BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tidak bisa berjalan sendiri karena dibutuhkan biaya yang sangat besar.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah

BAB I PENDAHULUAN. dan potensi pajak yang ada dapat dipungut secara optimal. Langkah-langkah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pemerintahan suatu negara dibentuk sebagai perwakilan suatu rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Asia Tenggara dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 250 juta

PENDAHULUAN. menyediakan sarana dan prasarana,baik fisik maupun non fisik. Namun dalam

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara yang berlandaskan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, pemerintah memerlukan dana yang tidak sedikit, dimana dana

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan prosesnya yang berkelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi jalannya roda pemerintahan. Pajak bertujuan meningkatkan. untuk membiayai pengeluaran umum (Rochmat Sumitro;1986).

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara yang melakukan kegiatan perekonomian biasanya ditujukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009.

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah selalu berupaya untuk meningkatkan tax ratio secara bertahap

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah juga terus memperhatikan kondisi ekonomi Indonesia dan kondisi

BAB I PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak

BAB I PENDAHULUAN. berjumlah Rp ,00 (Laporan Keuangan Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan ekonomi negara tersebut. Indonesia adalah salah satu negara

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan nasional yang hendak dicapai negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB I LATAR BELAKANG PENELITIAN. penting untuk membangun dan memperbaiki infrastruktur maupun meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk salah satu negara yang sedang berkembang yang dalam

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Meningkatkan Tax Ratio Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu negara akan berkembang dan berjalan dengan lancar

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan

Penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak Sebagai Instrument Fiskal Stimulus Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Realisasi Penerimaan Negara ( Milyar rupiah ) Tahun Sumber Penerimaan. Penerimaan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi ekonomi di Kalimantan Timur periode , secara umum

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar. Semakin besarnya

BAB I PENDAHULUAN. perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Salah satu. yang berguna bagi kepentingan bersama Waluyo (2008:2).

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri.

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Pembangunan Nasional difasilitasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Keberhasilan atau tidaknya pembangunan ekonomi di suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Realisasi Penerimaan Negara (Milyar Rupiah),

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, pemerintah. membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana tersebut dikumpulkan dari

BAB I PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut tertuang dalam Anggaran Penerimaan

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan tahun 2012 terlihat pada tabel berikut ini: Tabel 1.1 Perkembangan Penerimaan Pajak (triliun rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. maju dan sejahtera. Dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. internal adalah pajak, sedangkan sumber penerimaan eksternal misalnya pinjaman

b. Bagi WP badan, tarif PPh yang semula terdiri dari 3 lapisan, yaitu 10%, 15% dan 30% menjadi tarif tunggal 28% di tahun 2009 dan 25% tahun 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perekonomian global terutama di Indonesia, ikut memacu

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber penerimaan utama Negara yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan yang dilakukan oleh manusia tidak terlepas dari adanya pajak. Pajak

KEBIJAKAN FISKAL PAJAK DITANGGUNG PEMERINTAH. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendanaan bagi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mengandalkan berbagai pemasukan negara sebagai sumber

1 BAB I PENDAHULUAN. maupun spiritual, maka perlu diperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Salah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang terus mengupayakan

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan bahwa Pemerintah akan menarik pajak bagi sektor UKM beromzet Rp

Analisis Perkembangan Industri

I. PENDAHULUAN. Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan

BAB VIII KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. kenyataannya Indonesia tidak bisa memanfaatkan berbagai potensi itu. Bisa dilihat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang masih berkembang harus terus. melakukan inovasi dalam pembangunannya.

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran prestasi dari

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber utama penerimaan yang potensial untuk negara dalam. membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan.

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

BAB I PENDAHULUAN Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pajak merupakan sumber pendapatan utama Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di berbagai bidang perekonomian. Pembangunan ekonomi secara

BAB I PENDAHULUAN. rasional, karena pada kenyataannya ratio antara jumlah wajib pajak dengan

BAB I PENDAHULUAN. warga negara untuk menunjang pembangunan. Kegiatan kenegaraan sulit

BAB I PENDAHULUAN. dengan pembangunan. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. Negara berkembang adalah sebuah Negara dengan rata-rata pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Monica (2013), menyatakan bahwa dalam rangka

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

PENERIMAAN DAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN TAHUN Rata-rata pertumbuhan PDB 5 tahun terakhir = 19,79% sedangkan Rata-rata

BAB I PENDAHULUAN. pajak bagi negara maka penerimaan pajak sebesar-besarnya sesuai ketentuan

BAB I PENDAHULUAN. pajak sebesar 70% terhadap total penerimaan negara. Kontribusi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 16 tahun 2009 menyatakan bahwa pajak adalah kontribusi wajib

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, maka

BAB I PENDAHULUAN. dan komponen terbesar dalam negeri untuk menopang pembiayaan operasional

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan merupakan aspek penting dari kualitas suatu bangsa.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945, Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia pada zaman orde baru mengandalkan penerimaan negara pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan UUD 1945 alinea 4 yaitu, memajukan kesejahteraan umum. Agar tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber : Perhitungan Anggaran Negara & Nota RAPBN, diolah

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat suku bunga. Tingginya tingkat suku bunga seolah menjadi bayang-bayang

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar, semuanya dapat terwujud jika adanya bantuan dari sumber

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan cerminan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berkesinambungan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. negara Indonesia. Penerimaan negara Indonesia berasal dari penerimaan dari

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan disegala bidang harus terus dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Untuk melaksanakan pembangunan, pemerintah tidak bisa berjalan sendiri karena dibutuhkan biaya yang sangat besar. Peran serta masyarakat sangat diharapkan oleh pemerintah salah satunya adalah dengan membayar pajak. Pajak adalah alat anggaran yang dapat dipergunakan sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan pemerintah terutama kegiatan rutin. Sumber pembiayaan utama untuk pembangunan di Indonesia adalah berasal dari pajak. Bahkan saat ini kontribusi pajak dalam mengisi kas negara sangat besar, hampir mencapai 80%. Keadaan ini mengakibatkan realisasi penerimaan negara sangat bergantung pada penerimaan pajak sehingga dapat dikatakan bahwa saat ini pajak adalah tulang punggung penerimaan negara. Selain berfungsi sebagai sumber penerimaan negara (budgetary), pajak juga dapat memiliki fungsi sebagai alat untuk mengatur (regulatory) dan mengawasi kegiatan swasta dalam perekonomian. Kedua fungsi pajak tersebut harus dijalankan secara seimbang dan tepat guna karena akan sangat berpengaruh terhadap keadaan perekonomian. Berdasarkan lembaga pemungutnya, pajak dibedakan menjadi Pajak Negara atau Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang

2 penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang akan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara secara umum. Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah seperti provinsi, kabupaten maupun kota yang dipergunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing. Berdasarkan data APBN tahun 2010 (lampiran 1), penerimaan pajak mencapai Rp.729,17 triliun atau merupakan penyumbang 80% dari penerimaan dalam negeri. Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menyumbang 83,29% untuk penerimaan perpajakan. Jika diamati lagi sejak tahun 2007, penerimaan Pajak Penghasilan mencapai Rp.238,43 triliun, menyumbang 51% untuk penerimaan pajak dalam negeri, pada tahun 2008 mengalami peningkatan menjadi Rp.327,49 triliun atau peranannya naik menjadi 52,62%, tahun 2009 juga mengalami kenaikan sebesar Rp.357,40 triliun dan peranannya juga mengalami kenaikan menjadi 56,54%, namun pada tahun 2010 penerimaan Pajak Penghasilan turun menjadi Rp.340,32 triliun dan peranannya dalam APBN juga mengalami penurunan menjadi 48,48%. Peranan penerimaan Pajak Penghasilan (PPh)dari tahun ke tahun semakin meningkat, bahkan peningkatan pajak dari sektor pajak penghasilan ini mulai dititikberatkan pada sektor non migas dibandingkan dengan sektor migas. Tetapi untuk tahun 2010 penerimaan Pajak Penghasilan dalam APBN mengalami penurunan hingga mencapai Rp.17 triliun. Kepala Pusat Kebijakan APBN Kementerian Keuangan, Askolani (04 Januari 2011) mengatakanbahwa target penerimaan pajak tahun 2010 tidak dapat dicapai. Realisasi penerimaan Pajak Penghasilan non migas hanya bisa mencapai 97% dari

3 target yang telah ditetapkan dalam APBN-P 2010 (www.pajak.go.id). Penerimaan pajak dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal bisa berupa kebijakan di bidang perpajakan dan bisa juga kualitas dari Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki oleh DJP. Peningkatan pelayanan, gencarnya penyuluhan, penyederhanaan prosedur dan administrasi perpajakan dapat mempengaruhi keberhasilan pencapaian penerimaan pajak. Selain faktor internal, faktor eksternal juga sangat mempengaruhi pencapaian target penerimaan pajak. Penerimaan Pajak Penghasilan sangat dipengaruhi oleh kegiatan ekonomi masyarakat, karena semakin baik kondisi perekonomian maka akan semakin banyak penghasilan yang akan diterima oleh masyarakat baik yang diterima oleh perusahaan maupun penghasilan yang akan diterima oleh masyarakat secara perorangan. Meningkatnya penghasilan masyararakat, baik penghasilan perusahaan maupun pendapatan perkapita merupakan pertanda meningkatnya pertumbuhan perekonomian yang akan dinyatakan dengan meningkatnya Produk Domestik Bruto (PDB) riil pertahun. PDB biasanya diukur melalui pendekatan hasil produksi, pengeluaran dan pendapatan masyarakat secara keseluruhan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa potensi penerimaan pajak suatu negara akan tergantung pada tingkat pendapatan perkapita, struktur perekonomian, distribusi pendapatan, keadaan sosial politik dan administrasi pendapatan. Kegiatan perekonomian secara garis besarnya dapat dikelompokkan ke dalam kegiatan memproduksi dan kegiatan mengkonsumsi barang dan jasa. Unit-unit produksi memproduksi barang dan jasa, dan dari kegiatan memproduksi ini timbul

4 pendapatan atau penghasilan yang kemudian akan dapat dilakukan untuk keperluan konsumsi dan investasi. Investasi merupakan salah satu faktor ekonomi makro yang dapat mempengaruhi kondisi ekonomi makro yang pada akhirnya akan dapat mempengaruhi pendapatan perkapita masyarakat Indonesia. Pembentukan modal dapat menjadi motor pertumbuhan ekonomi. Pembentukan modal bisa melalui investasi dan pinjaman luar negeri (Latief, 2002). Walaupun satu atau dua tahun setelah krisis ekonomi 1998, ekonomi Indonesia sudah kembali menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang positif, namun hingga saat ini pertumbuhannya rata-rata per tahun relatif masih lambat dibandingkan negara-negara tetangga yang juga terkena krisis seperti Korea Selatan dan Thailand. Salah satu penyebab lambatnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah masih belum intensifnya kegiatan investasi, termasuk arus investasi dari luar terutama dalam bentuk Penanaman Modal Asing (PMA). Peranan faktor investasi pada era orde baru, khususnya PMA merupakan faktor pendorong yang sangat krusial bagi pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan serta diharapkan dapat meningkatkan pendapatan perkapita. Mudrajad Kuncoro (2004) mengatakan bahwa investasi merupakan faktor penggerak pertumbuhan, disebutkan juga bahwa pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan adalah pertumbuhan yang ditopang oleh adanya investasi. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disebutkan bahwa pertumbuhan yang ditopang oleh investasi diharapkan akan dapat meningkatkan produktivitas dan dapat membantu penyerapan tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja akan mengurangi angka pengangguran dan

5 akibatnya pendapatan perkapita akan meningkat. Perkembangan investasi dapat dilihat dari nilai nominalnya maupun pertumbuhannya setiap tahun. melalui nilai pembentukan modal tetap bruto. Nilai nominal investasi di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung meningkat, walaupun pada tahun-tahun tertentu sempat terjadi penurunan. Selain melihat perkembangan investasi berdasarkan nilai nominalnya, perkembangan investasi juga dapat dilihat dari pertumbuhannya tiap tahun. Penurunan yang signifikan terjadi pada tahun 1998 dimana pertumbuhannya menjadi -33,01% seiring dengan pertumbuhan ekonomi saat itu sebesar -13,13%. Melihat perkembangan data investasi di Indonesia dapat dikatakan bahwa Investasi di Indonesia masih belum stabil. Walaupun jumlah investasi secara nominal meningkat, pertumbuhannya belum tentu ikut meningkat, bahkan bisa juga menurun. Pada tahun 1996-1997, secara nominal investasi meningkat tetapi pertumbuhannya menurun pesat yakni dari 14,51% pada tahun 1996 menjadi 8,57% pada tahun 1997. Perkembangan investasi di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut ini. Tabel 1.1 Investasi Indonesia Tahun Pertumbuhan Investasi Investasi (Miliar Rupiah) 1986 9,2 136.726,60 1987 5,5 144.245,44 1988 11,51 160.846,31 1989 14,92 184.839,79 1990 16,08 214.557,44 1991 12,9 242.236,26

6 Tahun Pertumbuhan Investasi Investasi (Miliar Rupiah) 1992 3,59 250.921,10 1993 6,6 267.480,92 1994 13,76 304.274,81 1995 13,99 346.857,67 1996 14,51 397.201,96 1997 8,57 431.234,21 1998-33,01 288.891,78 1999-18,2 236.326,62 2000 16,74 275.881,10 2001 6,49 293.792,70 2002 4,69 307.584,60 2003 0,6 309.431,05 2004 14,68 354.865,74 2005 10,89 393.500,50 2006 2,6 403.719,24 2007 9,39 441.614,01 2008 11,69 493.222,49 Sumber : Data World Bank Pemerintah telah menempuh berbagai cara untuk meningkatkan peran investasi dalam pertumbuhan ekonomi, salah satunya melalui penerapan flat rate. Flat rate merupakan tarif pajak dengan presentase tetap untuk setiap jumlah penghasilan yang menjadi objek pajaknya. Flat rate dinilai lebih sederhana, adil, dan baik bagi pertumbuhan perekonomian suatu negara. Tidak seperti tarif pajak progresif yang mendiskriminasikan Wajib Pajak Badan berdasarkan jumlah penghasilan yang diperoleh, flat rate memperlakukan Wajib Pajak Badan dengan sama. Selain itu juga, menurunkan tarif pajak marginal dan menghapuskan bias pajak terhadap

7 tabungan dan investasi, sehingga flat rate dapat mendorong kondisi perekonomian menjadi lebih baik pada era persaingan ekonomi global. Terdapat dua pendapat umum mengenai flat rate yaitu pertumbuhan dan keadilan. Beberapa ekonom tertarik dengan ide mengenai flat rate ini karena sistem perpajakan yang saat ini berlaku memiliki tarif yang cukup tinggi dan menimbulkan bias pajak terhadap tabungan dan investasi, mengurangi pertumbuhan ekonomi, menghambat pekerjaan, dan menurunkan pendapatan. Sedangkan flat rate tidak akan menimbulkan dampak yang buruk dari perpajakan, karena flat rate akan menghilangkan bias terhadap tabungan dan investasi dan memberikan tarif yang lebih rendah daripada tarif progresif. Flat rate ini memiliki beberapa manfaat yang cukup besar pada negara, khususnya berpengaruh atau berhubungan terhadap penerimaan pajak penghasilan. Tabel 1.2 Tarif PPh Berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2000 dan Perubahan Tarif Baru Tarif PPh Badan Lama Baru Lapisan Penghasilan kena Pajak Tarif Flat rate bertahap Tarif Sampai Rp. 50 juta 10% Proyeksi 2009 28% Di atas Rp. 50 juta-rp. 100 juta 15% Proyeksi 2010 25% Di atas Rp. 100 juta 30% Sumber: Pasal 17 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 dan Pasal 17 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.

8 Berdasarkan tabel 1.2 dapat dilihat adanya perubahan dalam tarif PPh jika dibandingkan dengan tarif sebelumnya. Tarif PPh Badan diubah menjadi flat rate dan diturunkan menjadi sebesar 28%. Tarif sebesar 28% tersebut turun menjadi 25% pada tahun 2010. Dalam penerapan flat rate tersebut, Wajib Pajak Badan yang tergolong UMKM akan memperoleh insentif berupa pengurangan tarif sebesar 50% dengan syarat Wajib Pajak Badan tersebut memiliki peredaran bruto sampai dengan Rp.50 miliar. Pengurangan tarif tersebut akan dikenakan atas penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp. 4,8 miliar. Khusus untuk Wajib Pajak Badan, penerapan flat rate ini merupakan sesuatu hal yang baru di Indonesia. Perubahan tarif PPh Badan dari tarif progresif menjadi flat rate sebesar 28% merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh pemerintah agar tarif PPh Badan Indonesia dapat lebih kompetitif dibandingkan dengan tarif PPh di negara lain, khususnya di Asia. Beberapa negara di Asia yang telah menerapkan flat rate pada PPh Badan diantaranya yaitu Vietnam 25%, Korea Selatan 27,5%, Malaysia 27%, Singapura 18%, Hongkong 17,5%. Selain itu, dengan penerapan flat rate ini diharapkan pemerintah dapat memberikan kesederhanaan kepada Wajib Pajak Badan dalam melaksanakan kewajiban Perpajakannya. Berdasarkan pendapat Dwi Purnomo yang dimuat dalam situs resmi DJP (www.pajak.go.id) menyatakan bahwa sebagai bentukan provinsi baru, potensi penerimaan pajak di Provinsi Banten masih dapat digali termasuk di dalamnya dari usaha-usaha berbadan hukum. Sehingga sangat beralasan, jika Kantor Wilayah DJP

9 Banten giat menjalin komunikasi dengan berbagai pihak, baik instansi pemerintah maupun lembaga lainnya. Provinsi Banten memiliki luas wilayah sekitar 9.662,92 km2 dengan jumlah penduduk mencapai 10.632.166 sesuai data sensus penduduk tahun 2010. Sebagai penunjang kegiatan perekonomian, di provinsi ini tersedia tiga bandar udara, untuk transportasi laut tersedia delapan pelabuhan, untuk industri tersedia delapan belas kawasan industri, yang didukung juga oleh fasilitas listrik dan telekomunikasi. Tabel 1.3 Investasi Provinsi Banten Tahun PMA (dalam rupiah) PMDN (dalam rupiah) Jumlah PMA dan PMDN (dalam rupiah) * n/a : not available / data tidak tersedia (Periode yang diteliti adalah tahun 2002-2008 dan 2010 dan 2012) Pertumbuhan Investasi (dalam %) 2001 699.003.243.290 59.880.620.000 758.883.863.290 * n/a 2002 511.537.577.140 428.758.500.000 940.296.077.140 24 2003 974.584.856.400 579.825.000.000 1.554.409.856.400 65 2004 869.720.182.440 495.580.186.000 1.365.300.368.440-12 2005 1.996.140.801.450 483.775.000.000 2.479.915.801.450 82 2006 1.668.983.040.000 530.178.320.614 2.199.161.360.614-11 2007 2.451.218.336.375 873.724.438.000 3.324.942.774.375 51 2008 3.073.020.645.258 2.338.069.362.418 5.411.090.007.676 63 2009 2.937.032.811.540 383.889.430.000 3.320.922.241.540 * n/a 2010 4.755.793.092.840 2.663.556.786.130 7.419.349.878.970 123 2011 9.484.546.852.040 7.230.208.534.530 16.714.755.386.570 125 2012 25.751.427.136.360 12.162.570.521.500 37.913.997.657.860 127 Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah Provinsi Banten (Data diolah)

10 Perkembangan investasi dapat dilihat dari nilai nominalnya maupun pertumbuhannya setiap tahun. Nilai nominal investasi di Provinsi Banten dari tahun 2001-2008 mengalami fluktuasi sedangkan dari tahun 2009-2012 mengalami peningkatan tiap tahunnya. Menurut Arief Sutadi peningkatan nilai nominal investasi dari tahun 2009-2012 disebabkan oleh adanya pabrik semen yang berlokasi di kota Cilegon sekaligus menjadikan PMA Provinsi Banten menduduki peringkat ke tiga di Indonesia. Hal inilah yang menjadi fenomena investasi di Provinsi Banten. Penelitian mengenai penerapan flat rate yang diatur dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Perdania Kartika Sari (2008) yang meneliti tentang pengaruh perubahan tarif PPh Badan menjadi tarif tunggal berdasarkan UU PPh No. 36 Tahun 2008 terhadap investasi dan penerimaan negara memberikan hasil bahwa perubahan tarif PPh Badan menjadi tarif tunggal berdasarkan UU PPh No. 36 Tahun 2008 memiliki pengaruh signifikan terhadap investasi dan penerimaan negara. Wina Ramadhani (2008) juga melakukan penelitian tentang kebijakan penerapan flat rate pada pajak penghasilan badan yang memberikan hasil bahwa dasar pemikiran pemerintah dalam menetapkan kebijakan pemerintah pada PPh Badan ini adalah untuk memberikan kesederhanaan kepada Wajib Pajak Badan, mengikuti international best practice, dan agar tarif PPh Badan di Indonesia menjadi lebih kompetitif. Selain itu, jika ditinjau dari asas keadilan, kebijakan penerapan flat rate pada PPh Badan ini relatif adil karena Wajib Pajak Badan yang memiliki penghasilan yang lebih besar akan tetap membayar pajak yang proporsinya lebih

11 besar jika dibandingkan dengan Wajib Pajak Badan yang penghasilannya lebih kecil dan unsur keadilan ini juga diperkuat dengan adanya insentif untuk Wajib Pajak Badan berskala kecil. Jika ditinjau dari asas ease of administration, flat rate lebih sederhana dan lebih pasti dalam perhitungannya karena hanya terdiri atas satu tarif saja. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Annisa Gama Widjaya (2011) yang meneliti tentang studi evaluasi kepatuhan wajib pajak sebelum dan sesudah reformasi perpajakan 2008 dan implikasinya terhadap penerimaan pajak memberikan hasil bahwa pemungutan pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha jasa kontruksi mempengaruhi penerimaan pajak di KPP BUMN tahun berjalan. Berdasarkan gambaran di atas bahwa penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang perbandingan pertumbuhan investasi sebelum dan sesudah penerapan flat rate serta hubungannya dengan penerimaan pajak penghasilan. Maka dari itu penulis memberi judul penelitian ini: Analisis Perbandingan Pertumbuhan Investasi Sebelum Dan Sesudah Penerapan Flat Rate Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Adakah perbedaan dari pertumbuhan investasi sebelum dan sesudah penerapan flat rate.

12 2. Bagaimana hubungan antara pertumbuhan investasi dengan penerimaan pajak penghasilan sebelum penerapan flat rate. 3. Bagaimana hubungan antara pertumbuhan investasi dengan penerimaan pajak penghasilan sesudah penerapan flat rate. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.3.1 Maksud Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah terutama untuk mengetahui perbandingan pertumbuhan investasi sebelum dan sesudah penerapan flat rate terhadap penerimaan pajak penghasilan di Provinsi Banten. 1.3.2 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini yaitu: 1. Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan dari pertumbuhan investasi sebelum dan sesudah penerapan flat rate. 2. Untuk mengetahui hubungan antara pertumbuhan investasi dengan penerimaan pajak penghasilan sebelum penerapan flat rate. 3. Untuk mengetahui hubungan antara pertumbuhan investasi dengan penerimaan pajak penghasilan sesudah penerapan flat rate.

13 1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu: pertama, kegunaan praktis adalah kegunaan yang dapat diterapkan/diimplikasikan dalam kehidupan, sedangkan yang kedua adalah kegunaan teoritis yaitu kegunaan yang dapat diterapkan pada aspek keilmuan. 1.4.1 Kegunaan Praktis Memberikan kontribusi berupa informasi yang dapat diberikan kepada masyarakat pada umumnya dan mahasiwa mahasiswi pada khususnya, terutama mahasiswa mahasiswi akuntansi di lingkungan civitas akademika Universitas Pendidikan Indonesia Bandung, mengenai analisis perbandingan pertumbuhan investasi sebelum dan sesudah penerapan flat rate terhadap penerimaan pajak penghasilan di Provinsi Banten. 1.4.2 Kegunaan Teoritis Pada penelitian ini diharapkan dapat memberikan atau memperluas pengetahuan peneliti dan pembaca serta dapat menjadi bahan tambahan pengembangan wawasan di bidang Ilmu Akuntansi Perpajakan. Dan menjadikan penelitian ini sebagai bahan referensi serta acuan bagi penelitian selanjutnya.