMBARAN UMUM. Implementasi merupakan suatu kajian mengenai kebijakan yang mengarah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebijakan Publik dan Implementasi Kebijakan Publik. kegiatan tertentu. Istilah kebijakan dalam bahasa Inggris policy yang

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMPETENSI APARATUR SIPIL NEGARA DI KABUPATEN SUMENEP

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggung jawab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. administration atau to administear yang berarti mengelola (to manage) atau. usaha seperti tulis menulis, surat menyurat.

BAB VII SIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan uraian pada Bab I sampai dengan Bab VI, disusun

manusia sehingga dapat mengoptimalkan implementasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dapat berjalan dengan maksimal.

III. METODE PENELITIAN. penelitian yang berupaya menggambarkan suatu fenomena atau kejadian dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan (policy) memiliki arti yang bermacam-macam. Harold D. Laswell

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena Reformasi Birokrasi yang bergulir menuntut perubahan dalam

METODE PENELITIAN. Tipe Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen Kepensiunan di Indonesia (Studi Kasus:Tinjauan Implementasi

Model Mazmanian dan Sabatier

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam literatur-literatur politik. Masing-masing definisi memberi penekanan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan rakyat saat ini menjadi isu kebijakan yang semakin strategis,

BAB I PENDAHULUAN. Tenaga kerja merupakan bagian penting dari dunia usaha dan. hal utama yang harus dilaksanakan pada Badan Usaha Milik Negara atau

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja yang luas. Hal itu menyebabkan munculnya banyak pengangguran.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Setiap pemerintahan yang tengah memimpin saat ini sudah seharusnya

atas beberapa konsep yang terjalin dalam bentuk hubungan sebab-akibat. Adapun Chandler dan Plano (1988:107) berpendapat bahwa kebijakan publik adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 347/KMK.01/2012 TENTANG

KEBIJAKAN PUBLIK. Kebijakan Pangan TIP FTP UB

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOTA LAYAK ANAK DI KECAMATAN SEMAMPIR SURABAYA Faradilla Nissa Safitri

II. TINJAUAN PUSTAKA. rangkaian proses pembuatan dan pelaksanaan suatu kebijakan publik. Para ahli

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kebijakan Publik/Program. Kebijakan publik didefinisikan oleh para ahli dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. banyak masalah sosial diantaranya pengangguran, kriminalitas, dan kekurangan bahan pangan bahkan gizi buruk.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pokok-Pokok Agraria (UUPA) menetapkan bahwa untuk menjamin kepastian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan muatan rekaman sidik jari tangan penduduk. curang terhadap Negara dengan menduplikasi KTP-nya. Beberapa diantaranya

STUDI TEORI KEBIJAKAN TERHADAP IMPLEMENTASI BELANJA LANGSUNG PENDIDIKAN (Studi Dilingkungan Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin) H. Gt.

BAB II KERANGKA TEORI. Sebagai titik tolak atau landasan berfikir dalam menyoroti atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersama untuk mencapai tujuan bersama yang telah disepakati. Kebijakan

BAB II KAJIAN TEORI. hipotesis untuk membimbing peneliti mencari jawaban-jawaban, membuat

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahkan kompetisi antara berbagai gagasan, teori, ideologi, dan kepentingankepentingan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Kabupaten Sleman merupakan sektor yang. strategis dan berperan penting dalam perekonomian daerah dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kebijakan Publik. 1. Definisi Kebijakan. Banyak definisi yang dibuat oleh para ahli untuk menjelaskan arti

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan yang baik (good governance) merupakan issue yang. paling mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut. Impelementasi juga

BAB II KERANGKA TEORI. faktor dan implementasi sebuah kebijakan dalam organisasi pemerintah. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. oleh lembaga independen seperti Masyarakat Transparansi Internasional

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA TANGERANG SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. yang maju, modern dan sejahtera. Sejarah bangsa-bangsa telah menunjukkan bahwa bangsa yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Proses Pengambilan Keputusan mengungkapkan bahwa analisis didefinisikan

I. PENDAHULUAN. manusia menjadi semakin beragam dan kompleks sifatnya. Berbagai hal sebisa

Implementasi Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN) di Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang

BAB VI PENUTUP Kesimpulan 1. Implementasi Kebijakan Penjaminan Mutu Pada Perguruan Tinggi

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara administrasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tulisan-tulisan yang berkaitan dengan penelitian mengenai Implementasi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat karena ternyata tidak sesuai dengan apa yang

B. Maksud dan Tujuan Maksud

If Irfan Ridwan Maksum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah kebijakan disepadankan dengan kata bahasa Inggris policy yang

Suharyono Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Maulana Yusuf Banten

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

DEfiNISI KEBIJAKAN PUBLIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IMPLEMENTASI PROGRAM JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN

VIII. DUKUNGAN ANGGARAN DAN KELEMBAGAAN DALAM PENGEMBANGAN SEKTOR SEKTOR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sri Yuliani FISIP UNS

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah perubahan dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, dan

BAB II TINJAUAN TEORETIS

Good Governance. Etika Bisnis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana telah di jelaskan di dalam undang undang tersebut maka

BAB I PENDAHULUAN. memaksa untuk keperluan negara yang diatur oleh undang-undang.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Mendapatkan pelayanan publik yang memadai dari pemerintah merupakan

Transkripsi:

7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik 1. Konsep Kebijakan Publik Terdapat banyak definisi mengenai apa yang maksud dengan kebijakan publik dalam literatur-literatur politik. Masing-masing definisi memberi penekanan yang berbeda-beda. Perbedaan ini timbul karena masing-masing para ahli mempunyai latar belakang yang berbeda-beda, walaupun pendekatan dan model yang digunakan oleh para ahli pada akhirnya juga akan dapat menentukan bagaimana kebijakan publik tersebut hendak didefinisikan. Laswell dan Kaplan dalam Nugroho (2008:53) mendefinisikan kebijakan publik sebagai suatu program yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu, nilainilai tertentu, dan praktik-praktik tertentu.sedangkan James Anderson dalam Islamy (2001;19) mengemukakan kebijakan publik sebagai kebijaksanaan kebijaksanaan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah.

8 Sementara itu William N Dunn dalam Pasolong (2010:39), mengatakan kebijakan publik sebagai suatu rangkaian pilihan-pilihan yang saling berhubungan yang dibuat oleh lembaga atau pejabat pemerintah pada bidang-bidang yang menyangkut tugas pemerintahan, seperti pertahanan keamanan, energi, kesehatan, pendidikan, kesejahteraan masyarakat, kriminalitas, perekonomian dan lain-lain. Kemudian, secara lebih singkat, Thomas R. Dye dalam Santosa (2008: 27) merumuskan kebijakan sebagai pilihan pemerintah untuk bertindak atau tidak bertindak. Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik merupakan serangkaian tindakan yang telah ditentukan oleh pemerintah (instansi publik) yang mempunyai tujuan untuk mengatur kepentingan seluruh anggota masyarakat. 2. Tahap Tahap Kebijakan Publik Menurut William N. Dunn (2003:22), proses kebijakan adalah serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan didalam proses kegiatan yang pada dasarnya bersifat politis, aktivitas politis tersebut divisualisasikan sebagai serangkaian tahap yang saling tergantung yang diatur menurut urutan waktu. Sementara Winarno (2012:35) mengemukakan bahwa proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Proses-proses penyusunan kebijakan

9 publik tersebut dibagi kedalam beberapa tahapan. Tahapan-tahapan kebijakan publik adalah sebagai berikut: A. Tahap Penyusunan Agenda Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk ke agenda kebijakan para perumus kebijakan. Pada tahap ini suatu masalah mungkin tidak disentuh sama sekali, sementara masalah yang lain ditetapkan menjadi fokus pembahasan, atau ada pula masalah karena alasan- alasan tertentu ditunda untuk waktu yang lama. B. Tahap Formulasi Kebijakan Masalah telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan (policy alternatives / policy options) yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk ke dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. C. Tahap Adopsi Kebijakan Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan

10 dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan. D. Tahap Implementasi Kebijakan Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, keputusan program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumberdaya finansial dan manusia. E. Tahap Evaluasi Kebijakan Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi, untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan. B. Tinjauan Tentang Implementasi Kebijakan 1. Konsep Implementasi Kebijakan Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik. Suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Studi implementasi merupakan suatu kajian mengenai studi kebijakan yang mengarah pada proses pelaksanaan dari suatu kebijakan.

11 Menurut Udoji dalam Agustino (2008:140) mengatakan bahwa :pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting bahkan mungkin jauh lebih penting dari pada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan hanya akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan. Van Meter dan Van Horn dalam Winarno (2012:149) mendefinisikan implementasi sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau kelompok pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya. Keberhasilan suatu implementasi kebijakan dapat diukur atau dilihat dari proses dan pencapaian tujuan hasil akhir (output), yaitu tercapai atau tidaknya tujuantujuan yang ingin diraih.hal ini tak jauh berbeda dengan apa yang diutarakan Grindle dalam Agustino (2008:139) bahwa pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu melihat pada action program dari individual projects dan yang kedua apakah tujuan program tersebut tercapai. 2. Model Implementasi Kebijakan Model banyak digunakan untuk memudahkan para pemerhati atau pembelajar tingkat awal. Menurut Nugroho (2008:167) pada prinsipnya terdapat dua

12 pemilihan jenis model implementasi kebijakan publik yaitu implementasi kebijakan publik yang berpola dari atas ke bawah (top-bottmer) dan dari bawah ke atas (bottom-topper), serta pemilihan implementasi kebijakan publik yang berpola paksa (command-and-control) dan pola pasar (economic incentive). Agustino (2008;140) pendekatan model top down, merupakan pendekatan implementasi kebijakan publik yang dilakukan tersentralisir dan dimulai dari aktor tingkat pusat, dan keputusannya pun diambil dari tingkat pusat. Pendekatan top down bertitik tolak dari perspektif bahwa keputusan-keputusan politik (kebijakan) yang telah ditetapkan oleh pembuat kebijakan harus dilaksanakan oleh administrator-administrator atau birokrat-birokrat pada level bawahnya, sedangkan pendekatan model bottom up bermakna meski kebijakan dibuat oleh pemerintah, namun pelaksanaannya oleh rakyat. Model yang digunakan oleh peneliti yaitu : A. Model Implementasi Kebijakan George C.Edward III Menurut George C.Edward III, studi implementasi kebijakan adalah krusial bagi public administration dan public policy.implementasi kebijakan adalah salah satu tahap kebijakan publik, antara pembentukan kebijakan dan konsekuensikonsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya. Jika suatu kebijakan tidak tepat atau tidak dapat mengurangi masalah yang merupakan sasaran dari kebijakan, maka model implementasi kebijakan publik yang berperspektif top down dikembangkan oleh George C.Edward III.Pendekatan yang dikemukakan ole Edward III mempunyai empat variabel yang sangat

13 menentukan keberhasilan suatu implementasi kebijakan, yaitu (1) komunikasi, (2) sumber daya, (3) disposisi dan (4) struktur birokrasi.keempat variabel dalam model yang dibangun oleh Edward III tersebut memiliki keterkaitan satu dengan yang lain dalam mencapai tujuan dan sasaran program/kebijakan.semuanya saling bersinergi dalam mencapai tujuan dan satu variabel akan sangat mempengaruhi variabel yang lain. Kempat variabel diatas dalam model yang dibangun oleh Edward III memiliki keterkaitan satu dengan yang lain dalam mencapai tujuan dan sasaran program/kebijakan. Sementara itu, model yang dikemukan Edwards III dalam Agustino (2012:149) implementasi atau pelaksanaan kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yaitu : A. Komunikasi. Komunikasi merupakan suatu hal yang sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari pelaksanaan atau implementasi suatu program/kebijakan. Komunikasi menyangkut proses penyampaian informasi atau transmisi, kejelasan informasi tersebut serta konsistensi informasi yang disampaikan. Pengetahuan atas apa yang mereka kerjakan dapat berjalan apabila komunikasi berjalan dengan baik, sehingga setiap keputusan kebijakan dan peraturan. Ada tiga indikator yang dapat digunakan dalam mengukur keberhasilan aspek komunikasi ini, yaitu : A. Transmisi, yaitu penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu hasil implementasi atau pelaksanaan yang baik pula. Seringkali yang terjadi dalam proses transmisiini yaitu adanya salah pengertian, hal ini terjadi

14 karena komunikasi pelaksanaan tersebut telah melalui beberapa tingkatan birokrasi, sehingga hal yang diharapkan terdistorsi di tengah jalan. B. Kejelasan informasi, dimana komunikasi atau informasi yang diterima oleh pelaksana kebijakan haruslah jelas dan tidak membingungkan. Kejelasan informasi kebijakan tidak selalu menghalangi pelaksanaan kebijakan atau program, dimana pada tataran tertentu para pelaksana membutuhkan fleksibilitas dalam melaksanakan program, tetapi pada tataran yang lain makahal tersebut justru akan menyelewengkan tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan yang telah ditetapkan. C. Konsistensi informasi yang disampaikan, yaitu perintah ataupun informasi yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi haruslah jelas dan konsisten untuk dapat diterapkan dan dijalankan. Apabila perintah yang diberikan seringkali berubah-ubah, maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan. D. Sumberdaya Meskipun isi kebijakan telah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, akan tetapi pelaksana atau implementor kekurangan sumber daya untuk melaksanakan kebijakan, maka implementasi tidak akan berjalan secara efektif. Sumber daya adalah faktor penting untuk pelaksanaan program agar efektif, dimana tanpa sumberdaya maka program atau kebijakan hanya sekedar kertas dokumen. Edward III dalam Agustino (2012:152) menyatakan bahwa hal ini meliputi empat komponen, yaitu :

15 A. Staf, sumberdaya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf. Kegagalan yang seiring terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunya disebagiankan oleh karena staf yang tidak mencukupi, memadai, ataupun tidak kompeten di bidangnya. B. Informasi dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua bentuk, yaitu pertama informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan. Implementor harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan disaat mereka diberi perintah untuk melakukan tindakan. Kedua informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yangtelah tetapkan. C. Wewenang, pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar perintah dapat dilaksanakan. Kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik. D. Fasilitas, merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan. implementor mungkin memiliki staf yang mencukupi, mengerti apa yang harus dilakukannya dan tanpa adanya fasilitas pendukung maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil E. Disposisi atau attitudes Disposisi adalah sikap dan komitmen aparat pelaksana terhadap program, khususnya dari mereka yang menjadi pelaksana atau implementordari program,

16 dalam hal ini teruutama adalah aparatur birokrasi. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan menjalankan kebijakan dengan baik seperti yang diinginkan oleh pembuat kebijakan atau program, sedangkan apabila implementor atau pelaksana memiliki sikap yangberbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi atau pelaksanaan program juga menjadi tidak efektif. a. Interpretasi terhadap ditetapkannya kebijakan PP46 pada UMKM di Kota Bandar Lampung. a. Motivasi dalam menjalankan kebijakan PP46 pada UMKM di Kota Bandar Lampung. F. Struktur Organisasi Menurut Edward III dalam Nugroho (2011:636), menjelaskan bahwa struktur birokrasi berkenaan dengan kesesuaian organisasi birokrasi yang menjadi penyelenggara implentasi kebijakan publik. Tantangannya adalah bagaimana agar tidak terjadi bureaucratic fragmentation karena struktur ini menjadikan proses implementasi menjadi jauh dari efektif. Di Indonesia sering terjadi inefektivitas implementasi kebijakan karena kurangnya koordinasi dan kerjasama diantara lembaga-lembaga Negara dan/atau pemerintah. Menurut Edward III dalam Agustino (2012:153), dua karakteristik yang dapat mendongkrak kinerja struktur birokrasi/organisasi kea rah yang lebih baik adalah : melakukan Standar Operating Procedure (SOP) dan pelaksanaan fragmentasi. SOP adalah suatu kegiatan rutin yang memungkinkan para pegawai (atau pelaksana kebijakan /administrator/ birokrat) untuk melaksanakan kegiatan-

17 kegiatannya pada setiap harinya sesuai dengan standar yang ditetapkan. Sedangkan pelaksanaan fragmentasi adalah upaya penyebaran tanggung jawab kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktivitas pegawai diantara beberapa unit kerja. Berdasarkan penjelasan berbagai ahli mengenai model implementasi, peneliti menggunakan model implementasi dari Edward III, karena Peraturan Pemerintah Nomor 46 (PP46) tahun 2013 mempunyai karakteristik top down yang sesuai dengan tipe Edward III. Variabel ataupun indikator yang dikemukakan oleh Edward III merupakan variabel yang bisa menjelaskan secara komprehensif tentang kinerja implementasi dan dapat lebih konkret dalam menjelaskan proses implementasi yang sebenarnya. G. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Kebijakan Salah satu pendapat yang sangat singkat dan tegas tentang keberhasilan atau kegagalan dari implementasi kebijakan disampaikan oleh D.L. Weimer dan Aidan R.Vining (1999;398) dalam Pasolong (2010;59).Menurut mereka ada tiga faktor umum yang mempengaruhi keberhasilan implementasi, yaitu: A. Logika yang digunakan oleh suatu kebijakan, yaitu sampai seberapa benar teori yang menjadi landasan kebijakan atau seberapa jauh hubungan logis antara kegiatan-kegiatan yang dilakukan dengan tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan. B. Hakikat kerja sama yang dibutuhkan, yaitu apakah semua pihak yang terlibat dalam kerja sama merupakan suatu assembling produktif.

18 C. Ketersediaan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, komitmen untuk mengelola pelaksanaanya. Implementasi kebijakan mempunyai berbagai hambatan yang mempengaruhi pelaksanaan suatu kebijakan publik.gow dan Morss dalam Pasolong (2010;59) mengungkapkan hambatan-hambatan tersebut antara lain: (1) hambatan politik, ekonomi dan lingkungan; (2) kelemahan institusi; (3) ketidakmampuan SDM di bidang teknis dan administratif; (4) kekurangan dalam bantuan teknis; (5) kurangnya desentralisasi dan partisipasi, (6) pengaturan waktu (timing); (7) sistem informasi yang kurang mendukung; (8) perbedaan agenda tujuan antara aktor; dan (9) dukungan yang berkesinambungan. Semua hambatan ini dapat dengan mudah dibedakan atas hambatan dari dalam (faktor internal) dan dari luar (faktor eksternal). Dalam Pasolong (2010;59), hambatan dari dalam atau yang sering disebut dengan faktor internal dapat dilihat dari ketersediaan dan kualitas input yang digunakan seperti sumber daya manusia, dana, struktur organisasi, informasi, sarana dan fasilitas yang dimiliki, serta aturan-aturan, sistem dan prosedur yang harus digunakan.sedangkan hambatan dari luar atau sering disebut sebagai factor eksternal dapat dibedakan atas semua kekuatan yang berpengaruh langsung ataupun tidak langsung kepada proses implementasi kebijakan pemerintah, kelompok sasaran, kecenderungan ekonomi, politik, kondisi social budaya dan sebagainya. D. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013

19 Peraturan Pemerintah Nomor 46 (PP46) ini adalah peraturan baru yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk memberikan kemudahan bagi wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan yang memiliki penghasilan bruto tertentu. PP46 Tahun 2013 ditetapkan pada 1 juli 2013. Pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final tersebut ditetapkan berdasarkan pada pertimbangan perlunya kesederhanaan dalam pemungutan pajak, berkurangnya beban administrasi baik bagi wajib pajak maupun Direkorat Jenderal Pajak, serta memperhatikan perkembangan ekonomi dan moneter. Tujuan peraturan ini adalah untuk memberikan kemudahan kepada wajib pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan dari usaha yang memiliki peredaran bruto tertentu, untuk melakukan perhitungan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan yang terutang. Kriteria Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Dalam hal ini atas pengahsilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final. Berikut ini adalah Wajib Pajak yang dimaksud, antara lain : 1. Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk usaha tetap, dan 2. Menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp 4,8 M dalam 1 tahun. Tidak termasuk Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan atau jasa yang dalam usahanya :

20 A. Menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap. B. Menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan. Dalam PP46 menjelaskan tidak semua Wajib Pajak badan yang memiliki usaha dan memperoleh penghasilan bruto tertentu terkena tarif 1% ini. Berikut ini adalah Wajib Pajak yang tidak temasuk dalam kriteriamantara lain : A. Wajib Pajak badan yang belum beroperasi secara komersial. B. Wajib Pajak badan yang dalam jangka waktu 1 tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp 4,8 M. C. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) UMKM merupakan usaha yang memiliki peran yang cukup tinggi terutama di Indonesia yang yang masih tergolong negara berkembang. Dengan banyaknya jumlah UMKM maka akan semakin banyak penciptaan kesempatan kerja bagi para penangguran. Selain itu UMKM dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan khususnya di daerah pedesaan dan rumah tangga berpendapatan rendah. Peran UMKM tidak dapat diragukan lagi dalam mendukung peningkatan pendapatan masyarakat tetapi pengertian dari UMKM tersebut masih beragam. Makna dari UMKM sendiri berbeda-beda. Definisi yang berkaitan dengan UMKM antara lain menurut :

21 A. Ketentuan undang-undang No. 9 Tahun 1995 tentang usaha kecil dan kemudian dilaksanakan lebih lanjut dengan peraturan pemerintah nomor 44 tahun 1997 tentang kemitraan, dimana pengertian UMKM adalah sebagaimana diatur undang-undang No.2 tahun 2008 UMKM adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang yang dimiliki,dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil. B. Menurut Badan Pusat Statistik tahun 2003 mendefiisikan UMKM menurut 2 kategori yaitu : 1. Menurut omset. Usaha kecil adalah usaha yang mempunyai aset tetap kurang dari Rp. 200.000.000 dan omset pertahun Rp.1.000.000.000. 2. Menurut jumlah tenaga kerja. Usaha kecil adalah usaha yang mempunyai tenaga kerja sebanyak 5 sampai 9 orang tenaga kerja. Industri rumah tangga adalah industri yang mempekerjakan kurang dari 5 orang. UMKM adalah usaha yang mempunyai modal awal yang kecil atau nilai kekayaan (aset) yang kecil dan jumlah pekerja yang kecil (terbatas), nilai modal (aset) atau jumlah pekerjaannya sesuai definisi yang diberikan oleh pemerintah atau intitusi dengan tujuan tertentu. Sukirno (2004 : 365) 3. Menurut Departemen Perindustrian dan Perdagangan, UMKM adalah kelompok industri kecil modern, industri kecil modern, industri tradisional, dan

22 industri kerajinan yang mempunyai investasi modal untuk mesin-mesin dan peralatan sebesar Rp. 70.000.000 kebawah dan usahanya dimiliki oleh Warga Negara Indonesia. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro,Kecil dan Menengah angka 8 menyatakan pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan Pemerintah,Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk penumbuhan iklim dan pengembangan usaha terhadap Usaha Mikro, Kecil dan Menengah sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi usaha yang tangguh dan mandiri. Karakteristik UMKM Kriteria UMKM dalam ketentuan Republik Indonesia No. 20 Tahun 2008 : A. Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut : 1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan usaha 2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,00 B. Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut: 1. Memiliki kekayaan lebih dari Rp.50.000.000,sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000,00 tidak termasuk tanah dan banguanan tempat usaha. 2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.300.000.000,00 sampai

23 paling banyak Rp.2.500.000.000,00 C. Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut : 1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.500.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau 2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2.500.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp. 50.000.000.000,00