Kuratorial Pameran; On Material(ity) pasir dan semen yang dijual di toko material. Material disini bermaksud on material ; diatas-material.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penciptaan

Patung dalam Seni Rupa Kontemporer Indonesia

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian

TUGAS SENI BUDAYA ARTIKEL SENI RUPA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Raymond Williams dalam Komarudin (2007: 1).

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasar pada paparan hasil dan temuan penelitian, makna perubahan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya. Terdiri

2015 ANALISIS DESAIN ALAT MUSIK KERAMIK DI DESA JATISURA KECAMATAN JATIWANGI KABUPATEN MAJALENGKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab. Berkarya Seni Rupa Dua Dimensi (2D) Peta Materi. Semester 1. Pengertian. Unsur dan Objek. Berkarya Seni Rupa 2 D. Medium, Bahan, dan Teknik

BAB III KONSEP PERANCANGAN A.

BAB I PENDAHULUAN. Batik merupakan karya seni budaya bangsa Indonesia yang dikagumi dunia.

Penerapan Ragam Hias pada Bahan Tekstil

SENI RUPA 2 DIMENSI DAN 3 DIMENSI

DESKRIPSI KARYA KRIYA PRODUK BASKOM KAYU

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Kriya merupakan suatu proses dalam berkesenian dengan berkegiatan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan yang dimilikinya. Manusia tidak dapat hidup sendiri-sendiri, mereka

2 Berkarya Seni Rupa. Bab. Tiga Dimensi (3D) Peta Materi. Di unduh dari : Bukupaket.com. Jenis Karya. Berkarya Seni Rupa 3 D.

BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN

2016 ANALISIS PROSES PEMBUATAN BONEKA KAYU LAME D I KAMPUNG LEUWI ANYAR KOTA TASIKMALAYA

M. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SENI BUDAYA SMALB TUNARUNGU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penciptaan

2 PRINSIP DAN UNSUR DESAIN

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kreasi yang mempunyai arti tersendiri, yang kadang-kadang dihubungkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Moses, 2014 Keraton Ismahayana Landak Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Menata Pola Ragam Hias Tekstil

BAB I PENDAHULUAN. Rahmat Hidayat, 2015 Origami Maya Hirai Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN Potensi Kota Yogyakarta Sebagai Kota Budaya Dan Seni

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh bagaimana ia memperoleh pendidikan, perlakuan, dan. kepengasuhan pada awal-awal tahun kehidupannya (Santoso, 2002)

BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN. kebenaran, hal ini terkait sekali dengan realitas.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III GAGASAN BERKARYA

Fungsi Apresiasi dan Kritik dalam Pendidikan Seni Rupa

BAB I PENDAHULUAN. dikomunikasikan dan diapresiasi oleh masyarakat. Pameran juga merupakan sebuah kegiatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ibu adalah wanita yang telah melahirkan seseorang. Sebutan ibu mungkin

KISI KISI UKG SENI RUPA (SMA) 2015

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang memiliki keanekaragaman

GUDANG GARAM INDONESIA ART AWARD 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Nisa Apriyani, 2014 Objek Burung Hantu Sebagai Ide Gagasan Berkarya Tenun Tapestri

BAB I PENDAHULUAN. mendukung kegiatannya sehari-hari. Berbagai macam cara dilakukan untuk

Pengertian Seni Kriya, Fungsi, Macam & Contoh Seni Kriya

BAB VIII PENUTUP. Bab ini memuat simpulan dari pembahasan masalah-masalah pokok yang

1.2 Asumsi Dasar 1.3 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III PROSES PERANCANGAN. A. Bagan Pemecahan Masalah. Batik Kreasi Baru. Permasalahan : 1. Bagaimana merancang motif batik dengan sumber ide makanan

BAB I PENDAHULUAN. karya dihasilkan dari imajinasi dan temporer seniman. Batasan dari cetak tradisional,

EKSPLORASI SIMPUL PADA TALI KATUN UNTUK PELENGKAP BUSANA

ILMU, TEKNOLOGI DAN SENI DALAM ARSITEKTUR. PENGANTAR ARSITEKTUR Minggu ke - 3

BAB I PENDAHULUAN. pendukung karya ( Van De Ven, 1995:102 ) seperti figure manusia, tokoh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penciptaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

48. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SENI BUDAYA SMA/MA/SMK/MAK

Pengertian Seni Rupa. Prinsip - prinsip Seni

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prio Rionggo, 2014 Proses Penciptaan Desain Poster Dengan Tema Bandung Heritage

EKSPLORASI TEKNIK SUMINAGASHI PADA PRODUK FASHION

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Rumusan Masalah

PUSAT SENI RUPA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Selain unsur visualisasi, teknik sapuan kuas yang ada di atas kanvas juga

BAB I PENDAHULUAN LatarBelakang Eko Juliana Susanto, 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seni rupa adalah salah satu dari cabang seni yang dapat dilihat dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa kecil perupa hingga dewasa banyak terinspirasi oleh informasi yang di

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB III PROSES PEMBENTUKAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Seni lukis batik berawal dari seni batik yang sudah tua usianya. Seni batik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik.

7

BAB I PENDAHULUAN. Pasca Modernisme melahirkan gerakan seni rupa Kontemporer yang mendorong

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

55. Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB D) A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Penjelasan Judul Perancangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

56. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mata pencaharian dengan hormat dan jujur. Dalam versi yang lain seni disebut. mempunyai unsur transendental atau spiritual.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dihargai keberadaannya. Penenelitian tentang tattoo artist bernama Awang yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

79. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunadaksa (SMALB D)

SILABUS. Kegiatan Pembelajaran Teknik

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Budaya antre dalam kehidupan masyarakat di dalamnya sangat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

60. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunadaksa (SMPLB D)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kerajinan merupakan produk yang dihasilkan manusia yang dapat dilihat

58. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunanetra (SMPLB-A)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. Kerajinan dari Daur Ulang A. Produk Kerajinan dari Kertas Daur Ulang Banyak hal yang dapat diciptakan dari kertas seni (handmade paper).

pendidikan seni tersebut adalah pendidikan seni rupa yang mempelajari seni mengolah kepekaan rasa, estetik, kreativitas, dan unsur-unsur rupa menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini keberadaan teko keramik telah mengalami banyak pergeseran

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. I-1 Universitas Kristen Maranatha

UNDANGAN TERBUKA PAMERAN BESAR SENI RUPA 2017

MODUL SENI RUPA KELAS X (Semester 1) TAHUN AJARAN BAB 1 BERKARYA SENI RUPA 2 DIMENSI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KRIYA BAMBU KARYA ALI SUBANA

Transkripsi:

Kuratorial Pameran; On Material(ity) pasir dan semen yang dijual di toko material. Material disini bermaksud on material ; diatas-material. Pameran yang dilangsungkan di Galeri Hidayat kali ini menitik beratkan pada persoalan pemilihan material dan pengolahan teknis pada karya seni. Karya seni disini berarti, buah ide maupun hasil gagasan yang diolah dengan pencapaian estetis tertentu - yang kemudian dihadirkan pada ruang publik dan diapresiasi oleh orang lain selain creatornya. Sedangkan batasan pengertian material yang akan kita bahas selanjutnya, bukanlah dalam konteks bahan-bahan bangunan seperti

Persoalan material dalam berkarya sedikit tergeserkan sejak dunia seni rupa memasuki masa-masa seni post-moderenisme maupun seni kontemporer seperti saat ini. Material atau bahan (medium) dalam pembuatan karya dianggap sebagai kendaraan saja, dan memposisikan gagasan ataupun konsep sang seniman menjadi lebih penting. Sering kali hal ini menjadikan sosok seniman menjadi lebih ambisius dan superior. Lain halnya ketika kita berada pada masa pemilihan material, hal tersebut menjadi sedikit dipermasalahkan, misalnya pada masa seni tradisional (yang tentu saja akan berkaitan erat dengan ranah kriya dan craftsmanship). Seniman tradisional mengambil sari-sari bahan mentah sebagai wujud pengkaryaannya, intuisi, dan indra peraba dimanfaatkan maksimal untuk mengenal karakter material dengan intim. Hal ini menjadikan pencapaian karya menjadi lebih personal dan secara teknis menjadi lebih rumit serta membutuhkan usaha lebih. Ketika seniman mengolah material dengan kerumitan teknis dan waktu penyelesaian karya yang lebih panjang, seniman cenderung

menjadi lebih puitis, dan rendah hati. Karyakarya kadang bersifat komunal, bahkan nama seniman tidak tercantum atau tidak dikenal. Pada konteksnya dengan persoalan pameran ON-MATERIAL(ITY), material konvensional dwimatra pada dunia senirupa; seperti kertas, kanvas, dan kain mulai dirasa menarik kembali untuk diangkat sebagai bentuk kesadaran dan kepekaan seniman dalam berkarya. Baik itu melingkupi jenis karya dengan pendekatan yang bersifat intuitif - hingga karya yang bersifat konseptual. Baik itu ketika material diperlakukan sebagai mana wajarnya hingga ketika ia dimanipulasi melampaui batas-batas kebiasaan. Meski persoalan material seringkali didapati pada seni tradisi, membahas dan mempersoalkan pengolahan material dalam berkarya tidak sertamerta menjadikan pameran ini pameran para seniman tradisional. Selain dari segi kontennya yang jauh berbeda, latar belakang, hingga ujung mata panah pengkaryaan pada karya-karya di pameran ini tidak mengarah pada seni

tradisional. Para peserta pameran kali ini, mengambil spirit dan sikap berkarya yang menjungjung tinggi nilai craftsmanship yang biasanya terdapat pada seni-seni tradisional (dan kriya). Pameran ini juga secara pararel mengkritisi karya-karya yang dengan mudah dilabeli sebagai karya seni, namun dirasa lemah bahkan cenderung premature untuk dihadirkan di ruang publik. Terutama dalam segi kesadaran pemilihan material karya. Namun hal ini juga tidak berarti kami resistance dengan keadaan. untuk dihadirkan kembali. Setidaknya hal ini menjadi refleksi bagi para seniman yang telah terlebih dulu berkarya dan berpameran dan menjadi landasan berkarya bagi setiap calon seniman yang akan memulai berkarya. Persoalan material menarik untuk dibahas karena hal yang notabene pernah ramai dibahas pada periode masa sebelumnya, ternyata masih signifikan bahkan urgent

Seni serat: Kertas, Kain, dan Serat. Secara global, pemanfaatan serat dalam ranah seni rupa terjadi di bawah payung besar post-modernisme pada 1960-an. Gejala lainnya pada masa tersebut juga ditandai dengan bentuk-bentuk kesenian yang dianggap baru dalam lingkup seni visual, misalnya: performance art, happening art, video art, fine photography. Serat kemudian dimanfaatkan dan hadir dalam ruang publik seni rupa Indonesia pada sekitar tahun 1980- an oleh Biranul Anas maupun Yusuf Affendi, hingga sekarang dapat dijumpai senimanseniman serat muda yang berperan aktif berpameran. Kertas dan kain merupakan salah satu contoh hasil olahan berbahan dasar serat. Serat sebagai material, terbagi kedalam dua klasifikasi besar, yaitu; serat alam dan serat buatan. Berdasarkan sumbernya, serat diperoleh dari tumbuhan, hewan melalui bulu atau kulitnya, dan mineral. Secara teoritis, arti kata serat yang berbahasa asli bahasa Inggris; fiber merupakan suatu jenis bahan memanjang utuh yang berupa potonganpotongan komponen, dan molekul penyusunnya berorientasi pada arah panjang. Serat kemudian diolah dan disusun sedemikian rupa hingga dapat membentuk pintalan benang, jalinan kain, maupun bidang penampang lainnya.

Sejak bangsa Cina (Tsai Lun) menemukan kertas pada sekitaran 101M, hingga memasuki pasca pengsertifikasian kain (tekstil) oleh Inggris pada masa revolusi industri tahun 1750-1850, bahkan ketika kita memasuki masa serba digital seperti sekarang; perabadan manusia tidak pernah terlepas dari secarik kertas dan sehelai kain. Sebagai penanda suatu kebudayaan, (di Indonesia misalnya) kertas dan kain telah dikenal sejak lama untuk hal-hal yang berkenaan dengan makna, status sosial, dan simbol memasuki episode-episode tertentu dalam kehidupannya. Kelahiran, pernikahan, kematian, ataupun memasuki fase tertentu kertas dan kain digunakan dan dihadirkan secara seremonial untuk menggambarkan gagasan simbolik dan suatu makna tertentu. Kita mengenal adanya pencatatan mengenai tembang-tembang tradisional maupun perkembangan kebudayaan yang menggunakan kertas daluang di nusantara. Kita juga mengenal beragam kain batik yang memiliki ragam hias tertentu yang

diperuntukan khusus dalam menyambut fase tertentu dalam kehidupan. Masih sangat banyak contoh-contoh (bentuk kebudayaan) lainnya yang meskipun terdengar asing dan menggelikan, namun hal ini tetap menjadi hal yang relevan hingga saat ini. berperan sangat dekat dan bersentuhan langsung dengan ruang pribadi manusia; tubuh. We do believe on materiality Meskipun terdapat beberapa tanda pergeseran makna, degradasi dan sikap acuh, manusia tetap rindu untuk menggunakan indra perabanya dan tetap berinteraksi dengan benda-benda yang bersifat tactual dan tangible - seperti kertas dan kain. Kain dengan kaitannya yang erat sebagai pakaian, kita maknai juga sebagai 'kulit kedua', karena

'fase kehidupan'. Fase ini merupakan fase refleksi, dan eksplorasi. Fase yang menjadi landasan dan tanda untuk menyambut fase selanjutnya. Fase yang mendewasakan dan mematangkan pemilihan material dalam berkarya. Fase yang lebih mendekatkan diri kita dengan material yang selama ini menjadi ranah kehidupan kita. We do believe on material. Bagi para peserta pameran; baik sebagai seniman, dosen, maupun yang masih berstatus sebagai mahasiswa. Pameran ON MATERIAL(ITY) ini di-analogikan sebagai proses seremonial dalam melewati salah satu We do believe on it process. Bandung, 22 Mei 2015. Maradita Sutantio, Kurator.