I. PENDAHULUAN. dan sejahtera tersebut, perlu secara terus-menerus ditingkatkan usaha-usaha pencegahan dan

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (trafficking) merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan

I. PENDAHULUAN. transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini tentunya sangat

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Negara kesatuan Republik Indonesia dikarunia dengan daerah daratan, lautan dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

BAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil,

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

I. PENDAHULUAN. Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Korupsi merupakan tindakan yang dapat menimbulkan kerugian bagi keuangan

I. PENDAHULUAN. tampak lebih nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga

MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN.

Instrumen Perdata untuk Mengembalikan Kerugian Negara dalam Korupsi

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

I. PENDAHULUAN. Hakekat pembangunan nasional adalah membangun seluruh manusia Indonesia

I. PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu ditingkatkan usahausaha. yang mampu mengayomi masyarakat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

I. PENDAHULUAN. biasa. Khusus di Negara Indonesia sendiri, tindak pidana korupsi sudah ada sejak

PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai extraordinary crime atau kejahatan luar biasa. penerapannya dilakukan secara kumulatif.

I. PENDAHULUAN. Penyalahgunaan izin tinggal merupakan suatu peristiwa hukum yang sudah sering

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

Bab IX : Sumpah Palsu Dan Keterangan Palsu

BAB I PENDAHULUAN. buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan

I. PENDAHULUAN. Penyelenggara pemerintahan mempunyai peran penting dalam tatanan (konstelasi)

I. PENDAHULUAN. usahanya ia tidak mampu, maka orang cenderung melakukanya dengan jalan

I. PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai peranan yang sangat penting dalam. dalam kegiatan seperti pemeliharaan pertahanan dan keamanan, keadilan,

I. PENDAHULUAN. aspek kehidupan dan seolah-olah menjadi budaya masyarakat Indonesia. 1 Jika

Subbagian Hukum BPK Perwakilan Provinsi Bali

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dirumuskan demikian:

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang merugikan keuangan negara

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

teknologi informasi adalah munculnya tindak pidana mayantara (cyber crime). Cyber

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Di Indonesia, tindak pidana ko. masyarakat dan dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary

1. PENDAHULUAN. Tindak Pidana pembunuhan termasuk dalam tindak pidana materiil ( Materiale

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

I. PENDAHULUAN. Penanganan dan pemeriksaan suatu kasus atau perkara pidana baik itu pidana

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

Kejahatan merupakan bayang-bayang peradaban manusia, bahkan lebih maju dari peradaban

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

Lex Crimen Vol. IV/No. 5/Juli/2015

TERDAKWA KASUS KORUPSI DANA BANSOS DITUNTUT 4 TAHUN 6 BULAN PENJARA

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyengsarakan dan menghancurkan suatu negara. Dampak korupsi bagi negara-negara dengan kasus korupsi berbeda-beda bentuk,

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke

I. PENDAHULUAN. Salah satu peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara Republik. dikenakan suatu sanksi menurut peraturan yang dilanggarnya.

I. PENDAHULUAN. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UUPTPK) disebutkan:

I. PENDAHULUAN. disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI

I. PENDAHULUAN. jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

I. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

I. PENDAHULUAN. karena itu sering timbul adanya perubahan-perubahan yang dialami oleh bangsa

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN. dan pada saat tertentu disebut sebagai biotic community atau masyarakat

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

I. PENDAHULUAN. profesi maupun peraturan disiplin yang harus dipatuhi oleh setiap anggota Polri.

BAB I PENDAHULUAN. resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan

BAB II PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA. Di Indonesia langkah- langkah pembentukan hukum positif untuk

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

BAB I PENDAHULUAN. pidana korupsi yang dikategorikan sebagai kejahatan extra ordinary crime.

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

I. PENDAHULUAN. Asas legalitas dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP memiliki tujuan dalam menegakkan

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pasal 48 yang berbunyi :

I. PENDAHULUAN. Sejarah korupsi di Indonesia terjadi sejak zaman Hindia Belanda, pada masa

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas

I. PENDAHULUAN. asasi manusia dipertaruhkan. Bagaimana akibatnya jika seorang yang didakwa. yang ada disertai keyakinan Hakim, padahal tidak benar.

I. PENDAHULUAN. pelaksanaannya diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

I. PENDAHULUAN. berkaitan satu sama lainnya. Hukum merupakan wadah yang mengatur segala hal

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil, makumur, sejahtera dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera tersebut, perlu secara terus-menerus ditingkatkan usaha-usaha pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pada umumnya serta tindak pidana korupsi pada khususnya. Di tengah upaya pembangunan nasional diberbagai bidang, aspirasi masyarakat untuk memberantas korupsi dan bentuk penyimpangan lainnya semakin meningkat, karena dalam kenyataan adanya perbuatan korupsi telah menimbulkan kerugian negara yang sangat besar yang pada gilirannya dapat berdampak pada timbulnya krisis diberbagai bidang. Untuk itu, upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi perlu semakin ditingkatkan dan diintensifkan dengan tetap menjunjung tinggi hak asasai manusia dan kepentingan masyarakat. Tindak pidana korupsi diartikan sebagai penyelenggaraan atau penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain atau suatu korporasi. Orang yang melakukan tindak pidana korupsi itu disebut koruptor. Sedangkan tindak pidana tersebut diatur dalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1990 jo. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dimana ancaman pidananya disamping pidana penjara juga dimungkinkan untuk dijatuhi pidana denda. Dalam contoh kasus tindak korupsi dengan Nomor perkara : 653/PidB/ 2006/PN.TK, yang dilakukan oleh dua orang staf DPRD Bandar Lampung yang bernama Ferdka Mustari, S.H bin Syarifuddin (Terdakwa I) dan Halupi, S.Ag, bin Syukri (Terdakwa II) yang didakwa

melakukan tindak pidana korupsi berupa peralatan inventaris kantor, dengan barang bukti berupa : - AC 1 PK sebanyak 8 unit - Camera photo digital sebanyak 5 buah - AC 5 PK sebanyak 2 unit - Camera video sebanyak 2 unit - Karpet 300 meter - LCD Proyektor sebanyak 1 uni - Dispencer sebanyak 8 buah - Kursi ruang sidang 50 unit - Laptop sebanyak 8 unit - Kursi ruang komisi 60 unit - Wireless sebanyak 1 unit - Meja pimpinan dan dewan kehormatan 4 set Berdasarkan barang bukti yang disebutkan di atas, maka kedua terdakwa (Terdakwa I dan II) tersebut secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Dalam hal ini, Terdakwa I didakwa dengan Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undnag-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sedangkan Terdakwa II didakwa dengan Pasal 9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001. Terhadap masing-masing pelaku dijatuhkan vonis hukuman 1 (satu) tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp. 50.000.000.- (lima puluh juta rupiah) dan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama Berdasarkan contoh kasus di atas, penulis ingin mengetahui bagaimana pelaksanaan pidana denda dalam tindak pidana korupsi, karena ancaman pidana denda di luar KUHP khususnya dalam delik korupsi bisa mencapai Rp. 1.000.000,- (satu miliar rupiah). Di samping itu juga terpidana korupsi diwajibkan untuk membayar uang ganti kerugian negara. Karena salah satu unsur dalam tindak pidana korupsi ialah adanya kerugian keuangan negara. Terhadap

kerugian keuangan negara ini pembuat Undang-Undang Korupsi, baik yang lama yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1971 maupun yang baru yaitu Undang- Undnag Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001, menetapkan kebijakan bahwa kerugian keuangan negara itu harus dikembalikan atau diganti oleh pelaku korupsi. Instrumen pidana dilakukan oleh penyidik dengan menyita harta benda milik pelaku dan selanjutnya oleh penuntut umum dituntut agar harta benda milik pelaku tersebut dirampas oleh Jaksa yang bertindak sebagai eksekutor. Sedangkan instrumen perdata dilakukan oleh Jaksa Pengacara Negara (JPN) atau instansi yang dirugikan terhadap pelaku korupsi (tersangka, terdakwa, terpidana atau ahli warisnya bila terpidana meninggal dunia). Diantara kedua instrumen tersebut di atas, instrumen pidana lazim dilakukan karena proses hukumnya lebih sederhana dan mudah. Melihat hal tersebut di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan penulisan karya ilmiah dengan judul : Analisis Pelaksanaan Pidana Denda dalam Tindak Pidana Korupsi (Studi di Wilayah Hukum Kejaksaan Negeri Bandar Lampung). B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah: 1) Bagaimanakah pelaksanaan pidana denda dalam tindak pidana korupsi terhadap terpidana yang tidak mampu membayar? 2) Apakah faktor-faktor yang menghambat jaksa dalam melaksanakan pidana denda terhadap terpidana yang tidak mampu membayar?

2. Ruang Lingkup Ruang lingkup dalam penulisan skripsi ini adalah hanya dibatasi pada pelaksanaan pidana denda studi di Wilayah Hukum Kejaksaan Negeri Bandar Lampung Periode Januari sampai dengan Desember 2010. C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Sesuai dengan latar belakang, permasalahan dan ruang lingkup di atas, maka tujuan penelitian skripsi ini adalah: a. Untuk mengetahui pelaksanaan pidana denda dalam tindak pidana korupsi. b. Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang menjadi penghambat Jaksa dalam pelaksanaan pidana denda dalam tindak pidana korupsi. 2. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan dari penulisan skripsi ini mencakup kegunaan secara teoritis dan kegunaan praktis. a. Kegunaan Teoritis Penulisan skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu Hukum Pidana. Khususnya dengan hal yang berkaitan dengan pengaturan mengenai pidana denda, dilihat dari peraturan perundang-undangan yang berlaku. b. Kegunaan Praktis Kegunaan praktis dari penulisan skripsi ini adalah:

1) Sebagai sarana bagi penulis untuk memperdalam ilmu hukum pidana khususnya yang berkaitan dengan pelaksanaan pidana denda dalam tindak pidana korupsi, dilihat dari peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2) Dapat memberikan kontribusi atau masukan sebagai bahan pemikiran bagi pihakpihak yang memerlukan. 3) Untuk menambah informasi dan sumbangan pemikiran dalam rangka penegakan hukum pidana yang sesuai dengan tujuan pemidanaan. D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan indentifikasi terhadap dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti. (Soerjono Soekanto, 1986 : 125). Tindak pidana Korupsi di Indonesia dewasa ini perlu mendapatkan perhatian secara khusus karena dapat menimbulkan kerugian negara yang sangat besar yang pada gilirannya dapat berdampak pada timbulnya krisis diberbagai bidang. Mengenai tindak pidana korupsi diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, salah satu sanksi pidananya adalah pidana denda dan pidana tambahan berupa ganti kerugian negara, yang pelaksanannya dilakukan oleh jaksa yang ditunjuk oleh Kepala Kejaksaan Negeri Bandar Lampung sebagai eksekutor

dan sesuai dengan Pasal 270 KUHAP serta Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan. Dalam pelaksanaannya jaksa mengacu pada KUHAP, karena di dalam undangundang tindak pidana korupsi tidak ada aturan khusus yang mengatur tentang tata cara pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap kecuali pelaksanaan pidana pembayaran ganti kerugian negara yang diatur secara khusus dalam Pasal 18 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999. Meskipun Undang-Undang tindak pidana korupsi sudah menerapkan ancaman pidana minimum khusus juga menerapkan pidana denda yang lebih tinggi dan juga menerapkan pidana mati pemberatan pidana selain itu juga memuat pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yang tidak mampu membayar pidana tambahan berupa uang pengganti kerugian negara. Tetapi hal tersebut belum mencukupi khususnya untuk meningkatkan efektivitas pada denda. Menurut Muladi dan Barda Nawawi Arief (M. Hamdan, 1997 : 140) dalam pelaksanaan pidana denda perlu dipertimbangkan mengenai : a. Sistem penetapan jumlah atau besarnya pidana denda b. Batas waktu pelaksanaan pembayaran denda c. Tindakan-tindakan paksaan yang diharapkan dapat menjamin terlaksanananya pembayaran denda dalam hal terpidana tidak dapat membayar dalam batas waktu yang telah ditetapkan. d. Pelaksanaan pidana denda dalam hal-hal khusus (misalnya terhadap seorang anak yang belum dewasa atau belum bekerja dan masih dalam tanggungan orang tua) e. Pedoman atau kinerja untuk menjatuhkan pidana denda. (Muladi, 1992: 181) Faktor-faktor penghambat penegakan fungsionalisasi hukum adalah: 1. Faktor hukumnya sendiri;

2. Faktor penegak hukum; 3. Faktor sarana dan prasarana yang mendukung fungsionalisasi hukum; 4. Faktor masyarakat yaitu faktor lingkungan dimana hukum tersebut diterapkan; 5. Faktor kebudayaan yakni sebagian hasil karya cipta rasa didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. (Soerjono Soekanto, 1983: 5) 2. Konseptual Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti berkaitan dengan istilah ingin atau yang Akan diteliti (Soerjono Soekanto, 1986: 132). Berdasarkan istilah di atas, maka pengertian-pengertian dasar dari istilah yang ingin atau yang Akan digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah: a. Pelaksanaan Pelaksanaan adalah proses; cara; perbuatan melaksanakan (rancangan, keputusan, dsb) (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001: 448) b. Pidana Denda Pidana denda adalah pidana yang berupa keharusan membayar dalam bentuk uang (karena melanggar aturan, undang-undang, dsb) dan pidana denda tersebut tidak harus dibayar oleh narapidana denda, akan tetapi dapat dibayar pidana denda tersebut oleh orang lain. (Pidana dan Pemidanaan, 2001: 64). c. Tindak Pidana

Tindak pidana adalah tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum. (Simons). d. Korupsi Korupsi adalah perbuatan melawan hukum yang menyebabkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara dengan cara menyalahgunakan kekuasaan dan kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan dan kedudukannya dengan tujuan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999). E. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan penulisan dan pemahaman terhadap skripsi ini secara keseluruhan, maka penulis menyajikan penulisan dengan sistematika sebagai berikut : I. PENDAHULUAN Dalam Bab ini memuat tentang latar belakang, penulisan skripsi ini, kemudian dari latar belakang ditarik pokok-pokok permasalahan serta batasan ruang lingkup penulisan. Selain itu dalam bab ini juga memuat tentang tujuan dan kegunaan penulisan, kerangka teoritis dan konseptual, serta sistematika penulisan. II. TINJAUAN PUSTAKA Dalam Bab ini mencakup materi-materi yang mempunyai hubungan yang dibutuhkan dalam membantu, memahami dan menjelaskan permasalahan yang akan diteliti. III. METODE PENELITIAN

Dalam Bab ini akan menguraikan tentang metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini, yang menjelaskan mengenai langkah-langkah yang digunakan dalam pendekatan masalah, sumber dan jenis data, cara penentuan populasi dan sampel, prosedur pengumpulan dan pengolahan data serta analisis data. IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam Bab ini menguraikan hasil penelitian yang akan dilakukan. Bab ini juga memberikan jawaban mengenai permasalahan yang penulis teliti yaitu bagaimana bentuk pelaksanaan pidana denda dalam tindak pidana korupsi, dilihat dari peraturan perundangundangan yang berlaku. V. PENUTUP Dalam Bab ini penulis akan menyimpulkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dan kemudian memberikan sumbangan pemikiran berupa saran-saran yang berkaitan dengan masalah yang penulis teliti.