UU 32/1947, MEMUSATKAN SEGALA URUSAN SEKOLAH SEKOLAH LANJUTA...

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG (UU) 1949 No. 2 (2/1949) Peraturan tentang kedudukan dan kekuasaan Wakil Perdana Menteri di Sumatra. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG (UU) 1946 No. 18 (18/1946) UANG, KEWAJIBAN MENYIMPAN UANG. Peraturan tentang kewajiban menyimpan uang dalam bank.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1958 TENTANG PEMBERIAN SOKONGAN KEPADA SEKOLAH NASIONAL PARTIKELIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG 1946 NOMOR 22 TENTANG PENCATATAN NIKAH, NIKAH, TALAK DAN RUJUK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

UNDANG-UNDANG (UU) 1948 No. 12. (12/1948) Peraturan tentang Undang-undang Kerja Tahun PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1947 TENTANG SUSUNAN DAN KEKUASAAN MAHKAMAH AGUNG DAN KEJAKSAAN AGUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Mengingat pula : Keputusan Dewan Menteri dalam rapatnya yang ke-26 pada tanggal 1O Agustus 1951; MEMUTUSKAN:

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Peraturan Pemerintah (PP) 1948 No. 22 (22/1948) PEGAWAI. PENGALAMAN KERJA, Peraturan tentang penghargaan pengalaman kerja PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG (UU) 1949 No. 6 (6/1949) Penambahan jumlah anggauta Komite Nasional Pusat. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG (UU) 1947 Nomer. 20. ) (20/1947) PENGADILAN. PERADILAN ULANGAN. Peraturan peradilan ulangan di Jawa dan Madura.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1946 TENTANG PEMBENTUKAN PUSAT PERKEBUNAN NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1947 INSTRUKSI UNTUK WALI-KOTA DISELURUH INDONESIA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Nomor:32 TAHUN 1954 (32/1954) ; Tanggal:26 OKTOBER 1954 (JAKARTA)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1952 TENTANG DAFTAR SUSUNAN PANGKAT DAN KENAIKAN PANGKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL

b.bahwa peraturan+peraturan yang termaktub dalam undang+undang darurat tersebut perlu ditetapkan sebagai undang+undang;

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1949 TENTANG PEMBERIAN PENSIUN KEPADA PEGAWAI NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1946 TENTANG PERATURAN HUKUM ACARA PIDANA GUNA PENGADILAN TENTARA.

PP 33/1948, PEMERINTAHAN MILITER DI DAERAH JAWA

UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 1947 TENTANG PERATURAN PERADILAN ULANGAN DI JAWA DAN MADURA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SEKOLAH. DASAR-DASAR PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN.

UNDANG-UNDANG (UU) 1947 Nomer. 17.) PERATURAN TENTANG PEMBENTUKAN HAMINTE-KOTA YOGYAKARTA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1953 TENTANG PEMBERIAN ISTIRAHAT DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG (UU 1948 No. 13. (13/1948) Peraturan tentang mengadakan perubahan dalam Vorstenlands Grondhuurreglement. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1946 TENTANG KEADAAN BAHAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 34 TAHUN Membaca: Usul Kepala Kantor Urusan Pegawai Negeri mengenai pensiun pegawai Negeri;

PP 59/1951, PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI TETAP. Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:59 TAHUN 1951 (59/1951) Tanggal:13 SEPTEMBER 1951 (JAKARTA)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

UNDANG-UNDANG (UU) 1947 Nomer. 17.) (17/1947) HAMINTE-KOTA YOGYAKARTA. Pembentukan, Peraturan tentang pembentukan Haminte-Kota Yogyakarta.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1947 TENTANG BADAN EXPLOITASI TAMBANG NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

Presiden Republik Indonesia Serikat,

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1947 TENTANG PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DILUAR HADIR TERDAKWA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1947 TENTANG INSTRUKSI UNTUK WALIKOTA DISELURUH INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1948 TENTANG UNDANG-UNDANG KERJA TAHUN 1948 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1949 TENTANG KEWAJIBAN BERBAKTI BAGI PELAJAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Mengingat: Pasal 97, pasal 89 dan pasal 111 ayat 2 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia. Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1951 TENTANG PEMBERIAN TUNJANGAN LUAR-BIASA KEPADA PARA PEGAWAI BANGSA ASING.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1949 TENTANG PEMBERIAN UANG TUNGGU KEPADA PEGAWAI NEGERI YANG DIBERHENTIKAN SEMENTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1947 TENTANG PEMBENTUKAN HAMINTE-KOTA SURAKARTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1953 TENTANG PEMBERIAN ISTIRAHAT DALAM NEGERI. Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1954 TENTANG JAMINAN YANG BERUPA PENSIUN DARI PEMERINTAH BAGI GURU SEKOLAH RAKYAT NEGERI

PERATURAN PEMERINTAH (PP) 1949 NO. 33 (33/1949) DEPARTEMEN AGAMA. Peraturan tentang susunan dan lapang pekerjaan Kementerian Agama.

*177 UNDANG-UNDANG (UU) 1947 Nomer. 6. *) (6/1947)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: perlu menghapuskan Pengadilan-Raja (zelfbestuursrechtspraak) di Jawa dan Sumatera;

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1954 TENTANG URUSAN REKONSTRUKSI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1947 TENTANG MENGUBAH ORDONANSI PAJAK POTONG 1936 STBL. 1936, NO. 671 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1946 TENTANG PEMBAHARUAN KOMITE NASIONAL PUSAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG (UU) 1948 No. 19. (19/1948) Peraturan tentang susunan dan kekuasaan Badan-badan Kehakiman. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Indeks: PETA. RAAD EN DIRECTORIUM VOOR HET MEET EN KAARTEERWEZEN DEWAN DAN DIREKTORIUM PENGUKURAN DAN PENGGAMBARAN PETA. PEMBUBARAN. PEMBENTUKAN.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1948 TENTANG UNDANG-UNDANG POKOK TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1947 TENTANG PEMBENTUKAN, PERATURAN TENTANG PEMBENTUKAN HAMINTE-KOTA YOGYAKARTA.

NOMOR 8 TAHUN 1953 TENTANG PENGUASAAN TANAH-TANAH NEGARA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1954 TENTANG PEKERJA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa dipandang perlu diadakan satu peraturan baru yang berlaku diseluruh daerah Republik Indonesia mengenai;

PEMBENTUKAN JABATAN GUBERNUR MILITER IBUKOTA Undang-Undang Darurat (UUDRT) Nomor 6 Tahun 1950 Tanggal 20 Januari 1950

UNDANG-UNDANG (UU) 1948 No. 17. (17/1948) Peraturan tentang mengadakan perubahan dalam Undang-undang pajak pendapatan 1932 (Stbl. 1932).

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1947 TENTANG CUKAI MINUMAN KERAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PP 44/1948, MENGADAKAN BALAI PENDIDIKAN AHLI HUKUM

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1950 TENTANG SUSUNAN DAN KEKUASAAN PENGADILAN KEJAKSAAN DALAM LINGKUNGAN PERADILAN KETENTARAAN

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1951 TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG (UU) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1960 TENTANG POKOK-POKOK KESEHATAN

Mengingat pula pasal 119 ayat (3) Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia;

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PP 63/1948, PEMBATASAN PENGELUARAN BAHAN MAKANAN DAN TERNAK...

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG (UU) 1948 No. 28 (28/1948) Peraturan tentang Pasal alat pembayaran Luar Negeri. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 1948 TENTANG PENETAPAN HARGA BARANG-BARANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1948 TENTANG SUSUNAN DAN KEKUASAAN BADAN-BADAN KEHAKIMAN. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 1958 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH-DAERAH TINGKAT I BALI, NUSA TENGGARA BARAT DAN NUSA TENGGARA TIMUR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1947 TENTANG MENGADAKAN PERATURAN PERMOHONAN GRASI YANG SESUAI DENGAN KEADAAN SEKARANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Keuangan Negara perlu diperkuat; b. bahwa atas beberapa jenis tembakau belum dikenakan cukai;

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1947 TENTANG PERATURAN PROMES NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1950 TENTANG PERATURAN PENGLAKSANAAN PEMERINTAH R.I.S. NR 16, TAHUN 1950

Transkripsi:

Page 1 of 8 UNDANG-UNDANG (UU) 1947 Nomer. 32. ) (32/1947) PENGAJARAN SEKOLAH LANJUTAN NEGERI. Memusatkan segala urusan sekolah-sekolah lanjutan negeri pada Kementerian Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sekolah-sekolah lanjutan Negeri hingga sekarang boleh didirikan dan diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah (Karesidenan, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kota Jakarta); b. bahwa dalam proces pembangunan masyarakat kita pada dewasa ini ternyata perlu untuk memusatkan segala urusan tentang sekolah-sekolah Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan untuk menjamin persatuan dalam penyelenggaraan dan susunan sekolah-sekolah itu; Mengingat: pasal 20, 31, pasal II dan IV aturan peralihan, Undang-undang Dasar dan Maklumat Wakil Presiden tanggal 16 Oktober 1945 No. X; Dengan persetujuan Badan Pekerja Komite Nasional Pusat ; Pertama : Menghapuskan : Memutuskan: a. Peraturan tentang Sekolah Guru (Osamu Seirei No. 11, tahun 1945). b. Peraturan tentang Sekolah Menengah Tinggi (Osamu Seirei No. 12, tahun 1945), c. Peraturan tentang Sekolah Pertengahan (Osamu Seirei No. 13, tahun 1945, perubahan Osamu Seirei No. 14, tahun 1944), d. Bagian Peraturan tentang Sekolah Kepandaian Istimewa, yang mengenai sekolah-sekolah yang sekarang diurus langsung oleh Kementerian Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan (Osamu Seirei No. 22, tahun 1945), e. Peraturan tentang Sekolah Pertengahan (Osamu Seirei No. 31, tahun 1945, perubahan Osamu Seirei No. 14, tahun 1944 jo Osamu Seirei No. 13, tahun 1945). f. Peraturan tentang Sekolah Menengah Tinggi (Osamu Seirei No. 32, tahun 1945, perubahan Osamu Seirei No. 12, tahun 1945), g. Bagian Peraturan tentang Sekolah Kepandaian Istimewa, yang mengenai sekolah-sekolah yang sekarang diurus langsung oleh Kementerian Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan (Osamu Seirei No. 33, tahun 1945, perubahan Osamu Seirei No. 22, tahun 1945). Kedua : Menetapkan peraturan sebagai berikut : UNDANG-UNDANG TENTANG MENDIRIKAN DAN MENYELENGGARAKAN SEKOLAH-SEKOLAH LANJUTAN NEGERI. BAB I.

Page 2 of 8 Aturan Umum. Pasal 1. Yang dimaksud dengan sekolah lanjutan dalam Undang-undang ini ialah semua jenis sekolah-sekolah dan kursus-kursus yang memberi pelajaran lanjutan di atas sekolah rendah, kecuali perguruan-perguruan tinggi. Pasal 2. Undang-undang ini tidak berlaku buat sekolah-sekolah atau kursus-kursus jawatan yang diurus langsung oleh Kementerian atau jawatan lain dari pada Kementerian Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan. BAB II. Hak mendirikan dan menyelenggarakan sekolah-sekolah lanjutan Negeri. Pasal 3. 1. Yang berhak mendirikan dan menyelenggarakan sekolah-sekolah lanjutan Negeri ialah Kementerian Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan. 2. Kabupaten dan Haminte Kota berhak juga mendirikan Sekolah Pertukangan dan Sekolah Kepandaian Puteri berhubung dengan kebutuhan daerahnya. Untuk melaksanakan suatu keputusan tentang mendirikan sekolah-sekolah itu, lebih dahulu diadakan permufakatan antara pemerintah daerah yang berkepentingan dengan Kementerian Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan. 3. Jika dipandang perlu Kementerian Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan dapat menyerahkan pendirian dan penyelenggaraan berjenis sekolah lanjutan Negeri kepada Kabupaten dan Haminte Kota. BAB III. Pemeriksaan sekolah-sekolah lanjutan Negeri. Pasal 4. 1. Pemeriksaan sekolah-sekolah lanjutan Negeri dilakukan oleh Kementerian Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan. 2. Oleh Kementerian Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan dibentuk badan pemeriksa sekolah lanjutan untuk tiap-tiap jenis sekolah lanjutan atau untuk beberapa jenis sekolah lanjutan Negeri, yang menurut isi pengajaran termasuk dalam satu golongan. 3. Susunan dan kewajiban badan pemeriksa sekolah diatur dalam Peraturan Kementerian Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan. Pasal 5. Sekolah-sekolah lanjutan Negeri yang didirikan dan diselenggarakan oleh Kabupaten atau Haminte Kota diperiksa juga oleh badan pemeriksa Kementerian Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan yang bersangkutan.

Page 3 of 8 Tentang hasil pemeriksaan itu diberikan lapuran kepada Pemerintah Kabupaten atau Haminte Kota yang berkepentingan. BAB IV. Kantor Pengajaran Daerah. Pasal 6. Kepala dan pegawai-pegawai kantor pengajaran di karesidenan atau di daerah-daerah yang kedudukannya sama dengan karesidenan ialah pegawai-pegawai dari Kementerian Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan. Susunan dan kewajiban kantor itu ditetapkan dalam suatu peraturan Kementerian Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam peraturan itu akan ditetapkan juga cara kerja bersama antara kantor pengajaran daerah dengan kepala pemerintah daerah yang bersangkutan. BAB V. Peraturan Peralihan. Pasal 7. 1. Sekolah-sekolah lanjutan Negeri yang didirikan dan diselenggarakan oleh Kabupaten dan Haminte Kota, mulai berlakunya Undang-undang ini dan seterusnya akan diselenggarakan oleh Kementerian Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan. 2. Tentang sekolah-sekolah Pertukangan dan sekolah-sekolah Kepandaian Puteri yang telah ada, apakah sekolah-sekolah itu seterusnya akan diselenggarakan oleh Kabupaten atau Haminte kota, ataukah diserahkan kepada Kementerian Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan, akan ditetapkan oleh Kementerian Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan setelah bermufakat dengan Pemerintah Daerah yang bersangkutan. Pasal 8. Semua sekolah lanjutan Negeri kepunyaan Pemerintah Daerah yang seterusnya akan diselenggarakan oleh Kementerian Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan, diserahkan dengan segala milik dan tanggungannya kepada Kementerian tersebut. Pasal 9. Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diumumkan. Ditetapkan di Yogyakarta pada tanggal 22 September 1947. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO. Menteri Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan,

Page 4 of 8 Diumumkan pada tanggal 23 September 1947. Sekretaris Negara, A.G. PRINGGODIGDO. PENJELASAN UMUM. ALI SASTROAMIDJOJO. PENJELASAN UNDANG-UNDANG No. 32 TAHUN 1947. 1. Soal penyerahan sekolah-sekolah kepada Pemerintah daerah yang mulai pada jaman pemerintahan Belanda, dilanjutkan, malahan diluaskan, pada pemerintahan Jepang, dan masih dilakukan pada pemerintahan Republik Indonesia, mempunyai riwayat sendiri. Dengan singkat riwayat itu akan kami bentangkan disini. 2. Penyerahan sekolah-sekolah kepada Pemerintah daerah dijaman Belanda hanya mengenai sekolah rendah saja (vervolgschool) dan diatur dalam Staatsblad 1936 No. 585 untuk Jawa dan Madura dan dalam Staatsblad 1937 No. 511 untuk daerah-daerah di luar Jawa dan Madura, Vervolgschool diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten dan Haminte Kota, dan volksschool yang terkenal juga dengan nama sekolah desa, tetap diurus oleh desa, sebagai yang diciptakan Van Heutz pada tahun 1907. Hanya yang memberi subsidi tak lagi Pemerintah Pusat tetapi Kabupaten. Sekolah-sekolah pertukangan (Ambachtsleergang) diserahkan juga kepada Kabupaten dan Haminte Kota. Begitupun pendidikan guru-guru; sekolah normal diserahkan kepada propinsi, dan sekolah guru desa (Cursus voor volksonderwijzers) kepada Kabupaten dan Haminte Kota. 3. Seperti telah dikatakan di atas, penyerahan sekolah- sekolah dijaman Jepang dilakukan dengan lebih luas lagi. Praktis semua sekolah-sekolah, rendah maupun lanjutan, diserahkan kepada Pemerintah daerah. Sekolah-sekolah rendah kepada Kabupaten dan Haminte Kota, sekolah-sekolah lanjutan kepada pemerintah Residensi, dan juga kepada Kabupaten. Dengan perubahan peraturan-peraturan yang terakhir, yaitu Osamu Seirei tahun 1945 No. 31 dan 32, hal mendirikan sekolah-sekolah lanjutan hampir sama sekali diserahkan kepada Pemerintah daerah. Hanya beberapa sekolah saja yang masih diurus langsung oleh Kantor Pengajaran : yaitu Sekolah-sekolah Tinggi, Sekolah Guru Menengah Tinggi, Sekolah Teknik Menengah Tinggi, Sekolah Guru Kepandaian Puteri dan Sekolah Pertanian Menengah Tinggi (nama-nama yang lama). 4. Di Republik Indonesia peraturan-peraturan dari jaman Jepang tentang penyerahan hak mendirikan sekolah-sekolah Negeri sampai kini belum diubah. Bahwa hal ini menimbulkan akibat-akibat yang tidak baik tak usah diterangkan dengan panjang lebar. Dilihat dari sudut peraturan pegawai umpamanya, dengan desentralisasi yang begitu luas, sukar sekali didapat persamaan dalam menetapkan kedudukan guru, karena pengangkatan dan penetapan tingkatan guru ialah hak Pemerintah daerah. Hal ini memang menjadi keluh kesah para guru, dan dengan sengaja atau tak disengaja suasana demikian mempengaruhi pengajaran di sekolah-sekolah.

Page 5 of 8 5. Hal yang lebih penting lagi ialah bahwa tingkatan reorganisasi pengajaran di tanah air kita waktu sekarang perlu kami menguasai sekolah-sekolah dengan secukup-cukupnya. Mengenai sekolah rendah khususnya akan diadakan penyelidikan yang sedalam-dalamnya dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan serta Instansi-instansi lainnya yang bersangkutan, tentang bagaimana selanjutnya kedudukan sekolah-sekolah ini akan dapat ditetapkan dengan sebaik-baiknya. Hasil dari penyelidikan ini selekas-lekasnya akan dikerjakan di dalam suatu rencana Undang-undang yang khusus mengenai kedudukan sekolah rendah. 6. Dengan semua hal yang diuraikan di atas itu terang kiranya, bahwa kami harus menguasai semua sekolah-sekolah lanjutan Negeri, supaya tiap-tiap perubahan yang telah diputuskan terjamin juga terlaksananya. Bukankah maksud kami mengatakan bahwa Pemerintah daerah, yang sekarang berwajib mengurus sekolah-sekolah lanjutan, kurang memberi bantuan dalam menjalankan peraturan-peraturan Kementerian kami. Tetapi memang berlainan akibatnya jika peraturan-peraturan yang kami buat itu dijalankan langsung oleh kami sendiri. Karena itu perlu sekali kami mengubah peraturan-peraturan yang mengenai hak mendirikan dan menyelenggarakan sekolah-sekolah lanjutan Negeri. Hak itu selanjutnya hanya ada pada Kementerian Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan. PENJELASAN SEPASAL DEMI SEPASAL. Tidak memerlukan penjelasan lagi. Tidak memerlukan penjelasan lagi. BAB I. Aturan Umum. Pasal 1. Pasal 2. BAB II. Hak mendirikan dan menyelenggarakan sekolah-sekolah lanjutan Negeri. Pasal 3. Ayat 1 : dengan ayat ini ditetapkan bahwa yang berhak mendirikan dan menyelenggarakan sekolah-sekolah lanjutan Negeri hanya Kementerian Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan. Pemerintah daerah tidak diperbolehkan lagi mendirikan sekolah-sekolah itu. Dalam peraturan sentralisasi sekolah-sekolah lanjutan Negeri ini tidak ada daerah yang dikecualikan, jadi mengenai juga sekolah-sekolah di Daerah Istimewa Yogyakarta. Yang dimaksud dengan penyelenggaraan sekolah-sekolah ialah selain daripada penyusunan rencana pelajarannya serta pemeriksaannya, juga semua urusan tentang berdirinya dan langsungnya sekolah-sekolah itu, sebagai pengangkatan dan penghentian guru-guru/pegawainya, urusan gedung-gedung, dll. sebagainya. Ayat 2 : menyimpang dari peraturan pada ayat 1, Kabupaten dan Haminte Kota diperbolehkan juga mendirikan dan menyelenggarakan Sekolah Pertukangan dan

Page 6 of 8 Sekolah Kepandaian Puteri. Disamping sekolah-sekolah semacam ini, yang didirikan dan diselenggarakan Kementerian Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan dan yang akan memenuhi kebutuhan pekerja-pekerja untuk perusahaan-perusahaan besar dan jawatan-jawatan Negeri, Sekolah-sekolah Pertukangan yang didirikan oleh Kabupaten dan Haminte Kota akan mendidik tenaga-tenaga untuk kebutuhan daerah (lokaal). Begitupun Sekolah Kepandaian Puteri dapat didirikan oleh Kabupaten dan Haminte Kota supaya dapat disesuaikan dengan keadaan daerah. Meskipun sekolah-sekolah ini didirikan untuk menghasilkan tenaga-tenaga buat kebutuhan di dalam daerah, supaya hasil dari usaha ini memenuhi segala pengharapan, perlu sekali syarat-syarat tentang formasi guru-guru, alat-alat pelajaran dll. yang mengenai teknik pengajaran, dicukupi. Dalam hal ini perlu Kementerian Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan diminta pemandangannya. Ayat 3 : mungkin ada jenis sekolah yang berhubung dengan sesuatu hal akan diserahkan pendirian dan penyelenggaraannya kepada Pemerintah daerah, antara lain karena sekolah-sekolah semacam itu akan didirikan sekaligus dan besar jumlahnya, sedang Kementerian kami tak dapat mengurus semuanya dengan baik, mengingat jumlah pegawai yang masih kurang sekali. Contoh tentang sekolah yang akan diserahkan pendirian dan penyelenggaraannya kepada Kabupaten dan Haminte Kota, ialah sekolah guru untuk kelas I sampai III dari sekolah Rakyat. Sekolah ini bukan Cursus voor Volksonderwijzers dari jaman Belanda yang dijaman Jepang diterjemahkan dengan sekolah Guru Pertama, tetapi suatu pendidikan guru darurat untuk memenuhi dengan cepat kebutuhan guru-guru. Lamanya pendidikan 2 tahun dengan asrama, sedang ditiap-tiap Kabupaten dan Haminte Kota akan didirikan sebuah sekolah macam itu. Susunan pengajarannya diurus langsung oleh Kementerian Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan. BAB III. Pemeriksaan sekolah-sekolah lanjutan Negeri. Pasal 4. Ayat 1 : Ayat 2 : Ayat 3 : tidak memerlukan penjelasan lagi. idem idem Pasal 5. Hal ini perlu supaya ada persamaan tingkatan pengajarannya dengan sekolah-sekolah yang diurus langsung oleh Kementerian Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan. BAB IV. Kantor Pengajaran Daerah. Pasal 6. Dengan pasal ini diubahlah Osamu Seirei No. 28, tahun 1942 dimana kepada Syuutjokan diberi kekuasaan mengurus pengajaran di daerahnya. Kantor Pengajaran di Karesidenan uang dengan perubahan ini langsung di bawah

Page 7 of 8 Kementerian Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan, akan diberi pekerjaan administratief terhadap sekolah-sekolah lanjutan. Pemeriksaan sekolah akan diurus langsung oleh Badan Pemeriksa sekolah. Dengan demikian jumlah pegawai Kantor Pengajaran Karesidenan dapat dikurangi. BAB V. Peraturan Peralihan. Pasal 7. Ayat 1 : Dijaman Jepang dengan peraturan Osamu Seirei No.31 dan 32, tahun 1945, banyak sekolah-sekolah, antara lain Sekolah Menengah Umum bagian Pertama (Nama lama : Sekolah Menengah Pertama), yang didirikan oleh Kabupaten. Sekolah-sekolah itu dengan berlakunya Undang-undang ini akan diurus langsung oleh Kementerian Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan. Ayat 2 : tidak memerlukan penjelasan lagi. tidak memerlukan penjelasan lagi. Pasal 8. tidak memerlukan penjelasan lagi. Pasal 9.

Page 8 of 8