BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kekayaan sumber daya alam di masa depan. Karakter positif seperti mandiri,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (dalam Kompas, 2011) menyatakan bahwa didapatkan jumlah mahasiswa

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS DENGAN KEMANDIRIAN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mental yang terjadi antara masa kanak-kanak dan dewasa. Transisi ini melibatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

HUBUNGAN POLA ASUH TERHADAP KEMANDIRIAN BELAJAR ANAK DI RA/BA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN AJARAN 2010 / 2011 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendapatnya secara terbuka karena takut menyinggung perasaan orang lain. Misalnya

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan para mahasiswa yang tanggap akan masalah, tangguh, dapat di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diharapkan oleh kelompok sosial, serta merupakan masa pencarian identitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tahun pertama kuliah di Perguruan Tinggi. Usia mahasiswa berkisar tahun.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tergantung pada orangtua dan orang-orang disekitarnya hingga waktu tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. bergantung kepada orangtua dan orang-orang yang ada di lingkungannya hingga

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN KEMANDIRIAN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN NASKAH PUBLIKASI

ASERTIVITAS DALAM PEMILIHAN STUDI LANJUT SISWA KELAS XII SMA DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH ORANGTUA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Andriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Coakley (dalam Lerner dkk, 1998) kadang menimbulkan terjadinya benturan antara

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan istilah kunci yang penting dalam kehidupan manusia,

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi perbaikan perilaku emosional. Kematangan emosi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari hari, tanpa disadari individu sering kali bertemu

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Siswoyo (2007) mahasiswi adalah individu yang sedang

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

PERILAKU ANTISOSIAL REMAJA DI SMA SWASTA RAKSANA MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. BAB II pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa:

0.01 sebaran tidak normal. Tehnik uji yang digunakan adalah uji z dari. Uji ini untuk mengetahui bentuk hubungan antara variabel bebas dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat menimbulkan banyak masalah bila manusia tidak mampu mengambil

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat menjadi generasi-generasi yang tangguh, memiliki komitmen terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi. Hal

BAB I PENDAHULUAN. begitu saja terjadi sendiri secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang besar, dan masing-masing individu itu sendiri harus memulai dan mencoba

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB 1 PENDAHULUAN. menganggap dirinya sanggup, berarti, berhasil, dan berguna bagi dirinya sendiri,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya, dan terjadi pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas, sumber daya manusia yang diharapkan adalah yang

BAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbatas pada siswa baru saja. Penyesuaian diri diperlukan remaja dalam menjalani

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi hampir bersamaan antara individu satu dengan yang lain, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN MOTIVASI ANAK UNTUK BERSEKOLAH DI KELURAHAN SUKAGALIH KECAMATAN SUKAJADI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa merupakan suatu tahapan pendidikan formal yang menuntut

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

Materi kuliah e-learning HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK REMAJA oleh : Dr. Triana Noor Edwina DS, M.Si Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu

BAB I PENDAHULUAN. Anak memiliki potensi yang harus dikembangkan. Anak memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan satu jenis kecerdasan saja, karena kecerdasan merupakan kumpulan kepingan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang-orang yang ada disekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V PENUTUP. kelas X di SMAN 3 Malang adalah tinggi. 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat determinasi diri pada

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan globalisasi serta perubahan-perubahan lain yang terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ahli psikologi. Karena permasalahan remaja merupakan masalah yang harus di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menuju masa dewasa. Pada masa remaja banyak sekali permasalahan yang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. moral dan sebaliknya mengarah kepada nilai-nilai modernitas yang sarat dengan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

Remaja Pertengahan (15-18 Tahun)

BAB I PENDAHULUAN. perubahan emosi, perubahan kognitif, tanggapan terhadap diri sendiri

BAB I PENDAHULUAN. gemilang bagi putra-putrinya. Mereka berharap agar putra-putrinya menjadi

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting karena pendidikan salah satu penentu mutu sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan perbedaan persepsi dan sikap terhadap pengalaman, sehingga

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari

BAB I PENDAHULUAN. Siswa sebagai generasi muda diharapkan berani untuk mengemukakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. bagi keberlanjutan pembangunan masyarakat, bangsa, dan negara, sekaligus sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI AKADEMIK DENGAN PENYESUAIAN DIRI AKADEMIK PADA MAHASISWA RANTAU DARI INDONESIA BAGIAN TIMUR DI SEMARANG

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP DOSEN PEMBIMBING DENGAN TINGKAT STRESS DALAM MENULIS SKRIPSI

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia membutuhkan manusia berkompeten untuk mengolah kekayaan sumber daya alam di masa depan. Karakter positif seperti mandiri, disiplin, jujur, berani, taqwa, dan interpersonal sangat penting dimiliki generasi muda, khusunya remaja untuk menghadapi persaingan era globalisasi. Mu tadin (2002) berpendapat bahwa kemandirian remaja lebih bersifat psikologis seperti membuat keputusan sendiri dan berperilaku sesuai keinginannya tanpa pengaruh orang lain. Remaja membuat rencana, memilih alternatif, membuat keputusan, bertindak sesuai keputusannya sendiri, dan bertanggung jawab. Menurut Steinberg (dalam Newman, 2008), kepemilikan kemandirian dalam pengambilan keputusan menjadi penting agar remaja dapat memenuhi tugas perkembangan di tahap selanjutnya. Schaefer dan Millman (dalam Suparmi dan Sumijati, 2005) mengutarakan bahwa jika remaja gagal melakukan kemandirian dalam pengambilan keputusan maka akan muncul masalah perilaku negatif, rendahnya harga diri, menjadi pemalu, memiliki motivasi sekolah rendah, kebiasaan belajar yang jelek, perasaan tidak aman, dan menimbulkan kecemasan. Menurut Santrock (2013), masa remaja adalah masa dimana pengambilan keputusan semakin meningkat, seperti tentang masa depan, teman-teman mana yang dipilih, apakah harus kuliah, apakah harus membeli mobil, dan seterusnya. 1

2 Tuti, Tjahjono, dan Kartika (2006) menambahkan bahwa masalah pengambilan keputusan yang sering terjadi di sekolah menengah atas adalah permasalahan akademik dan keputusan karier, serta beragam aktivitas sosial. Informasi yang didapat dari artikel Majalah Psikologi Plus (edisi VII NO 4 Oktober 2012) bahwa saat ini banyak remaja yang bersikap manja sehingga menjadi sulit dalam mandiri berfikir, diberi masukan, berempati, melihat kebaikan orang lain, dan cenderung egois. Remaja saat ini memiliki pemikiran praktis dan mengalami kebingungan jika dihadapkan pada pilihan hidup sehingga cenderung mengikuti keputusan orang lain, seperti guru, teman, dan orangtua. Remaja menjauhi dunia nyata dan takut memilih jalan hidup selain tak mampu mandiri karena orangtua terlalu melindungi. Menurut William Damon, pengarang buku Jalan Munuju Tujuan (The Path to Purpose) ramaja saat ini sangat takut membuat komitmen dan serba tidak pasti dalam menentukan karier. Menurut penelitian Brena, Updegraff, dan Talylor (2012) pada keluarga Meksiko, ayah dan ibu adalah orang yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan remaja di delapan area seperti tugas, penampilan, uang, teman, hubungan percintaan, aktivitas waktu luang, jam malam, dan tugas sekolah. Apabila orangtua selalu mengendalikan sedangkan remaja ingin terlepas dari pengaruh orangtua maka konflik akan terjadi. Berdasarkan hasil penelitian Lestari dan Asyanti (2009) pada 469 remaja Surakarta, konflik hubungan orangtua-anak berkaitan dengan prestasi akademik, pengelolaan waktu luang, penggunaan telepon seluler, hubungan lawan jenis, pemilihan pakaian, dan teman.

3 Akibat dari konflik tersebut adalah adanya kekecewaan yang dialami remaja terhadap orangtua karena tidak mendapatkan kemandirian dalam pengambilan keputusan. Seperti yang terjadi di ruang konseling di website e- psikologi.com, dilaporkan banyak keluh kesah remaja karena aspek kehidupan mereka yang masih diatur oleh orangtua, seperti dalam pemilihan jurusan di SMA. Orangtua ingin anaknya masuk ke jurusan yang dikehendaki meskipun anak sama sekali tidak berminat. Akibatnya remaja tersebut tidak memiliki motivasi belajar, kehilangan gairah sekolah dan tidak jarang justru berakhir dengan drop out (Mu tadin, 2002). Remaja bingung memilih gaya rambut, pakaian, kegiatan, dan pendidikan karena kesulitan menentukan prioritas dan tidak percaya diri pada kemampuannya dalam menentukan keputusan sehingga sering terpengaruh keputusan orang lain (http://sosbud.kompasiana.com/2013/07/25/bingung-siapa-takut-579417.html). Dari fenomena tersebut menunjukan bahwa kemandirian dalam pengambilan keputusan remaja rendah. Dalam kehidupannya, remaja masih dikontrol seperti robot yang harus mengikuti segala keinginan dan keputusan orangtua secara penuh sehingga pemikirannya tidak terlatih untuk berkembang. Remaja tidak diberi ruang kesempatan untuk menyampaikan keinginannya. Banyak orangtua masih bersikap otoriter yaitu selalu memaksa remaja mengikuti keputusan orangtua dalam aspek kehidupannya. Orangtua terlihat peduli pada masa depan remaja sehingga selalu menuntut dan sudah menetapkan jalan apa saja yang harus dilewati, namun tidak melibatkan remaja dalam merencanakannya. Hal yang dianggap baik oleh orangtua justru tidak berdampak baik bagi remaja.

4 Di sisi lain, ada juga orang tua yang bersikap permisif yaitu cenderung tidak peduli dan membiarkan remaja bertindak sesuai keinginannya, namun orangtua tidak memberi kontrol dan arahan menjalankannya. Remaja merasa tidak mempunyai pegangan sehingga akan mengalami kesulitan menentukan keputusan sendiri dan cenderung mengikuti keputusan orang lain yang tidak sesuai dirinya. Segala perilaku remaja bersumber pada didikan orangtua dalam keluarga sebab keluarga adalah lingkungan pertama remaja tumbuh dan berkembang secara fisik maupun psikologis. Berbeda cara didiknya maka akan berbeda pula sikap yang dimiliki remaja. Menurut Lestari (2012), keluarga bertanggung jawab dalam pendidikan nilai anak melalui pengasuhan. Pola asuh menjadi sangat penting karena anak mendapatkan nilai, harapan, dan pola perilaku dari orangtuanya. Saat ini, belum banyak orangtua yang melibatkan anak dalam menentukan segala aspek kehidupanya dan menerapkan pola asuh demokratis dimana anak diberi kesempatan mengembangkan diri. Menurut Berk (2012), pada pola asuh demokratis, orangtua bersikap hangat, terbuka, memberi arahan dengan mengadakan komunikasi dua arah. Dalam hal pengambilan keputusan pun, remaja dibimbing mandiri karena ada hubungan positif remaja dengan orangtua. Penerapan pola asuh demokratis dikatakan akan menimbulkan berbagai manfaat daripada pola asuh lainnya. Selaras dengan penelitian Suparmi dan Sumijati (2005) yang menemukan bahwa parental responsiveness dimana orangtua membimbing kepribadian anak, membentuk ketegasan, dan memberi

5 kesempatan belajar membuat keputusan sendiri, berkorelasi positif untuk membentuk kemandirian emosi, perilaku, dan nilai pada remaja. Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalahnya adalah apakah ada hubungan antara pola asuh demokratis dengan kemandirian dalam pengambilan keputusan? Peneliti tertarik melakukan penelitian berjudul Hubungan Antara Pola Asuh Demokratis Dengan Kemandirian Dalam Pengambilan Keputusan. B. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui hubungan pola asuh demokratis dengan kemandirian dalam pengambilan keputusan 2. Mengetahui tingkat kemandirian dalam pengambilan keputusan 3. Mengetahui tingkat pola asuh demokratis 4. Mengetahui sumbangan efektif pola asuh demokratis terhadap kemandirian dalam pengambilan keputusan 1. Manfaat Teoritis C. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memperluas ilmu pengetahuan, khususnya psikologi, serta memberikan manfaat teoritis bagi psikologi perkembangan. 2. Manfaat Praktis

6 a. Bagi Orangtua Hasil penelitian ini orangtua diharapkan dapat menerapkan pola asuh yang tepat untuk keberhasilan anak. b. Bagi Sekolah Hasil penelitian ini diharapkan memberi arahan guru agar saat melakukan proses belajar mengajar menggunakan pendekatan demokratis yaitu ada komunikasi dua arah antara siswa dan guru sehingga hasil belajar maksimal. c. Bagi Subjek Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan remaja dapat mempersepsi pola asuh yang diterapkan orangtua adalah pola asuh demokratis sehingga persepsi remaja menjadi positif sehingga dapat mengoptimalkan kemampuannya dengan baik. d. Bagi Peneliti Berikutnya Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan, informasi, dan pengetahuan dalam melakukan penelitian sejenis khususnya yang berkaitan pola asuh demokratis dan kemandirian dalam pengambilan keputusan.