KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 31/BC/2010

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.437, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Cukai. Hasil Tembakau.

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1 of 5 21/12/ :02

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No c. bahwa pada tanggal 4 Oktober 2017, Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah menyepakati tar

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.010/2017 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

181/PMK.011/2009 TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

203/PMK.011/2008 TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62/PMK.04/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62/PMK.04/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN 203/PMK.011/2008 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU MENTERI KEUANGAN,

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-46/BC/2010 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP-22/BC/2001 TANGGAL 20 APRIL 2001 TENTANG KEMASAN PENJUALAN ECERAN HASIL TEMBAKAU

P - 48/BC/2009 DESAIN PITA CUKAI HASIL TEMBAKAU DAN MINUMAN MENGANDUNG ETIL ALKOHOL

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 449 /KMK.04/2002 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.Oll/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN RI NOMOR 597/KMK.04/2001 TANGGAL 23 NOVEMBER 2001 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/ PMK.010/201 7 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU

2015, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c serta dalam rangka melaksanakan ketentuan

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 89/KMK.05/2000 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (7) Undan

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 52 /BC/2012

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 16 / BC / 1998 TENTANG PENETAPAN HARGA JUAL ECERAN HASIL TEMBAKAU

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: KEP-09/BC/1996 TENTANG PENETAPAN HARGA JUAL ECERAN HASIL TEMBAKAU DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

Pabrikan Rokok "A" dalam Masan Pajak November 2000 melakukan kegiatan sebagai berikut :

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: KEP-19/BC/1996 TENTANG PENETAPAN HARGA JUAL ECERAN HASIL TEMBAKAU DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERTEMBAKAUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II URAIAN TEORITIS. tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undangundang

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 29 /BC / 2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR: 134/PMK.04/2007 TENTANG

GUBERNUR PAPUA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 205/PMK.011/2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEBIJAKAN TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU 2013 : SINERGI DALAM ROADMAP INDUSTRI HASIL TEMBAKAU

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.224, 2010

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI MEMUTUSKAN :

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 96/PMK.04/2010 TENTANG


Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan pasal 26 sampai dengan. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, perlu membenfuk

FASILITAS PENUNDAAN PEMBAYARAN CUKAI HASIL TEMBAKAU DI KANTOR PELAYANAN BEA DAN CUKAI PANARUKAN LAPORAN PRAKTEK KERJA NYATA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 78/PMK.011/2013 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP-19 / BC / 1997 TENTANG PENETAPAN HARGA JUAL ECERAN HASIL TEMBAKAU

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR /6 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 78/PMK.011/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 131/PMK.011/2013 TENTANG

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PAJAK DAERAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.65, 2008 DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN. MESIN. Pelinting. Sigaret. Pengawasan. Penggunaan.

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P 14/BC/2006 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP-17/BC/1998 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: KEP- 64/BC/1997 TENTANG

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 147/PMK.010/2016 TENT ANG

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG NOMOR POKOK PENGUSAHA BARANG KENA CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 53/BC/2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG NOMOR POKOK PENGUSAHA BARANG KENA CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-45/BC/2010 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

PER - 7/BC/2011 TATA CARA PEMUNGUTAN CUKAI ETIL ALKOHOL, MINUMAN MENGANDUNG ETIL ALKOHOL, DAN KONSEN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 43 /BC/2010 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 35/BC/2014 TENTANG TATA CARA TIDAK DIPUNGUT CUKAI

BAB III GAMBARAN UMUM INDUSTRI ROKOK DAN PERKEMBANGAN CUKAI TEMBAKAU DI INDONESIA. A. Perkembangan Industri Rokok di Indonesia

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

IMPORTASI BARANG KENA CUKAI

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2013

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 69/PMK.04/2009 TENTANG

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 198/PMK.010/2015

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 35/BC/2014 TENTANG TATA CARA TIDAK DIPUNGUT CUKAI

Procedure Of Procurement, Registration Of Order And In-Cash Settlement Of Tobacco Excise At Regional Custom And Excise Office Of Panarukan Situbondo

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 44 /BC/2010 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-15/BC/2008 TENTANG

KEBIJAKAN CUKAI HASIL TEMBAKAU

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 01 /BC/2014 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN RI NOMOR 17/KMK

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 18/BC/2017 TENTANG DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1996 TENTANG IZIN PENGUSAHA BARANG KENA CUKAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 226/PMK.04/2014 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG NOMOR : KEP-19/BC/1999 TENTANG PENETAPAN HARGA JUAL ECERAN HASIL TEMBAKAU

TENTANG PELUNASAN CUKAI MENTERI KEUANGAN,

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 3/BC/2011 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 /PMK.04/2015 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-26/BC/2009 TENTANG

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 226/PMK.04/2014 TENTANG

Transkripsi:

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 31/BC/2010 TENTANG TATA CARA PERDAGANGAN DAN KEMASAN PENJUALAN ECERAN BARANG KENA CUKAI BERUPA HASIL TEMBAKAU DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 236/PMK.04/2009 tentang Perdagangan Barang Kena Cukai, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Tata Cara Perdagangan dan Kemasan Penjualan Eceran Barang Kena Cukai Berupa Hasil Tembakau; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755); 2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 236/PMK.04/2009 tentang Perdagangan Barang Kena Cukai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 531); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG TATA CARA PERDAGANGAN DAN KEMASAN PENJUALAN ECERAN BARANG KENA CUKAI BERUPA HASIL TEMBAKAU. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan: 1. Kemasan untuk penjualan eceran hasil tembakau yang selanjutnya disebut kemasan adalah kemasan hasil tembakau dengan isi tertentu dengan menggunakan benda yang dapat melindungi dari kerusakan dan meningkatkan pemasarannya. 2. Orang adalah orang pribadi atau badan hukum.

3. Pabrik hasil tembakau yang selanjutnya disebut Pabrik adalah tempat tertentu termasuk bangunan, halaman, dan lapangan yang merupakan bagian daripadanya, yang dipergunakan untuk menghasilkan hasil tembakau dan/atau untuk mengemas barang kena cukai berupa hasil tembakau dalam kemasan untuk penjualan eceran. 4. Importir adalah Orang yang memasukkan barang kena cukai berupa hasil tembakau ke dalam daerah pabean. 5. Pengusaha Pabrik adalah Orang yang mengusahakan Pabrik. 6. Sigaret adalah hasil tembakau yang dibuat dari tembakau rajangan yang dibalut dengan kertas dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. 7. Sigaret Kretek Mesin yang selanjutnya disingkat SKM adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkih atau bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya yang dalam pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, seluruhnya, atau sebagian menggunakan mesin. 8. Sigaret Putih Mesin yang selanjutnya disingkat SPM adalah sigaret yang dalam pembuatannya tanpa dicampuri dengan cengkih, kelembak, atau kemenyan yang dalam pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, seluruhnya, atau sebagian menggunakan mesin. 9. Sigaret Kretek Tangan yang selanjutnya disingkat SKT adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkih atau bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya, yang dalam proses pembuatannya mulai dari pelintingan, pengemasan dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin. 10. Sigaret Kretek Tangan Filter yang selanjutnya disingkat SKTF adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkih atau bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya, yang dalam proses pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasan dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin. 11. Sigaret Putih Tangan yang selanjutnya disingkat SPT adalah sigaret yang dalam pembuatannya tanpa dicampuri dengan cengkih, kelembak, atau kemenyan yang dalam proses pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasan dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin. 12. Sigaret Kelembak Kemenyan yang selanjutnya disingkat KLM adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan kelembak dan/atau kemenyan asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya.

13. Cerutu yang selanjutnya disingkat CRT adalah hasil tembakau yang dibuat dari lembaran-lembaran daun tembakau diiris atau tidak, dengan cara digulung demikian rupa dengan daun tembakau untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. 14. Rokok Daun atau Klobot yang selanjutnya disingkat KLB adalah hasil tembakau yang dibuat dengan daun nipah, daun jagung (klobot), atau sejenisnya, dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. 15. Tembakau Iris yang selanjutnya disingkat TIS adalah hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau yang dirajang, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. 16. Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya yang selanjutnya disingkat HPTL adalah hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau selain yang disebut dalam angka 6 sampai dengan angka 15 yang dibuat secara lain sesuai dengan perkembangan teknologi dan selera konsumen, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. 17. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia. 18. Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang selanjutnya disebut Kantor adalah Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 19. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Pasal 2 Barang kena cukai berupa hasil tembakau, hanya boleh ditawarkan, diserahkan, dijual, atau disediakan untuk dijual, setelah dikemas untuk penjualan eceran dan dilekati pita cukai yang diwajibkan. Pasal 3 Dikemas untuk penjualan eceran adalah dikemas dalam kemasan dengan isi tertentu dengan menggunakan benda yang dapat melindungi dari kerusakan dan meningkatkan pemasarannya. Pasal 4 (1) Kemasan untuk penjualan eceran hasil tembakau harus dalam satu kemasan utuh yang ditujukan untuk penjualan eceran. (2) Yang dimaksud dengan dalam satu kemasan utuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah bukan dua atau lebih kemasan yang direkatkan menjadi satu.

BAB II PERDAGANGAN BARANG KENA CUKAI BERUPA HASIL TEMBAKAU Pasal 5 (1) Pengusaha Pabrik atau Importir dilarang menjual atau menawarkan hasil tembakau disertai dengan pemberian hadiah berupa uang, barang, atau yang semacam itu, baik dikemas menjadi satu maupun tidak menjadi satu dengan barang kena cukai tersebut. (2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula untuk penjualan yang disertai dengan pemberian kode pada kemasan, pemberian kupon, atau sarana semacam itu dengan maksud untuk memberikan hadiah. (3) Pengusaha Pabrik atau Importir dilarang memberikan atau menjanjikan hadiah yang dikaitkan dengan persyaratan keharusan mengirimkan kemasan bekas dan/atau bagianbagian dari kemasan bekas. Pasal 6 (1) Atas pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang dilakukan oleh Pengusaha Pabrik atau Importir yang mendapat kemudahan penundaan, Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas nama Menteri Keuangan dapat membekukan keputusan pemberian penundaan pembayaran cukai atas pemesanan pita cukai yang telah diberikan kepada Pengusaha Pabrik atau Importir bersangkutan. (2) Atas pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang dilakukan oleh Pengusaha Pabrik atau Importir, pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk menegah barang kena cukai yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 7 (1) Pada kemasan yang ditujukan untuk pemasaran di dalam negeri dilarang: a. mencantumkan kutipan ayat dari kitab suci agama; b. mencantumkan simbol-simbol keagamaan; c. mencantumkan kata atau gambar yang bertentangan dengan peraturan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum; atau

d. mencantumkan nama dan/atau gambar orang atau badan hukum, tanpa seizin orang yang memiliki. (2) Pada kemasan yang ditujukan untuk pemasaran di luar negeri dilarang: a. dilekati hasil cetakan yang mirip dengan pita cukai yang berlaku; dan/atau b. dilekati hasil cetakan atau diberi tambahan cetakan, yang tidak sesuai dengan contoh yang diajukan pada permohonan Penetapan Tarif Cukainya. (3) Pengusaha Pabrik atau Importir yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Pengusaha Pabrik yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat dicabut Penetapan Tarif Cukainya. BAB III KEMASAN UNTUK PENJUALAN ECERAN HASIL TEMBAKAU Bagian Kesatu Tujuan Pemasaran Di Dalam Negeri Pasal 8 (1) Pada kemasan untuk penjualan eceran di dalam negeri harus dicantumkan secara jelas dan mudah terbaca dengan menggunakan cetakan permanen: a. merek dan jenis hasil tembakau; b. jumlah isi hasil tembakau yang dikemas; c. nama Pabrik atau Importir; d. lokasi Pabrik atau Importir; e. kandungan kadar tar dan nikotin; f. peringatan kesehatan akan bahaya merokok; dan g. ketentuan lainnya yang disyaratkan oleh instansi terkait yang telah disampaikan kepada Menteri. (2) Dalam hal nama lengkap Pabrik atau Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri dari 3 (tiga) kata atau lebih, penulisan nama lengkap Pabrik dapat menggunakan singkatan nama Pabrik atau Importir. (3) Lokasi Pabrik atau Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d harus menyebutkan nama kabupaten/kota lokasi Pabrik atau Importir.

(4) Dalam hal lokasi Pabrik atau Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdapat lebih dari satu dan berada dalam pengawasan lebih dari satu Kantor, pencantuman lokasi Pabrik atau Importir pada kemasan dapat mencantumkan satu lokasi Pabrik atau Importir tertentu. Pasal 9 (1) Isi kemasan untuk masing-masing jenis hasil tembakau buatan dalam negeri yang ditujukan untuk pemasaran di dalam negeri ditetapkan sesuai Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal ini. (2) Isi kemasan untuk masing-masing jenis hasil tembakau yang diimpor ditetapkan sesuai Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal ini. Bagian Kedua Tujuan Pemasaran Di Luar Negeri Pasal 10 (1) Pada kemasan untuk pemasaran di luar negeri paling sedikit dicantumkan secara jelas dan mudah terbaca dengan menggunakan cetakan permanen: a. merek dan jenis hasil tembakau; b. jumlah isi hasil tembakau yang dikemas; c. nama dan lokasi Pabrik; (2) Dalam hal nama lengkap Pabrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri dari 3 (tiga) kata atau lebih, penulisan nama lengkap Pabrik dapat menggunakan singkatan nama Pabrik. (3) Dalam hal lokasi Pabrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdapat lebih dari satu dan berada dalam pengawasan lebih dari satu Kantor, pencantuman lokasi Pabrik pada kemasan dapat mencantumkan satu lokasi Pabrik tertentu. (4) Dikecualikan dari pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan atas permintaan tertulis dari Pengusaha Pabrik setelah mendapat persetujuan dari kepala Kantor. Pasal 11 Isi kemasan penjualan eceran hasil tembakau yang ditujukan untuk pemasaran di luar negeri, dapat ditentukan sendiri oleh Pengusaha Pabrik.

Bagian Ketiga Peringatan Kesehatan Pasal 12 (1) Kalimat peringatan kesehatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf f adalah MEROKOK DAPAT MENYEBABKAN KANKER, SERANGAN JANTUNG, IMPOTENSI, DAN GANGGUAN KEHAMILAN DAN JANIN. (2) Tulisan dan penempatan kalimat peringatan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti persyaratan sebagai berikut: a. dicantumkan pada salah satu sisi lebar kemasan; b. dibuat kotak dengan garis pinggir 1 (satu) milimeter; c. warna kontras antara warna dasar dan tulisan; dan d. ukuran tulisan sekurang-kurangnya 3 (tiga) milimeter sehingga dapat jelas dibaca. BAB IV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 13 Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini berlaku terhadap kemasan yang telah ditetapkan tarif cukainya dan masih berlaku wajib diperbaharui dan memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal ini dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak Peraturan Direktur Jenderal ini diberlakukan. BAB V PENUTUP Pasal 14 Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku, Keputusan Direktur Jenderal Nomor KEP-79/BC/2002 tentang Kemasan Penjualan Eceran Hasil Tembakau sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Nomor P-37/BC/2008 tentang Perubahan Atas Keputusan Direktur Jenderal Nomor KEP- 79/BC/2002 Tentang Kemasan Penjualan Eceran Hasil Tembakau dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 15 Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 14 Juni 2010 DIREKTUR JENDERAL, Ttd,- THOMAS SUGIJATA NIP 195106211979031001

LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-31/BC/2010 TENTANG TATA CARA PERDAGANGAN DAN KEMASAN PENJUALAN ECERAN BARANG KENA CUKAI BERUPA HASIL TEMBAKAU Isi Kemasan Untuk Masing-Masing Jenis Hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri Yang Ditujukan Untuk Pemasaran Di Dalam Negeri Jenis Hasil Tembakau SKM SPM SKT atau SPT SKTF atau SPTF Golongan Pengusaha Pabrik I II I II I II III I II Jumlah Isi Kemasan (batang/gram) 12, 16, 20, dan 50 batang 20 batang 20 batang TIS Tanpa Golongan Paling banyak 2.500 gram KLM atau KLB Tanpa Golongan 6, CRT Tanpa Golongan Paling banyak 100 batang HPTL Tanpa Golongan Paling banyak 100 gram DIREKTUR JENDERAL, Ttd.- THOMAS SUGIJATA NIP 195106211979031001

LAMPIRAN II PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-31/BC/2010 TENTANG TATA CARA PERDAGANGAN DAN KEMASAN PENJUALAN ECERAN BARANG KENA CUKAI BERUPA HASIL TEMBAKAU Isi Kemasan Untuk Masing-Masing Jenis Hasil Tembakau Yang Diimpor Jenis Hasil Tembakau SKM SPM SKT atau SPT SKTF atau SPTF TIS KLM atau KLB CRT HPTL Jumlah Isi Kemasan (batang/gram) 12, 16, 20, dan 50 batang 20 batang 12, 16, 20, dan 50 batang Paling banyak 2.500 gram 6, Paling banyak 100 batang Paling banyak 100 gram DIREKTUR JENDERAL, Ttd,- THOMAS SUGIJATA NIP 195106211979031001