PENGALAMAN DALAM PENGAMANAN KAWASAN HUTAN TAMAN NASIONAL BERBASIS MASYARAKAT. Oleh: Waldemar Hasiholan

dokumen-dokumen yang mirip
PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL SECARA KOLABORATIF

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

AKTIFITAS ILLEGAL DI DALAM KAWASAN HUTAN. Penebangan Liar Pencurian Kayu Perambahan Hutan Perladangan Liar Pengembalaan Liar

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang

KEMENTERIAN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dilakukan secara tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

KEMENTERIAN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN BOGOR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PROGRAM PHBM DI SEKITAR KAWASAN KONSERVASI. LAYAKKAH DIPERTAHANKAN???

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Strategi Pengelolaan Kawasan Hutan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) Provinsi Jambi

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Taman Nasional

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2012 TENTANG

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN B O G O R

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

MEMBANGUN MODEL DESA KONSERVASI SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENYELAMATAN KAWASAN KONSERVASI. Oleh : Kusumoantono Widyaiswara Madya BDK Bogor ABSTRACT

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB. I. PENDAHULUAN A.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

BAB VI IMPLIKASI PENERAPAN STANDAR PENGELOLAAN DI LAPANGAN

2. Dinamika ekosistem kawasan terus berubah (cenderung semakin terdegradasi),

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 03/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS TAMAN NASIONAL MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ANALISIS KOMPATIBILITAS PEMANFAATAN LAHAN MASYARAKAT DI ZONA KHUSUS TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS)

BAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati Indonesia menduduki posisi kedua setelah Columbia

Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000).

I. PENDAHULUAN. dari penunjukan kawasan konservasi CA dan SM Pulau Bawean adalah untuk

PENGALAMAN MENDORONG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI DI INDONESIA OLEH BURUNG INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, papan, obat-obatan dan pendapatan

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004

BAB I PENDAHULUAN tentang Kehutanan, hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa

LAMPIRAN KERTAS POSISI WWF INDONESIA TENTANG PEMANFAATAN TRADISIONAL SUMBER DAYA ALAM UNTUK KEHIDUPAN MASYARAKAT DAN KONSERVASI

I PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2000 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH DAN KEWENANGAN PROPINSI SEBAGAI DAERAH OTONOM *)

UPAYA PEMERINTAH MELESTARIKAN KEBERADAAN SATWA LANGKA YANG DILINDUNGI DARI KEPUNAHAN DI INDONESIA

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TAHUN

Ingin Sukses Berwirausaha? Ayo Magang di Burno!

-2- Pasal 68 ayat huruf c dan Pasal 69 ayat UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19

KEMENTERIAN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN BOGOR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. ekonomi masyarakat sekitar hutan. Sejalan dengan pertambahan penduduk dan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. maka penduduk setempat dapat menggagalkan upaya pelestarian. Sebaliknya bila

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,

KEMENTERIAN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya alam juga semakin besar, salah satunya kekayaan alam yang ada

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

KEMENTERIAN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN BOGOR

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

USULAN STRUKTUR KELEMBAGAAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ada di Indonesia. Kebutuhan akan kawasan konservasi sebagai kawasan yang

Nurlita Indah Wahyuni 1, Rinna Mamonto 2

ABSTRAK. Kata kunci : masyarakat adat, Suku Dayak Limbai, Goa Kelasi, aturan adat, perlindungan sumberdaya hutan

PENERAPAN KAMPANYE BANGGA UNTUK MENGUBAH POLA PENGELOLAAN TERNAK MASYARAKAT DALAM MENDUKUNG KONSERVASI HARIMAU SUMATERA DI JANTHO ACEH BESAR

Beberapa Contoh Studi Kasus Penggunaan RaTA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 58 TAHUN 2008 T E N T A N G PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN KABUPATEN MUSI RAWAS

III KERANGKA PEMIKIRAN

KEMENTERIAN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN BOGOR

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penegakan hukum yang lemah, dan in-efisiensi pelaksanaan peraturan pemerintah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman.

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Strategi rehabilitasi hutan terdegradasi

KABUPATEN PESAWARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA HANURA, KEPALA DESA CILIMUS DAN, KEPALA DESA HURUN

SMP NEGERI 3 MENGGALA

KEMENTERIAN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA HUTAN BERBASIS MASYARAKAT KABUPATEN WONOSOBO

BAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah

TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEHUTANAN,

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. 4

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

PENGALAMAN DALAM PENGAMANAN KAWASAN HUTAN TAMAN NASIONAL BERBASIS MASYARAKAT Oleh: Waldemar Hasiholan ABSTRACT THE EXPERIENCES IN PROTECTED OF NATIONAL PARK AREA BASE ON COMMUNITY. Forest protection and security is an activity to take care of and protect forest from various trouble able to bother and destroy of natural resources included fauna and flora, ecosystem, habitat, watering function and others. The target of forest security is to depress and lessen trouble to forest area and forest products. One of the especial conditions in forest area security is the existence of rule of law to the forest area marked with existence of forest area boundary in the field. But in fact many of forest area which have been declared by Minister Forestry not yet been conducted by settlement of boundary in the field. With such condition oftentimes happened conflict usage of area between community and forest manager. Another problem is the law enforcement to the badness which happened in this area become weakness. Base on the experience in forest management the root problem in that case is not yet the existence of confession from each stakeholder to the boundary of forest and boundary of community area. Therefore one of the solution in resolving of the problem is by developing agreement between community and forest manager to implementation of forest boundary participatory. I. PENDAHULUAN Perlindungan dan Pengamanan Hutan adalah suatu kegiatan untuk menjaga dan melindungi hutan dari berbagai gangguan yang dapat mengganggu dan merusak sumber daya alam yang ada di dalamnya seperti flora dan fauna, ekosistem, habitat, tata air dan lain lain. Dengan pernyataan lain tujuan pengamanan hutan adalah untuk menekan dan mengurangi gangguan terhadap hutan maupun terhadap hasil hutan. Gangguan tersebut dapat berupa perambahan, penebangan liar (illegal logging), pencurian hasil hutan, perburuan liar, kebakaran hutan, pengembalaan liar, dan gangguan lainnya dari oknum yang tidak bertanggung jawab, sehingga diharapkan hutan dan segala isinya dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Salah satu persyaratan utama dalam pengamanan hutan adalah adanya kepastian hukum atas hutan. Berdasarkan Pasal 14 ayat (2) dan pasal 15 ayat (1) UU Nomor 41 Tahun 1999 untuk mendapatkan kepastian hukum maka terhadap hutan tersebut dilakukan pengukuhan, melalui proses: a. penunjukan hutan, b. penataan batas hutan, c. pemetaan hutan, dan d. penetapan hutan. 1

Secara fisik kondisi hutan yang telah memiliki kekuatan hukum ditandai dengan adanya Pal Pal Batas Kawasan Hutan yang diberi Tanda Huruf dan Nomor Pal Batas dengan inisial (B ) dan tanda tanda batas lain serta adanya lorong batas yang terlihat jelas di Lapangan. Gambar 1. Kawasan hutan yang sudah dan belum ditatabatas II. PERMASALAHAN Kenyataan banyak hutan yang telah ditunjuk oleh Menteri Kehutanan belum selesai dalam proses pengukuhannya menjadi hutan, dan bahkan sebagaian dari tersebut belum dilakukan penataan batas di Lapangan. Selain itu beberapa lokasi Kawasan Hutan yang telah ditunjuk tersebut di dalamnya, banyak ditemukan pemukiman, lahan garapan, ladang masyarakat dan kegiatan masyarakat yang sudah ada sebelum hutan tersebut ditunjuk dan ditetapkan. Dengan kondisi yang demikian seringkali terjadi konflik penggunaan antara masyarakat dan pengelola hutan. Berdasarkan pengalaman konservasi, permasalahan yang ditimbulkan sebagai akibat dari kesenjangan antara Peraturan Penetapan Kawasan Hutan (kriteria, persyaratan dan peraturan yang berkaitan dalam penetapan hutan) dengan 2

Realisasi Penetapan Kawasan Hutan yang berpotensi menjadi sumber konflik hutan diantaranya adalah sebagaimana disajikan pada tabel berikut ini. Tabel. Identifikasi Potensi Konflik Dalam Pengelolaan Hutan No Penetapan Kawasan Hutan/Taman Nasional Permasalahan Potensi Konflik Kriteria Realisasi 1. Harus didasari pada hasil inventarisasi sumber daya alam/hutan 2. Harus diterima oleh masyarakat 3. Masyarakat berhak mengetahui rencana pembangunan kehutanan 4. Masyarakat berhak mendapatkan kompensasi atas tertutupnya akses dalam pemanfaatan hutan 5. Peran serta menjadi kebutuhan utama 6. Adanya program peningkatan kemampuan SDM masyarakat di dalam/sekitar hutan untuk berpartisipasi 7. nilai nilai kearifan tradisional dalam budaya masyarakat dapat dijadikan aturan kesepakatan 8. Masyarakat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan kehutanan Umumnya dilakukan dengan penunjukan hutan atau perubahan fungsi Dalam penunjukan taman umumnya belum mendengarkan aspirasi masyarakat yang bermukim di dalam/sekitar Masyarakat belum banyak tahu rencana pembangunan kehutanan di wilayahnya Belum ada mekanisme pemberian kompensasi kepada masyarakat atas hilangnya akses dalam pemanfaatan hutan Peranserta masyarakat belum menjadi kebutuhan utama dalam. Program partisipatif pengelolaan hutan / taman masih terbatas Aturan pengelolaan hutan/taman lebih mengutamakan aturan formal atau hukum positif Pemerintah jarang melibatkan masyarakat dalam melakukan pengawasan secara aktif perbedaan persepsi dan kepentingan dalam pemanfaanat dan penggunaan perbedaan dan kepentingan dalam pemanfaatan atau penggunaan perbedaan dan kepentingan dalam pemanfaatan atau penggunaan tuntutan untuk tetap mempertahankan kekecewaan dalam kekecewaan dalam pengelolaan hutan/ taman kekecewaan dalam pengelolaan hutan/ taman inefisiensi hutan/taman Terjadi konflik kepentingan penggunaan dan pemanfaatan Penolakan atau resistensi terhadap keberadaan taman Penolakan atau resistensi terhadap keberadaan hutan Penolakan atau resistensi terhadap penetapan hutan pengelolaan hutan/taman pengelolaan hutan/ taman pengelolaan hutan/ taman 3

9. Perlindungan dan pengakuan atas keberadaan masyarakat adat. 10. hak atas kepemilikan hutan/ taman 11 Taman Nasional dikelola dengan dana yang cukup dan mendapat dari pemerintah pusat dan daerah 12 Peantaan Batas Kawasan Hutan di Lapangan melibatkan masyarakat secara aktif Masih sedikit Peraturan Daerah yang mengakui keberadaan masyarakat adat Taman Nasional dikuasai oleh Negara dan belum mengakui kepemilikan masyarakat adat atas hutan/ taman Unsur unsur manajemen taman dalam keadaan terbatas dan belum mendapatkan penuh dari pemerintah pusat maupun daerah Seringkali penataan batas di lapangan belum melibatkan masyarakat secara aktif (formalitas) inefisiensi hutan/ taman kegiatan illegal di dalam hutan/ taman Manajemen taman kuarng efektif Banyak lahan lahan masyarakat berada di dalam hutan yang ditatabatas pengelolaan hutan Konflik kepentingan Program dan kegiatan kurang optimal dan kurang mendapat masyarakat Batas hutan tidak mendapat pengakuan masyarakat Berdasarkan pengalaman hutan/taman, konflik antara masyarakat dengan pengelola yang sering muncul dipermukaan adalah: 1. Konflik dalam penggunaan sumber daya alam a. Konflik dalam penggunaan ruang, seperti: 1) Pemukiman di dalam hutan/taman yang keberadannya telah ada sebelum penetapan hutan/taman, 2) Perladangan masyarakat yang dilakukan secara tetap yang keberadaannya sudah ada sebelum penetapan hutan/taman, Perladangan berpindah yang dilakukan oleh masyarakat tradisional b. Konflik dalam pemanfaatan sumber daya alam hayati, diantaranya: 1) Pemungutan hasil hutan kayu untuk kepentingan ekonomi keluarga, kepentingan sendiri dan lainnya. 2) Pemungutan hasil hutan bukan kayu untuk kepentingan ekonomi keluarga, kepentingan sendiri dan lainnya. Perburuan tradisional c. Konflik dalam kepemilikan dan penguasaan sumberdaya alam hutan. 2. Konflik sosial dan budaya a. Terjadi pelanggaran hak kelompok khusus, dimana pemerintah secara umum harus memberikan perlakuan dan perlindungan lebih terhadap masyarakat adat sebagai kelompok khusus yang hidup di dalam hutan. b. Terjadi pelanggaran hak atas adat istiadat, dimana pemerintah secara defacto masih mengakui prosedur dan penegakan hukum adat. 4

3. Konflik Terhadap Akses a. Akses informasi. Terjadi pelanggaran hak atas informasi, dimana pemerintah tidak memberikan dan menyediakan informasi yang cukup, adil dan transparan dalam kebijakan taman dan kebijakan pemerintah secara umum. b. Akses peran serta. Terjadi pelanggaran hak untuk berpartisipasi, dimana pemerintah tidak membuka dan mengajak partisipasi masyarakat di dalam / sekitar hutan untuk turut serta dalam perencanaan, perumusan dan implementasi kebijakan kehutanan, khususnya atas penyusunan rencana pengelolaan hutan. c. Akses pengembangan diri. Terjadi pelanggaran hak atas pengembangan diri, dimana program pemerintah haruslah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di dalam dan sekitar hutan. Dengan kondisi yang seperti ini menyebabkan upaya perlindungan dan pengamanan hutan menjadi sangat terbatas, yang pada ahirnya upaya penegakan hukum terhadap gangguan hutan menjadi lemah. Dari uraian permasalahan tersebut diatas, berdasarkan pengalaman dapat disimpulkan bahwa inti persoalan yang dihadapi adalah BELUM ADANYA PENGAKUAN dari masing masing pihak atas keberadaan wilayah masyarakat, wilayah hutan dan wilayah bukan hutan. III. UPAYA PEMECAHAN MASALAH Dengan tetap berdasar pada Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan dan Peraturan Pemerintah lainnya, maka upaya untuk menanggulangi konflik penggunaan hutan dan upaya untuk mendapatkan masyarakat atas pengamanan hutan di Lapangan, dilakukan antara lain: 1. Membangun kesepakatan untuk saling mengakui atas batas batas wilayah pemanfaatan ruang oleh para pihak khususnya masyarakat tempatan melalui Penataan Batas Hutan secara partisipatif termasuk di dalamnya kegitan, Penataan Batas Pemukiman dan Ladang Kawasan Hutan secara partisipatif. 2. Mengembangkan kolaborasi dalam perlindungan dan pengamanan hutan melalui kegiatan community patroll (Pengamanan hutan berbasis masyarakat) 5

3. Membangun co ownership (saling memiliki) dengan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam pengukuhan hutan khususnya dalam perencanaan dan penataan batas hutan. 4. Memberikan akses kepada pengelolaan hutan, terutama pemanfaatan hasil hutan bukan kayu. Luar TN Dalam TN Zona hutan CUZ Daerah Penyangga Perumahan Pertanian Batas TN CUZ Contoh zonasi di CUZ Gambar 2. Pengembangan Kesepakatan Batas Partisipatif Pengalaman menunjukan bahwa dengan upaya tersebut diatas telah menumbuhkan kepercayaan dan masyarakat kepada pengelola dalam rangka pengelolaan dan pengamanan hutan. Demikian pula Pemerintah Kabupaten akan memberikan penuh hutan. IV. PENUTUP Kesimpulan 1. Pengamanan Kawasan Hutan sangat bergantung pada pengakuan para pihak khususnya masyarakat tempatan terhadap batas batas hutan. 2. Peran Pemerintah Kabupaten dalam pengamanan hutan sangatlah penting. Oleh karena itu Bupati selaku Ketua Panitia Tata Batas Hutan merupakan faktor kunci dalam penentuan Batas batas hutan di Lapangan. 3. Peranserta pengamanan hutan merupakan kekuatan yang besar dalam rangga menanggulangi gangguan gangguan hutan. Saran 1. Sambil menunggu pengukuhan hutan yang memerlukan waktu lama, tehadap hutan yang statusnya masih penunjukan diperlukan upaya percepatan melalui penataan batas partisipatif. 6

2. Dalam rangka mewujudkan pengelolaan hutan yang efektif khususnya pencegahan dan pengamanan hutan dari gangguan hutan perlu segera meningkatkan peran serta masyarakat. Pengalaman kekuatan 1 Regu Pengamanan Hutan Berbasis Masyarakat (Community Patrol) yang terdiri atas 1 Orang POLHUT dan 5 Orang Anggota Masyarakat telahmenunjukkan hasil yang nyata dalam pencegahan dan penurunan tingkat gangguan hutan di Tingkat Desa. DAFTAR PUSTAKA Departemen Kehutanan. Undang Undang Nomor. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Jakarta. 1990 Departemen Kehutanan. Jakarta. 1999 Undang Undang Nomor. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Departemen Kehutanan. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 Tentang Perlindungan Hutan. Jakarta. 2004 Departemen Kehutanan. 2007. Pembangunan Bidang PHKA. Jakarta. Departemen Kehutanan. 2005. Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bukit Duabelas. Jambi. Sekretariat Negara Republik Indonesia. 2008. RUU Pemberantasan Pembalakan Liar. Jakarta. Waldemar, H. 1997. Panduan Pengamanan Hutan Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Unit Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Rengat. Waldemar, H. 1998. Pengalaman Lapangan Dalam Pengamanan Hutan. Lokakarya Kepala Balai KSDA dan Taman Nasional. Departemen Kehutanan. Bogor. Waldemar, H. 2006. Perlindungan dan Pengamanan Hidupan Liar. Sumatran Tiger Conservation Program. Bogor. Waldemar, H. 2007. Perlindungan dan Pengamanan Hutan. Pusat Diklat Kehutanan. Departemen Kehutanan. Bogor. 7