BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia memegang peranan utama dalam proses pembangunan industri. Sehingga peranan sumber daya manusia perlu mendapatkan perhatian khusus baik kemampuan, keselamatan, maupun kesehatan kerjanya. Potensi bahaya menunjukkan sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan cedera atau penyakit, kerugian yang dialami pekerja atau perusahaan. Potensi bahaya dan resiko di tempat kerja bisa terjadi akibat sistem kerja atau cara kerja, penggunaan mesin, alat dan bahan serta lingkungan disamping faktor manusia. Oleh karena itu perlu adanya upaya pencegahan dan pengendalian terhadap kemungkinan timbulnya gangguan kesehatan. Di tempat kerja banyak terdapat zat beracun yang dapat membahayakan pekerja. Bahan beracun adalah bahan kimia yang dalam jumlah kecil berbahaya bagi kesehatan bahkan jiwa manusia (Anizar, 2009). Resiko bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja adalah bahaya kecelakaan dan penyakit akibat kerja, akibat kombinasi dari berbagai faktor yaitu tenaga kerja dan lingkungan kerja (Suma mur, 2009). Lingkungan kerja yang sering penuh oleh debu, uap, gas dan lainnya yang disatu pihak mengganggu produktifitas dan mengganggu kesehatan di pihak lain. Hal ini sering menyebabkan gangguan pernafasan ataupun dapat mengganggu fungsi paru (Suma mur, 2009). Salah satu penyebab gangguan kesehatan akibat kerja di antanya adalah, debu yang merupakan salah satu gangguan yang tidak dapat diabaikan. Debu merupakan bahaya yang dapat menyebabkan pengurangan kenyamanan kerja, gangguan penglihatan, 1
2 gangguan fungsi vital paru, bahkan dapat menimbulkan keracunan umum ( Depkes RI, 2003). Seseorang yang bekerja lama di tempat kerja yang berdebu, maka kemungkinan debu untuk tertimbun dalam paru-paru semakin besar sebagai akibat hasil penghirupan sehari-hari dalam bekerja. Debu yang tertimbun tersebut dapat memperparah kondisi kesehatan pernafasan pekerja karena frekuensi yang sering untuk terpajan debu setiap harinya (Suma mur, 1991). Seseorang yang bekerja lama kemungkinan besar akan mengalami masalah kesehatan terutama gangguan saluran pernafasan. Akibat penghirupan debu yang langsung akan dirasakan adalah sesak, bersin, dan batuk. Semakin banyak debu yang tertimbun dalam paru-paru sehingga akan membentuk jaringan ikat dalam paru. Akibat terbentuknya jaringan ikat tersebut maka semakin banyak penyakit yang diderita oleh pekerja (Wang, 2004). Industri mebel merupakan salah satu industri yang pertumbuhannya sangat pesat. Proses fisik pengolahan bahan baku untuk dijadikan mebel cenderung menghasilkan polusi seperti partikel debu kayu. Industri mebel tersebut berpotensi menimbulkan polusi udara di tempat kerja yang berupa debu kayu. Ukuran partikel debu yang digergaji dan dihaluskan akan berbentuk debu kayu yang berterbangan diudara. Dampak negatif dari industri mebel adalah timbulnya pencemaran udara oleh debu yang timbul pada proses pengolahan atau hasil industri mebel tersebut. Debu kayu ini akan mencemari udara dan lingkungannya sehingga pekerja industri mebel dapat terpapar debu karena bahan baku, bahan ataupun produk akhir. Bahan pencemar tersebut dapat berpengaruh terhadap kesehatan manusia khususnya gangguan sistem pernafasan.
3 Zat pencemaran yang menetrasi ke dalam tubuh tergantung pada jenis pencemaran. Partikulat berukuran besar dapat bertahan di saluran pernafasan bagian atas, sedangkan partikulat partikulat kecil dan gas dapat mencapai paru-paru kemudian zat pencemaran diserap oleh sistem peredaran darah dan menyebar keseluruhan tubuh. Suatu penelitian yang di lakukan di Cina pada tahun 1996 menunjukkan bahwa lebih dari 7 juta tenaga kerja telah terekpose oleh debu, di temukan sekitar 400.000 kasus pneumonis dan mengakibatkan kurang lebih 80.000 kematian. Hal ini merupakan salah satu contoh resiko kesehatan yang dihubungkan dengan pencemaran udara di lingkungan kerja (Sheng, 1997). Sedangkan di Indonesia, berdasarkan hasil survey kesehatan rumah tangga 1986 dan tahun 1992 dikemukakan bahwa penyakit Bronchitis Asma, Tuberculosis paru dan penyakit saluran nafas lainnya merupakan penyakit yang terbanyak yang di temukan di masyarakat. Penyakit TuberculosisParu menempati urutan ke dua dan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) menempati urutan pertama dengan proporsi sebesar (25,6%) dan mortalitasnya sebesar 16,8% (survey kesehatan dalam Tesis Adelina, 2004). Sedangkan pada tahun 1995 hasil survai kesehatan rumah tangga menunjukkan penyakit TBC penyebab kematian no. 3 setelah penyakit kardio faskular atau pembuluh darah dan penyakit pernafasan pada semua kelompok usia pada urutan pertama. Berbagai faktor dalam timbulnya gangguan pada saluran nafas akibat debu dapat disebabkan oleh debu yang meliputi ukuran partikel, bentuk, konsentrasi, daya larut dan sifat kimiawi, serta lama paparan. Faktor individual yang meliputi mekanisme pertahanan paru, anatomi dan fisiologi saluran nafas serta faktor imunologis. Penilaian paparan pada manusia perlu dipertimbangkan antara lain sumber paparan, jenis pabrik, lamanya paparan, dan paparan dari sumber lain. Pola aktifitas sehari-hari dan faktor penyerta yang
4 potensial seperti umur, jenis kelamin, etnis, kebiasaan merokok dan faktor allergen (Khumaidah, 2009). Penyakit saluran pernafasan banyak ditemukan secara luas dan berhubungan erat dengan lamanya pajanan terhadap debu tertentu karena pada dasarnya saluran nafas merupakan salah satu bagian yang paling mudah terpapar oleh bahan-bahan yang mudah terhirup yang terdapat dilingkungan. Dalam perindustrian mebel juga sering menghasilkan debu dalam proses produksinya yang tanpa disadari akan menimbulkan berbagai macam penyakit pernafasan yang bisa mengenai para pekerja. Pada pengamatan awal yang dilakukan peneliti di Kecamatan Turen banyak terdapat home industri mebel. Pada masing-masing mebel terdapat 2-4 pegawai yang bekerja. Pekerja tersebut 59,37% bekerja kurang dari 5 tahun dan 40,63% bekerja lebih dari 5 tahun. Pada bulan September 2013 peneliti melakukan studi pendahuluan dengan menyebarkan kuisioner pada 50 responden di dapatkan hasil pegawai yang mengalami alergi kulit sebesar 5,5%, nyeri punggung sebesar 3,5%, gangguan pendengaran sebesar 3,5%, kecelakaan kerja sebesar 10,5%, mata pedih sebesar 6,5%, dan gangguan pernafasan sebesar 70%, dengan tanda-tanda 10 % pegawai yang sering mengalami batuk-batuk, 9% sering mengalami sesak nafas, 4,5% pegawai mengeluh nyeri pada bagian dada, 7,5% sering mengeluarkan dahak, 1% pegawai mengalami mengi (ngikngik), 12,5% pegawai yang mempunyai riwayat merokok sampai saat ini, 8,5% pegawai memakai APD (masker), 3,5% hidup sehat atau berolahraga, 11,5% pegawai mempunyai riwayat bekerja di tempat yang berdebu, dan 2,5% pegawai mempunyai riwayat gangguan saluran pernafasan.
5 Hasil studi pendahuluan dari beberapa Home Industri Mebel yang berada di Kecamatan Turen mengarah pada pegawai yang beresiko tinggi untuk terjadi gangguan saluran pernafasan. Oleh sebab itu perlu penanganan yang tepat supaya tidak terjadi penyakit gangguan pernafasan pada pekerja. Penyakit pernafasan akibat debu home industri mebel mempunyai gejala dan tanda yang mirip dengan penyakit saluran pernafasan umum lainnya. Penegakan diagnosis perlu dilakukan dengan tepat karena penyakit biasanya timbul setelah terpapar dalam waktu yang cukup lama. Oleh sebab itu pemeriksaan fisik perlu dilakuakan untuk membantu diagnosis dini penyakit gangguan saluran pernafasan. Untuk mengantisipasi efek negatif paparan debu di tempat kerja, maka perlu dilakukan upaya pencegahan dan perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan tenaga kerja. Salah satunya upaya pencegahan tersebut adalah menetapkan waktu bekerja sehari-hari selama tidak lebih dari 8 jam per hari atau 40 jam per minggu. Debu yang terhirup oleh tenaga kerja menyebabkan timbulnya reaksi mekanisme pertahanan nonspesifik berupa batuk, bersin, gangguan transport mukosilier dan fagositosis oleh makrofag. Otot polos disekitar jalan nafas dapat terangsang sehingga menimbulkan penyempitan. Keadaan ini terjadi biasanya bila konsentrasi debu melebihi nilai ambang batas. Sistem mukosilier juga mengalami gangguan dan menyebabkan produksi lendir bertambah. Bila lendir makin banyak atau mekanisme pengeluarannya tidak sempurna terjadi obstruksi saluran nafas sehingga resistensi jalan nafas meningkat (Yunus, 1997). Oleh karena itu,peneliti ingin melakukan penelitian pada masa kerja pekerja pembuatan mebel dengan terjadinya gangguan sistem pernafasan di home industri mebel di Kecamatan Turen Kabupaten Malang.
6 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat ditemukan rumusan masalah Apakah ada hubungan antara masa kerja tenaga pembuatan Mebel dengan terjadinya gangguan saluran pernafasan? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan masa kerja tenaga kerja dengan terjadinya penyakit gangguan saluran pernafasan pada pekerja home industri mebel Kecamatan Turen Kabupaten Malang. 1.3.2 Tujuan Khusus 1) Mengidentifikasi masa kerja pada pekerja home industri mebel Kecamatan Turen Kabupaten Malang 2) Mengetahui kejadian gangguan saluran pernafasan pada pekerja home industri mebel di Kecamatan Turen Kabupaten Malang 3) Mengetahui hubungan antara masa kerja pada pekerja home industri mebel dengan kejadian gangguan saluran pernafasan di Kecamatan Turen Kabupaten Malang. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat bagi peneliti Sebagai tambahan pengetahuan tentang hubungan masa kerja dengan terjadinya gangguan saluran pernafasan pada masyarakat dan dapat melakukan upaya preventif pada masyarakat agar kejadian gangguan saluran pernafasan dapat menurun.
7 1.4.2 Manfaat bagi masyarakat Setelah dilakukan penelitian dapat meningkatkan wawasan dan pengetahuan yang berguna untuk masyarakat pada umumnya terutama para pekerja khususya, agar para pekerja dapat mencegah penyakit akibat kerja terutama tentang penyakit saluran pernafasan. 1.4.3 Manfaat bagi institusi Memberi masukan untuk pencegahan terhadap penyakit gangguan sistem pernafasan, terutama dalam menentukan sasaran program dan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilannya, sehingga diperoleh pelaksanaan yang efisien dengan hasil yang maksimal dan dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengetahuan masyarakat terutama pekerja tentang pencegahan penyakit gangguan sistem pernafasan. 1.4.4 Manfaat bagi peneliti lain Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber kedua untuk peneliti yang akan meneliti tentang kesehatan saluran pernafasan yang akan datang. 1.4.5 Manfaat bagi perawat Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu perawat dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat. 1.5 Keaslian penelitian 1. Penelitian Gede Yuda Marta Diputra (2012) meneliti tentang Hubungan antara masa kerja dan persepsi tenaga kerja tentang keselamatan dan kesehatan kerja dengan kejadian kecelakaan kerja. Variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah masa kerja dan persepsi tentang prosedur keselamatan dan kesehatan kerja sebagai variabel independen dan kecelakaan kerja sebagai variabel
8 dependen. Penelitian ini menggunakan metode analitik yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara masa kerja dan persepsi tentang prosedur keselamatan kerja dengan kejadian kecelakaan kerja di dapatkan hasil penelitian 5,33% terdapat hubungan masa kerja dengan kejadian kecelakaan kerja. Perbedaan antara penelitian Gede Yuda (2012) dengan penelitian yang saya lakukan adalah variabel yang saya gunakan dan tempat penelitian. Dalam penelitian ini variabel yang saya gunakan adalah masa kerja sebagai variabel independen dan gangguan saluran pernafasan sebagai variabel dependen. Sedangkan tempat yang saya gunakan untuk penelitian adalah home industri mebel di Kecamatan Turen Kabupaten Malang. Persamaan antara penelitian yang saya lakukan adalah sampel yang di gunakan adalah pegawai mebel dan variabel independen yaitu paparan debu. 2. Penelitian Marianti L. Tamuntuan (2013) meneliti tentang Hubungan antara Masa Kerja dengan Kapasitas Vital Pru pada Pekerja di Bagian Pengecatan Mobil. Variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah masa kerja sebagai variabel independen dan kapasitas vital paru sebagai variabel dependen. Penelitian ini menggunakan survey analitik dengan bertujuan untuk mengetahui karakteristik responden dan mengukur kapasitas paru pekerja didapatkan hasil penelitian adalah dari beberapa faktor, sebanyak 65% masa kerja > 5 tahun terjadi gangguan pada kapasitas vital paru. Perbedaan antara penelitian Marianti (2013) dengan penelitian yang saya lakukan adalah variabel dan tempat penelitian. Dalam penelitian ini variabel yang saya gunakan adalah masa kerja sebagai variabel independen dan gangguan
9 saluran pernafasan sebagai variabel dependen. Sedangkan tempat yang saya gunakan untuk penelitian adalah home industri mebel di Kecamatan Turen. 3. Penelitian Qomariyatus Sholihah (2008) meneliti tentang pajanan debu batubara dan gangguan pernafasan pada pekerja. Variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah pajanan debu batubara sebagai variabel independen dan gangguan pernafasan sebagai variabel dependen. Penelitian ini menggunakan deskriptif analitik dengan bertujuan untuk mengetahui kadar debu respirabel terhadap gangguan pernafasan pekerja didapatkan hasil penelitian adalah kadar debu dilapangan kerja melebihi ambang batas normal yaitu sebesar 2,19mg/m 3 yang mengakibatkan gangguan saluran pernafasan pada pekerja. Perbedaan antara penelitian Qomariyatus sholihah (2008) dengan penelitian yang saya lakukan adalah variabel dan tempat penelitian. Dalam penelitian ini variabel yang saya gunakan adalah masa kerja sebagai variabel independen dan gangguan saluran pernafasan sebagai variabel dependen. Sedangkan tempat yang saya gunakan untuk penelitian adalah home industri mebel di Kecamatan Turen